Anda di halaman 1dari 18

Insomnia pada Lansia

Adra Marsha Regina Lubalu


102015084
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Tel. (021) 56942061
E-mail: adra.2015fk084@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Susah tidur atau insomnia merupakan suatu keadaan ketika mengalami kesulitan untuk tidur atau
tidak dapat tidur dengan nyenyak. Setiap orang pasti pernah mengalami insomnia. Insomnia
adalah salah satu penyakit yang ramah usia atau bisa menyerang semua golongan usia. Angka
kejadian insomnia biasanya terus meningkat seiring dengan bertambah usia seseorang. Insomnia
bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti
kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Pola terbangun pada dini hari
lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun
beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan
gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan
pertanda dari depresi.

Kata Kunci: Insomnia, orang lanjut usia, depresi.

Abstract

Sleeping difficult or insomnia is a situation when having trouble sleeping or not can sleep
soundly. Each person must have experienced insomnia.Insomnia is one ailment or age-friendly
can strike all ages. The numbers continue to rise normally insomnia events along with the
increasing age of the person. Insomnia is not a disease, but a symptom that has various causes,
including emotional disorders, physical disorders and the use of drugs.Woke up early morning
pattern is more often found in old age. Some people sleep normally but woke up a few hours
later and it's difficult to fall asleep again. Sometimes they sleep in a State of nervous and feel not
satisfied sleep. Woke up in the early morning, at any age, is a sign of depression.

Keywords: Insomnia, elderly, depression.

1
Pendahuluan

Tidur membantu otak kita mengembangkan dan membuat hubungan syaraf otak,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengembalikan ingatan, memproses informasi dan
membantu penyembuhan tubuh.1

Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul
bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan.
Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.2

Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah,
dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium
lebih banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir bahwa
mereka tidak cukup tidur.1

Anamnesis

Anamnesis adalah suatu komunikasi dua arah antara dokter dan pasien atau keluarga
dekat pasien sehari-hari. Tujuan anamnesis ini adalah untuk mengetahui keluhan utama dan
keluhan penyerta pasien serta riwayat penyakit pasien dan keluarganya.1

Pada kasus skenario 6 didapat hasil anamnesis sebagai berikut:

 Data Diri:
Tn. A berusia 64 tahun.
 Keluhan Utama:
Suka marah-marah dan tidak bisa tidur sejak 2 bulan yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk
mengetahui perubahan fungsi tubuh TTV, TB, BB, pengkajian sistem tubuh : Integumen,
respirasi, muskuloskletal, kardiovaskuler, perkemihan, persyarafan & sensorik.

Pada pasien dengan keluhan sleep apnea, pemeriksaan kepala dan leher yang teliti sangat
penting. Untuk pasien dengan keluhan restless legs syndrome atau sindrom neurologic,

2
pemeriksaan neurolgi yang teliti harus dilakukan. Pada pasien insomnia dengan penyebab medis,
pemeriksaan pada organ yang mendasari penyakit tersebut dapat membantu diagnosis.2

Pemeriksaan Penunjang

Polisomnografi adalah alat perekam saat seseorang tidur lengkap yang meliputi
perekaman: Gelombang otak tidur (EEG), Gerakan bola mata (EOG), Aktivitas otot (EMG) pada
dagu, dan kaki, Getaran dengkur, Aliran udara nafas, Gerakan nafas dada dan perut, Kadar
oksigen (SpO2), Posisi tidur, Irama jantung (ECG). PSG memiliki kekhasan sendiri. Dari
pemeriksaan tidur kita mendapatkan gambaran fungsi-fungsi tubuh lengkap selama tidur.
Bandingkan dengan pemeriksaan foto rontgen atau pemeriksaan lain yang dilakukan saat terjaga
yang hanya mendapatkan gambaran sesaat dari kondisi tubuh. Banyak gangguan fungsi tubuh
yang hanya terjadi pada saat tidur jadi tak terbaca dari pemeriksaan pada saat terjaga.3,4

Proses Menua5

Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi
seorang yang ‘frail’ (lemah, rentan) dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem
fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian secara
eksponensial. Menua juga didefinisikan sebagai penurunan seiring-waktu yang terjadi pada
sebagian besar makhluk hidup, yang berupa kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap
penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan
fisiologis yang terkait-usia.

