Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA TIDAK BERSINYAL

DENGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997


(Studi Kasus: Persimpangan Jalan Ir. Soekarno-Jalan Raya Dada
Prejo-Jalan Drs. Moh, Hatta Kota Batu)

Proposal Skripsi

“Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Meperoleh Gelar Serjana


Srata 1 (S1) Teknik Sipil

Disusun Oleh

Anita Faradilah Abubakar


21601051023

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota batu adalah sebuah kota di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini
terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut Malang.
Kota Batu berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan Malang-
Jombang. Kota batu berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten
pasuruan di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah timur,
selatan, dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 700-2.000 meter dan
ketinggian rata-rata yaitu 871 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara
rata-rata mencapak 11-19 derajat celcius (Wikipedia).
Pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya daya beli mesyarakat
mengakibatkan semakin meningkatnnya pergerakan manusia dan barang,
sehingga menyebabkan semakin besar jumlah pergerakan kendaraan pada suatu
daerah. Dengan demikian menimbulkan konflik lalu lintas yang semakin rumit.
Konflik lalu lintas yang salah satu faktor penyebab terjadinya hal tersebut adalah
adanya perubahan kondisi lalu lintas simpang yang tidak diikuti oleh perubahan
manajemen simpang tersebut.
Salah satu lokasi di kota Batu yang sering sekali mengalami permasalahan
lalu lintas adalah simpang tiga Jalan Ir. Soekarno-jalan Dada Prejo-Jalan Drs.
Moh, Hatta. Pada Jalan tersebut sering terjadi kemacetan dikarenakan merupakan
jalan penghubung Malang-Kediri, Malang-jombang, dan sebagai salah satu jalan
alternatif ke kota Surabaya.
Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau
lebih ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk
mengendalikan aturan lalulintas untuk menetapkan siapa yang mempunyai hak
terlebih dahulu untuk menggunakan persimpangan.
Tipe simpang bervariasi mulai dari simpang sederhana yang hanya terdiri
dari pertemuan dua ruas jalan sehingga simpang yang kompleks yang terdiri atas
pertemuan beberapa ruas jalan. Pengaturan simpang juga bervariasi, ada simpang
yang tidak meggunakan alat pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) atau disebut

1
juga simpang tak bersinyal, ada juga simpang yang dilengkapi dengan pengaturan
dengan menggunakan lampu lalu lintas.
Baik buruknya kinerja simpang ditunjukkan oleh beberapa aspek seperti
nilai derajat kejenuhan, tundaan dan antrian. Untuk melakukan perhitungan
terhadap kinerja simpang tersebut, dibutuhkan sebuah metode. Perhitungan
kinerja simpang di Indonesia menggunakan metode MKJI. MKJI memiliki
perangkat lunak untuk mempermudah analisannya. Perangkat lunak tersebut
dikenal dengan nama KAJI.
Dari kondisi simpang Jalan Ir. Soekarno-Jalan Dada Prejo-Jalan Drs. Moh,
Hatta dapat dilihat kemacetan diperparah dikarenakan tidak terdapatnya sinyal
lalu lintas seperti lampu lalu lintas, sejauh ini juga belum pernah dilakukan
penelitian simpang tak bersinyal pada lokasi tersebut, sehingga tidak diketahui
kinerja dari simpang saat ini. Dengan demikian penelitian terhadap simpang ini
perlu dilakukan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakng di atas maka dapat diidentifikasi analisis kinerja
simpang tak bersinyal dengan menggunakan metode MKJI 1997.
1. Jumlah penduduk yang semakin banyak mengakibatkan konflik lalu
lintas yang semakin rumit.
2. Penelitian ini hanya membahas khusus simpang tiga Jalan Ir.
Soekarno-jalan Dada Prejo-Jalan Drs. Moh, Hatta.
3. Belum adanya analisi kinerja pada simpang tak bersinyal tersebut,
penelitian dilakukan menggunakan metode MKJI 1997.

