Istilah Remaja
Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja, menurut Yulia S.D
Gunarsa dan Singgih D.Gunarsa (1991) antara lain: (a.) puberteit, puberty dan (b.) adolescentia.
Istilah puberty (bahasa inggris) berasal dari istilah latin, pubertas yang berarti kelaki-lakian,
kedewasan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. Pubescence dari kata, pubis
(pubic hair) yang berarti rambut (bulu) pada daerah kemaluan (genital), maka pubescence berarti
perubahan yang dibarengi dengan tumbuhnya rambut pada daerah kemaluan. Lebih lanjut santrock
(1998,1999) mendefinisikan sebagai pubertas sebagi masa pertumbuhan tulang-tulang dan
kematangan sekssual yang terjadi pada masa awal remaja. Menurut stanley Hall (dalam Santrock,
1998) usia remaja antara 12 sampai usia 23 tahun.
Adolescantia berasal dari istilah Latin,adolescentia,yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30
tahun. Yulia dan Singgih D.Gunarsa,ahirnya menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis
remaja di mulai antara 12-22 tahun.
Penggolongan remaja menurut Thornburg (1982) terbagi 3 tahap, yaitu (a) remaja awal (usia 13-
14tahun), (b) remaja tengah (usia15-17), (c) remaja akhir (usia 18-21tahun). Masa remaja awal,
umumnya individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP),
sedangkan masa remaja tengah, individu sudah duduk di sekolah menengah atas (SMU). Kemudian,
merka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus
SMU dan mungkin sudah bekerja.
Menurut Jensen: dalam kenyataan, banyak sekali faktor yang menyebabkan kenakalan remaja
maupun kelainan prilaku remaja pada umumnya. Berbagai teori yang mencoba menjelaskan
penyebab kenakalan remaja, dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Rational choice: teori ini mengutamakan faktor individu dari pada faktor lingkungan.
Kenakalan yang dilakukannya adalah atas pilihan, interes, motivasi/ kemauannya sendiri. Di
indonesia banyak yang percaya pada teori ini, misalnya: kenakalan remaja dianggap sebagai
kurang iman sehingga anak di kirim ke pesantren kilat atau di masukan ke sekolah agama.
Yang lain menganggap remaja yang nakal kurang disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran.
2. Social disorganization: kaum positifis pada umumnya lebih mengutamakan faktor budaya.
Yang menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya pranata-
pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam
masyarakat. Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan penyebab dari
berkurangnya fungsi kluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol.
3. Strain: teori ini di kemukakan oleh merton yang sudah di uraikan di bab terdahulu. Intinya
adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan menyebabkan
sebagaian dari anggota masyarakat yang memilih jalan rebellion melakukan kejahatan atau
kenakalan remaja.
4. Differential association: menurut teori ini kenakalan renmaja adalah salah pergaulan. Anak-
anak nakal karna bergaulnya dengan anak-anak yang nakal juga. Paham ini banyak di anut
orang tua di indonesia yang sering kali melarang anak-anaknya untuk bergaul dengan teman-
teman yang dianggap nakal, dan menyuruh anak-anaknya untuk berkawan dengan teman-
teman yang pandai dan rajin belajar.
5. Labelling: ada pendapat yang menyatakan bahwa nak nakal selalu di anggap atau di cap (di
beri lebel) nakal. Di indonesia bnayak orang tua (khususnya ibu-ibu) yang ingin berbasa basi
dengan tamunya, sehingga ketika anaknya muncul di ruang tamu, ia mengatakan kepada
tamunya, “ini loh, mbak yu, anak sulung saya. Badannya saja yang tinggi, tetapi nakaaalnya
bukan main”. Kalau terlalu sering anak di beri lebel seperti itu, maka ia akan jadi betul-betul
nakal.
6. Male phenomenon: teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal dari pada perempuan.
Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki atau karena budaya maskulinitas
menyatakan bahwa wajar kalu laki-laki nakal.