Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PRESENTASI KASUS

NSTEMI INFERIOR + DM TIPE II +


PNEUMONIA

Disusun Oleh :
dr. Frinalia

Pembimbing :
dr. H. Ari Firmansyah, MM.

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PAMEUNGPEUK


SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang membahas tentang “NSTEMI INFERIOR KILLIP I + DM
TIPE II + TB PARU KASUS BARU FASE INTENSIF”. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menerangi
alam semesta dengan ilmu pengetahuan.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada dr. Hj.Ida Trikandiani, Sp.PD, MARS, FINASIM selaku
pembimbing. Penulis menyadari penuh bahwa pada laporan kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dalam hal penyajian, penulisan maupun materi.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi evaluasi dan pengembangan dalam bidang penulisan dan ilmu pengetahuan.

Belitang, Maret 2018

ii
Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .. ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 2
2.1 Definisi .............................................................................................. 3
2.2 Patofisiologi ...................................................................................... 3
2.3 Menifestasi klinis .............................................................................. 5
2.4 Diagnosis ........................................................................................... 4
2.5Penatalaksanaan ................................................................................. 6
2.6 Komplikasi ........................................................................................ 8
2.7Prognosis ............................................................................................ 10

BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................ 12


3.1 IdentitasPasien................................................................................... 12
3.2 Anamnesis ......................................................................................... 12
3.3 Pemeriksaan fisik .............................................................................. 13
3.4PemeriksaanPenunjang ...................................................................... 15
3.5Resume ............................................................................................... 19
3.6Diagnosis klinis .................................................................................. 20
3.Penatalaksanaan ................................................................................... 20
3.8Planning diagnostik ............................................................................ 20
3.9 Prognosis ........................................................................................... 20
BAB IV ANALISA KASUS .............................................................................. 23
BAB V KESIMPULAN……………………………………………………….. ..25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Acute Corronary Syndrome (ACS) atau Sindromakoroner akut adalah


terminologi yang digunakan pada keadaan ganggu analiran darah koroner parsial
hingga total ke miokard secara akut. istilah ACS digunakan untuk sekumpulan
gejala yang muncu lakibat iskemia miokard akut. ACS yang terjadi akiba tinfark
otot jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam ACS adalah unstable
angina pectoris (UAP), infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI), dan
infark miokard elevasi segmen ST (STEMI). Adanya gangguan aliran darah ke
miokard akibat pembentukan thrombus dalam arteri koroner yang sifatnya
dinamis yang menyebabkan terjadinya infark pada miokard, hal ini yang
membedakan ACS dengan angina perkoris stabil, dimana ganggua naliran darah
ke miokard akibat penyempitan yang statis.(1)(2)(3)(4)
Penyakit jantung koroner (PJK) menunjukkan peningkatan dari tahun
ketahun. Angka kematian karena PJK di seluruh dunia meningkat setiap tahun.
Di Amerika Serikat, rata-rata usia penderita adalah 68 tahun dengan presentasi
usia 56-79, dan 3:2 untuk jenis kelamin laki-laki dan wanita. Beberapa pasien
memiliki riwayat angina stabil. ACS merupakan presentasi awal dari penyakit
arteri koroner (CAD). Diperkirakan bahwa di Amerika Serikat, setiap tahun, >
780.000 orang akan mengalami ACS. Sekitar 70% dari ini akan memiliki NSTE-
ACS. Pasien dengan NSTE-ACS biasanya memiliki lebih banyak tingkat
morbiditas yang lebih tinggi baik jantung dan non cardiac, dibandingkan pasien
dengan STEMI. (2)(7)
Di Indonesia prevalensi jantung koroner tertinggi adalah provinsi Sulawesi
Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing 0,7
persen. Sementara prevalensi jantung korone rmenurut diagnosis atau gejala
tertinggi di Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%),
Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%). Penyakit jantung koroner
(PJK) meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok
umur 65-74 tahun yaitu 2,0 persen dan 3,6 persen, menurun sedikit pada
kelompok umur ≥ 75 tahun.(3)

iv
Penegakan diagnosis pada ACS berdasarkan anamnesis gejala klinis yang
khas, pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), serta pemeriksaan biomarker
jantung dengan keluhan nyeri dada, rasa berat, atau rasa seperti ditekan, rasa
seperti dicengkram di belakang sternum dapat menjalar ke rahang, bahu,
punggung atau lengan, nyeri dada tipikal yang berlangsung selama >20 menit.
Nyer itidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Maka, nyeri dada
tersebut dicurigais ebagai suatu nyeri dada pada ACS. Selanjutnya segera
lakukan pemeriksaan EKG, jika dijumpai adanya ST elevasi atau adanya suatu
LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, maka diagnosanya adalah STEMI,
namun jika tidak dijumpai adanya ST elevasi namun dijumpai adanya ST depresi,
T inverted atau gambaran EKG yang normal, maka selanjutnya dilakukan
pemeriksaan biomarker jantung, yaitu Troponin I atau Troponin T. Jika
terdapatnya peningkatan nilai biomarker tersebut maka diagnosanya adalah
NSTEMI, namunjikanilai biomarker normal, maka diagnosanya menjadi
Unstable Angina (UAP). (2)(6)(7)

v
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lebih dikenal dengan sindrom
koroner akut (SKA) merupakan manifestasi klinis dari fase kritis pada
penyakit arteri koroner. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya
plak atau erosi karena serangkaian pembentukan trombus sehingga
menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada pembuluh darah.
Berdasarkan pemeriksaan. Elektrokardiografi (EKG) dan marker biokimia
jantung, makaAcute Coronary Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segment
elevation myocardial infarction (STEMI), Non ST-segment elevation myocardial
infarction (NSTEMI), serta unstable angina pectoris. (2)

2.2 Patofisiologi
1. Atherosclerosis

Perkembangan aterosklerosis dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko


individu: hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan merokok. Aterosklerosis
berlangsung selama beberapa dekade sampai secara klinis terdeteksi penebalan
intima pembuluh darah telah hadir sejak awal kehidupan, namun, hal ini tidak
dirasakan patologis. Hingga dekade kedua dan ketiga kehidupan, monosit
menyusup subintima tersebut. Setelah itu monosit menjadi makrofag, yang
menjadi sel busa pada konsumsi kolesterol. Ini disebut fatty streak atau fatty dott
yang akan menjadi awal proses penyakit aterosklerosis. Terdapat perluasan lipid
di intima ke dalam inti nekrotik terjadi seiring dengan degradasi matriks
ekstraseluler oleh matriks metaloproteinase dan sitokin inflamasi lainnya.
Perdarahan dari vasa vasorum juga dapat menyebabkan pembesaran dari inti
nekrotik. Proses ini lebih mungkin terjadi pada cabang arteri poin, yang
merupakan daerah yang rendah tegangan stress. Pada titik ini, sebuah plak
mungkin ada, yang ditandai dengan inti lipid nekrotik besar yang mendasari tipis
berserat. Hal ini juga disebut sebagai fibroatheroma tipis yang mudah pecah di

vi
bahu nya. Fibroathroma terdiri atas makrofag, limfosit, kolagen tipe I, dan relatif
sedikit sel otot polos.(1)
2. Ruptur plak

Ruptur plak bertanggung jawab untuk sebagian besar penyebab kematian


mendadak pada ACS.Gambaran mikroskopis, plak yang pecah memiliki
penurunan sel otot polos dan peningkatan makrofag dan sel inflamasi.
Makroskopik, plak rentan biasanya ditandai dengan perluasan media elastis
eksternalyang mempertahankan wilayah luminal. Hal ini berbeda dengan pasien
dengan penyakit arteri koroner yang stabil yang biasanya menampilkan renovasi
negatif atau penyempitan lumen.Sebuah rupturtotal menyebabkan oklusi koroner
disebut infark miokard ST-elevasi, sedangkan oklusi parsial adalah non-
STelevation sindrom koroner akut. Ruptur plak adalah lebih sering terjadi pada
orang yang lebih tua.Baru-baru ini, telah ditemukan bahwa plak rentan sering
pecah tanpa gejala penyembuhan.Penyembuhan ditandai denganpenebalan
progresif tutup fibrosa. Meskipun dimungkinkan bahwa setiap pecah dapat
subklinis, dari waktu ke waktu proses ini dapat menyebabkan penyempitan lumen
dan menyebabkan angina stabil. Temuan penting adalah bahwa angina tidak
stabil berasal dari lesi nonflowyang terbatas (kurang dari 70% stenosis).
Implikasinya adalah bahwa revaskularisasi dari koroner berat stenosis biasanya
dilakukan dengan maksud meringankan gejala, daripada pengurangan infark
miokard atau kematian.Penyebab paling umum berikutnya kejadian koroner tidak
stabil adalah erosi plak, yang ditandai dengan peningkatan sel otot polos dan
makrofag yang menurun.Erosi plak sering terlihat pada individu yang lebih
muda.(1)(6)
3. Cascade Koagulasi/ Pembekuan darah

Hal ini terjadi pada permukaan platelet. Proses ini dimulai dari beberapa
titik, yaitu saat pengikatan reseptor platelet glikoprotein VI yang berperan
penting pada saat plak terpecah di lapisan kolagen subendothelial. Hal ini
menyebabkan adhesi platelet ke subendothelium diikuti oleh aktivasi
platelet.Fibrinogen memediasi agregasi trombosit diaktifkan melalui cross-linking
dari glikoprotein IIb / Reseptor IIIa.Ini disebut jalur dari agregasi platelet.Inhibitor

vii
glikoprotein IIb / IIIa bertindak dengan mencegah pengikatan fibrinogen ke
reseptor ini. Aspirin blok siklooksigenase, yang mencegah konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin G dan tromboksan. Kedua agen menyebabkan
agregasi platelet ampuh dan vasokonstriksi. Thienopyridines (misalnya,
clopidogrel) mencegah aktivasi platelet dan agregasi dengan memblokir reseptor
adenosin difosfat platelet.Agregasi trombosityang bergabung dengan fibrin akan
membentuk thrombus yang memperparah penutupan lumen pembuluh darah.(1)

2.3 Menifestasi klinis

Riwayat perjalanan nyeri dada sangat penting untuk membedakan


ACS dengan sejumlah penyakit lainnya. Gejalanya berupa gejala khas
angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 10 menit atau lebih
yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa
diperas dan terpelintir. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau
obat nitrat serta dapat dicetus oleh serangkaian faktor seperti latihan fisik,
stress, emosi, udara dingin, dan sesudah makan.Nyeri juga bisa terjadi pada
daerah-daerah yang independen dari nyeri dada.pasien dengan NSTE-ACS juga
bisa timbul dengan diaphoresis, dyspnea, mual, sakit perut, atau sinkop. Dyspnea
saat aktivitas adalah yang paling umum saat angina equivalent tanpa gejala nyeri.
Faktor-faktor resiko lain yang harus menjadi pertimbangan adalah probabilitas
usia yang lebih tua, jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga positif CAD, dan
adanya penyakit arteri perifer, diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, MI
sebelumnya, dan revaskularisasi koroner sebelumnya. Meskipun pasien yang
lebih tua (≥75 tahun) dan perempuan biasanya hadir dengan gejala khas ACS,
namun frekuensi presentasi atipikal meningkat pada kelompok-kelompok ini serta
pada pasien dengan diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal, dan
demensia.Gejala atipikal, termasuk nyeri epigastrium, gangguan pencernaan, nyeri
pleuritik, dan meningkatkan dyspnea dengan tidak adanya nyeri dada harus
meningkatkan kepedulian terhadap ACS. Gejalalain termasuk masalah kejiwaan
(misalnya, gangguan somatoform, serangan panik, gangguan kecemasan). (1)(2)(7)

viii
2.4 Diagnosis

Diagnosis infark miokard akut didasarkan atas sejumlah hal,dimulai


dari anamnesa gejala klinis yang khas, pemeriksaan Elektrokardiografi
(EKG), serta pemeriksaan biomarker jantung. Sebagian besar pasien ACS
datang dengan keluhan nyeri dada, rasa berat, atau rasa seperti ditekan, rasa
seperti dicengkram di belakang sternum bias menjalar ke rahang, bahu,
punggung atau lengan, nyeri dada tipikal yang berlangsung selama ± 20 Nyeri
tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Maka, nyeri dada
tersebut dicurigai sebagai suatu nyeri dada pada ACS. Selanjutnya segera
lakukan pemeriksaan EKG, jika dijumpai adanya ST elevasi atau adanya suatu
LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, maka diagnosanya adalah STEMI,
namun jika tidak dijumpai adanya ST elevasi namun dijumpai adanya ST
depresi, T inverted atau gambaran EKG yang normal, maka selanjutnya
dilakukan pemeriksaan biomarker jantung, yaitu Troponin I atau Troponin T.
Jika terdapatnya peningkatan nilai biomarker tersebut maka diagnosanya adalah
NSTEMI, namun jika nilai biomarker normal, maka diagnosanya menjadi
Unstable Angina (UAP).Pada pemeriksaan laboratorium, perbedaan antara
angina pectoris tidak stabil dengan infark miokard tanpa elevasi ST
(NSTEMI) adalah pada beratnya iskemik. Pada NSTEMI, iskemia yang
terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan kerusakan miokard ditandai
dengan peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB, troponin). Pada pasien
yang datang dalam 4 jam setelah awitan gejala, diagnosis APTS dan STEMI sulit
dibedakan karena peningkatan troponin T dan CK-MB baru terdeteksi 4-6 jam
setelah gejala.(4)(6)

ix
Gambar1. EKG, Seorang pria berusia 54 tahun dengan dua jam nyeri dada,
tampak ST elevasi Lead V6 dan ST depresi di I, aVL, dan V1-V4.(4)

2.5 Penatalaksanaan

Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik


pra maupun saat di rumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi,
dimana STEMI lebih ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik
dengan medikamentosa (trombolisis) atau intervensi percutaneus coronary
intervention(PCI). Berdasarkan rekomendasi AHA/ACC tahun 2013, sangat
ditekankan waktu efektif reperfusi terapi.(6)
Tatalaksana ACS dibagi atas:
1. Prehospital
 Monitoring dan amankan ABC, persiapkan RJP dan defibrilasi
 Berikan Aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin dan morfin
jika diperlukan
 Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi
 Lakukan pemberitahuan ke Rumah sakit untuk persiapan penerimaan
pasien dengan STEMI
2. Hospital
 Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
 Pasang intravena
 Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah
 Lengkapi check list fibrinolitik, cek kontraindikasi
 Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan pembekuan darah
 Pemeriksaan sinar X (<30 menit setelah pasien sampai IGD)
 Berikan Aspirin 160-325 mg dikunyah
 Nitrogliserin sublingual
 Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang

3. Terapi Reperfusi

x
Terapi reperfusi merupakan hal yang sangat penting dalam
penanganan STEMI tahap awal karena fase inilah yang menentukan progresivitas
perburukan area infark. Bagi pasien dengan manifestasi klinis STEMI <12
jam dengan ST elevasi persisten atau adanya LBBB (Left Bundle Branch
Block) baru, maka Percutaneous Coronary Intervention (PCI) primer atau
terapi reperfusi secara farmakologi harus dilakukan sesegera mungkin.
Penanganan reperfusi STEMI dalam 24 jam pertama sebelum pasien tiba di
rumah sakit. Terapi PCI primer diindikasikan dilakukan dalam dua jam
pertama terhitung jarak pertama sekali pasien mendapatkan terapi (first
medical contact). Dalam dua jam pertama tersebut terapi reperfusi dengan PCI
primer lebih diutamakan dibandingkan dengan terapi dengan menggunakan
fibrinolisis. Sebelum dilakukan PCI primer maka dianjurkan pemberian dual
antiplatelet therapy (DAPT) meliputi aspirin dan adenosine diphosphate
(ADP).(6)
4. Terapi Non-reperfusi

Terapi non reperfusi ini dilakukan jika onset serangan sudah melibihi
12 jam. Obat-obat yang digunakan meliputi antitrombotik, meliputi aspirin,
clopidogrel, serta agen antithrombin seperti UFH, enoxaparin, atau fondaparinux
harus diberikan sesegera mungkin. (5)
5. Terapi STEMI untuk Jangka waktu yang lama terdiri dari :
 Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko, meliputi berhenti merokok,
kontrol diet dan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, kontrol
tekanan darah, intervensi faktor psikososial.
 Terapi Antiplatelet, meliputi pemberian aspirin dan clopidogrel
 Pemberian Beta-Blocker.
 Pemberian agen untuk merendahkan kadar lemak tubuh serta nitrat sebagai
anti angina.

xi
2.6 Komplikasi
1. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan pada saat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih
dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum
adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat
pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan
arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun
sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan
pemenuhan diastolik ventrikel dan atau penurunan isi sekuncup dengan
dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti
paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan diastolik.Klasifikasi
berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akutberdasarkan
suara ronkhi dan S3 gallop:(6)
 Derajat I : tidak ada rhonki dan S3 gallop
 Derajat II : Gagal jantung dengan ronkhi di basal paru (setengah lapangan
paru bawah), S3 galopdan peningkatan tekananvena pulmonalis.
 Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan paru.
 Derajat IV :Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan paru
disertai dengan syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik ≤
90mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

2. Stroke iskemik

Pasien STEMI bisa mengalama stroke iskemi sebagain efek kompolikasi


iskemik akut dan AF Peresisten..Pasien STEMI yang mengalami stroke dengan
AF persisten harus mendapat terapi warfarin seumur hidup (INR 2-3) (level of
evidence A).Pasien STEMI dengan atau tanpa stroke iskemik akut yang memiliki
sumber AF d jantung, trombus mural/ akinetik segmen harus mendapat
terapi warfarin intensitas sedang.Durasinya tergantung kondisi klinis (minimal
3bulan untuk pasien dengan thrombus mural/akinetik segmen dan tidak terbatas
pada pasien AF persisten).Pasien harus mendapat LMWH/UFH
sampaiantikoagulasi dengan warfarin adekuat (level of evidence B).Cukup
beralasan untuk menilai risiko stroke iskemik pasien STEMI (level of

xii
evidence A).Cukup beralasan untuk pasien STEMI dengan risiko stroke
iskemik akut nonfatalmenerima terapi suportif untuk menuunkan komplikasi dan
meningkatkan outcome fungsional (level of evidence C).Angioplasty karotis 4-6
minggu setelah stroke iskemik dapat dipertimbangkan pada pasien STEMI yang
mengalami stroke iskemik akut karena stenosis pada a.carotis inferior min 50%
dengan risiko tinggi morbiditas/mortalitas setelah STEMI. (6)
3. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan.Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.(6)
4. Infark ventrikel kanan

Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.(6)
5. Aritmia paska STEMI

Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf


autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard. Aritmia yang biasanya timbul dapat berupa Fibrilasi atrium, Aritmia
supraventricular, Asistol ventrikel, bradiaritmia dan Blok. (6)
6. Komplikasi Mekanik

Komplikasi mekanik adanya infark pada jantung adalah ruptur muskulus


papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel. (6)

2.7. Prognosis
Prognosis dapat diperkirakan dengan menggunakan klasifikasi Killip
dan TIMI score (Thrombolysis in Myocardial Infarction). Klasifikasi Killip
adalah alat klinis sederhana untuk penentuan keadaan klinis pasien dengan ST-
elevasi miokard infark (STEMI).Menurut Killip dan Kimball kriteria pasien
dikelompokkan ke dalam 4 kelas selama pemeriksaan fisik.Pasien di Killip I
menunjukkan tidak ada bukti gagal jantung (HF).Pasien di Killip II memiliki

xiii
temuan klinis konsisten ringan sampai sedang HF, Kelas III menunjukkan edema
paru yang jelas dan pasien kelas IV berada di kardiogenik syok.Risiko pasca-MI
stratifikasi yang telah diturunkan dari beberapa uji klinis penting untuk mengatur
pengobatan dan prognosis yang tepat.Pasien dengan kelas Killip tinggi memiliki
gambaran angiografi yang lebih berat penyakit arteri koroner serta insiden yang
lebih tinggi adanya disfungsi ventrikel, dan infark miokard yang luas.(8)
TIMI risk score berfungsi risiko untuk mengidentifikasiSTEMI signifikan
gradien dari risiko kematian dengan menggunakan variabel yang menangkap
sebagian besar informasi prognostik yang tersedia di multivariabel model.
Kapasitas prediksi risiko ini skor stabil selama beberapa titik waktu, pada pria
dan wanita, dan pada perokok dan bukan perokok. Selain itu,TIMI skor
risiko dilakukan baik dalam data eksternal yang besar ditetapkan pasien
dengan STEMI.(5)

Gambar 2.TIMI Risk Score

xiv
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : IRT
Alamat : Cisompet
Tanggal Masuk : 26 September 2019

3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Sesak nafas yang bertambah berat sejak 30 meniti
SMRS

b. Keluhan Tambahan : Nyeri Dada

c. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Pameungpeuk di antar oleh keluarganya
dengan keluhan nyeri dada sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan secara tiba-tiba sejak pukul 02.00 WIB. Nyeri dirasakan pada dada kiri
dan menjalar hingga punggung belakang, bahu dan lengan kiri. Nyeri seperti
ditusuk-tusuk tidak berkurang dengan istirahat dan dirasakan terus menerus
selama >20 menit. Pasien juga mengeluh adanya pusing dan berkeringat dingin
bersamaan dengan nyeri dada.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien
mengaku menderita Diabetes Mellitus dan hipertensi sejak 3 tahun sebelum
masuk rumah sakit dan mengkonsumsi obat secara rutin.

xv
e. Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal

f. Riwayat Kebiasaan Sosial


Pasienmerokok 2 bungkus per-hari sejak 40 tahun yang lalu dan berhenti
merokok sejak masuk rumah sakit.

g. RiwayatPenggunaanObat
Pasien mengaku rutin mengkonsumsi obat anti diabetes sejak 3 tahun yang
lalu namun pasien tidak mengetahui nama obatnya. Pasien juga mengaku rutin
mengkonsumsi obat anti hipertensi (amlodipine 5 mg) sejak 3 tahun yang lalu.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/80mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : 36,80C (aksila)
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : cepat kembali
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna hitam.
Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

xvi
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-), gigi tanggal (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : (-), R -2 cmH2O
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depandanbelakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeritekan (-/-)
- Suara fremitus taktilkanan = suara fremitus taktilkiri
3. Perkusi
- Sonor (+/+)
- Redup (-/-)
4. Auskultasi
Vesikuler(+/+), ronkhi(-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V Linea Midclavicularis Sinistra

xvii
Perkusi : Batas jantungatas : di ICS III Parasternal sinistra
Batas jantungkanan : di Linea ParasternalisDekstra
Batas jantungkiri : di ICS V linea Midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ I > BJ II di katup mitral, regular, bising (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), Nyeritekan (-)Undulasi (-)
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-)undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltikusus (+) kesan normal

Genetalia : tidakdilakukanpemeriksaan
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri
Edema - - - -
Pucat - - - -
Sianosis - - - -

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


3.4.1 Laboratorium (3 April 2015)
JenisPemeriksaan Hasil Nilairujukan
Hemoglobin 15,7 14 -17 gr/dl
Leukosit 12,2 4.1-10.5 x 103/ul
Trombosit 213 150-400 x 103/ul
Hematokrit 45 37.0-47.0 %
Eritrosit 5,1 4,5-6,0 x 103/ul
Creatinindarah 0,90 0.51-0.95 mg/dl
Ureumdarah 35 13-43 mg/dl
Basofil 1 0-6%
Eosinofil 3 0-2%
N. segmen 73 50-70%
Limfosit 18 20-40%

xviii
Monosit 6 2-8%

CK-MB 197 <25 U/L

Troponin I 8,83 <1,5 ng/ml

Natrium 139 135-145 mmol/L

Kalium 4,1 3,5-4,5 mmol/L

Clorida 102 90-110 mmol/L

Waktu Perdarahan 2 1-7 menit

Waktu Pembekuan 7 5-15 menit

3.4.2 Elektrokardiografi
Elektrokardiografi 6 April 2015

xix
Bacaan EKG tanggal 6 April 2015
1. Irama : Sinus

2. Rate : 88 x/menit

3. Regularitas : regular

4. Interval PR : 0,20 s

5. Axis : Normo Axis

6. Morfologi

- Gel P : 0.08 s, 0,1 mV

- Kompleks QRS : QRS durasi 0.08 s

- ST elevasi : Lead II, Lead III, aVF,V7,V8,V9


- ST depresi : V2, V3, V4, V5, V6
- T inverted :-

- Q patologis :-

- Hipertrofi : LVH (-)


- Kesan : Sinus ritme, HR: 88 x/menit,normoaxis,
infarkposterior, infark posterior
3.4.3 Foto Thorax

Foto thorax PA tanggal 3 April 2015

xx
HasilbacaanFoto Thorax PA

 Tidaktampakadanyafraktur
 Paru : tampak perselubungan di parahiler kanan, sinus phrenicocostalis
kanan dan kiri tajam
 Cor : Besar dan bentuk normal
 Kesimpulan: Pneumonia

3.4.4 Ekokardiografi

Hasil pemeriksaan ekokardiografi tanggal 10 April 2015:


 ventrikel kiri dilatasi
 fungsi sistolik ventrikel kiri menurun, dan
 mitral regurgitasi.

3.5 RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Zainoel Abidin dengankeluhannyeri dada


sejak 4 jam sebelummasukrumahsakit. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba sejak

xxi
pukul 02.00 WIB. Nyeridirasakan pada dada kiri dan menjalar
hinggapunggungbelakang, bahu dan lengan kiri. Nyerisepertiditusuk-
tusuktidakberkurangdenganistirahatdan dirasakan terus menerus selama >20
menit. Pasienjugamengeluhadanyasusahbernafas,
mualdanberkeringatdinginbersamaandengannyeri dada. Riwayat Diabetes Mellitus
sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit dan mengkonsumsi obat anti diabetes
secara rutin namun pasien tidak tahu nama obatnya. Riwayat hipertensi tidak
diketahui pasien. Pasien merokok 2 bungkus/hari sejak 40 tahun yang lalu dan
berhenti sejak masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan vital sign di dapatkan tekanan darah pasien 130/80
mmHg dan pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan EKG pada
tanggal April 2015 didapatkan kesimpulan. Sedangkan dari pemeriksaan foto
thoraks pada tanggal 3 April 2015 didapatkan kesimpulan pneumonia.
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis adalah CKMB dan
Troponin I yang meningkat. Pada pemeriksaan ekokardiografi tanggal 10 April
2015 didapatkan ventrikel kiri dilatasi, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun, dan
mitral regurgitasi.

3.6 DIAGNOSIS SEMENTARA

Infark miokard inferior, infark miokard posterior, infark miokard ventrikel kanan
Killip1 TIMI Risk Score 3/7 dan hipertensi stage I

3.7 PENATALAKSANAAN
Terapi Awal
 O2 2-4liter/i
 IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i
 Inj SC Arixtra 2,5cc/ 12 jam
 Drip NTG mulai 5 meq
 Clopidogrel tab 75 mg 1x4 tablet
 Aspilet 80mg 1x4 tablet
 Simvastatin 40mg 1x1 tablet

xxii
 ISDN 5 mg sublingual

Terapi 8 April 2015


 O2 2-4liter/i
 IVFD Nacl 0,9% 10gtt/i
 Inj.Ranitidin 1 amp/24 jam
 Inj. Novorapid 6-6-6 SC (ac)
 Clopidogrel tab 75 mg 1x1 tablet
 Aspilet 80mg 1x1 tablet
 Simvastatin 40mg 1x1 tablet
 ISDN 5 mg 3x1 tablet

3.8 PLANNING DIAGNOSTIK


Darahrutin, Ureum/creatinine, Lipid Profil, KGDS,SGOT/SGPT, Bilirubin Total/
direct, EKG serialdan PCI

3.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad malam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

Tn.H CM: 1-04-66-45


Follow Up
Laki-laki/ 59tahun

Tanggal S/ Sesak nafas, nyeri dada, susah Th/


8/3/2015 tidur O2 2-4liter/i

O/ IVFD Nacl 0,9% 10gtt/i

TD: 130/80mmhg Inj. Ranitidin 1 amp/24 jam

N: 84x/i Inj. Novorapid 6-6-6 SC (ac)

xxiii
RR:22x/i Clopidogrel tab 75 mg 1x1
T: 36,8oC tablet
Pf/ Aspilet 80mg 1x1 tablet
mata: konj.anemis(-/-) sclera Simvastatin 40mg 1x1 tablet
ikterik (-/-) ISDN 5 mg 3x1 tablet
T/H/M: dalam batas normal P/
Leher : TVJ R-2cmH2O EKG Serial
Thorax: Cor Angiografi
I: simetris,
P: SF kanan=SF kiri,
P: sonor/sonor,
A: Vs(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-)
Cor: BJ1>BJ2 di katup mitral.
reguler, bising (-)

Abd:
I: simetris, distensi(-),
P: soepel,
P: Timpani,
A: peristaltik (+) kesan normal
Eks: Edema(-/-) pucat (-/-)
A/
1. Acute STEMI inferior,
posterior dan right ventrikel
Killip 1 TIMI risk score 3/14

2. Hipertensi stage I

xxiv
BAB IV
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
penunjang.Diagnosis infark miokard akut didasarkan atas sejumlah hal, dimulai
dari anamnesa, gejala klinis yang khas, pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG),
serta pemeriksaan biomarker jantung. Pada pasien didapatkan keluhan nyeri dada
sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba sejak
pukul 02.00 WIB. Nyeri dirasakan pada dada kiri dan menjalar hingga punggung
belakang, bahu dan lengan kiri. Nyeri seperti ditusuk-tusuk tidak berkurang
dengan istirahat dan dirasakan terus menerus selama >20 menit. Pasien juga
mengeluh adanya pusing dan berkeringat dingin bersamaan dengan nyeri dada.
Berdasarkan teori bahwa sangat penting membedakan nyeri pada ACS
dibandingkan dengan penyakit lain. Nyeri klasik pada ACS adalah berupa gejala
khas angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 10 menit atau
lebih yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, rasa diperas dan terpelintir. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
atau obat nitrat. Pada pasien dengan NSTE-ACS juga bisa timbul dengan
diaphoresis, dyspnea, mual, sakit perut, ataupun sinkop. Dyspnea saat aktivitas
adalah yang paling umum saa tangina equivalent tanpa gejala nyeri. Pada pasien
juga terdapat factor resiko dari coronary artery disease berupa kebiasaan
merokok, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.(2)
Pemeriksaan EKG didapatkan Sinus ritme, HR: 88 x/menit, normoaxis,
infark posterior, infark posterior, infark ventrikel kanan. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan enzyme CKMB dan Troponin I. Seluruh
criteria klinis adanya Infark miokard akut telah terpenuhi. Sebagai panduan
dalam penatalaksanaan dan prognosis pasien dengan STEMI maka klasifikasi
Killip dan TIMI risk score diperlukan untuk mengidentifikasi resiko kematian.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-tanda udem paru. Adanya

xxv
nyeri dada angina dan bukti infark miokard dengan ditemukannya ST Elevasi
ditambah dengan adanya faktor risiko PJK pada pasien dan peningkatan Troponin
I dan CKMB menandakan pasien Killip 1 dan TIMI risk score padapasiena dalah
3 dengan diagnosa pasien adalah Akut STEMI inferior, posterior Killip 1 TIMI
Risk Score 3/14. (7)
Pasien yang datang dengan onset < 12 jam baik ditatalaksana dengan
terapi reperfusi. Di IGD sebagai penanganan awal pasien mendapatkan terapi: Inj
SC Arixtra 2,5cc/ 12 jam, Drip NTG mulai 5 meq, Clopidogrel tab 75 mg 1x4
tablet, Aspilet 80mg 1x4 tablet, Simvastatin 40mg 1x1 tablet dan ISDN 5 mg
sublingual. Sesuai dengan teori, penatalaksanaan yang dapat diberikan padapasien
adalah terapi loading dose Aspirin 320 mg dan clopidogrel 300 mg dikunyah,
serta ISDN sublingual. Obat-obat yang dapat digunakan pada pasien dengan
keadaan seperti pasien meliputi aspirin, clopidogrel, serta agen anti koagulan
seperti UFH, enoxaparin, atau fondaparinux harus diberikan sesegera mungkin.
Tatalaksana untuk jangka waktu yang lama diperlukan modifikasi gaya hidup dan
factor risiko diperlukan. Pasien harus berhenti merokok, kontrol diet dan berat
badan, meningkatkan aktivitas fisik, control tekanan darah, intervensi faktor
psikososial. Terapi medikamentosa lain yang dapat diberikan adalah beta-blocker,
ACE inhibitor ataupun ARB serta agen untuk merendahkan kadar lemak tubuh
dan nitrat atau morfin sebagai anti angina. Pada tahap lanjut juga dipertimbangkan
tindakan intervensi PCI dikarenakan pasien masih mengalami angina
dangambaran ST elevasi yang masih berlangsungdiatas 24 jam setelah onset.(5)(7)

xxvi
1. A. Bavry A, L.Bhat D. Acute Coronary Syndromes in Clinical Practice
London: Springer; 2009.

DAFTAR PUSTAKA

xxvii
2. A. Amsterdam E, K.Wegner N, G. Brindis W, E.Casey D, R.Holmes D. 2014
AHA/ACC Guidelines for Management of Patient with Non ST-Elevation
Acute Coronary Syndrome; A Report of the American College of Cardiology/
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation
Journal of The American Heart Association. 2014 September.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Ksehatan Kementerian Kesehatan RI.


RISET KESEHATAN DASAR 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI,
LITBANGKES RI; 2013.

4. Birnbaum BJD. The electrocardiogram in ST elevation acute myocardial


infarction: correlation with coronary anatomy and prognosis. British Medical
Journal. 2003.

5. Cohen M, Catalin B, Mateen A. Therapy for ST-Segment Elevation Myocardial


Infarction Patients Who Present Late or Are Ineligible for Reperfusion Therapy.
Journal of the American College of Cardiology. 2010; MV.

6. Elliott MA, A.Morrow D. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction :


Management. In Braunwald's Heart Disease: a Texbook of Cardiovascular
Medicine. Philadelphia: Elsevier; 2012.

7. Tamis-Holland JET, Cynthia M. Tracy YJW, Zhao DX, Patrick TO, Frederick
GK, Ascheim DD, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of
ST-Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary: A Report of the
American College of Cardiology. Circulation Journal of The American Heart
Association. 2013.

8. Ayman EM, Mohammad Z, Wael A, Rajvir S. Killip classification in patients


with acute coronary syndrome: insight from a multicenter registry. American
Journal of Emergency Medicine. 2010 October; 30.

xxviii
xxix

Anda mungkin juga menyukai