1.3 Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagi berikut.
Bagaimana kinerja Jalan Ir. Soekarno-Jalan Dada Prejo-Jalan Drs. Moh,
Hatta dengan menggunakan analisis Manual Kapasitas Jalan Indonsia (MKJI)
1997?

2
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah.
mengetahui kinerja Jalan Ir. Soekarno-Jalan Dada Prejo-Jalan Drs. Moh, Hatta
dengan menggunakan analisis Manual Kapasitas Jalan Indonsia (MKJI) 1997.

1.5 Batasan Masalah


Untuk memberikan arahan yang lebih baik dan terfokus dari penelitian ini
sehingga dapat bermanfaat dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka penelitian
dibatasi pada ruang lingkup berikut.
1. Penelitian hanya terlokalisir pada lokasi yang ditinjau.
2. Metode yang digunakan untuk menganalisi data menngunakan
panduan MKJI 1997.
3. Kinerja simpang yang ditinjau meliputu volume, kapasitas dan derajat
kejenuhan.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Simpang Jalan


Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi di mana dua atau
lebih ruas jalan bertemu, di sini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk
mengendalkan konflik ini ditetapkan aturan lalu lintas untuk menetapkan siapa
yang mempunyai hak terlebih dahulu untuk menggunakan pesimpangan.
Simpang dapat didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau
lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk
pergerakan lalu lintas di dalamnya (Khisty. C.J dan Kent L.B, 2003).
Menurut Khisty (2003), persimpangan dibuat dengan tujuan untuk
mengurangi potensi konflik diantara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan
sekaligus menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi
kendaraan.
Pada persimpangan terdapat 4 jenis pergerakan arus lalu lintas yang dapat
menimbulkan konflik, yaitu.
1. Berpotongan (crossing), dimana dua arus berpotongan langsung.
2. Bergabung (merging), dimana dua arus bergabung.
3. Berpisah (diverging), dimana dua arus berpisah.
4. langan (weaving), dimana dua arus saling bersilangan.

2.2 Jenis-jenis Simpang


Menurut Morlok (1988), jenis simpang berdasarkan cara pengaturannya
dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu.
1. Simpang jalan tanpa sinyal, yaitu simpang yang tidak memakai sinyal
lalu lintas. Pada simpang ini pemakai jalan harus memutuskan apakah
mereka cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti
dahulu sebelum melewati simpang tersebut.
2. Simpang jalan dengan sinyal, yaitu pemakai jalan dapat melewati
simpang sesuai dengan pengoperasian sinyal lalu lintas. Jadi pemakai
jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas menunjukkan
warna hijau pada lengan simpangnya.

4
Setiap simpang haru diatur, agar tidak banyak konflik yang dapat
menyebabkan kecelakaan. Pengaturan simpng harus memperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut.
1. Arus lalu lintas.
2. Biaya.
pemerintah harus tepat dalam memilih atau menentukan jenis pengaturan
untuk simpang karena jika pengaturan yang ada tidak tepat akan menyebabkan.
1. Tundaan.
2. pemborosan fasilitas.
3. Kecenderungan masyarakat untuk melanggar.

2.3 kinerja Simpang Bersinyal


2.3.1 Arus Lalu Lintas
Menurut MKJI (1997), arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri
QLT, lurus QST, dan belok kanan QRT) dikonversikan dari kendaraan per jam
menjadi satuan mobil penumpang (smp) perjam dengan menggunakan ekivalen
kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan
terlawan. Nilai emp untuk jenis kendaraan berdasarkan pendekat dapat terlihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai emp untuk jenis kendaraan berdasarkan pendekat
Jenis Kendaraan Emp Tipe Pendekat
terlindung terlawan
Kendaraan Ringan (LV) 1.0 1.0
Kendaraan Berat (HV) 1.3 1.3
Sepeda motor (MC) 0.2 0.2
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Untuk menghitung arus dapat menggunakan persamaan berikut:


Q = QLV + QHV x empHV + QMC x empMC
di mana:
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
QLV = Arus kendaraan ringan (kendaraan/jam)
QHV = Arus kendaraan berat (kendaraan/jam)
QMC = Arus sepeda motor (kendaraan/jam)
empHV = Emp kendaraan berat
empMC = Emp sepeda motor

5
2.3.2 Arus Jenuh
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), bahwa arus jenuh
didefinisikan sebagai besarnya keberangkatan rata rata antrian di dalam suatu
pendekat simpang selama sinyal hijau yang besarnya dinyatakan dalam satuan
smp per jam hijau (smp/jam hijau).
Adapun nilai arus jenuh suatu persimpangan bersinyal dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
S = S0 x FCS x FSF x FG x FP x FLT x FRT
Dimana:
S = Arus jenuh (smp/waktu hijau efektif)
S0 = Arus jenuh dasar (smp/waktu hijau efektif)
FCS = Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FSF = Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya gangguan samping
FG = Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan
FP = Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiran
dekat lengan persimpangan
FLT = Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT = Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
Besar setiap faktor koreksi arus jenuh sangat tergantung pada tipe
persimpangan. Penjelasan lebih rinci mengenai nilai setiap faktor koreksi arus
jenuh bisa ditemukan dalam MKJI (1997).
Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukansebagai fungsi dari
lebar efektif pendekat:
S0 = 600 x We
Penggambaran arus jenuh dengan menggunakan metode Webster terlihat
pada Gambar 1

6
Gambar 1. Model dasar arus jenuh
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2.3.3 Faktor-faktor Penyesuaian


a. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs)
Berdasarkan MKJI 1997, faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan
berdasarkan jumlah penduduk kota (juta) yang akan diteliti. Faktor
penyesuaian ukuran kota (FCcs) diperoleh dari Tabel 2.3.1 berikut ini.
Tabel 2 Faktor penyesuaian FCcs untuk pengaruh ukuran kota pada
kapasitas jalan perkotaan.
Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuaian untuk ukuran
kota (FCcs)
<0,1 0,86
0,1-0,5 0,90
0,5-1,0 0,94
1,0-3,0 1,00
>3,0 1,04
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.

b. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping


hambatan samping adalah interaksi antara lalu lintas dan kegiatan
yang terjadi di samping jalan yang mengakibatkan adanya pengurangan
terhadap arus jenuh didalam pendekatan.

7
Tabel 3. Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan jalan, hambatan
samping dan kendaraan tek bermotor.
Lingkungan Hambatan Tipe Rasio Kendaraan Tak Bermotor
Jalan Samping Fase 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 >0,25
Komersial Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
(COM) Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71
Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
Pemukiman Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
(RES) Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,89 0,84
Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,8 0,79 0,73
Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85
Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,75
Terlindung 0,98 0,96 0,84 0,91 0,88 0,88
Akses Tinggi / Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
terbatas Sedang /
(RA) Rendah Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.

c. Faktor Penyesuaian Kelandaian


Faktor kelandaian dapat ditentukan dari Gambar 2.

Gambar 2. Faktor penyesuaian untuk kelandaian


Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.

8
d. Faktor Penyesuaian Parkir
Faktor penyesuaian parkir dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut.
FP = [LP/3-(WA-2) x (LP/3-g)/WA]/g
Dimana:
LP = jarak antar garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m)
atau panjang dari lajur pendek.
WA = Lebar Pendekat
g = Waktu hijau pada pendekat

e. Faktor Penyesuaian Gerakan Belok Kanan


Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) ditentukan sebagai fungsi dari
rasio kendaraan belok kanan PRT. Faktor penyesuaian belok kanan hanya
berlaku untuk kendaraan terlindung, tanpa median, jalan dua arah, lebar
efektif ditentukan oleh lebar masuk.
FRT = 1,0 + PRT x 0,26
Dimana:
FRT = faktor penyesuaian belok kanan
PRT = rasio belok kanan
Faktor penyesuaian belok kanan juga dapat diperoleh nilainya
menggunakan gambar 3.