Berbagai teori mengenai proses penuaan telah diajukan, namun hingga 20 tahun yang lalu
teori tersebut kelihatannya sama dengan teori-teori penuaan yang pernah diajukan 200 tahun
bahkan 2000 tahun yang lalu. Beberapa teori mengenai proses menua yang telah ditinggalkan
dan ditolak antara lain adalah: (1) Model "error catastrophe" yang diperkenalkan oleh Orgel, (2)
Teori "laju kehidupan" atau "rate of living'' yang diajukan oleh Pearl, dan (3) Hipotesis
"glukokortikoid".

Beberapa teori entang proses menua yang dapa diterima saat ini, antara lain:

1. Teori “radikal bebas" yang menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang
sangat reaktif (radikal bebas) dapat bercaksi dengan berbaga komponen penting selular,

3
termasuk protein. DNA, dan lipid, dan menjadi molekul-molekul yang tidak berfungs
namun bertahan lama dan mengganggu fungsi sel lainnya. Teori radikal bebas (Free
Radical Theory of Ageing) diperkenalkan pertama kali oleh Denham Harman pada tahun
1956, yang menyatakan bahwa proses me normal merupakan akibat kerusakan jaringan
akibat radikal bebas. Harman menyatakan bahwa mitokondria sebagai generator radikal
bebas, juga merupakan target kerusakan dari radikal bebas tersebut Radikal bebas adalah
senyawa kimia yang berisi elektron tidak berpasangan yang terbentuk sebagai sampingan
berbagai proses selular atau metabolisme normal yang melibatkan oksigen. Sebagai
contoh adalah reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) yang
dihasilkan selama metabolisme normal. Karena elektronnya tidak berpasangan, secara
kimiawi radikal bebas akan mencari pasangan elektron lain dengan bereaksi dengan
substansi lain terutama ngan protein dan lemak tidak jenuh. Melalui proses radikal bebas
yang dihasilkan selama oksidasi oksidatif dapat menghasilkan berbaga fosforilas
modifikasi molekul. Sebagai contoh, karena membran sel mengandung sejumlah lemak,
ia dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga membran sel mengalami perubahan.
Akibat perubahan pada struktur membran tersebut membran menjadi lebih permeabel
memungkinkan terhadap beberapa substansi d melewati membran secara bebas. substansi
tersebu Struktur di dalam sel seperti mitokondria dan sosomi tauti oleh membran yang
mengandung lemak Juga dise oleh radikal bebas, Radika sehingga mudah diganggu bebas
juga dapat bereaksi dengan DNA, mutasikromosom dan karenanya merusak mesin
genetik normal dari sel. Radikal bebas dapat merusak fungsi sel dengan merusak
membrana sel atau kromosom sel. Lebih jauh, teori radikal bebas menyatakan bahwa
terdapat akumulasi radikal bebas secara bertahap di dalam se sejalan dengan waktu, dan
bila kadarnya melebih konsentrasi ambang maka mereka mungkin berkontribusi pada
perubahan-perubahan yang seringkali dikaitkan dengan penuaan Sebenarnya tubuh diberi
kekuatan untuk melawan radikal bebas berupa antioksidan yang diproduksi tubuh sendiri,
namun pada tingkat tertentu antioksidan tersebut tidak dapat melindungi tubuh dari
kerusakan akibat radikal bebas yang berlebihan.
2. Teori "glikosilasi" yang menyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang
menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut sebagai advanced lycation end
roducts (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein dan makromolekul lain yang

