Anda di halaman 1dari 11

DINAMIKA KELOMPOK

Untuk Memenuhi Mata Kuliah Kelompok Dalam Organisasi

Disusun Oleh:

1. Putri Indah Sari Dwi S. 111611133049


2. Safira Vidya Sarafina 111611133051
3. Indriyani Latri Ningrum 111611133071
4. Yuliana Rosta Dewi 111611133084
5. Annisa Savira Alifia 111611133138

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
A. Definisi Kelompok
Kelompok merupakan suatu kata yang tidak asing dalam kehidupan
seorang individu sehari-hari. Hal ini terjadi karena kelompok hadir di sekitar
kita. Teori tukar sosial (social exchange theory) mengemukakan bahwa seorang
individu cenderung memiliki keinginan untuk bergabung dengan individu lain
atau yang lebih dikenal dengan berkelompok (Thibaut & Kelley, 1959).
Forsyth pada tahun 2010 mendefinisikan kelompok sebagai dua atau
lebih individu yang saling terhubung satu dengan lainnya oleh hubungan sosial
dan dalam hubungan sosial (Forsyth, 2010). Dalam definisi tersebut, terlihat
bahwa terdapat tiga poin utama yang menjelaskan apa itu kelompok. Pertama,
suatu kelompok minimal terdiri dari dua individu. Ukuran yang dimiliki dari
suatu kelompok dapat bervariasi, dimana sebuah kelompok dapat berukuran
kecil yang hanya terdiri dari dua anggota (dyads) atau tiga anggota (triads).
Namun, tidak menutup kemungkinan pula sebuah kelompok dapat memiliki
ukuran yang relatif besar. Salah satu jenis kelompok yang berukuran besar
adalah massa (mobs) dan audiensi (audiences) (Forsyth, 2010).
Kedua, adanya hubungan antar anggota. Seorang anggota dari sebuah
kelompok harus terhubung dengan anggota lainnya, dimana hubungan yang ada
dalam sebuah kelompok berbasis keanggotaan (membership). Ketiga, sebuah
kelompok biasanya memiliki batasan-batasan (boundaries). Batasan kelompok
bertujuan untuk membedakan individu yang ada dalam kelompok dengan
individu yang berada di luar kelompok. Batasan-batasan tersebut bersifat stabil
dan permeable. Sehingga, batasan dapat terlihat secara kasat mata (eksplisit)
maupun sebaliknya (Forsyth, 2010).
Terdapat lima karakteristik atau ciri umum yang dimiliki oleh sebuah
kelompok, antara lain:
1. Interaksi (Interactions)
Individu yang ada dalam sebuah kelompok akan berinteraksi dengan
individu lain dalam kelompok tersebut. Hal ini terjadi karena kelompok
menciptakan dan mengatur interaksi antar anggotanya. Terdapat dua
interaksi dasar dalam sebuah kelompok, yaitu interaksi hubungan
(relationship interaction) dan interaksi tugas (task interaction). Interaksi
hubungan atau yang lebih dikenal dengan interaksi sosial berkaitan dengan
aspek sosial antar anggota kelompok. Sedangkan interaksi tugas merupakan
interaksi yang berfokus pada tujuan, tugas, dan proyek kelompok. Dalam
interaksi tugas ini, anggota kelompok saling berkoordinasi untuk
menyelesaikan suatu tugas atau mencapai suatu tujuan (Forsyth, 2010).
2. Tujuan (Goals)
Sebuah kelompok biasanya terbentuk karena adanya suatu tujuan.
Kelompok juga memfasilitasi dan mendukung anggota dalam kelompok
untuk mencapai tujuan tersebut (Forsyth, 2010). Terdapat empat tujuan
dasar mengapa kelompok terbentuk, yaitu kelompok dibentuk untuk
menghasilkan sebuah ide atau gagasan, menentukan solusi terkait suatu hal,
menegosiasi solusi terkait dengan konflik, atau melaksanakan suatu tugas
tertentu (McGrath, 1984 dalam (Forsyth, 2010)).
3. Interdependensi (Interdependence)
Setiap anggota yang ada dalam sebuah kelompok akan dipengaruhi dan
mempengaruhi anggota lainnya. Sehingga, akan muncul rasa saling
bergantung antar anggota. Ketergantungan antar anggota ini meliputi
pemikiran, perilaku, dan perasaan yang dimiliki oleh seorang individu
(Forsyth, 2010).
4. Struktur (Structure)
Terdapat pola (pattern) yang teratur dalam hubungan yang dimiliki oleh
anggota kelompok. Pola ini terbentuk dari kompleksnya peran, norma,
hubungan antar anggota yang kemudian membentuk struktur kelompok
guna mengatur aktivitas dalam kelompok tersebut (Forsyth, 2010).
5. Kesatuan (Unity)
Kelompok merupakan pengaturan sosial yang kohesif. Oleh karena itu,
kelompok juga dapat dianggap sebagai sebuah kesatuan.
B. Tipe Kelompok
Seperti yang telah dijelaskan dalam karakteristik kelompok diatas,
bahwasannya kelompok memiliki ciri khas tertentu untuk dikatakan sebagai
sebuah kelompok. Kelompok juga dapat dibagi menjadi bentuk, ukuran dan
fungsi yang lebih luas dan beragam. Berikut merupakan 4 tipe kelompok