Gambar 3. Faktor penyesuaian belok kanan


Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.

9
f. Faktor Penyesuaian Belok Kiri
Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) ditentukan sebagai fungsi dari
rasio kendaraan belok kiri PLT. Faktor penyesuaia belok kiri hanya untuk
pendekat tipe tan LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk.
FLT = faktor penyesuaian belok kanan
PLT = Rasio belok kiri
Faktor penyesuaian belok kanan juga dapat diperoleh nilainya
menggunakan Gambar 4.

Gambar 4. Faktor penyesuaian belok kiri


Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.
2.3.4 Kapasitas dan Derajat Kejenuhan
a. Kapasitas
Menurut MKJI 1997, perhitungan kapasitas dapat dibuat dengan
pemisahan jalur tiap pendekat, pada satu lengan dapat terdiri dari satu atau
lebih pendekat, misal dibagi menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini
diterapkan jika gerakan belok kanan mempunyai fase berbeda dari
lalulintas yang lurus atau dapat juga dengan merubah fisik jalan yaitu
dengan membagi pendekat dengan pulau lalu lintas (canalization).
Kapasitas (C) dari suatu pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan
sebagai berikut:
C=Sx

Dimana:
C = Kapasitas pendekat (smp/jam)

10
S = Arus jenuh (smp/jam hijau)
g = Waktu hijau (detik)
c = Waktu siklus
b. Derajat Kejenuhan
menurut PKJI 2014 Derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu-
lintas terhadap kapasitas jalan, digunakan sebagai faktor utama dalam
penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Untuk menghitung
besarnya nilai derajat kejenuhan digunakan rumus:
DJ =

Nilai derajat kejenuhan untuk simpang adalah . 0,85 sebagai batas


kelayakan Jalan.
2.3.5 Perilaku Lalu Lintas
a. Panjang antrian
Panjang Antrian adalah panjangnya antrian kendaraan dalam suatu
pendekat dan antrian dalam jumlah kendaraan yang antri dalam suatu
pendekat (kendaraan, smp). Dalam MKJI, antrian yang terjadi pada suatu
pendekat adalah jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ)
yang merupakan jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1)
dan jumlah smp yang datang selama waktu merah (NQ2) yang persamaannya
dituliskan seperti berikut ini.
NQ = NQ1 + NQ2
Dimana:
NQ = Jumlah rata-rata antrian pada awal sinyal hijau
NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
NQ2 = Jumlah smp yang datang selama waktu merah
Dari nilai derajat kejenuhan dapat digunakan untuk menghitung jumlah
antrian (NQ1) yang merupakan sisa dari fase terdahulu yang dihitung dengan
rumus berikut.
1. Untuk DS > 5

NQ1 = 0,25 x CX [(DS-1) + √(DS-1)2 + ]

di mana:
NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase sebelumnya;

11
DS = Derajat kejenuhan
GR = Rasio hijau (g/c)
C = Kapasitas (smp/jam).

2. Untuk DS ≤ 0,5 : NQ1 = 0


Jumlah antrian yang datang selama fase merah (NQ2) dengan rumus seperti
berikut:
NQ2 = C x x
di mana:
NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah
DS = Derajat kejenuhan.
GR = Rasio hijau (g/c).
c = Waktu siklus (detik).
Qmasuk = Arus lalu lintas pada tempat di luar LTOR (smp/jam).
Panjang antrian (QL) didapatkan dari perkalian (NQmax) dengan luar rata-
rata yang dipergunakan per smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk
(Wmasuk). NQmax didapat dengan menyesuaikan nilai NQ dalam hal peluang
yang diinginkan untuk terjadinya pembebanan lebih POL (%) dengan
menggunakan grafik seperti terlihat pada Gambar 5. untuk perencanaan dan
desain disarakan nilai POL ≤ 5%, untuk operasional disarankan POL = 5-10%.
QL = NQmax x
Dimana:
QL = Panjang antrian
NQmax = Jumlah antrian maksimum
Wmasuk = Lebar masuk