4
termodifikasi sehingga menyebabkan disfungsi pada hewan atau manusia yang menua.
Protein glikasi menunjukkan perubahan fun meliputi menurunnya akitivitas enzim dan
menurunnya degradas protein abnormal. Manakala manusia menua, AGEs berakumulasi
di berbagai jaringan, termasu kolagen, hemoglobin, dan lensa mata. Karena muatan
kolagennya nggi, jaringan ikat menjadi kurang elastis dan lebih kaku. Kondisi tersebut
dapat mempengaruhi elastisitas dinding pembuluh darah. AGEs diduga juga berinteraksi
dengan DNA dan karenanya mungkin mengganggu kemampuan sel untuk memperbaiki
perubahan pada DNA. Bukti-bukti terbaru yang menunjukkan tikus-tikus yang dibatasi
kalorinya mempunyai gula darah yang rendah dan menyebabkan perlambatan
penumpukkan produk glikosilasi (AGEs), merupakan hal yang mendukung hipotesis
glikosilasi ini.
3. Teori “DNA repair” yang dikemukakan oleh Hart dan Setlow. Mereka menunjukkan
bahwa adanya perbedaan pola laju ‘repair’ kerusakan DNA yang diinduksi sinar
ultraviolet (UV) pada berbagai fibroblas yang dikultur. Fibroblas pada spesies yang
mempunyai umur maksimum terpanjang menunjukkan laju ‘DNA repair’ terbesar, dan
korelasi ini dapat ditunjukkan pada berbagai mamalia dan primata. Teori ‘DNA repair’
ini terkait erat dengan teori radikal bebas yang sudah diuraikan diatas, karena sebagian
besar radikal bebas (Terutama ROS) dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif yang terjadi
di mitokondria. Mutasi DNA mitokondria saling mempengaruhi satu sama lain,
membentuk “vicious cycle” yang secara eksponensial memperbanyak kerusakan oksidatif
dan disfungsi selular, yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel. Mutasi mtDNA di
manusia terutama terjadi setelah umur pertengahan tigapuluhan, terakumulasi seiring
pertambahan umur, dan jarang melebihi 1% Rendahnya jumlah mutasi mtDNA yang
terakumulasi ini diakibatkan proses repair yang terjadi di tingkat mitokondria. Bukti-
bukti menunjukkan gangguan repair pada kerusakan oksidatif ini menyebabkan
percepatan proses penuaan (accelerated aging). Selain itu, mutas mtDNA akibat
gangguan repair ini juga terkait dengan munculnya keganasan, diabetes melitus dan
penyakit penyakit neurodegeneratif.

5
Tidur dan Fungsinya4

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan
yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk
menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologi, dan kesehatan.

Seseorang dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda tanda sebagai berikut:

1. Aktivitas fisik minimal.


2. Tingkat kesadaran yang bervariasi.
3. Terjadi perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh.
4. Penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.

Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubaban proses fisiologis. Perubahan tersebut,
antara lain:

1. Penurunan tekanan darah, denyut nadi;


2. Dilatasi pembuluh darab perifer;
3. kadang-kadang teriadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal;
4. Relaksasi otot-otot rangka;
5. Basal metabolisme rate (BMR) menurun 10-30%.

Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluktuasi. Tingkat kesadaran
pada organ-organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang mengalami penurunan
kesadaran yang paling dalam selama tidur adalah indra penciuman. Hal ini dapat dibuktikan
dengan banyaknya kasus kebakaran yang terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh
penghuninya yang sedang tidur. Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran yang paling kecil adalah indra pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan mengapa
orang-orang yang sakit dan berada dalam lingkungan yang bising acap kali tidak dapat tidur.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat. Sebab pada
orang yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi terhadap neuron-neuron
substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui melalui pemeriksaan

6
electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat memperlihatkan fluktuasi energi (gelombang
otak) pada kertas grafik.
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat
digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada
paru, kardiovaskular, endokrin, dan lain-lain. Energy disimpan selama tidur, sehingga dapat
diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis
dari tidur: pertama, efek pada system saraf yang diperikirakan dapat memulihkan kepekaan
normal dan keseimbangan di antara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur tubuh
dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi
penurunan.

Diagnosis Kerja

Insomnia adalah gangguan tidur yang di mana ada ketidak mampuan untuk tertidur atau
untuk tetap tidur selama yang diinginkan selama lebih dari 1 bulan. Sementara istilah ini kadang-
kadang digunakan untuk menggambarkan gangguan yang ditunjukkan.5

Meskipun ada beberapa derajat yang berbeda insomnia, tiga jenis insomnia telah
diidentifikasi dengan jelas: sementara, akut, dan kronis.

1. Insomnia sementara berlangsung dari hari ke minggu. Hal ini dapat disebabkan oleh
gangguan lain, dengan perubahan lingkungan tidur, dengan waktu tidur, depresi berat,
atau oleh stres. Konsekuensinya - kantuk dan kinerja psikomotor terganggu - sama
dengan yang kurang tidur.

