Anda di halaman 1dari 30

Sesi 13

MEMBUAT KONTRAK

PENGERTIAN KONTRAK
Kontrak atau perjanjian y adalah perbuatan hukum yang
menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu
hubungan hukum dan dengan cara demikian, kontrak atau perjanjian
menimbulkan akibat hukum (disebut juga perikatan) yang merupakan
tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah kontrak atau
perjanjian, orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut pihak-
pihak
Persamaan antara perjanjian dan kontrak, antara lain:
1. Perjanjian maupun kontrak melibatkan setidaknya dua pihak atau
lebih;
2. Dasar hukum perjanjian maupun kontrak mengacu pada KUHPerdata.

Perbedaan ntara Perjanjian dan Kontrak


Perbedaan antara dua istilah ini-perjanjian dan kontrak- dapat dilihat pada
tahapan dan implikasinya, antara lain:
1. Perjanjian menimbulkan perikatan. Perikatan itu kemudian disebut
sebagai kontrak, apabila memberikan konsekuensi hukum yang terkait
dengan kekayaan.
2. Setiap kontrak adalah perjanjian dari beberapa macam, namun setiap
perjanjian bukanlah kontrak.
3. Kontrak biasanya dibuat antara mitra bisnis, perusahaan dan
semacamnya. Sedangkan, perjanjian sering dibuat antara teman dekat
dan anggota keluarga.
4. Kontrak mengikat secara hukum, sedangkan perjanjian tidak mengikat
secara hukum. Perjanjian dibuat untuk hal-hal kecil, sementara

1
kontrak ditandatangani berkaitan dengan masalah-masalah besar.

FUNGSI KONTRAK
Fungsi kontrak atau perjanjian kerja yang lainnya antara lain:
1. Menciptakan Rasa Tenang
Dengan adanya surat kontrak akan menciptakan rasa tenang bagi pihak-
pihak yang berjanji karena ada kepastian di dalam surat perjanjian. Saat
melakukan kerja sama dengan seseorang, Pastikan anda memiliki kontrak
kerja yang jelas. Surat Kontrak atau surat perjanjian berguna selain untuk
menjaga dimana kewajiban dan hak, juga berguna untuk menjaga secara
hukum bahwa anda tidak ditindas.
2. Mengetahui Hak dan Kewajiban
Dengan adanya surat kontrak perjanjian kerja, akan dapat diketahui jelas
batas hak dan kewajiban pihak yang bersepakat. Dengan demikian, Surat
ini akan membantu menjaga hak dan kewajiban dari masing-masing pihak
agar tetap konsisten dengan yang telah disepakati. Namun, Anda tetap
harus berhati-hati, karena surat kontrak terkadang malah lebih sering
merugikan dibandingkan pihak yang membuat surat kontrak, jadi
perhatikan dengan baik surat kontrak yang didapatkan.
3. Menghindari Perselisihan
Dalam suatu pekerjaan bukan tidak mungkin suatu saat terjadi
perselisihan, baik di antara karyawan maupun antara karyawan dan
atasan. Dengan adanya surat kontrak secara tidak langsung akan
menghindari perselisihan yang mungkin timbul di masa mendatang.
4. Acuan Perselisihan atau Perkara
Dalam surat kontrak tentunya telah tertera perjanjian antara kedua belah
pihak antara karyawan dan perusahaan. Dengan demikian, surat kontrak
ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan perselisihan atau
perkara yang mungkin timbul di kemudian hari. Surat ini dapat digunakan
ketika menggugat seseorang yang melanggar kesepakatan yang telah
dibuat di dalam surat perjanjian tersebut.

2
ASAS-ASAS KONTRAK
Secara umum asas hukum yang dapat digunakan dalam klasifikasi
hukum seperti hukum perdata, hukum pidana maupun hukum tata negara
diantaranya:
1. Lex superior derogate lex inferior (ketentuan hukum yang tinggi
mengalahkan hukum yang rendah).
2. Lex posteriori derogate lex priori (ketentuan hukum yang baru lebih
diutmakan dari pada ketentuan hukum yang lama)
3. Lex specialist derogate lex generale (ketentuan hukum yang khusus
diutamakan dari pada yang ketentuan hukum yang umum.
4. Asas non retroaktif (hukum tidak bisa berlaku surut).
5. Asas hukum yang dikemukakan diatas adalah asas hukum yang
berlaku secara umum.

Berbeda halnya dengan asas hukum yang terdapat dalam


hukum perjanjian (overeenscomstrecht) diantaranya:
1. Asas Konsensuil;
2. Konsensuil secara sederhana diartikan sebagai kesepakatan. Dengan
tercapainya kesepakatan antara para pihak lahirlah kontrak, meskipun
kontrak pada saat itu belum dilaksanakan. Hal ini berarti juga bahwa
dengan tercapinya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan
kewajiban bagi mereka yang membuatnya (atau dengan kata lain
perjanjian itu bersifat obligatoir). Asas konsensuil dapat dilihat pada
Pasal 1320 ayat 1 BW bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak.
3. Asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Itu Mengikat Para Pihak)
4. Asas pacta sunt servanda biasa juga disebut asas kepastian hukum
(certainty). Asas ini bertujuan agar hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas ini
dapat disimpulkan diambil dari Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan
“perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”

3
5. Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 ayat 1 BW perihal asas kebebasan berkontrak. Kebebasan
yang dimaksud di sini terbagi dalam beberapa hal yakni:
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau
tidak (yes or no)
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan
perjanjian (who).
c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian (substance).
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian (form)
e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan (other freedom).
6. Asas Iktikad Baik (geode trouw); Asas iktikad baik diakomodasi melalui
Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus
dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad baik merupakan asas
bahwa para pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau
kemauan baik dari para pihak.