12
Gambar 5. Perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp.
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.
b. Angka Henti
Angka henti (NS) pada masing-masing pendekat adalah jumlah rata-rata
kendaraan berhenti per smp, ini termasuk henti berulang sebelum melewati
garis stop simpang. Untuk memperoleh nilai angka henti dapat menggunkan
rumus seperti berikut.
NS = 0,9 x x 3600

Dimana:
NS = angka henti
NQ = jumlh antrian
c = waktu siklus (detik)
Q = arus lalu lintas (smp/jam)
Penghitungan jumlah kendaraan terhenti (NSV) untuk tiap pendekat dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:
Nsv = Q x NS
Dimana:
Nsv = jumlah kendaraan berhenti
Q = arus lalu lintas (smp/jam)
NS = angka henti
Perhitungan laju henti rata-rata untuk seluruh simpang dilakukan dengan
cara membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus
simpang total Q dalam kendaraan/jam.
Berikut ini laju henti rata-rata dapat dihitung menggunakan persamaan:

NSTOT =

Dimana:
NSTOT = laju henti rata-rata
ΣNSV = jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekatan
QTOT = arus simpang total (kendaraan/jam)

13
c. Rasio Kendaraan Terhenti
Menurut MKJI (1997), rasio kendaraan terhenti (PSV) yaitu rasio
kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu
simpang (i), dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
PSV = min NS
Dimana:
NS = angka henti dalam suatau pendekatan

d. Tundaan
Menurut MKJI, tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal,
yaitu.
1. Tundaan lalu lintas (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan
lainnya pada suatu simpang.
2. Tundaan geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan saat
membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.
Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j merupakan jumlah tundaan lalu
lintas rata-rata (DTj) dengan tundaan geometrik rata-rata (DGj) dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut.
Dj = DTj + DGj
Dimana:
Dj = tundaan rata-rata untuk pendekatan (detik/smp)
DTj = tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekatan j (detik/smp)
DGj = tundaan geometri rata-rata untuk pendekatan j (detik/smp)
Berdasarkan pada Akcelik (MKJI, 1997) tundaan lalu lintas rata-rata
(DT) pada suatu pendekat j dapat ditentukan dengan rumus berikut.

DT = c x +

Dimana:
DT = tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp)
c = waktu siklus yang disesuaikan (det)
GR = rasio hijau (g/c)
NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.
C = kapasitas (smp/jam)

14
Tundaan geometri rata-rata (DG) pada suatu pendekat dapat diperkirakan
dengan persamaan sebagai berikut:
DGj = (1-Pw) x PT 6 +n(Pw x 4)
Dimana:
DGj = tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)
Pw =rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekatan
PT = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat.
Menurut Tamin (2000), jika kendaraan berhenti terjadi antrian
dipersimpangan sampai kendaraan tersebut keluar dari persimpangan karena
adanya pengaruh kapasitas persimpangan yang sudah tidak memadai. Semakin
tinggi nilai tundaan semakin tinggi pula waktu tempuhnya.

15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian tentang analisa kinerja simpang tiga tak bersinyal
dengan menggunakan metode MKJI 1997 pada persimpangan Jalan Ir. Soekarno-
Jalan Raya Dada Prejo-Jalan Drs. Moh, Hatta Kota Batu ini menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantatif.
Metode penelitian kuantatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono
(2012:8) yaitu, “Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis dan bersifat kuantatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah di tetapkan”
Menurut Sugiyono (2012:13) penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui nilai vartabel mendiri, baik satu variabel atau lebih
(indenpenden) tanpa membuat pertandingan atau menghubungkan dengan
variabel yang lain. Berdasarkan teori tersebut, penelitian deskriptif kuantatif,
merupakan data yang diperoleh dari sampel populasi penbelitian dianalisis sesuai
dengan metode statistik yang digunakan. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan-keterangan mengenai
respon pengguna jalan terhadap peran satuan polisi pamong praja sebagai engatur
lalu lintas di Kota Batu.