2. Insomnia akut adalah ketidakmampuan untuk secara konsisten tidur dengan baik untuk
jangka waktu antara tiga minggu sampai enam bulan.

3. Insomnia kronis berlangsung selama bertahun-tahun pada suatu waktu. Hal ini dapat
disebabkan oleh gangguan lain, atau dapat menjadi gangguan utama. Efeknya bisa
bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Mereka mungkin termasuk kantuk, kelelahan otot,
halusinasi, dan / atau kelelahan mental, tetapi orang dengan insomnia kronis sering
menunjukkan peningkatan kewaspadaan. Beberapa orang yang hidup dengan gangguan
ini melihat hal-hal seolah-olah mereka sedang terjadi dalam gerakan lambat, dimana

7
objek bergerak tampaknya untuk berbaur bersama-sama. Bisa menyebabkan penglihatan
ganda.6

Diagnosis Banding

 Depresi pada Lansia

Depresi adalah gangguan mental dengan penampilan mood yang terdepresi, kehilangan
minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur
atau nafsu makan, dan kurang konsentrasi.4-6 Pada lansia, depresi merupakan salah satu penyakit
mental yang sering terjadi.3 Kaplan dan Sadock (1997) mengungkapkan bahwa gejala depresi
ditemukan pada 25% dari semua penduduk komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan
(home nursing care).2 Kerentanan seorang lansia terhadap kejadian depresi tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor tunggal, namun multifaktorial, yaitu faktor biologis, fisis, psikologis, dan
sosial.1
Depresi pada lansia dapat muncul dalam bentuk keluhan fisis seperti insomnia,
kelemahan umum, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan sakit kepala. Gejala-gejala
tersebut sering mengacaukan diagnosis depresi pada lansia dikarenakan dokter menganggap
gejala tersebut normal unttuk lansia. Hal ini mengakibatkan depresi pada lansia lebih sulit
dideteksi. Namun diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada pasien geriatri dapat
meningkatkan kualitas hidup, status fungsional dan mecegah kematian dini.6

 Gangguan Cemas Menyeluruh


Gangguan kecemasan yang banyak dialami lansia adalah gangguan kecemasan
menyeluruh dan agorafobia. Gangguan kecemasan menyeluruh kemungkinan timbul dari
persepsi bahwa mereka akan kehilangan kendali atas kehidupannya, yang mungkin
berkembang saat mereka harus melawan penyakitnya, kehilangan orang-orang yang
dicintainya, dan mengalami penurunan dalam hal ekonomi. Agorafobia dapat mungkin
disebabkan hal-hal baru yang menyedihkan dan sifatnya tidak menyenangkan menimpanya,
misalnya kematian pasangan sehingga mereka kehilangan dukungan sosial mereka. Selain itu,
kondisi fisik yang sudah tidak seprima dulu lagi memungkinkan mereka takut mengalami
kecelakaan di jalan dan akhirnya menolak meninggalkan rumah seorang diri.7

8
Kecemasan yang normal perlu dibedakan dengan kecemasan yang patologis. Pada usia
lanjut gangguan kecemasan sering tersamar dan biasanya gangguannya lebih banyak bersifat
fisik (somatik).5-7

 Demensia
Demensia merupakan suatu sindrom yang ditandai oleh berbagai ganguan fungsi kognitif
tanpa penurunan kesadaran. Pasien menunjukkan kesulitan untuk mempertahankan kinerja
mental, daya ingat, presepsi dan daya intelegtual menurun.8

 Post Power Syndrome


Post power syndrome banyak dialami oleh mereka yang baru saja menjalani masa
pensiun. Istilah tersebut muncul untuk mereka yang mengalami gangguan psikologis saat
memasuki waktu pensiun. Stress, depresi, tidak bahagia merasa kehilangan harga diri dan
kehormatan adalah beberapa hal yang dialami oleh mereka yang terkena post power
syndrome.9

