Anda di halaman 1dari 40

2.

1 PENGERTIAN

Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu
rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang
lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi
di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009).
Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia adalah prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo
aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
Sedangkan menurut Tambayong (2000), Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang
memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih)
memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa hernia inguinalis adalah suatu keadaan keluarnya jaringan atau organ tubuh dari suatu
ruangan melalui suatu lubang atau celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya
(kanalis inguinalis)
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal (Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah
burut lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002,
hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai scrotum. (
Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang. (Dorlan, 1994,hal
1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli
bedah, khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan Pamoentjak, 2000,
hal 244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada disebelah kanan
dari dua struktur yang serupa atau yang berada disebelah kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal
517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia scrotalis dextra
adalah hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan yang
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum
bagian kanan dan telah dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.

2.2 KLASIFIKASI
Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;
1. Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat dimasukkan
oleh penderita atau ahli bedah.
2. Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya
komplikasi.
3. Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi dari
luar atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4. Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu yang
dapat mengakibatkan gangren.
Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1. Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia.
2. Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah anestesi
umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis linear di atas kanalis inguinalis yaitu
1 inci diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar
operasi hernia terdiri dari Herniotomi dan Herniorapi.
a. Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b. Herniorapi
Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa menggunakan
bahan asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan dinding posterior menggunakan bahan
asesoris maka disebut dengan Hernioplasti.

2.3 ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi
pada pria, berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada
anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia,
disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu
yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di
dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia
inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal
706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus
vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti:
obesitas dan kehamilan.
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan
penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia umbilikalis pada anak sebelum
usia dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah
mengalami stadium lanjut yaitu;
1. Mengisi kantong scrotum
2. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan
terjadinya komplikasi, sedangkan bila telah terjadi strangulasi tindakan bedah harus
dilakukan secepat mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus.
(Sachdeva, 1996, hal 235 – 236 ; Mansjoer, 2000, hal 315)

2.4 PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei,
pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi
rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali
kanalis ini tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka
dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia
inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena
merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateral akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal
adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat
defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke
dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga
hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga
akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran,
depresi pada SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi
juga mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas
terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual dan
muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah
dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah
mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk
bagi organisme patogen sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.
Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan,
manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf
oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi jaringan akibat gangguan
suplai darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma.
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55 – 82).

2.5 MANIFESTASI KLINIK


Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan
tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan,
mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi
komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan
asimetri pada kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan
berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi
dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan coba didorong
apakah benjolan dapat di reposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak,
kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar.
Pemeriksaan melalui scrotum, jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari
tuberkulum pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada
keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka
itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah
hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2000, hal 314
Pada umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional. Beberapa
masalah yang sering terjadi pada fase post operasi antara lain; kesadaran menurun, sumbatan
saluran nafas, hipoventilasi, hipotensi , aritmi cardiak, shock, nyeri, distensi kandung
kencing, cemas, aspirasi isi lambung.
Tindakan operatif dilakukan dengan melakukan insisi pada tubuh sehingga tubuh
memerlukan waktu untuk penyembuhan luka. Luka bedah karena dilakukan dengan disertai
teknik asepsis pada umumnya penyembuhannya lancar dan cepat.
Ada empat fase penyembuhan luka; fase I penyembuhan luka, lekosit mencerna
bakteri dan jaringan rusak. Fibrin tertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh
darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Luka kekuatannya rendah tapi
luka yang dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Pasien akan terlihat dan merasa sakit
pada fase ini yang berlangsung selama 3 (tiga) hari.
Fase II berlangsung 3 – 14 hari setelah pembedahan. Lekosit mulai menghilang,
semua lapisan epitel mulai beregenerasi selengkapnya dalam 1 (satu) minggu. Jaringan baru
memiliki sangat banyak jaringan vaskuler, jaringan ikat berwarna kemerah-merahan karena
banyak pembuluh darah dan mudah terjadi perdarahan, pasien akan terlihat lebih baik.
Tumpukan kolagen serabut protein putih akan menunjang luka dengan baik dalam 6 – 7 hari.
Jadi jahitan diangkat pada waktu ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Hal ini akan menekan pembuluh darah baru
dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas.
Pada fase ini yang kira-kira berlangsung dari minggu ke dua sampai minggu ke enam post
operasi, pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Fase terakhir, fase ke IV berlangsung beberapa bulan post operasi. Pasien akan
mengeluh gatal diseputar luka. Kolagen terus menimbun pada waktu ini, luka menciut dan
menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur.
(Long,1996, hal 70 – 86)