16
2.3 Flow Chart
Rancangan penelitian tentang analisa kinerja simpang tiga tak bersinyal
dengan menggunakan metode MKJI 1997 pada persimpangan Jalan Ir. Soekarno-
Jalan Raya Dada Prejo-Jalan Drs. Moh, Hatta Kota Batu ini menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantatif yang akan dilaksanakan sebagai
berikut.

mulai

Penentuan lokasi

Pegumpulan data

Data sekunder
Data primer
 Data-data hasil
 Observasi
studi
 Survei lapangan
 Buku referensi

Analisa data

pembahasan

Kesimpulan

selesai

Gambar 3.1
Diagram Alir Penelitian
Sumber: Penelitian 2020

17
2.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah terbatas pada analisa kinerja simpang
tiga tidak bersinyal di Kota Batu. Dimana lokasi penelitian tersebut pada
persimpangan Jalan Ir. Soekarno-Jalan Raya Dada Prejo-Jalan Drs. Moh, Hatta
Kota Batu. Lokasi tersebut layak untuk dijadikan sebagai objek penelitian
dikarenakan seringnya terjadi kamecatan di wilayah tersebut.

Gambar 3.1
Lokasi penelitian
(Sumber: Google Maps, 2020)

Selain peta lokasi penyusun juga menampilkan gambar/denah lokasi


penelitian peta lokasi penelitian untuk memperjelas kondisi lokasi yang teliti.
Penelitin ini dilakukan atas beberapa pertimbangan. Tentunya sangat penting bagi
para pengguna jalan melintasi kawasan tersebut, sehingga dapat tercipta
kenyamanan dan keamanan bagi para pengguna jalan dilokasi tersebut.

18
2.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peralatan (instrumen) yang digunakan adalah sebagai
berikut.
Literatur sebagai referensi yang menjadi landasan teori.
Program Exel adalah formula yang akan digunakan sebagai perhitungan
antara kecepatan, kerapatan, kejenuhan dan kepadatan lalun lintas.
Meteran sebagai alat ukur panjang segmen jalan, lebar jalur dan lebar bahu
jalan untuk acuan pengumpulan data yang diperlukan saat analisa data.

2.6 Prosedur pengumpulan data


Dalam melakukan penelitian ini diperlukan beberapa data yang digunakan
sebagai dasar dari analisa pengaruh simpang tiga tidak bersinyal di Kota Batu.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data.
a. Data primer
Data primer yaitu data yang didapat melalui peninjauan dan pengamatan
langsung ke lokasi penelitian. Peninjauan dan pengamatan langsung tersebut
menghasilakan data-data utama dalam melakukan penelitian seperti: data
geometri, volume kendaraan, survey hambatan samping. Waktu tempuh, dan
tundaan kendaraan. Data ini dapat diambil dari:
1. Survey lapangan
Survey lapangan dilakukan dengan pengamatan, observasi visual, dan
juga wawancara kepada para pengguna jalan ataupun yang
bersangkutan.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pegumpulan data yang menghasilkan
catatan-catatan penting dari pengawasan di lokasi sesuai dengan
kebutuhan dalam penelitian.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
tidak langsung mealui media, bukit catatan (data dokumentar). Data sekunder
pada penelitian ini diperoleh dari instansi pemerintah terkait.

19
2.7 Waktu Survey
Pengambilan data (survey) dilakukan pada hari kerja (Senin, Selasa dan
Rabu) dimana pada hari tersebut dilakukan selama 8 (delapan) jam dengan durasi
per 15 menit selama 3 (tiga) minggu.

20

Anda mungkin juga menyukai