Kelompok 1 Cedera Kepala
Kelompok 1 Cedera Kepala
OLEH:
ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
I. KONSEP DASAR CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak,
commusio (gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan
perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan
batang otak (Doenges, 2000:270). Cedera kepala merupakan proses dimana
terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan
kerusakan tengkorak dan otak (Grace & Borley, 2007).
Trauma atau cedera kepala yang di kenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral di
sekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008). Cedera kepala atau cedera
otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai
atau tanpa di sertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa di
ikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
B. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.
Menurut NANDA NIC-NOC (2013), etiologi dari cedera kepala adalah :
a. Cedera Akselerasi
Terjadi jika obejek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (misalnya : alat pemukul menghantam kepala atau peluru
yang ditembakkan ke kepala)
b. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur
kaca depan mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
episode kekerasan fisik.
d. Cedera Coup-countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dan
ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak
yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul di bagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
C. KLASIFIKASI
1. Menurut jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang
tengkorak dan laserasi duameter. Trauma yang menembus
tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan
geger otak ringan dengan cedera serebral yang luas.
2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS
a. Cedera kepala ringan
GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang
dari 30 menit
Tidak ada fraktur tengkorak
Tidak ada kontusia serebral, hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m
tetapi kurang dari 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
c. Cedera kepala berat
GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam
Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra
kranial.
3. Menurut patologis :
a. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa
akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer
ini dapat bersifat (fokal) local maupun difus.
- Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relatif
tidak terganggu.
- Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa
disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat
makroskopis.
b. Cedera kepala sekunder adalah kelainan atau kerusakan yang
terjadi setelah terjadinya trauma/benturan dan merupakan akibat
dari peristiwa yang terjadi pada kerusakan primer.
E. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK
pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan
yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma..
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan
mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang
post traumatic atau epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK
2) Hemorarghi
3) Kegagalan nafas
4) Diseksi ekstrakranial
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan
Adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran cairan
otak akibat oedema, perdarahan, trauma.
3. EEG (Electro Encephalografi)
Memperlihatkan keberadaan/perkembangan gelombang patologis
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Mengidentifikasi perfusi jaringan otak, misalnya daerah infark,
hemoragik.
5. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
6. Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG)
Untuk menentukan apakah penderita trauma kepala sudah pulih daya
ingatnya.
7. Pemeriksaan pungsi lumbal
Untuk mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Penatalaksanaan umum cedera kepala:
- Monitor respirasi : bebaskan jalan nafas, monitor keadaan ventilasi,
periksa analisa gas darah, berikan oksigan jika perlu
- Monitor tekanan intrakranial
- Atasi syok bila ada
- Kontrol tanda vital
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
b. Operasi
Operasi dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intrasereberal,
debridemen luka,dan prosedur shunting, jenis operasi tersebut adalah :
- Craniotomy adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui
pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Ada tiga tipe craniotomy menurut letak insisi yaitu: craniotomy
supratentorial (diatas tentorium), infratentorial (dibawah tentorium)
dan craniotomy transfenoidal (melalui sinus mulut dan hidung)
- Craniektomy adalah eksisi pada suatu bagian tengkorak
- Cranioplasty adalah perbaikan deffek kranial dengan menggunakan
plat logam atau plastik
- Lubang burr / Burr holes adalah suatu tindakan pembuatan lubang
pada tulang kepala yang bertujuan untuk diagnostik diantaranya
untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ekstra aksial,
pembengkakan cereberal, cedera dan mengetahui ukuran serta
posisi ventrikel sebelum tindakan definitif craniotomy dilakukan.
dan eksplorasi.
3. Kebutuhan sehari-hari :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia,
ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan,
cedera (tauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastic
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi
dengan bradikardi, disritmia
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi dan inpulsif
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk,
air liur keluar, disfagia)
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
tingling, baal pada ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan,
seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang
pandang, fotofobia.
g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan
pendengaran.
Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek
tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese,
quadreplegia, postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat
sensitive terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi
sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
i. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi
positif (kemungkinan karena respirasi)
j. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda
battle disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya
aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh.
m. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang ulang, disartris, anomia.
n. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain
B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik akibat trauma
Data mayor
2. KeTidak efektifan perfusi jaringan serebral b. D respon local dari
cedera (mis : edema serebral)
3. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis akibat cedera kepala
4. Risiko infeksi b.d tidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder akibat
supresi respon inflamasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera Disik akibat trauma
Data mayor
Ds : mengeluh nyeri
Do : tampak meringis, bersikap protektif,gelisah, frekuensi nadi
mening, sulit tidur
Data minor
Ds:-
Do : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.
Intervensi
a. Kaji tingkatan nyeri, lokasi, durasi, frekuensi nyeri dan tindakan
penghilangan nyeri yang digunakan
b. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk relaksasi dengan
meredupkan lampu, mengurangi tingkat kebisingan, membatasi
pengunjung
c. Lakukan tindakan kenyamanan dasar, misalnya : aktivitas hiburan,
peruabahan posisi dan gosokan punggung
d. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyri misalnya
teknikrelaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi, tertawa, musik
dan sentuhan terapeutik
e. Evaluasi penghilangannyeri/kontrol nilai pengobatan bila perlu
f. Kolaborasi kembangkan rencana mengurangi nyeri dengan pasien
dan dokter
g. Kolaborasi dalam Pemberian analgetik
2. KeTidak efektifan perfusi jaringan serebral b. D respon local dari
cedera (mis : edema serebral)
Intervensi
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu
atau menyebabkan koma/ penurunan perfusi otak.
b. Pantau atau catat neurologis secar teratur dan bandingkan dengan
nilai standarnya ( misalnya skala normal glascow).
c. Pantau tekanan darah
d. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang
kabur, ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman presepsi
e. Pertahankan kepala/leher dalam posisi tengah atau pada posisi
netral
f. Berikan waktu istrahat
g. Observasi adanya kejang dan lindungi pasien dari cedera
h. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi
i. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
3. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis akibat cedera kepala
Data mayor :
Ds : dyspnea
Do : penggunaan otot bantu bernapas, fase ekspirasi memanjang, pola
naps abnormal
Data minor :
Ds : ortopnea
Do : tekanan ekspirasi menurun, pernapsan pursed lip , ekskursi dda
berubah
Intervensi
a. Kaji airway,breathing, circulation
b. Kaji klien apakah ada fraktur servikal &vertebrata. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati2 dalam mengatur posisi.
c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka, dan kaji adanya secret.bila ada
segera lakukan penghisapan lender
d. Kaji status pernafasan kedalamannya.
e. Bila tidak ada fratir servikal, posisikan kepala pasien sedikit
ekstensi dan tinggikan 15-30 derajat
f. Pemberian oksigen sesuai program
4. Risiko infeksi b.d tidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder akibat
supresi respon inflamasi
Intervensi
a. Berikan perawatan aseptic dan antiseptic , pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan ( seperti luka,
garis jahitan), daerah yang terpsang alat invasi. Catat karakteristik
dari drainase dan adanya inflamasi.
c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil
diagoresis, dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
d. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah
pengunjung yang mengalami infeksi saluran nafas bagian atas
e. Berikan antibiotik sesuai indikasi
IMPLEMENTASI
Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.
EVALUASI
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.
Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.