2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat
menimbulkan abses local, fistel atau peritonitis.
Sedangkan komplikasi operasi hernia dapat berupa cidera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia
geser. Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka
dapat timbul nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka.
Komplikasi dini setelah operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, infeksi luka,
bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi lama merupakan atrofi testis
karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis, dan yang paling
penting, terjadinya residif (kekambuhan). Insiden dari residif begantung pada umur pasien,
letak hernia, teknik yang digunakan dalam pembedahan dan cara melakukannya.
(Sjamsuhidajat, 1997, hal 718-719)

2.7 PENCEGAHAN
Kelemahan otot bawaan tidak dapat dicegah, namun, latihan penguatan otot yang
mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan menggunakan
teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan dan diagnosis
herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi terjadi, individu harus
mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi pada
cekikan.

Hernia inguinalis seringkali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut. Tetapi jika
tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus bisa terperangkap di dalam
kanalis inguinalis (inkarserasi) dan aliran darahnya terputus (strangulasi). Jika tidak
ditangani, bagian usus yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah.
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk
menutup lubang pada dinding perut agar hernia tidak berulang. Obat-obatan biasanya
diberikan untuk mengatasi nyeri setelah penderita menjalani pembedahan. Kadang setelah
menjalani pembedahan penderita dianjurkan untuk memakai korset untuk menyokong otot
yang lemah selama masa pemulihan.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi daerah inguinal dan femoral

Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di
daerah inguinal. Biasanya, impuls hernia lebih jelas dilihat dari pada diraba. Suruhlah pasien
memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukanlah inspeksi daerah
inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat
menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan
bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama
batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.

b. Palpasi hernia inguinal


Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan pemeriksa didalam
skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada kulit skrotum yang
cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku
menghadap keluar dan bantalan jari kedalam.
Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan
yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika dilateral masuk
kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan ke atas ke arah
cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin
eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya
ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantalan jari pemeriksa.
Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat
direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan
hernia dilakukan dengan kulit skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-
lahan, tindakan ini tidak menimbulkan nyeri. Uraian tentang ciri-ciri hernia akan dibahas
berikutnya.

Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah
kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasa lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal
indirek mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan
apakah ada bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan
dignosis hernia inguinal indirek.

- Foto ronsen spinal


- Elektromiografi
- Venogram epidural
-Fungsi lumbal
-Tanda leseque (tes dengan mengangkat kaki lurus keatas)
-ScanCT
-MRI
- Mielogram
2. Pemeriksaan darah
a. Lekosit ; peningkatan jumlah lekosit mengindikasikan adanya infeksi.
b. Hemoglobin ; Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia/kehilangan darah.
c. Hematokrit ; peningkatan hematokrit mengindikasikan dehidrasi
d. Waktu koagulasi ;Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis
intraoperasi/pascaoperasi.
2. Urinalisis BUN, Creatinin, munculnya SDM atau bakteri mengindikasikan infeksi.
3. GDA Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
4. EKG Untuk mengetahui kondisi jantung.
2.9 PATHWAYS KEPERAWATAN
HERNIA INGUINALIS