Faktor Biologi
Sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan, penyebab gangguan tidur pada usia
lanjut merupakan gabungan banyak faktor, baik fisik, psikologis, pengaruh obat-obatan,
kebiasaan tidur, maupun penyakit penyerta lain yang diderita. Gangguan tidur primer terdiri atas
gangguan tidur karena gangguan pernapasan (sleep disoredered breathing), sindrom kaki kurang
tenang (restless legs syndrome) dan gangguan gerakan tungkai periodik (periodic limb
movement disorder), dan gangguan perilaku REM. Gangguan tidur karena gangguan pernapasan
(GTGP) merupakan interaksi komplek dari sistem saraf pusat dan perifer otot-otot saluran napas
atas dan beberapa neurotransmitter yang menghasilkan kolaps (collapse) sebagian atau seluruh
lubang pernapasan atas (faring) sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas dan hipoksia.
Faktor dasar seperti anatomi saluran napas (hipertrofi tonsil), obstruksi hidung, distribusi dan
pengumpulan lemak tubuh, dan tonus otot pernapasan atas, mungkin memegang peranan pada
berat ringannya GTGP, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama. Sindrom kaki kurang tenang
(RLS) ditandai oleh rasa tidak enak yang berlebihan terutama pada kaki selama malam saat
pasien istirahat. Ini adalah bentuk dari akathisia, sering disebut sebagai perasaan seperti dirayapi
semut atau hewan kecil. Gangguan gerakan tungkai yang periodik (PLMS), mungkin menyertai
9
sindrom kaki kurang tenang atau berdiri sendiri. PLMS ditandai oleh munculnya episode gerakan
yang sama dan berulang, biasanya pada kaki tapi tidak jarang muncul juga pada tangan.
Gangguan perilaku REM sangat jarang, tetapi sering muncul pada usia lanjut. Proses yang
mendasari terjadinya gangguan ini adalah adanya disinhibisi transmisi aktivitas motorik saat
bermimpi. Gangguan ini sering muncul tengah malam saat periode REM terjadi. Beberapa
laporan menunjukkan ada hubungan kejadian GPR akut dengan pemakaian obat-obatan
antidepresi seperti antidepresi trisiklik, floksetin, inhibitor monoamin oksidase, dan ketagihan
alkohol atau sedatif. GPR kronik dihubungkan dengan narkolepsi dan beberapa penyakit
neurodegeneratif idiopatik seperti demensia dan penyakit Parkinson.5
Faktor Psikologis
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia.
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan
keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi
dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat
menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada
ditunjang dengan status sosialnya. Kepribadian dasar seseorang amat ditentukan pada masa
kanak-kanak. Salah satunya adalah lingkungan sosial. Peristiwa tidak menyenangkan pada masa
kecil dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang ketika ia dewasa. Misalnya,
ketidakpedulian orangtua terhadap anak, juga tekanan dan penyiksaan yang dialaminya. Adanya
penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar
pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. Dengan adanya
penurunan fungsi sistem sensorik maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk
menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi
yang berbeda dari stimulus yang ada. Kemampuan belajar yang menurun dapat terjadi karena
banyak hal. Selain keadaan fungsional organ otak, kurangnya motivasi pada lansia juga berperan.
Motivasi akan semakin menurun dengan menganggap bahwa lansia sendiri merupakan beban
bagi orang lain dan keluarga.6,7
Faktor Sosial
Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi
sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk
mengikuti perintah. Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan

10
mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
Proses penuaan mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss) yaitu kehilangan peran (loss of roles),
hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationships), serta berkurangnya komitmen
(reduced commitment to social morales and values). Pada pria, kehilangan peran hidup terutama
terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam
keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk
belajar dan menikah.10
Etiologi