1. Primary Group: Merupakan kelompok dengan ukuran yang relatif kecil,


para anggotanya melakukan interaksi satu sama lain secara teratur.
Anggota kelompok menganggap bahwa dirinya merupakan bagian
penting dalam kelompok. Tipe kelompok ini merupakan kelompok yang
memiliki solidaritas yang tinggi serta tingkat ketergantungan yang
tinggi pula. Contohnya keluarga, pasangan, peer group.
2. Social Group: Tipe kelompok ini lebih besar dari primary group,
dimana kelompok ini lebih terorganisir secara formal dan jangka waktu
keanggotaannya relatif lebih pendek serta juga lebih sedikit dalam
melibatkan emosionalnya. Mereka lebih cenderung fokus pada tugas
daripada emosional. Contohnya juri, pekerja dalam pabrik.
3. Collective: Merupakan kelompok yang lebih besar yang anggotanya
bertindak dengan tindakan yang serupa. Tipe kelompok ini terbentuk
secara spontanitas, memiliki hubungan yang kurang antar angotanya
dan memiliki interaksi sosial yang terbatas. Contohnya orang yang
sedang menunggu bus, mahasiswa yang sedang dalam suatu kelas.
4. Categories: Kumpulan individu yang mirip dalam satu sama lain dalam
beberapa hal seperti satu agama, satu suku, satu ras dan lain sebagainya.
Jika suatu kategori tidak memiliki implikasi sosial maka itu hanya
menggambarkan individu yang berbagi fitur kesamaan bukan suatu
kelompok yang berarti. Contohnya pria, wanita, suku jawa, suku batak.
C. Pengukuran Dinamika Kelompok

Pengukuran dinamika kelompok sangat penting dalam memahami perilaku


individu dan kelompok secara keseluruhan. Sudah banyak penelitian yang telah
memeriksa secara kritis proses kelompok dan instrumen hasil. Instrumen-
instrumen ini telah dideskripsikan sebagai berguna dalam menganalisis proses
terapi kelompok, iklim kelompok dan dimensi terapeutik, dan interaksi di antara
anggota kelompok. Salah satu peneliti bernama Forsyth (1999) menjelaskan
berbagai metode pengamatan yang tersedia untuk kelompok praktisi pekerjaan.
Beberapa metode pengukuran praktis yang melibatkan pengamatan dan
pencatatan perilaku individu dan kelompok termasuk observasi partisipatif dan
tindakan observasi terstruktur. Salah satu sistem pengukuran yang berguna
adalah Interactional Process Analysis (IPA), yang dikembangkan oleh Bales
(1950). IPA adalah sistem pengkodean terstruktur untuk mengklasifikasikan
perilaku di antara anggota kelompok dan digambarkan oleh tugas dan kegiatan
sosial-emosional.

Forsyth (1999) mencatat bahwa IPA berharga karena melaporkan frekuensi


kemunculan perilaku anggota kelompok. Contoh alat ukur lainnya adalah
menggunakan Group Climate Quetionnaire. Alat ukur ini khusus mengukur
kohesi kelompok, keterlibatan, dan tingkat kepercayaan (MacKenzie, 1983),
ukuran 12 item singkat yang terdiri dari tiga skala: Keterlibatan, Diferensiasi,
dan Individuasi. Contoh lainnya adalah menggunakan Group Cohesiveness
Scale (Budman, Soldz, Demby, Davis, & Merry, 1993). Alat ini digunakan
untuk mengeksplorasi keterhubungan dan keterbukaan kelompok terhadap
pengungkapan diri dan terdiri dari enam subskala yaitu trust, focus,
cooperation, withdrawal, interest, dan expressed caringi dan satu skala global
cohesiveness.

D. Metode Penelitian
Pengukuran yang baik saja tidak menjamin ilmu yang baik. Peneliti yang
mengamati ilmu kelompok dan mengajukan pertanyaan kepada anggota
kelompok dapat mengembangkan deskripsi rinci mengenai suatu kelompok,
akan tetapi mereka harus melampaui deskripsi jika mereka ingin menjelaskan
kelompok. Setelah peneliti mengumpulkan data, mereka harus menggunakan
informasi itu untuk menguji hipotesis tentang fenomena kelompok. Peneliti
menggunakan banyak teknik untuk memeriksa kecukupan anggapan mereka
tentang kelompok, tetapi tiga [endekatan yang paling umum adalah 1) Case
Study, 2) Experimental studies yang memanipulasi satu atau lebih aspek dari
situasi kelompok, dan 3) Correlational studies yang terjadi secara alami
1. Case Study
Menurut Sturman (1997), case study adalah istilah umum
untuk eksplorasi individu, kelompok, maupun fenomena yang
terjadi (ibid., Hal. 61). Menurut Mesec 1998. studi kasus dalam
bidang pekerjaan sosial, tetapi bisa juga diterapkan pada bidang
pendidikan: Studi kasus “adalah deskripsi dan analisis masalah atau
kasus individu [...] dengan tujuan untuk mengidentifikasi variabel,
struktur, bentuk dan urutan interaksi antara peserta dalam situasi
(tujuan teoretis), atau, untuk menilai kinerja pekerjaan atau
kemajuan dalam pembangunan (tujuan praktis) ”(ibid., hlm. 383
Forsyth (1983: 39) menyatakan kelompok dinamisis melakukan
studi kasus dengan menggali secara mendalam sifat kelompok
tunggal. Melakukan Studi Kasus Salah satu cara terbaik untuk
memahami kelompok secara umum adalah dengan memahami satu
kelompok secara khusus. Berdasarkan informasi yang telah didapat
oleh peneliti dapat memberikan gambaran keseluruhan kelompok
dan memperkirakan sejauh mana kasus yang diteliti mendukung
hipotesis mereka.
Keuntungan dan Kerugian Semua desain penelitian
menawarkan baik kelebihan dan kekurangan, dan studi kasus tidak
terkecuali. Dengan berfokus pada sejumlah kasus, peneliti sering
memberikan deskripsi kualitatif yang sangat rinci dari kelompok-
kelompok yang muncul secara alami. Jika kelompok telah bubar dan
para peneliti mengandalkan data arsip, mereka tidak perlu khawatir
bahwa penelitian mereka akan secara substansial mengganggu atau
mengubah proses kelompok yang terjadi secara alami. Studi kasus
juga cenderung berfokus pada kelompok bonafide yang ditemukan
dalam konteks alamiah sehari-hari. Keunggulan ini diimbangi oleh
batasan. Para peneliti yang menggunakan metode studi kasus harus
mengingat bahwa kelompok yang diteliti mungkin unik, dan oleh
karena itu dinamikanya tidak banyak berbicara tentang dinamika
kelompok lain. Juga, para peneliti jarang menggunakan ukuran
kuantitatif dari proses kelompok ketika melakukan studi kasus,
sehingga interpretasi mereka dapat dipengaruhi oleh asumsi dan bias
mereka sendiri. Selain itu, catatan penting dan artefak mungkin tidak
akurat atau tidak tersedia bagi peneliti.
2. Experimental Studies
Penelitian eksperimental adalah setiap penelitian yang
dilakukan dengan pendekatan ilmiah, di mana satu set variabel tetap
konstan sedangkan set variabel lainnya sedang diukur sebagai
subjek eksperimen. Ketika eksperimen dirancang dan dilakukan
dengan benar, para peneliti dapat mengasumsikan bahwa setiap
perbedaan antara kondisi pada variabel dependen dihasilkan oleh
variabel independen yang dimanipulasi, dan bukan oleh beberapa
variabel lain di luar kendali mereka.
Terdapat kelebihan dari metode penelitian Studi
eksperimental antara lain;
a. Para peneliti memiliki pengaruh yang kuat terhadap variabel
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
b. Subjek atau industri bukan kriteria untuk penelitian
eksperimental karena industri mana pun dapat
menerapkannya untuk tujuan penelitian.
c. Hasilnya sangat spesifik.
d. Setelah hasilnya dianalisis, mereka dapat diterapkan ke
berbagai aspek serupa lainnya.
e. Penyebab dan efek hipotesis dapat diturunkan sehingga
peneliti dapat menganalisis rincian yang lebih besar.
f. Penelitian eksperimental dapat digunakan bersama dengan
metode penelitian lainnya.