Resti infeksi

Pertahanan
primer tidak
adekuat
Batuk tidak
efektif

Resti Gg.
Keseimbangan
volume cairan

Kompresi
saraf

Gg. Peristaltic
usus

ansietas

Aliran darah ke
jar. terhambat
Perdarahan

Defisit of knowledge

Perubahan
status
kesehatan

Turun ke jaringan lain

Otot dinding
Trigonum hasselbach melemah

Penonjolan ke belakang kanalis


inguinalis dan terpisah dari vesikulus
spermatikus
Herniorapi /
Herniotomi

Luka insisi

Efek anestesi

(
Kerusakan
mobilitas fisik

2.10FOKUS KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Status Respiratori
Kebebasan saluran nafas, kedalaman bernafas, kecepatan, sifatnya. Bunyi nafas : ada dan
sifatnya.
b. Status Sirkulatori
Nadi, tekanan darah, suhu, warna kulit, pengisian kapiler.
c. Status Neurologis
Tingkat kesadaran, penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala shock dan harus segera
dilaporkan kepada ahli bedah dan disertai gejala lain yang jelas.
d. Balutan
Keadaan balutan, terdapat drain, terdapat selang yang harus disambung dengan system
drainase.
e. Kenyamanan
Terdapat nyeri, mual, muntah, sikap tidur yang nyaman dan memperlancar ventilasi.
f. Keamanan
Terdapat pengaman pada tempat tidur, alergi atau sensitive
terhadap obat, makanan, plester, larutan. Munculnya proses infeksi ; demam.
(Long, 1996, hal 60)
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial
sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri
dan splinting otot.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi syaraf, prosedur bedah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan
hematoma.
3) Intervensi
N DX KEP KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
O HASIL
1. Bersihan jalanKriteria Hasil : 1)Pertahankan 1) Mencegah
nafas tidak efektif
a. Jalan napas jalan nafas obstruksi jalan
berhubungan pasien bersih, pasien dengan nafas. Elevasi
dengan ditandai dengan meletakkan kepala dan
peningkatan bunyi napas normal pasien pada posisi miring
sekresi pada auskultasi. posisi yang akan mencegah
trakeobronkial b. RR : 12 – 20 X / sesuai. terjadinya
sekunder terhadap menit dengan aspirasi dari
efek anestesi; kedalaman dan pola muntah, posisi
batuk tidak efektif normal. yang benar akan
sekunder terhadap mendorong
depresi SSP atau ventilasi pada
nyeri dan splinting lobus paru
otot. bagian bawah
dan menurunkan
tekanan pada
diafragma.

2) Dliakukan untuk
memastikan
efektivitas
2)Observasi pernafasan
frekwensi, sehingga upaya
kedalaman memperbaikiny
pernafasan dan a dapat segera
pemakaian otot dilakukan.
bantu
3) dilakukan untuk
pernafasan.
meningkatkan
pengambilan
oksigen yang
akan diikat oleh
3)Observasi
Hb.
pengembalian
fungsi 4) Obstruksi
otot, jalan
terutama otot- nafas dapat
otot pernafasan . terjadi karena
adanya darah
atau mukus
4)Lakukan dalam
penghisapan tenggorokan
lendir jika atau trakea.
diperlukan
5) Setelah
pemberian obat
– obat relaksasi
otot selama
masa
intraoperatif,
5)Kolaborasi
pengembalian fu
pemberian
ngsi otot
tambahan
pertama
oksigen sesuai
kali terjadi pada
kebutuhan.
diafragma, otot
interkostal, yang
akan diikuti
dengan relaksasi
kelompok otot–
otot utama
seperti leher,
bahu, dan otot–
otot abdominal,
selanjutnya
diikuti oleh otot
– otot berukuran
sedang
seperti lidah,
faring, otot –
otot ekstensi
dan fleksi dan
diakhiri oleh
mata, mulut
wajah dan jari –
jari tangan.

1.Membantu
menentukan
pilihan
intervensi dan
memberikan
dasar untuk
perbandingan
dan evaluasi
terhadap terapy.

2.Tirah baring
1)Kaji adanya dalam posisi
Gangguan rasa keluhan nyeri, yang nyaman
nyaman (nyeri) catat lokasi memungkinkan
sehubungan dengaKriteria hasil: lamanya pasien untuk
2. n kompresi syaraf,1) Melaporkan nyeri serangan, faktor menurunkan
prosedur bedah. hilang dan pencetus atau spasme otot
terkontrol. yang menurunkan
2) mengungkapkan memperberat penekanan pada
metode yang bagian tubuh
memberi
penghilangan.
3) mendemonstrasika 2) Pertahankan
n penggunaan tirah baring
intervensi selama fase akut
terapeutik. letakkan pasien
4) Instruksikan pada pada posisi semi
pasien untuk fowler dengan
melakukan teknik tulang spinal,3. Menurunkan
relaksasi atau pinggang dan gaya gravitasi
visualisasi lutut dalam dan gerak yang
5) Kolaborasi dalam keadaan fleksi dapat
pemberian therapy atau posisi menghilangkan
terlentang spasme otot dan
dengan atau menurunkan
tanpa edema dan
meninggikan tekanan.
kepala 10-30
4. Memfokuskan
derajat.
perhatian klien
3) Batasi aktivitas
membantu
selama fase akut
menurunkan
sesuai dengan
tegangan otot
kebutuhan
dan
meningkatkan
proses
penyembuhan.
5.Intervensi cepat
dan
4)Instruksikan mempercepat
pada pasien proses
untuk penyembuhan.
melakukan
1.Penurunan atau
teknik relaksasi
perubahan
atau visualisasi
mungkin
mencerminkan
resolusi edema,
inflamasi
sekunder.

5)Kolaborasi 2.
dalam Penekanan pada
pemberian daerah operasi
therapy dapat
menurunkan
resiko
1) Lakukan hematoma.
penilaian
terhadap fungsi
neurologist 3. Perubahan
secara periodik kecepatan nadi
mencerminkan
hipovolemi
Perubahan perfusi akibat
jaringan 2) Pertahanka kehilangan
berhubungan n pasien dalam darah,
dengan penurunan posisi terlentang pembatasan
aliran darah Kriteria hasil: sempurna pemasukan oral,
3. pembentukan Melaporkan atau selama beberapa mual, muntah.
hematoma. mendemonstrasikan jam
4. Terapi cairan
situasi normal. pengganti
3) Pantau tanda- tergantung pada
tanda vital, catat derajat
kehangatan, hipovolemi.
pengisian
kapiler

4) Kolaborasi
dalam
pemberian
cairan atau
darah sesuai
indikasi
(Doengoes, 2000; Swearingen,2001)

ASUUHAN KEPERWATAN PADA Tn. M dengan Hernia Inguinalis Lateral (HIL)


di Ruang Ruangan Operasi (OK) RS BDLUD
Tanggal pengkajian : 10 November 2011
Tanggal Operasi : 10 November 2011
Tempat Praktek : Ruangan OK RS BDLUD
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Minahasa / Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SD
Status : Kawin
Alamat : Mahakeret, kota Manado
Tanggal MRS : 20 November 2011
2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. T
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Minahasa / Indonesia
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SMP
Status : kawin
Alamat : Mahakeret, kota Manado
Hubungan dengan pasien: anak

3. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha sebelah kanan.
b. Riwayat penyakit sekarang
· Benjolan di lipat paha kanan, dialami penderita sejak kurang lebih 2 tahun sebelum masuk
rumah sakit. Benjolan dirasakan penderita keluar masuk. Benjolan keluar dan membesar bila
penderita mengangkat beban berat atau berjalan jauh dan benjolan akan masuk kembali bila
penderita beristirahat (tiduran). Penderita tidak merasakan nyeri, mual muntah, serta demam.
· Frekuensi kencing ± 3 kali sehari, kencing tidak terputus-putus, tidak dirasakan nyeri saat
BAK.
· BAB dirasakan biasa normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk lama (+), sakit jantung (-), darah tinggi (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga. Menikah dan mempunyai 5 orang
anak. Penderita bekerja sebagai buruh bangunan sehingga sering mengangkat beban yang
berat.
4. PEMERIKSAAN FISIK
· Keadaan Umum : Cukup
· Kesadaran : E4V5M6
· Tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmhg.
Nadi : 84 x/menit.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu rectal : 36,2 oC.
· Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor kiri =
kanan, refleks cahaya +/+ normal.
· Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar.
· Thoraks : Inspeksi : Pergerakan nafas simetris kiri = kanan
Auskultasi : Suara pernapasan kiri = kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
· Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)
· Inguinalis : Inspeksi : Benjolan (-), warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi : Tes invaginasi : impuls pada ujung jari
Tes Ziemenn : teraba pulsasi di anulus inferior
· Tulang belakang : Tak ada kelainan
· Extremitas : Superior et Inferior : Tak ada kelainan
· Neurologi : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-
· Rectal Toucher : Tonus sfingther ani cekat, ampula kosong, mukosa licin, prostat kesan
normal.
· Sarung tangan : Darah (-), lender (-), feses (-)
· Genitalia : Tak ada kelainan
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
· Hb : 14,1 gr%
· Leukosit : 4800/mm3
· Trombosit : 188.000/mm3
Radiologi
· X-rays : Foto Thorax : kronik bronkiolitis
EKG : LAHB
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1. DS : Tindakan Nyeri
- Klien mengatakan lemas
untuk bergerak
- Klien mengatakan nyeri di
bagian bekas operasi
DO :
- Klien tampak lemah
- Terdapat luka insisi
- Terdapat jahitan di perut

Adanya
insisi bedah

Nyeri

Gangguan
nyaman/Nyeri

2. DS : Tindakan opersi Retensi Urine


- Klien mengeluh kesulitan
berkemih
DO :
- BAK klien tidak adekuat
- Haluaran urine < 1000 Nyeri
ml/24 jam

Perubahan suhu
tubuh

Gangguan
Berkemih
3. DS : Tingkat Kurang
- Klien / keluarga pendidikan pengetahuan
mengatakan tidak mengetahui rendah
komplikasi, cara perawatan
serta tanda dan gejala dari
hernia
DO :
- Klien dan keluarga tampak
bingung saat ditanya keterbatasan
komplikasi, cara perawatan pengatahuan
serta tanda dan gejala dan dari
hernia
- Klien dan keluarga tampak
tidak bisa menunjukkan cara
penanggulangan pasien hernia Kurang
pengetahuan
mengenai
penyakit hernia

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau
intervensi pembedahan.
2. Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan
penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen.
3. Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan
tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka.
D. INTERVENSI
NO Dx Keperawatan NOC NIC RASIONAL
1. 1. Nyeri (khususnya Hasil yanga. Kaji dan catat nyeri a.Untuk
dengan mengedan) diperkirakan b.
: Beritahu pasien mengetahui
yang berhubungan dalam 1 jam untuk menghindari tingkat nyeri
dengan kondisi intervensi, mengejan, meregang,b. Mengejan ,
hernia atau -persepsi batuk dan batuk dan
intervensi subjektif klien mengangkat benda meregang
pembedahan. tentang yang berat. dapat
ketidaknyamananc. Ajarkan bagaimana memperbesar
menurun seperti bila menggunakan resiko hernia
ditunjukkan skala dekker (bila c. Dekker adalah
nyeri. diprogramkan). terapi yang
- Indikator d. Ajarkan pasien baik untuk
objektif seperti pemasangan hernia
meringis tidak penyokong d. Kompres
ada/menurun. skrotum/kompres es dingin dapat
yang sering mengendalikan
diprogramkan untuk / mengurangi
membatasi edema dan nyeri
mengendalikan nyeri. e. Analgesik
2. e. Berikan analgesik dapat
sesuai program. mengurangi
nyeri
a. Kaji dan catat
distensi suprapubik
atau keluhan pasiena. Untuk
· Hasil yang tidak dapat berkemih. mengetahui
diharapkan : b. Pantau perkembangan
Retensi urine dalam 8-10 jam haluaran urine. Catat kondisi klien
(resiko terhadap hal pembedahan, dan laporkanb. Urine adalah
yang sama) yang· pasien berkemih berkemih yang sering tolak ukur
berhubungan tanpa kesulitan. < 100 ml dalam suatu dari fungsi
dengan nyeri,· Haluaran waktu. ginjal
trauma dan urine ³100 ml
c. Permudah
penggunaan selama setiap berkemih dengan
anestetik selama berkemih dan mengimplementasika c. Merangsang
3. pembedahan adekuat (kira-kira n : pada posisi normal berkemih
abdomen. 1000-1500 ml) untuk berkemih adalah cara
selama periode rangsang pasien untuk
24 jam. dengan mendengar air memulihkan
mengalir/tempatkan fungsi ginjal
pada baskom hangat.

a. Ajarkan pasien
untuk waspada dan
melaporkan nyeri
berat, menetap, mual
Hasil yang dan muntah, demam
diperkirakan : dan distensi abdomen,a. Nyeri
setelah instruksi, yang dapat merupakan
· pasien memperberat awitan komplikasi
mengungkapkan inkarserasi/strangulasi utama dari
pengetahuan usus. pembedahan
tentang tanda dan
b. Dorong pasien
1. Kurang gejala komplikasi untuk mengikuti
pengetahuan : GI dan regumen medis :
potensial menjalankan penggunaan dekker
komplikasi GI yang tindakan yang atau penyokong
berkenaan dengan diprogramkan lainnya dan
adanya hernia dan oleh pencegahan. menghindari
tindakan yang dapat mengejan meregang,b. Penggunaan
mencegah konstipasi dan dekker adlah
kekambuhan mengangkat benda terpai terbaik
mereka. yang berat. untuk hernia

c. Anjurkan pasien
untuk mengkonsumsi
diit tinggi residu atau
menggunakan
suplement diet serat
untuk mencegah
konstipasi, anjurkanc. Makanan
masukan cairan berserat dpaat
sedikitnya 2-3 l/hari meminimalisir
untuk meningkatkan mengedan
konsistensi feses
lunak.
d. Beritahu pasien
mekanika tubuh yang
tepat untuk bergerak
dan mengangkat.

d. Latihan gerak
dapat
membantu
untuk
mengindarkan
dari luka
dekubitus
E. IMPLEMENTASI
Tgl/jam Dx keperawatan Tindakan Paraf
10 2. Nyeri (khususnya dengan a. Mengkaji TT
November mengedan) yang danmencatat nyeri
2011 berhubungan dengan b. Memberitahu pasien
09.00 kondisi hernia atau untuk menghindari
WITA intervensi pembedahan. mengejan, meregang,
batuk dan mengangkat
benda yang berat.
c. Mengajarkan
bagaimana
bilamenggunakan
dekker(bila
diprogramkan).
d. Mengajarkan pasien
12 pemasangan
November penyokong
2011 skrotum/kompres es
09.00 yang sering
WITA diprogramkan untuk
membatasi edema dan
mengendalikan nyeri.
e. Memberikan
analgesik sesuai
program.
13
November a. Mengkaji
2011 danmencatat distensi
09.00 suprapubik atau
WITA keluhan pasien tidak
dapat berkemih.
Retensi urine (resiko
b. Memantau
terhadap hal yang sama) haluaranurine. Mencat
yang berhubungan dengan at danmelaporkan
nyeri, trauma dan berkemih yang sering
penggunaan anestetik < 100 ml dalam suatu
selama pembedahan waktu.
abdomen. c. Mempermudah
berkemih dengan
mengimplementasikan
: pada posisi normal
untuk berkemih
rangsang pasien
14 dengan mendengar air
November mengalir/tempatkan
2011 pada baskom hangat.
09.00
WITA a. Mengajarkan pasien
untuk waspada dan
melaporkan nyeri
berat, menetap, mual
dan muntah, demam
dan distensi abdomen,
yang dapat
memperberat awitan
inkarserasi/strangulasi
usus.
b. Mendorong pasien
2. Kurang pengetahuan : untuk mengikuti
potensial komplikasi GI regumen medis :
yang berkenaan dengan penggunaan dekker
adanya hernia dan tindakan atau penyokong
yang dapat mencegah lainnya dan
kekambuhan mereka. menghindari mengejan
meregang, konstipasi
dan mengangkat
benda yang berat.
15
November c. Menganjurkan
2011 pasien untuk
09.00 mengkonsumsi diit
WITA tinggi residu atau
menggunakan
suplement diet serat
untuk mencegah
konstipasi, anjurkan
masukan cairan
sedikitnya 2-3 l/hari
untuk meningkatkan
konsistensi feses
lunak.
d. Memberitahu pasien
mekanika tubuh yang
tepat untuk bergerak
dan mengangkat.
F. EVALUASI
Catatan perkembangan
Tanggal /Jam Dx Perkembangan SOAP
Keperawatan
10 November
1. S : Keluar benjolan dilipat paha kanan
2011 O:
09.00 WITA KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,4oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Bed rest
Pro herniotomi dengan pemasangan
mesh

12 November
2011 S : (-)
9.00 WITA O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,2oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
13 November P : Bed rest
2011 Pro herniotomi dengan pemasangan
9.00 WITA mesh
Konsul anestesi untuk dilakukan
operasi
S : (-)
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 120/80 mmhg, Nadi 80 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36oC
Regio inguinalis dekstra : terdapat
benjolan yang dapat keluar masuk.
A : Hernia inguinalis lateralis dekstra
reponibilis
P : Dilakukan herniotomi dengan
pemasangan mesh
Laporan operasi.
 Penderita tidur terlentang
diatas meja operasi
 Dilakukan general anestesi
 Dilakukan asepsis dan
antisepsis lapangan operasi dengan
povidon iodine
 Dilakukan insisi sejajar
ligamentum inguinal, diperdalam
sampai tampak apponeurosis
 Identifikasi nervus inguinalis
dan genitofemoral, disisihkan
 Apponeurosis MOE dibuka
 Identifikasi kantong hernia,
dibuka keluar cairan serous ± 20 cc, isi
omentum
 Omentum dikembalikan
kerongga abdomen
 Kantong hernia diligasi
14 November kemudian dipotong secara intoto
2011  Identifikasi funiculus
9.00 WITA spermatikus
 Pasang mesh dengan jahitan
pada tuberculum pubicum,
ligamentum inguinal dan conkoin
tendon
 Kontrol perdarahan
 Luks operasi dijahit lapis demi
lapis
 Operasi selesai
Instruksi post operasi.
 IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28
gtt/menit
 Interome 2 dd 1 gr → i.v
15 November
 Metronidazole 3 dd 1 → drips
2011
9.00 WITA  Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v
 Ketorolac 3% drips dalam D5
100 cc/8 jam
 Puasa bila Bu (+) dan
penderita sadar betul boleh minum
sedikit demi sedikit

S : Nyeri luka bekas operasi (+)


O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,6oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defence muscular (-), nyeri tekan
16 November pada bekas operasi (+).
2011 A : Post herniotomi dengan pemasangan mesh
9.00 WITA hari I - II
P : IVFD RL : D5% = 2 : 2 → 28 gtt/menit
Interome 2 dd 1 gr → i.v
Metronidazole 3 dd 1 → drips
Ranitidin 3 dd 1 amp → i.v
Ketorolac 3% drips dalam D5 100 cc/8
jam
Diet makanan lunak
Mobilisasi ( miring kanan/kiri )
S : Nyeri pada luka bekas operasi
mulai berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 80 x/menit,
18 November Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
2011 Abdomen : Datar lemas, bising usus
9.00 WITA (+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik.
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari III – IV
P : Aff infus, lanjut terapi oral
Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
Mobilisasi

19 November S : Nyeri pada luka bekas operasi


2011 berkurang
9.00 WITA O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari V – VI
P : Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
20 November Kalmex 3 dd 1
2011 Mobilisasi
9.00 WITA
S : Nyeri pada luka bekas operasi
berkurang
O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
22 November Tensi 110/70 mmhg, Nadi 88 x/menit,
2011 Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
9.00 WITA Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
24 November pada bekas operasi (+).
2011 Regio inguinalis : luka bekas operasi
9.00 WITA terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari VII – VIII
P : Cefixime 2 dd 1 caps
Ultracet 2 dd 1
Kalmex 3 dd 1
25 November Mobilisasi
2011 S : (-)
9.00 WITA O : KU : Cukup Kes : Compos mentis
Tensi 110/70 mmhg, Nadi 84 x/menit,
Respirasi 22 x/menit, Suhu 36,3oC
Abdomen : Datar lemas, bising usus
(+), defense muscular (-), nyeri tekan
pada bekas operasi (+).
Regio inguinalis : luka bekas operasi
terawat baik, pus (-).
A : Post herniotomi dengan
pemasangan mesh hari IX
P : Cespam 2 dd 100 mg
Metronidazole 3 dd 500 mg
Intervensi dihentikan
Kontrol poli jika obat habis
S: klien mengatakan sulit BAK
O: klien terlihat lemah
A: Post herniotomi dengan
pemasangan mesh
A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervesi 1,2,3

S: klien menngatakan BAK sudah


lancar

O: input dan output sudah seimbang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien.

S: klien mengatakan badannya dapat


bergerak bebas kembali

O: -klien tampak bersemangat


-klien tidak bedres total

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien
S: klien sudah mulai tidak bertanya
lagi tentang penyakitnya dan sudah
mengerti tentang penyakitnya

2. O: klien tampak tenang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi, pertahankan


keadaan klien.
3.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding otot
perut. Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan, sebuah peritoneal
kantung, dan yang mendasarinya visera, seperti loop usus atau organ-organ internal lainnya.
2. Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan
dengan melemahnya otot-otot normal. Hernia diklasifikasikan menurut lokasi di mana
mereka muncul. Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai
hernia inguinalis atau femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding
abdomen, 3% adalah hernia umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus hernia dan
diafragmatik hernia.
3.2 Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan adalah diharapkan agar pembaca melatih
penguatan otot yang mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara
fisik, dan menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal
pengakuan dan diagnosis herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah
herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan
tegang, yang berkontribusi pada cekikan.

DAFTAR PUSTAKA

Lemone and Burke,M.K. 2000 .Medical Surgical Nursing:Critical Thinking


in ClientCare. Second Edition.New Jersey: Prentie-Hall,Inc.
Ignatavicius, Donna, et.All.2000.Medical Surgical Nursing.Philadelphia: W.B
SaundersCompany.
Lewis,Heitkemper,Dirksen.2000.Medical Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Oswari E.1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia. .
http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/12/hernia/
http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1000546

Anda mungkin juga menyukai