Pertambahan umur menyebabkan perubahan pola tidur sehingga terjadi beberapa


gangguan tidur pada usia lanjut. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada
usia lanjut antara lain alkohol, dan obat- obatan.6 Demi mendapat kualitas tidur yang maksimal
bisanya pasien menggunakan obat sedatif secara berlebihan sehingga timbul beberapa efek
samping seperti peningkatan resiko kecelakaan, penurunan produktivitas, meningkatnya resiko
depresi dan patah tulang pada usia lanjut.6
Pertambahan umur menyebabkan terjadinya perubahan dalam tahapan tidur.4 Pada
kenyataanya, meskipun mereka mempunyai waktu yang cukup untuk tidur tetapi terjadi
penurunan kualitas tidur. Pada usia lanjut terjadi penurunan tidur tahap 3, tahap 4, tahap REM
dan NREM laten tetapi mengalami peningkatan tidur tahap 1 dan 2. Perubahan ini menimbulkan
beberapa efek yaitu: kesulitan untuk mengawali tidur, menurunnya total sleep time, sleep
efficiency, transient arousal dan bangun terlalu dini.7
Pada usia lanjut yang mengalami penurunan fungsi suprachiasmatic nucleus akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada ritme sirkadian.7 gejala akibat gangguan ritme sirkadian
adalah ketidakmampuan untuk tidur meskipun terdapat rangsangan. hal ini menyebabkan pasien
bangun dan tidur pada waktu yang tidak tepat, peningkatan resiko insomnia dan peningkatan
frekuensi tidur.6 penurunan fungsi suprachiasmatic nucleus diduga disebabkan oleh penurunan
paparan cahaya, aktivitas fisik dan sosial saat memasuki usia lanjut.7
insomnia pada usia lanjut bersifat multifaktorial, selain faktor biologik diatas ada
beberapa faktor komorbid yang dapat menyebabkan terjadinya insomnia pada usia lanjut.1
insomnia sekunder pada usia lanjut dapat disebabkan oleh faktor komorbid yang terdiri dari :

11
nyeri kronis, sesak nafas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatri (gangguan
cemas dan depresi), penyakit neurologi (parkinson’s disease, alzheimer disease), dan obat-
obatan (beta-bloker, bronkodilator, kortikosteroid dan diuretik).

Epidemologi

Penyakit insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dikeluhkan masyarakat.
Prevalensi insomnia lebih tinggi pada wanita dan lansia( 65 tahun ke atas). Wanita lebih sering
1,5 kali mengidap insomnia dibandingkan pria, dan 20-40% lansia mengeluhkan gejala-gejala
pada insomnia tiap beberapa hari dalam 1 bulan.

Penatalaksanaan

Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi khususnya behavioral therapies efektif sebagai farmakoterapi dan
diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kronis pada pasien usia lanjut. Behavioral
therapies terdiri dari beberapa metode yang dapat diterapakan baik secara tunggal maupun
kombinasi yaitu :
 Stimulus control
Melalui metode ini pasien diedukasi untuk mengunakan tempat tidur hanya untuk
tidur dan menghindari aktivitas lain seperti membaca dan menonton tv di tempat tidur.6
Ketika mengantuk pasien datang ke tempat tidur, akan tetapi jika selama 15- 20 menit
berada disana pasien tidak bisa tidur maka pasien harus bangun dan melakukan aktivitas
lain sampai merasa mengantuk baru kembali ke tempat tidur. Metode ini juga harus
didukung oleh suasana kamar yang tenang sehingga mempercepat pasien untuk tertidur.
Dengan metode terapi ini, pasien mengalami peningkatan durasi tidur sekitar 30-40
menit.
 Sleep restriction
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan meningkatkan sleep
efficiency.11 Pasien diedukasi agar tidak tidur terlalu lama dengan mengurangi frekuensi
berada di tempat tidur. Terlalu lama di tempat tidur akan menyebabkan pola tidur jadi
terpecah- pecah. Pada usia lanjut yang sudah tidak beraktivitas lebih senang