Kelemahan dari Studi eksperimental adalah:

a. Hasil penelitian dari percobaan tunggal mungkin karena


kebetulan
b. Mungkin bahwa temuan disebabkan oleh faktor-faktor luar
yang belum dipikirkan sebelum percobaan
c. Peneliti menciptakan situasi buatan, sehingga menimbulkan
pertanyaan: apakah efek ini terjadi dalam kehidupan nyata?
3. Correlational Studies
Desain penelitian di mana peneliti mengukur (tetapi tidak
memanipulasi) setidaknya dua variabel dan kemudian menggunakan
prosedur statistik untuk memeriksa kekuatan dan arah hubungan
antara variabel-variabel ini. Studi korelasional dinamakan demikian
karena, setidaknya pada awalnya, para peneliti mengindeks
kekuatan dan arah hubungan di antara variabel-variabel yang
mereka ukur dengan menghitung koefisien korelasi.
Penelitian korelasional memungkinkan peneliti untuk
mengumpulkan lebih banyak data daripada eksperimen. Lebih
lanjut, karena penelitian korelasional biasanya dilakukan di luar lab,
hasilnya cenderung lebih berlaku untuk kehidupan sehari-hari.
Manfaat lain dari penelitian korelasional adalah bahwa penelitian ini
membuka banyak penelitian lebih lanjut bagi para peneliti lainnya.
Ketika peneliti mulai menyelidiki suatu fenomena atau hubungan
untuk pertama kalinya, penelitian korelasional memberikan posisi
awal yang baik. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk
menentukan kekuatan dan arah suatu hubungan sehingga penelitian
selanjutnya dapat mempersempit temuan dan, jika mungkin,
menentukan penyebab secara eksperimental.
Disamping kelebihan dari studi korelasi, terdapat beberapa
kekurangan yaitu studi korelasi hanya mengungkap hubungan, tidak
mengungkapkan variabel mana yang mempengaruhi yang lain, dan
variabel yang tidak diketahui mungkin menyebabkan keduanya

E. Perspektif Teori
1. Motivational and Emotional Perspective
Motivations merupakan mekanisme psikologis yang memberikan arahan
dan tujuan yang mendorong individu melakukan suatu perilaku. Sedangkan
emotions berperan sebagai perasaan / emosi yang mempengaruhi tindakan
individu dalam situasi kelompok.
● Group Affective Tone: sebuah kelompok cenderung menampilkan
mood/perasaan secara kolektif seiring berjalannya waktu yang akan
mempengaruhi aktivitas kelompok sehari-hari (George, 1995).
2. Behavioral Perspective
Behaviorism merupakan cara organisme memperoleh respon baru terhadap
stimulus lingkungan melalui proses pengkondisian seperti asosiasi
stimulus-respon dan penguatan (Skinner,1953; 1971).
● Social Exchange Theory: Individu cenderung mencari hubungan atau
kerjasama yang berpotensi memberikan hasil yang banyak dengan usaha
yang sedikit (Thibaut & Kelley, 1959). Suatu kelompok akan menciptakan
interdependensi di antara anggotanya sehingga tindakan dari setiap anggota
berpotensi mempengaruhi hasil dan tindakan dari setiap anggota lainnya.
3. System Theory Perspective
System Theory merupakan pendekatan teoritis umum yang mengasumsikan
bahwa kelompok adalah kumpulan sistem dari unit-unit individual yang
bergabung untuk membentuk kesatuan yang terintegrasi, dinamis, dan
kompleks.
● Input-Process-Output Model: Salah satu analisis konseptual umum dari
kelompok yang mengasumsikan variabel input (individual, kelompok,
situasional) di mediasi melalui proses kelompok (komunikasi, konflik,
perencanaan, kepemimpinan), dan menghasilkan output/outcome kelompok
(produk, keputusan, evaluasi).
4. Selecting a Theoretical Perspective
Dinamika grup memiliki banyak teori. Beberapa dari teori tersebut melacak
proses kelompok berdasarkan dari proses psikologisnya. Sedang teori
lainnya, berfokus pada kelompok sebagai sistem sosial yang terintegrasi
dalam sebuah komunitas dan masyarakat. Perbedaan perspektif teoritis ini
bukanlah sebuah paradigma yang saling menjatuhkan satu dengan lainnya.
Beberapa peneliti menguji hipotesis yang berasal dari satu teori dan yang
lainnya menggunakan beberapa perspektif ketika mereka berusaha
mendeskripsikan, memprediksi, mengendalikan, dan menjelaskan sebuah
kelompok dan anggotanya
REFERENSI
Budman, S. H., Soldz, S., Demby, A., Davis, M., & Merry, J. (1993). What is
cohesiveness? An empirical examination. Small group research, 24(2), 199-
216.

Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics Fifth Edition. Belmont, CA: Wadsworth


Cengage Learning.

MacKenzie, K. R. (1983). The clinical application of group measure In R. R. Dies


& K. R. MacKenzie(Eds.), Advances in group psychotherapy: Integrating
research and practice (pp. 159 –170). New York: International Universities
Press.

Thibaut, J. W., & Kelley, H. H. (1959). The Social Psychology of Groups. Oxford:
John Wiley.

Anda mungkin juga menyukai