Kesepakatan atau consensus sebagai syarat utama lahirnya


kontrak, masih ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu syarat sahnya
kontrak sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1320 BW yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Sutu hal tertentu;
4. dan sebab yang halal

JENIS JENIS KONTRAK


1. Perjanjian Cuma- Cuma (pasal 1314 KUHPerdata).
Suatu persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan
mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang
lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. perjanjian

4
dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi
salah satu pihak saja. Misalnya : Hibah

2. Perjanjian atas beban


Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari
pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain dan antara
kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Jadi, dua pihak
dalam memberikan prestasi tidak imbang.
contoh :
Perjanjian pinjam pakai -----> debitur mempunyai dan bebas untuk
mengembalikan barang, sedangkan kreditur tidak.
Perjanjian cuma-cuma dan atas beban penekanan perbedaannya ada di
prestasi.

3. Perjanjian Timbal balik


Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban
pokok bagi kedua belah pihak. Hak dan Kewajiban harus imbang.
Misal : Perjanjian Jual Beli.

4. Perjanjian Sepihak
Hanya ada satu hak saja dan hanya ada satu kewajiban saja. contoh :
hibah

5. Perjanjian Konsesual
Perjanjian Konsesual adalah perjanjian di mana diantara kedua belah
pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.
Menurut KUHPerdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.
( Pasal 1338).

5
6. Perjanjian RIILPerjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi
penyerahan barang. Misalnya : Perjanjian penitipan barang, prjanjian
pinjam pakai.

7. Perjanjian Formil
Perjanjian yang harus memakai akta nota riil.
contoh : jual beli tanah,

8. Perjanjian bernama dan tidak bernama


a. Perjanjian bernama (nominaat) adalah perjanjian yang sudah diatur
dan diberi nama di dalam KUHPerdata.
b. Perjanjian tidak bernama (innominat) adalah perjanjian yang tidak
diatur dalam KUHPerdata, namun perjanjaian berkembang dalam
masyarakat.
Contoh : perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, perjanjian
Pengelolaan; Leasing; Perjanjian Waralaba. Dan sebagainya

9. Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang dimana pihak pihak sepakat,
mengikat diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak
lain. Perjanjian obligatoir hanya melahirkan hak dan kewajiban saja,
pelaksanaanya nanti.

10. Perjanjian Liberatoir


adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban
yang ada. Misalnya : pembebasan Utang.

PRINSIP PENYUSUNAN KONTRAK


Dalam suatu kontrak dikenal tiga unsur, yaitu sebagai berikut.

6
1. Unsur Esensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak
karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak
ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual-beli harus ada
kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan
mengenai barang dan jasa dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal
demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.
2. Unsur Naturalia
Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang
sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-
undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini
merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai
contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjiakan tentang cacat
tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual
yang harus menanggung cacat tersembunyi.
3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para
pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak
jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai
membayar hutangnya, dikenakan denda dua persen perbulan
keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan
berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh
kreditor tanpa melalui pengadilan.

Prinsip Penyusunan Kontrak antara lain:


1. Penafsiran Kontrak
Idealnya suatu kontrak tidak memerlukan penafsiran, kalimat-kalimat
yang ada sudah seharusnya menjelaskan klausula yang ada. Karena itu
jika semuanya sudah jelas tidak memerlukan penafsiran, bahkan tidak
boleh jika penafsiran tersebut akan mempunya arti menyimpang dari yang
tersirat tersebut. Dalam ilmu hukum kontrak disebut “Doktrin Kejelasan

7
Makna” (plain meaning rules), doktrin ini iakui sepenuhnya oleh
KUHPerdata lewat pasal 1342, yang menyatakan bahwa:
Jika kata-kata dalam suatu kontrak sudah jelas, maka tidak lagi
diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran.
Namun demikian kontrak itu bermacam-macam ragamnya maka sangat
mungkin akhirnya dibutuhkan kejelasan-kejelasan lebih lanjut. Disamping
itu, karena kontrak merupakan ungkapan hati dari para pihak dengan
menggunakan kata-kata yang pada prinsipnya terbatas, sehingga
biasanya hampir tidak ada kontrak yang tidak memerlukan penafsiran.
Ada beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi
suatu kontrak baku, yaitu prinsip-prinsip hukum sebagai berikut:

2. Prinsip kesepakatan
Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan adanya kesepakatan
kehendak yangbenar-benar seperti diinginkan oleh para pihak, tetapi
kedua belah pihak akhirnya juga menandatangani kedua kontrak tersebut.
Dengan penandatanganan tersebut, maka dapat diasumsi bahwa kedua
belah pihak telah menyetujui isi kontrak tersebut, sehingga dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kata sepakat telah terjadi.

3. Prinsip Asumsi Resiko


Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi
resiko. Artinya bahwa jika ada resiko ada resiko tertentu yang mungkin
terbit dari suatu kontrak tetapi salah satu pihak bersedia menanggung
risiko tersebut sebagai hasil dari tawar menawarnya, maka jika memang
jika risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko
tersebutlah yang harus menagunggung risikonya. Dalam hubungan
dengan kontrak baku, maka dengan menandatangani kontrak yang
bersangkutan, berart segala risiko apapun bentuknyaakan ditanggung
oleh pihak yang menandatanganinya sesuai isi dari kontrak tersebut.

8
4. Prinsip Kewajiban membaca
Sebenarnya, dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban
membaca (duty to read) bagi setiap pihak yang akan menandatangani
kontrak. Dengan demikian, jika dia telah menandatangani kontrak yang
bersangkutan, hukum mengasumsikanbahwa dia telah membacanyadan
menyetujui apa yang telah dibancanya.

5. Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan


Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak
dibuat secara baku. Karena kontrak baku tersebutmenjai terikat, antara
lain juga karena keterikatan suatu kontrak tidak hanya terhadap kata-kata
yang ada dalam kontrak tersebut, tapi juga terhadap hal-hal yang bersifat
kebiasaan. Lihat pasal 1339 KUHPerdata Indonesia. Dan kontrak baku
merupakan suatu kebiasaan sehari-hari dalam lalu lintas perdagangan dan
sudah merupakan suatu kebutuhan masyarakat, sehingga eksistensinya
mestinya tidak perlu dipersoalkan lagi.

TAHAPAN PENYUSUNAN KONTRAK


A. Persiapan Kontrak
Lakukan negosiasi sebelum masuk ke dalam perbuatan kontrak. Untuk itu,
beberapa asumsi yang harus dipegang dalam perancangan kontrak antara
lain adalah :
a. Para pihak menandatangani kontrak karena memang benar-benar
ingin melakukannya dan bukan ingin berperkara di pengadilan.
b. Kontrak yang di buat harus memuaskan para pihak dan para pihak
akan melaksanakan kontrak itu.
c. Perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya wanprestasi atau tidak
dapat dilaksanakannya objek kontrak. Apa yang harus dilakukan
oleh pihak lain apabila adalah satu pihak memang melakukan
wanprestasi atau apa upaya yang ditempuh pihak yang menderita
kerugian akibat tidak dapat dilaksanakannya objek kontrak.

9
Disamping itu dalam perjalanan transaksi mungkin saja terjadi
perbedaan penafsiran akan isi kontrak. Hal-hal tersebut akan
menyebabnya terjadinya konflik diantara para pihak.
Dalam mempersiapkan kontrak perlu diingat dua prinsip dalam hukum
kontrak:
1. Beginselen der contractsvrijheid atau party autonomy yaitu para pihak
bebas untuk memperjanjikan apa yang mereka inginkan ( tentunya harus
sesuai dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum)
2. Pacta sunt servanda yaitu sekali mereka sepakat, kontrak itu berlaku
mengikat sebagai mana undang-undang.
Apabila suatu rancangan kontrak disetujui oleh kedua belah pihak kontrak
itu dapat ditandatangani. Jika kontrak telah di tandatangani para pihak
terikat untuk melaksanakan prestasi dan kontrak perstasi. Apabila kedua
belah pihak melaksanakan seperti apa yang tertuang di dalam isi kontrak,
kontrak itu di anggap sesesai.

B. Bahasa dalam Kontrak


Sebagaimana diketahui bahwa bahasa yang digunakan sehari hari penuh
dinamika (dinamis), artinya bahasa yang kita gunakan selalu berkembang
dari waktu kewaktu, baik menyangkut kosa kata, idiom, termasuk istilah
asing yang diadopsi ke dalam bahasa Indonesia. Oleh karenanya, para
pembuat kontrak juga harus memiliki pengetahuan yang luas terutama
bagaimana mengatasi masalah dibidang bahasa ini, dengan mengikuti
perkembangan bahasa, terutama bahasa hukum yang dipergunakan
dalam suatu kontrak yang merupakan soal teknik legal drafting yang
masih belum baik.
beberapa karekteristik dari bahasa kontrak, antara lain:
1. Berlebihan
Sering kali bahasa kontrak itu terlalu panjang dan berbelit-belit sehingga
terkesan berlebihan. Sampai batas tertentu, hal itu masih di terima
mempunyai tujuan yang jelas, maka sebaiknya di hindari.

10
2. Pilihan kata yang tegas dan ekstrim
Pilihan kata dan kontrak cenderung tegas, ekstrim bahkan bombastis. Hal
ini di lakukan agar tertutup kemungkinan penafsiran macam-macam dari
kata tersebut sehingga merugikan salah satu pihak. Dan dapat di
pertanggungjawabkan dari segi pengertiannya.
3. Acuan yang jelas
Agar tidak timbul penafsiran ambigu, maka setiap kata yang mempunyai
acuan pada kata atau kalimat lain harus jelas kata tersebut me-refer ke
mana. Dalam hal ini, di dalam kontrak sering muncul dalam tiga hal, yaitu
kata ganti, kata sambung dan atau kata acuan lainnya
4. Bahas terjemahaan
Dalam kontrak sering terdapat kata-kata yang merupakan terjemahan,
yang kadang-kadang memang diperlukan, terutama karena masih belum
ada pedoman katanya dalam bahasa Indonesia.
5. Istilah khusus dalam hukum/kontrak
Banyak kata-kata yang khusus dipakai dalam hukum atau kontrak yang
ternyata jarang di pergunakan dalam bahasa Indonesia sehari-hari,
seperti force majeure, wanprestasi dan yang lainnya.
6. Mempermudah operasionalisasi kontrak
Penting di perhatikan adalah bagaimana agar pelaksanaan kontrak di
kemudian hari tidak mendapat benturan yang berart, baik karena
penggunaan bahasa yang tidak benar ataupun karena konsep tertentu
yang tidak jelas.
7. Mecari pedoman walaupun kabur
Sering juga dalam kontrak di pergunakan istilah yang lebih merupakan
kompromi dari dua kepentingan,tetapi mempunyai makna yang kabur.
8. Agak khidmat atau menyeramkan
Dalam kontrak selalu ada usaha untuk membuat kesan seolah-olah
perjanjian tersebut mesti dihormati atau ditakuti, seperti frase: ”di
tandatangani dengan materai yang cukup”.