12
menghabiskan waktunya di tempat tidur namun, berdampak buruk karena pola tidur
menjadi tidak teratur. Melalui Sleep Restriction ini diharapkan dapat menentukan waktu
dan lamanya tidur yang disesuaikan dengan kebutuhan.
 Sleep higiene
Sleep Higiene bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan lingkungannya
sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur.6 Hal-hal yang dapat dilakukan pasien untuk
meningkatkan Sleep Higiene yaitu: olahraga secara teratur pada pagi hari, tidur secara
teratur, melakukan aktivitas yang merupakan hobi dari usia lanjut, mengurangi konsumsi
kafein, mengatur waktu bangun pagi, menghindari merokok dan minum alkohol 2 jam
sebelum tidur dan tidak makan daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.
 Terapi relaksasi
Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang mudah terjaga di
malam hari saat tidur.1 Pada beberapa usia lanjut mengalami kesulitan untuk tertidur
kembali setelah terjaga. Metode terapi relaksasi meliputi: melakukan relaksasi otot,
guided imagery, latihan pernapasan dengan diafragma, yoga atau meditasi. Pada pasien
usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini karena tingkat kepatuhannya sangat rendah.
 Cognitive Behavioral Therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi kombinasi yang
terdiri dari: stimulus control, sleep retriction, terapi kognitif dengan atau tanpa terapi
relaksasi. Terapi ini bertujuan untuk mengubah maladaftive sleep belief menjadi adaftive
sleep belief. Sebagai contoh: pasien memiliki kepercayaan harus tidur selama 8 jam
setiap malam, jika pasien tidur kurang dari 8 jam maka pasien merasa kualitas tidurnya
menurun. Hal ini harus dirubah mengingat yang menentukan kualitas tidur tidak hanya
durasi tetapi kedalaman tidur.12
Terapi Farmakologi
Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi farmakologi adalah untuk
menghilangkan keluhan pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut.1
Ada lima prinsip dalam terapi farmakologi yaitu: menggunakan dosis yang rendah tetapi efektif,
dosis yang diberikan bersifat intermiten (3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek
(3-4 mimggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala insomnia,
memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.

13
Beberapa obat hipnotik yang aman untuk usia lanjut yaitu:
 Benzodiazepine
Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering digunakan untuk
mengobati insomnia pada usia lanjut. BZDs menimbulkan efek sedasi karena bekerja
secara langsung pada reseptor benzodiazepine. Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah
menurunkan frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep latency, dan mencegah
pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian
BZDs pada usia lanjut mengingat terjadinya perubahan farmakokinetik dan
farmakodinamik terkait pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs tidak dipengaruhi oleh
penuaan akan tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan meningkatkan drug-
elimination half life, disamping itu pada usia lanjut lebih sensitif terhadap BZDs
meskipun memiliki konsentrasi yang sama jika dibandingkan dengan pasien usia muda.
Pilihan pertama adalah short-acting BZDs serta dihindari pemakaian long acting BZDs.
BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Penggunaan lebih dari 4 minggu akan menyebabkan tolerance dan
ketergantungan. Golongan BZDs yang paling sering dipakai adalah temazepam, termasuk
intermediate acting BZDs karena memiliki waktu paruh 8-20 jam. Dosis temazepam
adalah 15-30 mg setiap malam. Efek samping BZDs meliputi: gangguan psikomotor dan
memori pada pasien yang diterapi short-acting BZDs sedangkan residual sedation
muncul pada pasien yang mendapat terapi long acting BZDs. Pada pasien yang
menggunakan BZDs jangka panjang akan menimbulkan resiko ketergantungan, daytime
sedation, jatuh, kecelakaan dan fraktur.
 Non-Benzodiazepine
Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif pada reseptor
benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif pada usia lanjut karena dapat diberikan
dalam dosis yang rendah. Obat golongan ini juga mengurangi efek hipotoni otot,
gangguan prilaku, kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan obat golongan BZDs.
Zaleplon, zolpidem dan Eszopiclone berfungsi untuk mengurangi sleep latency
sedangkan ramelteon (melatonin receptor agonist) digunakan pada pasien yang
mengalami kesulitan untuk mengawali tidur. Obat golongan non-benzodiazepine yang
aman pada usia lanjut yaitu:

14
 Zaleplon
Zaleplon dapat digunakan jangka pendek maupun jangka panjang, tidak
ditemukan terjadinya kekambuhan atau withdrawal symptom setelah obat dihentikan.
Dosis dari zaleplon 5-10 mg, akan tetapi waktu paruhnya hanya 1 jam.
 Zolpidem
Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berikatan secara selektif pada reseptor
benzodiazepine subtife 1 di otak. Efektif pada usia lanjut karena tidak mempengaruhi
sleep architecture. Zolpidem memiliki waktu paruh 2,5-2,9 jam dengan dosis 5-10
mg. Efek samping dari zolpidem adalah mual, dizziness, dan efek ketergantungan
jika digunakan lebih dari 4 minggu.
 Eszopiclone
Golongan non-benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh paling lama adalah
eszopiclone yaitu selama 5 jam pada pasien usia lanjut. Eszopiclone 2 mg dapat
menurunkan sleep latency, meningkatkan kualitas dan kedalaman tidur,
meningkatkan TST pada pasien usia lanjut dengan insomnia primer. sedangkan 3 mg
setiap malam dapat membantu mempertahankan tidur dan meningkatkan kualitas
tidur pada pasien usia lanjut dengan insomnia kronik.
 Melatonin reseptor agonist
Melatonin Reseptor Agonist (Ramelteon) obat baru yang direkomendasikan oleh
Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi insomnia kronis pada usia lanjut.
Ramelteon bekerja secara selektif pada reseptor melatonin MT1 dan MT2.
 Sedating Antidepressant
Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien insomnia yang diakibatkan
oleh depresi. Amitriptiline adalah salah satu sedating antidepressant yang digunakan
sebagai obat insomnia, akan tetapi pada usia lanjut menimbulkan beberapa efek
samping yaitu takikardi, retensi urin, konstipasi, gangguan fungsi kognitif dan
delirium. Pada pasien usia lanjut juga dihindari penggunaan trisiklik antidepresan.
Obat yang paling sering digunakan adalah trazodone.
Dosis trazodone adalah 25-50 mg perhari, efek samping dari trazodone adalah:
kelelahan, gangguan sistem pencernaan, dizziness, mulut kering, sakit kepala dan
hipotensi.13

15
Komplikasi 10-14

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat
mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi:

 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.


 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi
kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
 Kelebihan berat badan atau kegemukan
 Daya tahan tubuh yang rendah
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah
yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain
seperti depresi dan lain-lain. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.

Pencegahan15

Pencegahan tidur gangguan mungkin termasuk menjaga jadwal tidur yang konsisten,
seperti bangun dan tidur pada waktu yang sama. Juga, orang harus menghindari minuman dan
obat-obatan yang dapat mengganggu tidur selama 8 jam sebelum tidur. Sementara latihan sangat
penting dan dapat membantu proses tidur, itu penting untuk tidak menggunakan hak sebelum
tidur, karena menciptakan lingkungan yang tenang. Akhirnya, satu tidur hanya boleh untuk tidur
dan mungkin hubungan seksual. Berikut adalah beberapa poin yang termasuk dalam tidur
kebersihan.

16
Kesimpulan

Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut dan seringkali timbul
bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan.
Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya
usia, waktu tidur cenderung berkurang. Bahwa gangguan sulit tidur pada lansia disebabkan oleh
berbagai hal dari berbagai aspek, yaitu aspek psikologis, aspek biologis, dan aspek sosial.

Daftar Pustaka

1. Doghramji K, Doghramji P. Clinical management of Insomnia. 1st edition. United


States: Professionals Communications.inc ; 2010.h.108-27.
2. Carney CE, Edinger JD. Insomnia and anxiety. 1st edition. United States: Springer;
2009.h.54-73.
3. Sibuea W.H, Frenkel M. Pedoman dasar anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Jakarta:
CV. Sagung Seto; 2007.h. 7-15
4. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta:EGC.2002.h.3-11
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.758-60
6. Carney CE, Edinger JD. Insomnia and anxiety. 1st edition. United States: Springer;
2009.h.54-73.
7. Hirshkowitz M, Seplowitz-Hapkin RG, Sharafkhaneh A. Sleep Disorder. In: Sadock BJ,
Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. 9thed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;2009.p.2150-77.
8. Endeshaw Y, Bliwise DL. Sleep disorder in the elderly. In Agronin ME, Maletta GJ.
Principle and practice of geriatric psychiatry. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2006.p.505-22.
9. Woodward MC. Managing insomnia in older people. Journal of pharmacy practice and
research. 2007;37:236-241.
10. Insomnia.2009.Di unduh dari : http://www.emedicinehealth.com/insomnia. 16 Januari
2017.

17
11. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran: bagaimana dokter berpikir, bekerja, dan
menampilkan diri. Jakarta: Gramedia; 2006. h. 219-22.
12. Idris, Y dkk. Buku pedoman upaya pembinaan kesehatan jiwa usia lanjut bagi petugas
kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.2004.34-56
13. Widyaningsih. 2012. Mengoptimalkan masa pertumbuhan. Di unduh dari
:http://insankamilsidoarjo.sch.id/mengoptimalkan-masa-golden-age/.9 januari 2016.
14. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I
Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher.
15. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai