Disusun Oleh :
dr. Frinalia
Pembimbing :
dr. H. Ari Firmansyah, MM.
ii
Penulis
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
Penegakan diagnosis pada ACS berdasarkan anamnesis gejala klinis yang
khas, pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), serta pemeriksaan biomarker
jantung dengan keluhan nyeri dada, rasa berat, atau rasa seperti ditekan, rasa
seperti dicengkram di belakang sternum dapat menjalar ke rahang, bahu,
punggung atau lengan, nyeri dada tipikal yang berlangsung selama >20 menit.
Nyer itidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Maka, nyeri dada
tersebut dicurigais ebagai suatu nyeri dada pada ACS. Selanjutnya segera
lakukan pemeriksaan EKG, jika dijumpai adanya ST elevasi atau adanya suatu
LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, maka diagnosanya adalah STEMI,
namun jika tidak dijumpai adanya ST elevasi namun dijumpai adanya ST depresi,
T inverted atau gambaran EKG yang normal, maka selanjutnya dilakukan
pemeriksaan biomarker jantung, yaitu Troponin I atau Troponin T. Jika
terdapatnya peningkatan nilai biomarker tersebut maka diagnosanya adalah
NSTEMI, namunjikanilai biomarker normal, maka diagnosanya menjadi
Unstable Angina (UAP). (2)(6)(7)
v
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lebih dikenal dengan sindrom
koroner akut (SKA) merupakan manifestasi klinis dari fase kritis pada
penyakit arteri koroner. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya
plak atau erosi karena serangkaian pembentukan trombus sehingga
menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada pembuluh darah.
Berdasarkan pemeriksaan. Elektrokardiografi (EKG) dan marker biokimia
jantung, makaAcute Coronary Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segment
elevation myocardial infarction (STEMI), Non ST-segment elevation myocardial
infarction (NSTEMI), serta unstable angina pectoris. (2)
2.2 Patofisiologi
1. Atherosclerosis
vi
bahu nya. Fibroathroma terdiri atas makrofag, limfosit, kolagen tipe I, dan relatif
sedikit sel otot polos.(1)
2. Ruptur plak
Hal ini terjadi pada permukaan platelet. Proses ini dimulai dari beberapa
titik, yaitu saat pengikatan reseptor platelet glikoprotein VI yang berperan
penting pada saat plak terpecah di lapisan kolagen subendothelial. Hal ini
menyebabkan adhesi platelet ke subendothelium diikuti oleh aktivasi
platelet.Fibrinogen memediasi agregasi trombosit diaktifkan melalui cross-linking
dari glikoprotein IIb / Reseptor IIIa.Ini disebut jalur dari agregasi platelet.Inhibitor
vii
glikoprotein IIb / IIIa bertindak dengan mencegah pengikatan fibrinogen ke
reseptor ini. Aspirin blok siklooksigenase, yang mencegah konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin G dan tromboksan. Kedua agen menyebabkan
agregasi platelet ampuh dan vasokonstriksi. Thienopyridines (misalnya,
clopidogrel) mencegah aktivasi platelet dan agregasi dengan memblokir reseptor
adenosin difosfat platelet.Agregasi trombosityang bergabung dengan fibrin akan
membentuk thrombus yang memperparah penutupan lumen pembuluh darah.(1)
viii
2.4 Diagnosis
ix
Gambar1. EKG, Seorang pria berusia 54 tahun dengan dua jam nyeri dada,
tampak ST elevasi Lead V6 dan ST depresi di I, aVL, dan V1-V4.(4)
2.5 Penatalaksanaan
3. Terapi Reperfusi
x
Terapi reperfusi merupakan hal yang sangat penting dalam
penanganan STEMI tahap awal karena fase inilah yang menentukan progresivitas
perburukan area infark. Bagi pasien dengan manifestasi klinis STEMI <12
jam dengan ST elevasi persisten atau adanya LBBB (Left Bundle Branch
Block) baru, maka Percutaneous Coronary Intervention (PCI) primer atau
terapi reperfusi secara farmakologi harus dilakukan sesegera mungkin.
Penanganan reperfusi STEMI dalam 24 jam pertama sebelum pasien tiba di
rumah sakit. Terapi PCI primer diindikasikan dilakukan dalam dua jam
pertama terhitung jarak pertama sekali pasien mendapatkan terapi (first
medical contact). Dalam dua jam pertama tersebut terapi reperfusi dengan PCI
primer lebih diutamakan dibandingkan dengan terapi dengan menggunakan
fibrinolisis. Sebelum dilakukan PCI primer maka dianjurkan pemberian dual
antiplatelet therapy (DAPT) meliputi aspirin dan adenosine diphosphate
(ADP).(6)
4. Terapi Non-reperfusi
Terapi non reperfusi ini dilakukan jika onset serangan sudah melibihi
12 jam. Obat-obat yang digunakan meliputi antitrombotik, meliputi aspirin,
clopidogrel, serta agen antithrombin seperti UFH, enoxaparin, atau fondaparinux
harus diberikan sesegera mungkin. (5)
5. Terapi STEMI untuk Jangka waktu yang lama terdiri dari :
Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko, meliputi berhenti merokok,
kontrol diet dan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, kontrol
tekanan darah, intervensi faktor psikososial.
Terapi Antiplatelet, meliputi pemberian aspirin dan clopidogrel
Pemberian Beta-Blocker.
Pemberian agen untuk merendahkan kadar lemak tubuh serta nitrat sebagai
anti angina.
xi
2.6 Komplikasi
1. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan pada saat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih
dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum
adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat
pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan
arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun
sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan
pemenuhan diastolik ventrikel dan atau penurunan isi sekuncup dengan
dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti
paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan diastolik.Klasifikasi
berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akutberdasarkan
suara ronkhi dan S3 gallop:(6)
Derajat I : tidak ada rhonki dan S3 gallop
Derajat II : Gagal jantung dengan ronkhi di basal paru (setengah lapangan
paru bawah), S3 galopdan peningkatan tekananvena pulmonalis.
Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan paru.
Derajat IV :Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan paru
disertai dengan syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik ≤
90mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).
2. Stroke iskemik
xii
evidence A).Cukup beralasan untuk pasien STEMI dengan risiko stroke
iskemik akut nonfatalmenerima terapi suportif untuk menuunkan komplikasi dan
meningkatkan outcome fungsional (level of evidence C).Angioplasty karotis 4-6
minggu setelah stroke iskemik dapat dipertimbangkan pada pasien STEMI yang
mengalami stroke iskemik akut karena stenosis pada a.carotis inferior min 50%
dengan risiko tinggi morbiditas/mortalitas setelah STEMI. (6)
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan.Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.(6)
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.(6)
5. Aritmia paska STEMI
2.7. Prognosis
Prognosis dapat diperkirakan dengan menggunakan klasifikasi Killip
dan TIMI score (Thrombolysis in Myocardial Infarction). Klasifikasi Killip
adalah alat klinis sederhana untuk penentuan keadaan klinis pasien dengan ST-
elevasi miokard infark (STEMI).Menurut Killip dan Kimball kriteria pasien
dikelompokkan ke dalam 4 kelas selama pemeriksaan fisik.Pasien di Killip I
menunjukkan tidak ada bukti gagal jantung (HF).Pasien di Killip II memiliki
xiii
temuan klinis konsisten ringan sampai sedang HF, Kelas III menunjukkan edema
paru yang jelas dan pasien kelas IV berada di kardiogenik syok.Risiko pasca-MI
stratifikasi yang telah diturunkan dari beberapa uji klinis penting untuk mengatur
pengobatan dan prognosis yang tepat.Pasien dengan kelas Killip tinggi memiliki
gambaran angiografi yang lebih berat penyakit arteri koroner serta insiden yang
lebih tinggi adanya disfungsi ventrikel, dan infark miokard yang luas.(8)
TIMI risk score berfungsi risiko untuk mengidentifikasiSTEMI signifikan
gradien dari risiko kematian dengan menggunakan variabel yang menangkap
sebagian besar informasi prognostik yang tersedia di multivariabel model.
Kapasitas prediksi risiko ini skor stabil selama beberapa titik waktu, pada pria
dan wanita, dan pada perokok dan bukan perokok. Selain itu,TIMI skor
risiko dilakukan baik dalam data eksternal yang besar ditetapkan pasien
dengan STEMI.(5)
xiv
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : IRT
Alamat : Cisompet
Tanggal Masuk : 26 September 2019
3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Sesak nafas yang bertambah berat sejak 30 meniti
SMRS
xv
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
g. RiwayatPenggunaanObat
Pasien mengaku rutin mengkonsumsi obat anti diabetes sejak 3 tahun yang
lalu namun pasien tidak mengetahui nama obatnya. Pasien juga mengaku rutin
mengkonsumsi obat anti hipertensi (amlodipine 5 mg) sejak 3 tahun yang lalu.
a. Status Present
xvi
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-), gigi tanggal (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : (-), R -2 cmH2O
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depandanbelakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeritekan (-/-)
- Suara fremitus taktilkanan = suara fremitus taktilkiri
3. Perkusi
- Sonor (+/+)
- Redup (-/-)
4. Auskultasi
Vesikuler(+/+), ronkhi(-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V Linea Midclavicularis Sinistra
xvii
Perkusi : Batas jantungatas : di ICS III Parasternal sinistra
Batas jantungkanan : di Linea ParasternalisDekstra
Batas jantungkiri : di ICS V linea Midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ I > BJ II di katup mitral, regular, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), Nyeritekan (-)Undulasi (-)
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-)undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltikusus (+) kesan normal
Genetalia : tidakdilakukanpemeriksaan
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri
Edema - - - -
Pucat - - - -
Sianosis - - - -
xviii
Monosit 6 2-8%
3.4.2 Elektrokardiografi
Elektrokardiografi 6 April 2015
xix
Bacaan EKG tanggal 6 April 2015
1. Irama : Sinus
2. Rate : 88 x/menit
3. Regularitas : regular
4. Interval PR : 0,20 s
6. Morfologi
- Q patologis :-
xx
HasilbacaanFoto Thorax PA
Tidaktampakadanyafraktur
Paru : tampak perselubungan di parahiler kanan, sinus phrenicocostalis
kanan dan kiri tajam
Cor : Besar dan bentuk normal
Kesimpulan: Pneumonia
3.4.4 Ekokardiografi
3.5 RESUME
xxi
pukul 02.00 WIB. Nyeridirasakan pada dada kiri dan menjalar
hinggapunggungbelakang, bahu dan lengan kiri. Nyerisepertiditusuk-
tusuktidakberkurangdenganistirahatdan dirasakan terus menerus selama >20
menit. Pasienjugamengeluhadanyasusahbernafas,
mualdanberkeringatdinginbersamaandengannyeri dada. Riwayat Diabetes Mellitus
sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit dan mengkonsumsi obat anti diabetes
secara rutin namun pasien tidak tahu nama obatnya. Riwayat hipertensi tidak
diketahui pasien. Pasien merokok 2 bungkus/hari sejak 40 tahun yang lalu dan
berhenti sejak masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan vital sign di dapatkan tekanan darah pasien 130/80
mmHg dan pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan EKG pada
tanggal April 2015 didapatkan kesimpulan. Sedangkan dari pemeriksaan foto
thoraks pada tanggal 3 April 2015 didapatkan kesimpulan pneumonia.
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis adalah CKMB dan
Troponin I yang meningkat. Pada pemeriksaan ekokardiografi tanggal 10 April
2015 didapatkan ventrikel kiri dilatasi, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun, dan
mitral regurgitasi.
Infark miokard inferior, infark miokard posterior, infark miokard ventrikel kanan
Killip1 TIMI Risk Score 3/7 dan hipertensi stage I
3.7 PENATALAKSANAAN
Terapi Awal
O2 2-4liter/i
IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i
Inj SC Arixtra 2,5cc/ 12 jam
Drip NTG mulai 5 meq
Clopidogrel tab 75 mg 1x4 tablet
Aspilet 80mg 1x4 tablet
Simvastatin 40mg 1x1 tablet
xxii
ISDN 5 mg sublingual
3.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad malam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam
xxiii
RR:22x/i Clopidogrel tab 75 mg 1x1
T: 36,8oC tablet
Pf/ Aspilet 80mg 1x1 tablet
mata: konj.anemis(-/-) sclera Simvastatin 40mg 1x1 tablet
ikterik (-/-) ISDN 5 mg 3x1 tablet
T/H/M: dalam batas normal P/
Leher : TVJ R-2cmH2O EKG Serial
Thorax: Cor Angiografi
I: simetris,
P: SF kanan=SF kiri,
P: sonor/sonor,
A: Vs(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-)
Cor: BJ1>BJ2 di katup mitral.
reguler, bising (-)
Abd:
I: simetris, distensi(-),
P: soepel,
P: Timpani,
A: peristaltik (+) kesan normal
Eks: Edema(-/-) pucat (-/-)
A/
1. Acute STEMI inferior,
posterior dan right ventrikel
Killip 1 TIMI risk score 3/14
2. Hipertensi stage I
xxiv
BAB IV
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
penunjang.Diagnosis infark miokard akut didasarkan atas sejumlah hal, dimulai
dari anamnesa, gejala klinis yang khas, pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG),
serta pemeriksaan biomarker jantung. Pada pasien didapatkan keluhan nyeri dada
sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba sejak
pukul 02.00 WIB. Nyeri dirasakan pada dada kiri dan menjalar hingga punggung
belakang, bahu dan lengan kiri. Nyeri seperti ditusuk-tusuk tidak berkurang
dengan istirahat dan dirasakan terus menerus selama >20 menit. Pasien juga
mengeluh adanya pusing dan berkeringat dingin bersamaan dengan nyeri dada.
Berdasarkan teori bahwa sangat penting membedakan nyeri pada ACS
dibandingkan dengan penyakit lain. Nyeri klasik pada ACS adalah berupa gejala
khas angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 10 menit atau
lebih yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, rasa diperas dan terpelintir. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
atau obat nitrat. Pada pasien dengan NSTE-ACS juga bisa timbul dengan
diaphoresis, dyspnea, mual, sakit perut, ataupun sinkop. Dyspnea saat aktivitas
adalah yang paling umum saa tangina equivalent tanpa gejala nyeri. Pada pasien
juga terdapat factor resiko dari coronary artery disease berupa kebiasaan
merokok, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.(2)
Pemeriksaan EKG didapatkan Sinus ritme, HR: 88 x/menit, normoaxis,
infark posterior, infark posterior, infark ventrikel kanan. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan enzyme CKMB dan Troponin I. Seluruh
criteria klinis adanya Infark miokard akut telah terpenuhi. Sebagai panduan
dalam penatalaksanaan dan prognosis pasien dengan STEMI maka klasifikasi
Killip dan TIMI risk score diperlukan untuk mengidentifikasi resiko kematian.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-tanda udem paru. Adanya
xxv
nyeri dada angina dan bukti infark miokard dengan ditemukannya ST Elevasi
ditambah dengan adanya faktor risiko PJK pada pasien dan peningkatan Troponin
I dan CKMB menandakan pasien Killip 1 dan TIMI risk score padapasiena dalah
3 dengan diagnosa pasien adalah Akut STEMI inferior, posterior Killip 1 TIMI
Risk Score 3/14. (7)
Pasien yang datang dengan onset < 12 jam baik ditatalaksana dengan
terapi reperfusi. Di IGD sebagai penanganan awal pasien mendapatkan terapi: Inj
SC Arixtra 2,5cc/ 12 jam, Drip NTG mulai 5 meq, Clopidogrel tab 75 mg 1x4
tablet, Aspilet 80mg 1x4 tablet, Simvastatin 40mg 1x1 tablet dan ISDN 5 mg
sublingual. Sesuai dengan teori, penatalaksanaan yang dapat diberikan padapasien
adalah terapi loading dose Aspirin 320 mg dan clopidogrel 300 mg dikunyah,
serta ISDN sublingual. Obat-obat yang dapat digunakan pada pasien dengan
keadaan seperti pasien meliputi aspirin, clopidogrel, serta agen anti koagulan
seperti UFH, enoxaparin, atau fondaparinux harus diberikan sesegera mungkin.
Tatalaksana untuk jangka waktu yang lama diperlukan modifikasi gaya hidup dan
factor risiko diperlukan. Pasien harus berhenti merokok, kontrol diet dan berat
badan, meningkatkan aktivitas fisik, control tekanan darah, intervensi faktor
psikososial. Terapi medikamentosa lain yang dapat diberikan adalah beta-blocker,
ACE inhibitor ataupun ARB serta agen untuk merendahkan kadar lemak tubuh
dan nitrat atau morfin sebagai anti angina. Pada tahap lanjut juga dipertimbangkan
tindakan intervensi PCI dikarenakan pasien masih mengalami angina
dangambaran ST elevasi yang masih berlangsungdiatas 24 jam setelah onset.(5)(7)
xxvi
1. A. Bavry A, L.Bhat D. Acute Coronary Syndromes in Clinical Practice
London: Springer; 2009.
DAFTAR PUSTAKA
xxvii
2. A. Amsterdam E, K.Wegner N, G. Brindis W, E.Casey D, R.Holmes D. 2014
AHA/ACC Guidelines for Management of Patient with Non ST-Elevation
Acute Coronary Syndrome; A Report of the American College of Cardiology/
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation
Journal of The American Heart Association. 2014 September.
7. Tamis-Holland JET, Cynthia M. Tracy YJW, Zhao DX, Patrick TO, Frederick
GK, Ascheim DD, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of
ST-Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary: A Report of the
American College of Cardiology. Circulation Journal of The American Heart
Association. 2013.
xxviii
xxix