11
9. Harus dalam bahasa Indonesia (juga diatur dalam UU No 30 tahun
2004 dan perubahannya UU No. 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris).
Mengenai penggunaan bahasa dalam suatu perjanjian kerjasama dengan
pihak asing, berdasarkan Pasal 31 UU No. 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan menyatakan bahwa :
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau
perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik
Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara
Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak
asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Lebih jauh dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa:


(1) Yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah termasuk perjanjian
internasional, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur
oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dan negara,
organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain.
Perjanjian internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara
lain, dan atau bahasa Inggris. Khusus dalam perjanjian dengan organisasi
internasional yang digunakan adalah bahasa-bahasa organisasi
internasional.
(2) Dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalam bahasa
Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/atau bahasa Inggris,
dan semua naskah itu sama aslinya.”
Pengaturan mengenai penggunaan Bahasa Indonesia dalam perjanjian
kerjasama dengan pihak asing telah diatur secara tegas tanpa dapat
ditafsirkan lain. Pasal 31 UU 24/2009 secara tegas mewajibkan
penggunaan Bahasa Indonesia dalam suatu kontrak yang seluruh atau
sebagian pihaknya adalah pihak Indonesia. Dan jika kontrak tersebut

12
sebagian pihaknya adalah pihak asing, maka kontrak tersebut ditulis
dalam bahasa nasional pihak-pihak asing bersangkutan dan/atau dalam
Bahasa Inggris.
Dalam hal terjadi inkonsistensi atau perbedaan isi perjanjian, dapat
disepakati oleh para pihak, versi manakah yang berlaku karena seperti
disebutkan dalam penjelasan Pasal 31 ayat (2) UU 24/2009 bahwa semua
naskah itu sama aslinya, yakni kekuatan berlakunya sama.

C. Kontrak Baku
Kontrak baku artinya kontrak tertulis berupa formulir yang isi, bentuk,
serta cara penutupannya telah distandarisasi atau dibakukan secara
sepihak oleh pelaku usaha, serta bersifat massal tanpa
mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen
(take-it or leave-it contract) yang isi atau ketentuan yang terdapat dalam
kontrak baku disebut sebagai klausula baku.
Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh
pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat di
sini adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi ekonomi kuat
dibandingkan pihak debitur, kedua pihak lazimnya terikat dalam
organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif.
Klausula Baku Menurut pasal 1 butir 10 Undang-undang No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan klausula baku
sebagai aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha atau penyalur
produk yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang
mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Intinya, si produsen atau
pemberi jasa telah menyiapkan perjanjian standar dengan ketentuan
umum dan konsumen hanya memiliki dua pilihan, yaitu menyetujui atau
menolaknya. Tetapi yang menjadi masalah adalah saat konsumen berada
pada posisi terdesak dimana konsumen sangat membutuhkan barang atau
jasa sehingga konsumen terpaksa menyanggupinya.

13
Dalam sejarah lahirnya kontrak baku bersamaan dengan lahirnya
konsep negara “welfare state”, dimana pada saat itu muncul paham
ekonomi klasik yang dipelopori Adam Smith yang mengagungkan
persaingan bebas. Antara paham ekonomi klasik dan persaingan bebas
saling mendukung dan berakar pada paham hukum alam. Kedua paham
tersebut melihat individu mengetahui kepentingan mereka yang paling
baik dan cara mencapainya, disebabkan karena manusia sebagai individu
mempergunakan akalnya. Menurut hukum alam individu-individu diberi
kebebasan untuk menetapkan langkahnya, dengan sekuat akal dan
tenaganya, untuk mencapai kesejahteraan maka masyarakat yang
merupakan kumpulan individu-individu tersebut akan menjadi sejahtera
pula. Oleh karena itu untuk mencapai kesejahteraannya individu harus
mempunyai kebebasan bersaing dan negara tidak boleh ikut campur
tangan. Seiring dengan persaingan bebas tersebut, kebebasan berkontrak
merupakan pula prinsip umum dalam mendukung berlangsungnya
persaingan bebas tersebut. Berkenaan dengan paham ekonomi tersebut,
para pengusaha bebas mencantumkan berbagai klausula yang
memperkecil resiko dan tenggungjawabnya dari segala
kerugian/kerusakan yang mungkin ditimbulkannya, dan membebankannya
pada pihak yang lebih lemah yaitu konsumen.
Sekitar tahun 1930 asas kebebasan berkontrak menyeret
masyarakat Eropa dan seluruh dunia ke dalam jurang penganguran dan
kelaparan, menjadikan pemerintah prancis dan negara Eropa lainnya
merasa perlu untuk ikut campur tangan dalam kegiatan kontrak yang
dilakukan individu dalam masyarakat. Berdasarkan hal ini, pranata hukum
kontrak yang sebelumnya dianggap pranata hukum perdata yang
bersumber pada asas kebebasan para pihak, setelah Perang Dunia II dan
terutama menjelang akhir abad ke-20 sudah banyak diubah oleh
peraturan-peraturan Hukum administrasi Negara sehingga Hukum Kontrak
dibidang bisnis kini tidak dapat dikatakan lagi sepenuhnya tunduk pada
asas kebebasan berkontrak dalam Hukum Perdata, tetapi sudah banyak

14
dimasuki dan diterobos oleh unsur-unsur kepentingan umum dan hukum
Administrasi Negara. Indonesia sebagai bekas jajahan salah satu negara
eropa tidak terlepas dari imbas paham-paham ekonomi yang
mempengaruhi perkembangan hukum di dunia.
Sampai sekarang perjanjian baku secara teoritis masih
mengundang perdebatan dalam kaitannya dengan asas kebebasan
berkontrak dan syarat sahnya perjanjian. Hal ini mengakibatkan timbulnya
pendapat-pendapat mengenai perjanjian baku diantaranya yaitu, Sluijter
mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan perjanjian, sebab
kedudukan pengusaha dalam perjanjian adalah sebagai pembentuk
undang-undang swasta (Ilegio particuliere wetgever). Syarat-syarat yang
ditentukan dalam perjanjian itu adalah undang-undang, bukan perjanjian.
Pitlo mengolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwang
contract), yang walaupun secara teoritis yuridis, perjanjian baku ini tidak
memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum
ditolak, namun kenyataanya kebutuhan masyarakat berjalan kearah yang
berlawanan dengan keinginan hukum.
Berdasarkan pendapat diatas Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo
berpendapat bahwa perjanjian baku tetap merupakan suatu perjanjian
para pihak yang menandatanganinya, walaupun harus diakui bahwa
klausula yang terdapat di dalam perjanjuan baku banyak mengalihkan
beban tanggung gugat dari pihak pihak perancang perjanjian baku kepada
pihak lawannya, namun setiap kerugian yang muncul di kemudian hari
akan tetap ditanggung oleh para pihak yang harus bertanggung gugat
berdasarkan klausula perjanjian tersebut, kecuai kalusula tersebut
merupakan klausula yang dilarang.

Pengertian kebebasan berkontrak dalam penjabaran tersebut diatas bukan


berarti sebebas-bebasnya. Dalam hukum Indonesia kebebasan berkontrak
dijabarkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer yaitu :
1. Orang bebas memilih dengan siapa melakukan perjanjian;

15
2. Bebas mengatur bentuknya;
3. Bebas mengatur klausula atau isinya;
4. Bebas melakukan pilihan hukumnya;
5. Bebas memilih cara penyelesaiannya.

Dari pasal 18 undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan


konsumen dapat diketahui terdapat batasan-batasan dari pencantuman
klausula baku dalam kontrak baku yaitu mengenai :
Isi Klausula Baku Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai
klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku
yaitu:
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

16
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

D. Kesepakatan dalam Kontrak


Supaya kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap
segala hal yang terdapat di dalam perjanjian. Pada dasarnya kata sepakat
adalah pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam
perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau
kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut, yaitu:
1. Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak
penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
2. Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah
mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima; dan
4. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan
kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan .

Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata


sepakat dianggap tidak ada jika terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini:
a. Paksaan (dwang)
Setiap tindakan yang tidak adil atau ancaman yang menghalangi
kebebasan kehendak para termasuk dalam tindakan pemaksaan. Di dalam
hal ini, setiap perbuatan atau ancaman melanggar undang-undang jika
perbuatan tersebut merupakan penyalahgunaan kewenangan salah satu
pihak dengan membuat suatu ancaman, yaitu setiap ancaman yang

17
bertujuan agar pada akhirnya pihak lain memberikan hak, kewenangan
ataupun hak istimewanya. Paksaan dapat berupa kejahatan atau ancaman
kejahatan, hukuman penjara atau ancaman hukuman penjara, penyitaan
dan kepemilikan yang tidak sah, atau ancaman penyitaan atau
kepemilikan suatu benda atau tanah yang dilakukan secara tidak sah, dan
tindakan-tindakan lain yang melanggar undang-undang, seperti tekanan
ekonomi, penderitaan fisik dan mental, membuat seseorang dalam
keadaan takut, dan lain-lain.

b. Penipuan (Bedrog)
Penipuan (fraud) adalah tindakan tipu muslihat. Menurut Pasal 1328
KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa penipuan merupakan
alasan pembatalan perjanjian. Dalam hal ada penipuan, pihak yang ditipu,
memang memberikan pernyataan yang sesuai dengan kehendaknya,
tetapi kehendaknya itu, karena adanya daya tipu, sengaja diarahkan ke
suatu yang bertentangan dengan kehendak yang sebenarnya, yang
seandainya tidak ada penipuan, merupakan tindakan yang benar. Dalam
hal penipuan gambaran yang keliru sengaja ditanamkan oleh pihak yang
satu kepada pihak yang lain. Jadi, elemen penipuan tidak hanya
pernyataan yang bohong, melainkan harus ada serangkaian kebohongan
(samenweefsel van verdichtselen), serangkaian cerita yang tidak benar,
dan setiap tindakan/sikap yang bersifat menipu.
Dengan kata lain, penipuan adalah tindakan yang bermaksud jahat yang
dilakukan oleh satu pihak sebelum perjanjian itu dibuat. Perjanjian
tersebut mempunyai maksud untuk menipu pihak lain dan membuat
mereka menandatangani perjanjian itu. Pernyataan yang salah itu sendiri
bukan merupakan penipuan, tetapi hal ini harus disertai dengan tindakan
yang menipu. Tindakan penipuan tersebut harus dilakukan oleh atau atas
nama pihak dalam kontrak, seseorang yang melakukan tindakan tersebut
haruslah mempunyai maksud atau niat untuk menipu, dan tindakan itu
harus merupakan tindakan yang mempunyai maksud jahat

18
Penipuan terdiri dari 4 (empat) unsur yaitu:
1. merupakan tindakan yang bermaksud jahat, kecuali untuk kasus
kelalaian dalam menginformasikan cacat tersembunyi pada suatu
benda;
2. sebelum perjanjian tersebut dibuat;
3. dengan niat atau maksud agar pihak lain menandatangani perjanjian;
4. tindakan yang dilakukan semata-mata hanya dengan maksud jahat.
Kontrak yang mempunyai unsur penipuan di dalamnya tidak membuat
kontrak tersebut batal demi hukum (null and void) melainkan kontrak
tersebut hanya dapat dibatalkan (voidable). Hal ini berarti selama pihak
yang dirugikan tidak menuntut ke pengadilan yang berwenang maka
kontrak tersebut masih tetap sah.

c. Kesesatan atau Kekeliruan (Dwaling)


Dalam hal ini, salah satu pihak atau beberapa pihak memiliki persepsi
yang salah terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian.
Ada 2 (dua) macam kekeliruan, yaitu pertama yaitu error in
persona, yaitu kekeliruan pada orangnya, contohnya, sebuah perjanjian
yang dibuat dengan artis yang terkenal tetapi kemudian perjanjian
tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal hanya karena dia
mempunyai nama yang sama. Yang kedua adalah error in
substantia yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu
benda, contohnya seseorang yang membeli lukisan Basuki Abdullah tetapi
kemudian setelah sampai di rumah orang itu baru sadar bahwa lukisan
yang dibelinya tadi adalah lukisan tiruan dari lukisan Basuki Abdullah.
Di dalam kasus yang lain, agar suatu perjanjian dapat dibatalkan, tahu
kurang lebih harus mengetahui bahwa rekannya telah membuat perjanjian
atas dasar kekeliruan dalam hal mengidentifikasi subjek atau orangnya.

