Anda di halaman 1dari 9

DIARE KRONIS

Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair.
Kandungan air dalam tinja lebih banyak dari biasanya yaitu > 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Definisi lain dari diare adalah frekuensi buang air besar encer > 3x per hari dengan/tanpa lendir
dan darah. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu.
Klasifikasi
Menurut etiopatologinya diare dapat dibagi menjadi 7 yaitu diare osmotik; diare
sekretorik; malabsorbsi asam empedu dan lemak; defek pertukaran anion/transport elektrolit
aktif di enterosit; motilitas dan waktu transit usus abnormal; gangguan permebilitas usus;
eksudsi cairan, elektrolit dan mukus berlebihan.
Diare osmotik terjadi karena peningkatan osmotik isi lumen usus. Contoh penyebabnya
adalah malabsorbsi karbohidrat. Diare sekretorik terjadi karena adanya peningkatan sekresi
cairan usus. Contoh penyebabnya adalah infeksi, neoplasma, hormon dan neurotransmitter
(secretine, serotonin, kolinergik, dan lain-lain).
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak terjadi karena gangguan pembentukan
micelle empedu yang disebabkan oleh sirosis hati, obstruksi saluran empedu, dan lain-lain.
Defek pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit terjadi karena penghentian
mekanisme transport ion aktif (NaKATPase) di enterosit yang disebabkan oleh infksi usu dan
kongenital.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal terjadi karena motilitas yang lebih cepat, tak
teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorbsi yang disebabkan diabetes milletus dengan
polineuropati otonom dan sindrom kolon iritable (IBS). Gangguan permeabilitas usus terjadi
karena kelainan morfologi pada membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus
halus & usus besar terhadap air dan elektrolit terganggu. Hal ini disebabkan karena penyakit
usus inflamatorik dan infeksi usus. Eksudasi cairan, elektrolit dan mukus berlebihan terjadi
karena peradangan dan kerusakan mukosa usus. Hal ini disebabkan karena inflammatory bowel
disease (kolitis ulseratif, penyakit Crohn), kanker usus, dan kolitis pseudomembran.
A. Inflammatory bowel disease
a. Definisi
IBD adalah penyakit inflamasi kronik yang melibatkan saluran cerna, bersifat
remis dan relaps. IBD terdiri dari 3 jenis yaitu kolitis ulseratif, penyakit Crohn, dan
kolitis indeterminate.
b. Etiopatogenesis
Proses ini diawali dengan adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet
intralumen kolon yang terjadi pada individu dan berhubungan dengan faktor
genetik, defek imun, lingkungan sehingga terjadi proses inflamasi pada dinding
usus.

c. Gambaran klinik
Manifestasi berupa diare kronis disertai atau tanpa darah. Adapun beberapa
manifestasi ekstra intestinal seperti artritis, uveitis, pioderma gangrenosum, eritema
nodusum, dan kolangitis. Pola perjalanan klinis IBD bersifat kronik-eksaserbasi-remisi atau secara
umum ditandai oleh fase aktif dan fase remisi. Pada kolitis ulseratif inflamasi terbatas pad mukosa kolon saja
dan kadang disertai rektum (proktitis). KU dapat melibatkan rektum dan sigmoid (proktosigmoiditis), rektum
sampai fleksura lienalis (left side colitis), dan seluruh bagian kolon (pancolitis).
Pada penyakit Chron, inflamasi bersifat transmural dan melibatkan semua lapisan dinding usus seperti ilio
cecal (35%), usus halus (28 %), kolon (32%), gastroduodenal (1-4%), dan perianal (18%) Berikut gambaran
klinis dari kolitis ulseratif dan penyakit Chron.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah digunakan untuk parameter penanda inflamasi secara umum seperti laju endap
darah (LED) atau C-reactive protein (CRP). Pemeriksaan serologi dapat membantu menegakkan diagnosis
IBD dan dapat membedakan antara KU dan PC yakni dengan pemeriksaan pANCA (perinuclear antineutrophil

cytoplasmic antibody) untuk pasien KU dan anti-saccharomyces cerevisiae antibody (ASCA) untuk pasien PC.

Pemeriksaan penunjang yang memiliki akurasi tertinggi untuk IBD adalah


kolonoskopi (89%).

e. Tatalaksana
Secara umum, prinsip terapi IBD adalah mengobati peradangan aktif IBD dengan cepat hingga tercapai
remisi; mencegah peradangan berulang dengan mempertahankan remisi selama mungkin; dan mengobati serta
mencegah komplikasi. Obat yang digunakan adalah antibiotik (metronidazole dosis terbagi 1500 – 3000 mg
per hari), kortikosteroid (prednison, metilprednisolon ataupun steroid enema dengan dosis umumnya adalah
setara 40 – 60 mg prednison). Remisi biasanya tercapai dalam waktu 8 – 12 minggu yang kemudian diikuti
dengan penurunan dosis (tapering down) sekitar 10 mg per minggu hingga tercapai dosis 40 mg atau 5 mg per
minggu hingga tercapai 20 mg. Kemudian dosis ditapering off 2.5 mg per minggu.
Obat lain adalah 5-asam aminosalisilat (5-ASA). Penggunaan 5-ASA ini minimal 3 gram per hari.
Umumnya remisi tercapai dalam 16 – 24 minggu kemudian diikuti dengan dosis pemeliharaan. Dosis
pemeliharaan 1,5 – 3 gram per hari. Untuk kasus-kasus usus bagian kiri atau distal, dapat diberikan mesalazin
supositoria atau enema, sedangkan untuk kasus berat, biasanya tidak cukup hanya dengan menggunakan
preparat 5-ASA. Untuk terapi pengontrol menggunakan imunosupresan seperti azatioprin dan 6-
merkaptopurin, siklosporin, dan metotreksat merupakan beberapa jenis obat kelompok imunomodulator. Dosis
inisial azatrioprin 50 mg diberikan hingga tercapai efek lalu dinaikkan bertahap 2.5 mg per kgBB. Umumnya,
efek terapeutik baru tercapai dalam 2 – 3 bulan. Efek samping yang sering dilaporkan adalah nausea, dispepsia,
leukopeni, limfoma, hepatitis hingga pankreatitis.
B. Irritable Bowel Syndrome
a. Definisi
IBS adalah kelainan fungsional usus kronis berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman abdomen yang
berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan. Rasa kembung,
distensi, dan gangguan defekasi merupakan ciri-ciri umum IBS. Untuk membedakan IBS dari gejala gastrointestinal
lain, digunakan kriteria Roma III.

Menurut kriteria Roma III dan karakteristik feses, IBS dibagi menjadi 3 subkelas3:
1. IBS dengan diare (IBS-D)
- Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu
- Lebih umum ditemui pada laki-laki
- Ditemukan pada satu pertiga kasus
2. IBS dengan konstipasi (IBS-C)
- Feses padat/bergumpal ≥25% dan feses lembek/cair <25% waktu
- Lebih umum ditemui pada wanita
- Ditemukan pada satu pertiga kasus
3. IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola siklik (IBS M)
- Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu
- Ditemukan pada satu pertiga kasus
Catatan: 25% waktu adalah 3 minggu dalam 3 bulan

b. Etiopatogenesis
IBS dapat disebabkan oleh berbagai faktor meliputi diet, mutasi gen, faktor psikososial (stres kronis),
infeksi enterik, dan sistem kekebalan tubuh. Respons stres akan mengaktivasi aksis hipotalamuspituitari-
adrenal (HPA) dan sistem autonom. Ansietas kronis akan meningkatkan aktivitas amygdala untuk menstimulasi
aksis HPA yang menginduksi hiperalgesia visceral. Hi
persensitivitas viseral merupakan salah satu faktor utama yang mencetuskan gejala pada IBS dan berperan
pada patof siologi IBS. Pada IBS terdapat ketidakseimbangan fungsi 5HT(hidroksi-triptamin) karena gangguan
sekresi dan ambilan kembali oleh SERT (serotonin reuptake transporter) pada gangguan gastrointestinal
fungsional.. Serotonin disintesis dan disekresi oleh sel enterokromaf sistem gastrointestinal dan berperan pada
regulasi motilitas, sensasi, dan sekresi gastrointestinal.
Gejala IBS muncul dalam 6 sampai 12 bulan setelah infeksi sistem gastrointestinal. Peningkatan pelepasan
mediator seperti nitric oxide, interleukin, histamin, dan protease menstimulasi sistem saraf enterik; mediator
yang dikeluarkan menyebabkan gangguan motilitas, sekresi serta hiperalgesia sistem gastrointestinal.

c. Gambaran klinis
Gejala utama yaitu nyeri atau sensasi tidak nyaman, yang berasal dari gangguan fungsi saluran cerna dan
perubahan pola defekasi. Nyeri berkurang setelah defekasi atau berkaitan dengan perubahan konsistensi feses.
Nyeri tanpa kondisi tersebut harus dipertimbangkan sebagai kondisi neoplasma, infeksi saluran pencernaan,
penyakit urogenital. Selain itu ada gejala diare dan konstipasi. Diare pada IBS umumnya terutama pagi hari
dan setelah makan. Volume diare yang masif, berdarah, dan nokturnal merupakan gejala yang tidak terkait
IBS, dan lebih mengarah pada gangguan organik. Konstipasi pada IBS ditandai dengan feses berbentuk seperti
pil, dan pasien akan sulit defekasi.
Adapun faktor psikologis yang berpengaruh seperti anxietas. Menstruasi atau obat seperti antibotik, anti
inflamasi non-steroid, atau statin dapat memicu eksaserbasi. Episode eksaserbasi juga dipicu oleh stres.
Merokok dan alkohol tidak mempengaruhi IBS.
Tanda bahaya berupa perdarahan rektal, anemia, penurunan berat badan, gejala nokturnal, riwayat keluarga
dengan keganasan kolorektal, abnormalitas pemeriksaan fisik, penggunaan antibiotik, onset usia >50 tahun,
nyeri abdomen bawah dengan demam, massa abdomen, asites, membutuhkan evaluasi lebih lanjut sebelum
didiagnosis IBS karena kemungkinan penyakit inflamasi dan neoplastik.
d. Penatalaksanaan
1. IBS dominan nyeri
Manajemen IBS dengan gejala predominan nyeri menggunakan
antispasmodik Agen antikolinergik terbukti dapat mengurangi kram abdominal
yang terkait spasme intestinal. Contohnya yaitu Muscle relaxant (mebeverin
dan pinaverium) dan Calcium Channel Blocker (kolpermin dan minyak
peppermint) Obat tambahan berupa antidepresan trisiklik (tricyclic
antidepressant, TCA) dan penghambat ambilan serotonin selektif (selective
serotonin reuptake inhibitor, SSRI) dapat digunakan sebagai terapi IBS karena
efek hiperalgesianya.
2. IBS dominan kembung
Kembung sering terjadi pada IBS tipe konstipasi. Mekanisme kembung

meliputi masalah psikososial, kelemahan otot abdominal, relaksasi paradoksal otot abdomen, dan
perubahan sensitivitas viseral.
e. IBS dominan konstipasi
Diet tinggi serat direkomendasikan bagi pasien IBS-C. Konsumsi serat 12 gram/ hari efektif mengurangi
keluhan. Namun, konsumsi serat juga dapat meningkatkan kejadian kembung. Laksatif osmotik sering
digunakan untuk konstipasi, penggunaan jangka panjang terbukti aman dan efektif. Magnesium, fosfat, dan
emolien mengandung polietilen glikol juga efisien.
f. IBS dominan diare
Antidiare efektif mengatasi diare. Konsumsi agen antidiare dosis rendah (misalnya loperamide setiap pagi)
dapat mengurangi keluhan. Alosetron (antagonis reseptor 5-HT3) 2 kali 1 mg selama 12 minggu mengurangi
frekuensi dan urgensi defekasi, selain itu juga mengurangi nyeri abdomen, yang meningkatkan kualitas hidup
pasien

C. Polip kolon
Polip adalah adanya massa atau jaringan dari mukosa normal yang menonjOl
ke dalam lumen. Klasifikasinya adalah adenoma (neoplasma epitel jinak), polip
hiperplastik (kecil, multiple timbul usia >40 thn, warna pucat atau serupa mukosa
sekitarnaya), polip inflamatorik (peradangan kronik dan bentuknya bertangkai),
hamartoma (terdiri dari campuran jaringan yang pada kondisi normal dapat ditemukan
pada likasi tersebut).
Manifestasi klinis berupa diare. Konstipasi, perdarahan rektum,nyeri,
perubahan bentuk feses. Pemeriksaan fisisk menggunakan colok dubur bila ada
indikasi perdarahan saluran cerna. Tatalaksana dari polip kolon adalah polipektomi.

Pemeriksaan penunjang menggunakan kolonoskopi


Gambaran Adenoma Adenoma Asenoma vilosa
tubular tubulovilosa
Bentuk Bulat (sessile), Sessile, Sessile dengan
bertangkai bertangkai tipis ukuran >3 cm
Permukaan Normal Eritematosa Pucat
erotema ringan kekuningan
tidak teratur
Kontur Halus hingga Nodular, lobular Nodular, seperti
lobular proses menjari,
difus,dan
tumbuh

Anda mungkin juga menyukai