19
d. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheiden)
Penyalahgunaan Keadaan (Undue influence) merupakan suatu konsep
yang berasal dari nilai-nilai yang terdapat di pengadilan. Konsep ini
sebagai landasan untuk mengatur transaksi yang berat sebelah yang telah
ditentukan sebelumnya oleh pihak yang dominan kepada pihak yang
lemah. Penyalahgunaan Keadaan ada ketika pihak yang melakukan suatu
perbuatan atau membuat perjanjian dengan cara di bawah paksaan atau
pengaruh terror yang ekstrim atau ancaman, atau paksaan penahanan
jangka pendek. Ada pihak yang menyatakan bahwa Penyalahgunaan
Keadaan adalah setiap pemaksaan yang tidak patut atau salah, akal bulus,
atau bujukan dalam keadaan yang mendesak, di mana kehendak
seseorang tersebut memiliki kewenangan yang berlebihan, dan pihak lain
dipengaruhi untuk melakukan perbuatan yang tak ingin dilakukan, atau
akan berbuat sesuatu jika setelahnya dia akan merasa bebas.
Secara umum ada dua macam penyalahgunaan keadaan yaitu: Pertama di
mana seseorang menggunakan posisi psikologis dominannya yang
digunakan secara tidak adil untuk menekan pihak yang lemah supaya
mereka menyetujui sebuah perjanjian di mana sebenarnya mereka tidak
ingin menyetujuinya. Kedua, di mana seseorang menggunakan wewenang
kedudukan dan kepercayaannya yang digunakan secara tidak adil untuk
membujuk pihak lain untuk melakukan suatu transaksi.

STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK


A. KEPALA
1. Judul kontrak; Judul kontrak adalah kepala dari kontrak. Judul kontrak
biasanya
a. Sama dengan isi kontrak yang bersangkutan
b. Mencerminkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam yang
bersangkutan;
c. Judul kontrak tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.
2. Awal kontrak atau Pembukaan kontrak merupakan bagian awal

20
dalam suatu kontrak. Ada dua model awal kontrak, yaitu:
a. Tanggal kontrak disebutkan pada bagian awal kontrak;
b. Tanggal kontrak disebutkan pada bagian akhir kontrak
3. Komparisi
Komparisi adalah bagian dari suatu kontrak yang memuat identitas para
pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak secara lengkap. Biasanya
memuat nama-nama para pihak, pekejaan, tempat tinggal, termasuk
kapasitas yang bersangkutan sebagai pihak dalam kontrak, misalnya
mewakili, pemegang kuasa, bertindak untuk diri sendiri, atau direktur yang
bertindak untuk dan atas nama perseroan dan sebagainya.
4. Premisse
Premisse adalah keterangan pendahuluan yang akan menjelaskan tentang
isi akta, karena isi akta itu lebih detail, komplek dan rumit
Tanda-tanda atau ciri-ciri premisse :
a. Dalam akta memuat kalimat :
“Para penghadap menerangkan terlebih dahulu bahwa”
b. Premisse terletak sebelum badan (isi) akta
c. Dicantumkan sebab atau kausa yang halal dri masing pihak, hal ini
berguna karena sebab yang halal merupakan salah satu syarat
sahnya perjanjian
d. Premisse bukan mukadimah karena baru keterangan dan tidak
mengikat tetapi menjelaskan mengapa terjadinya kontrak
(perikatan).
e. Tidak setiap akta terdapat premisse
f. dan tidak masuk dalam pasal 38 UU No 2 tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris.
Contoh premisse :
Para penghadap menerangan terlebih dahulu bahwa telah membuat Surat
Keterangan Hak Mewaris, yang dibuat dihadapan Irfan Mita, Sarjana
Hukum.,Magister Kenotariatan, Notaris di Jakarta, pada tanggal 10-2-2012
sepuluh Pebruari duaribu duabelas) Nomor 1/2012, yang aslinya telah

21
diperlihatkan kepada saya notaris dan copinya dilekatkan pada minuta
akta ini

B. TUBUH (ISI KONTRAK)


1. Definisi
Definisi adalah rumusan istilah-istilah yang dicantumkan dalam kontrak.
Tujuan mendifinisikan istilah adalah;
a. Untuk memperjelas dan memperoleh kesepakatan mengenai
istilah kunci yang digunakan dalam kontrak tersebut sehingga tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dari para pihak yang
membuat kontrak.
b. Istilah-istilah yang didefinisikan akan digunakan pada pasal-
pasal brikutnya sehingga dapat mempersingkat dalam merusmuskan
istilah pada pasal-pasal berkikutnya (cukup menggunakan istilah itu, tanpa
perlu mejelaskan lagi), mengingat istilah yng digunakan telah didefinisikan
pasal definisi.
2. Pengaturan hak dan kewajiban (subtansi kontrak )
Substansi kontrak merupakan kehendak dan keinginan para pihak yang
berkepentingan. Dengan demikian, substansi kontrak dapat mencakup
keinginan-keinginan para pihak secara lengkap, termasuk didalamnya
objek kontrak, hak dan kewajiban para pihak, dan lain-lain.
3. Domisili
Domisili adalah tempat seseorng melakukan perbuatan hukum. Perbuatan
hukum adalah suatu perbutan yang menimbulkan akibat hukum. Tujuan
dari penentuan domisili adalah untuk mempermudah para pihak dalam
mengadakan hubungan hukum dengan pihak yang lainnya.
Domisli dibedakan menjadi dua macam yaitu;
a. Tempat kediaman sesungguhnya; Merupakan tempat
melakukan perbuatan hukum pada umumnya. Tempat kediaman yang
sesungguhnya dibedakan menjadi dua yaitu.
a. 1. Tempat kediaman suka rela atau berdiri sendiri yaitu

22
tempat kediaman yang tidak bergantung/ditentukan oleh
hubungannya dengan orang lain.
a. 2. Tempat kediaman yang wajib, yaitu tempat kediaman
yang ditentukan oleh hubungan yang ada antara
seseorang dengan orang lain.
b. Domisili yang dipilih dapat dibedakan menjadi dua yaitu;
b.1. Domisili yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu
tempat kediaman yang dipilih berdasarkan ketentuan
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
b.2. Domisili secara bebas, yaitu tempat kediaman yang dipilih
secara bebas oileh para pihak yang akan mengadakan
kontak atau hubungan hukum.
4. Keadaan memaksa
Adalah suatu keadaan ketika debitur tidak dapat melakukan prestasinya
kepada kreditur, yang sebabkan karna adanya kejadian yang berada diluar
kekuasaanya. Dalam kontrak baik demensi nasional maupun internasional
selalu dicantumkan ketentuan keadaan memaksa.
5. Kelalaian dan pengakhiran kontrak
Adalah lalai atau tidak dilaksanakannya kewajiban oleh satu pihak atau
debitur, sebagai yang ditentukan dalam kontrak.
Dalam kontrak juga dicantumkan ketentuan yang berkaitan dengan
pengakhiran kontrak. Pengakhiran kontrak merupakan upaya untuk
menghentikan atau mengakhiri yang dibuat oleh para pihak.
6. Penyelesaian sengketa
Merupakan bentuk atau pola untuk mengakhiri sengketa atau
pertentangan yang timbul diantara para pihak.
C. KAKI
1. Penutup
Pentutup kontrak merupakan bagian akhir dari kontrak. Bunyi bagian
penutup adalah berbeda antara kontrak yang satu dengan yang lain baik
yang dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan maupun akta otentik.

23
2. Tanda tangan
Merupakan nama yang dituliskan secara khas dengan tangan para pihak.
Dalam kontrak yang dibuat dalam bentuk dibawah tangan maka
tandatangan yang dimuat dalam kontrak meliputi tandatangan para pihak
dan saksi-saksi.
Jika kontrak yang dibuat dalam akta autentik (akta Notaris) maka
tandatangan itu terdiri para pihak saksi-saksi, dan notaris/ pejabat
pembuat akta tanah (PPAT).

AKIBAT HUKUM SUATU KONTRAK


Pada dasarnya kepentingan saksi-saksi dalam suatu kontrak baru
terasa pada saat terjadinya sengketa antar pihak yang berkontrak.
Karena, selain kontrak yang telah dibuat tadi, saksi-saksi juga merupakan
alat bukti dalam perkara perdata.
Menurut pasal 1866 KUH perdata atau pasal 164 RID, alat-alat bukti
dalam perkara perdata terdiri atas:
1. Bukti tulisan
2. Bukti-bukti dengan saksi-saksi
3. Persangkaan-persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah
Hal ini berarti dalam perkara perdata, saksi-saksi merupakan alat bukti
yang kedua setelah bukti tulisan (misalnya: surat-surat perjanjian/kontrak
yang di buat para pihak).
saksi-saksi dalam suatu kontrak adalah:
1. Bahwa saksi-saksi, terbatas hanya pada peristiwa penandatanganan
suatu kontrak, yaitu mengenai waktu dan tempat serta pihak yang
membubuhkan tanda tangannya pada kontrak di maksud. Saksi-saksi
tidak mengetahui apa yang terjadi atau apa yang di lakukan para pihak
sebelum dan sesudah penandatanganan kontrak tersebut di laksanakan.

24
2. Bahwa oleh karena saksi-saksi nantinya harus hadir pada persidangan
dalam sengketa tersebut, maka saksi harus memenuhi syarat yang
ditentukan oleh KUH Perdata mengenai pembuktian dengan saksi-
saksi, yaitu:
2.a. Dianggap sebagai tidak cakap menjadi saksi dan tidak boleh
didengar ialah para anggota keluarga dan semenda dalam garis
lurus dari salah satu pihak, begitupula suami atau istri, sekalipun
setelahnya suatu perceraiaan (Pasal 1910).
2.b. Selain itu saksi-saksi haruslah memenuhi unsur-unsur kecakapan
melakukan perbuatan hukum sebagai mana syarat-syarat yang
harus dipenuhi orang-orang yang akan melakukan atau
menandatangani kontrak.
3. Bahwa “satu saksi bukanlah saksi”, artinya saksi harus lebih dari
satu orang atau lebih. Sebagai mana yang di syaratkan oleh pasal 1905
KUH Perdata bahwa keterangan seorang saksi saja tanpa suatu alat bukti
yang lain, dimuka pengadilan tidak boleh di percaya.

Akibat Hukum bagi yang Wanprestasi:


Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah
hukuman atau sanksi berupa:
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);
2. Pembatalan perjanjian;
3. Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat
tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.

Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang


dapat dilakukan oleh kreditur dalam
menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan
sebagai berikut
1. Memenuhi/melaksanakan perjanjian;

25
2. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
3. Membayar ganti rugi;
4. Membatalkan perjanjian; dan
5. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

Ganti rugi yang dapat dituntut:


1. Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap
tidak memenuhi prestasi itu”. (Pasal 1243 KUHPerdata). “Ganti rugi
terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246 KUHPerdata).
1.a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-
nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak.
1.b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
1.c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan,
yang sudah dibayarkan atau dihitung oleh kreditur.
2. Ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal)
dengan ingkar janji” (Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat
diduga atau sepatutnya diduga pada saat waktu perikatan dibuat.
3. Ada kemungkinan bahwa ingkar janji (wanprestasi) itu terjadi bukan
hanya karena kesalahan debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi
juga terjadi karena keadaan memaksa.
4. Kesengajaan adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki.
5. Kelalaian adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui
akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.

BERAKHIRNYA KONTRAK
Berakhirnya Suatu Kontrak sama dengan hapus nya perikatan dimana
KUH Perdata menyebutnya sebagai hapusnya perikatan, yaitu pada Pasal
1381 (sudah pernah dibahas) yaitu;
1. karena pembayaran;
2. karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

26
penitipan:
3. karena pembaharuan hutang;
4. karena perjumpaan hutang atau kompensasi;
5. karena percampuran hutang;
6. karena pembebasan hutang-,
7. karena musnahnya barang yang terhutang;
8. karena batal atau pembatalan-,
9. karena berlakunya suatu syarat batal; dan
10. karena lewatnya waktu.

Pembayaran dalam arti luas adalah pemenuhan prestasi, balk bagi pihak
yang menyerahkan uang sebagai harga pembayaran maupun bagi pihak
yang menyerahkan kedendaan sebagai barang sebagaimana yang diper-
janjikan. Jadi, pembayaran di sini diartikan sebagai "menyerahkan uang"
bagi pihak yang satu dan "menyerahkan barang" bagi pihak lainnya.
Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian.
Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran
yang mengenai suatu barang tertentu, harus dilakukan di tempat di mana
barang itu berada sewaktu perjanjian dibuat. Di luar kedua hat tersebut,
pembayaran harus dilakukan di tempat tinggal si berpiutang, selama
orang itu terus-menerus berdiam dalam keresidenan di mana ia berdiam
sewaktu perjanjian dibuat dan di dalam hat-hat lainnya di tempat tinggal-
nya si berhutang.
Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan,
adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang
menolak pembayaran, walaupun telah dilakukan dengan perantaraan
notaris atau jurusita. Uang atau barang yang sedianya sebagai
pembayaran tersebut disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan
Negeri dengan suatu Berita Acara, yang dengan demikian hapuslah
hutang piutang tersebut.

27
Pembaharuan hutang menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 (tiga)
macam jalan untuk melaksanakannya, yaitu:
1. apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru
guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang
lama yang dihapuskan karenanya;
2. apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang
berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya;
3. apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru
ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berhutang
dibebaskan dari perikatannya.
Perjumpaan hutang adalah suatu perhitungan atau sating memperhitung-
kan hutang-piutang antara pihak satu dengan pihak lainnya.

Percampuran hutang terjadi demi hukum dengan mana piutang dihapus-


kan, apabila kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang
berkumpul pada 1 (satu) orang (Pasal 1436 KUH Perdata).

Pembebasan hutang adalah suatu pernyataan yang tegas dari si ber-


piutang bahwa ia tidak lagi menghendaki prestasi dari si berhutang dan
melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan prestasi suatu
perjanjian.
Musnahnya barang yang terhutang adalah suatu keadaan di mana barang
yang menjadi objek perjanjian tidak dapat lagi diperdaaangkan, hilang
atau sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada atau sudah
tidak ada lagi. Hapusnya perikatan di sini oleh karena musnahnya barang
tersebut disebabkan di luar kesalahan si berhutang atau disebabkan oleh
suatu kejadian di luar kekuasaannya.

Pembatalan sebagai salah satu sebab hapusnya perikatan adalah apabila


salah satu pihak dalam perjanjian tersebut mengajukan atau menuntut

28
pembatalan atas perjanjian yang telah dibuatnya, pembatalan mana di-
akibatkan karena kekurangan syarat subjektif dari perjanjian dimaksud.
Berlakunya suatu syarat batal sebagai suatu sebab hapusnya perikatan
adalah apabila suatu syarat batal yang disebutkan dalam perjanjian yang
telah dibuat, syarat batal mana menjadi kenyataan/terjadi.
Syarat batal ini, dalam perjanjian lazim disebutkan seperti ini: "perjanjian
ini akan berakhir apabila ..."
1. Lewatnya waktu atau daluwarsa adalah suatu upaya'untuk
memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan.oleh undangundang (Pasal 1946 KUH Perdata).
2. Kemudian, Pasal 1967 KUH Perdata menyebutkan bahwa sega!a
tuntutan hukum, balk yang bersifat perseorartgan hapus karena
daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 (tiga puluh) tahun, sedangkan siapa
yang menunjukkan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan
suatu alas hak, lagi pula tidak dapatlah diajukan terhadapnya sesuatu
tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk. Dengan
lewatnya waktu tersebut di atas, hapuslah setiap perikatan hukum dan
tinggallah suatu "perikatan bebas" (natuurlijke verbintenis), artinya kalau
dibayar boleh, tetapi tidak dapat dituntut di depan hakum.
Debitur jika ditagih hutangnya atau dituntut di depan pengadilan, dapat
mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang kedaluwarsanya piutang dan
dengan demikian mengelak atau menangkis setiap tuntutan.

29
30

Anda mungkin juga menyukai