Anda di halaman 1dari 32

1

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, peningkatan gaya hidup masyarakat semakin meluas dampaknya.
Termasuk pada perubahan pola makan. Kecenderungan untuk mengkonsumsi
makanan cepat saji dan makanan instan telah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Gaya hidup dan kebiasaan makan yang salah akan secara langsung
mempengaruhi organ-organ pencernaan dan menjadi pencetus penyakit
pencernaan (Susilawati, 2013). Disamping itu, meningkatnya masalah kesehatan
yang berkaitan dengan saluran pencernaan telah mendorong peningkatan
konsumsi pangan fungsional. Definisi pangan fungsional menurut BPOM (2005)
adalah pangan yang secara alamiah atau yang telah melalui proses, mengandung
satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap
mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu bagi kesehatan.
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan, terutama bidang nutrisi, telah
menghasilkan inovasi dan perkembangan pangan dimana berbagai jenis pangan
fungsional telah dikenalkan kepada masyarakat (Kwak dan Junes, 2001)
diantaranya minuman fungsional. Salah satu bentuk minuman fungsional modern
yang dapat dikembangkan saat ini adalah yogurt yang bermanfaat bagi saluran
pencernaan yang juga mengandung dietary fiber.
Yogurt merupakan produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses
fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgarius dan Streptoccus
thermopilus. Kandungan bakteri dalam yogurt mampu berperan sebagai probiotik.
Probiotik adalah suatu mikroorganisme hidup yang bermanfaat bagi kesehatan
inang (FAO, 2011). Probiotik berperan efektif dalam memberikan efek yang
menguntungkan bagi inangnya, yaitu mampu bertahan dan melakukan
metabolisme dalam usus halus manusia yang memberikan efek positif bagi
kehidupan mikroflora di usus halus (Endang, 2011).
Mutu dari yoghurt ditentukan oleh beberapa faktor seperti substrat, jenis
starter, konsentrasi starter, dan kondisi fermentasi. Kelemahan produk fermentasi
yang bukan berasal dari susu yaitu mudah mengalami sineresis atau terpisahnya
cairan dari struktur gel, sehingga diperlukan suatu bahan yang dapat membentuk
struktur gel yang stabil dan menghasilkan yoghurt dengan karakteristik yang
2

diinginkan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah karagenan dan susu
skim (Andriani, 2018).
Pemilihan karaginan sebagai bahan pembentuk gel pada yogurt dikarenakan
karaginan berasal dari salah satu rumput laut golongan Rhodophyceae (ganggang
merah) dimana potensi rumput laut di Indonesia sangat tinggi. Hal ini ditandai
dengan produksi yang selalu meningkat, pada tahun 2006 sampai 2009 berturut
yaitu 1.374.462 ton, 1.728.475 ton, 2.145.060 ton, 2.574.000 ton (DKP 2009).
Disamping itu, pemanfaatan kulit buah naga cenderung belum makasimal.
Pemanfaatannya dapt diolah menjadi produk olahan yang mempunyai nilai
ekonomi, padahal kulit buah naga memiliki berat antara 30- 35% dari berat total
buah naga. Kulit buah naga hanya dibuang sebagai limbah akan ditumbuhi jamur
yang dapat menjadi sumber penyebaran penyakit sehingga dapat mengganggu
kualitas dan kesehatan lingkungan (Wahyuni, 2009). Minimnya pemanfaatan kulit
buah naga ini sangat disayangkan karena kulit buah naga memiliki kandungan
nutrisi seperti karbohidrat, lemak, protein dan serat pangan (Waladi , 2015).
Upaya pemanfaatan kulit buah naga dapat menjadi salah satu alternatif untuk
mengatasi pencemaran kulit buah naga dan salah satu upaya diversifikasi pangan
dalam bentuk pembuatan yogurt.
Berdasarkan uraian tersebut, dalam praktek keahlian ini kami mengambil
judul “PEMBUATAN YOGURT KULIT BUAH NAGA MERAH DENGAN
PENAMBAHAN KAPPA KARAGINAN”.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1) Mengetahui alur proses pembuatan kappa karaginan.
2) Mengetahui alur proses pembuatan yogurt kulit buah naga merah dengan
penambahan kappa karaginan sebagai minuman fungsional kaya serat.
3) Mengetahui formulasi terbaik yogurt kulit buah naga merah berbasis kappa
karaginan sebagai minuman fungsional kaya serat.
4) Mengetahui mutu rumput laut Eucheuma cottonii, kappa karaginan dan
yogurt kulit buah naga merah ditinjau dari aspek karakterisasi kimia,
fisika, dan mikrobiologi.
3

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui pembuatan kappa karaginan dengan bahan dasar rumput laut
Eucheuma cottonii.
2) Mengetahui pembuatan yogurt kulit buah naga merah dengan penambahan
kappa karaginan sebagai minuman fungsional kaya serat dengan
konsentrasi penambahan kappa karaginan 0%; 0,6%; 0,7%; 0,8%; dan
0,9%.
3) Mengetahui formulasi yogurt kulit buah naga merah berbasis kappa
karaginan yang tepat sebagai minuman fungsional kaya serat melalui
pengujian hedonik.
4) Mengetahui mutu rumput laut Eucheuma cottonii dari aspek kadar air,
mutu kappa karaginan dari aspek kimia (kadar air, dan kadar abu),
mikrobiologi (uji Angka Lempeng Total), fisik (visikositas), dan mutu
yogurt kulit buah naga merah ditinjau dari aspek karakterisasi kimia (kadar
air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, derajat
keasaman (pH) dan kadar serat kasar), karakteristik fisika (uji sensori, uji
hedonic, dan uji visikositas), dan mikrobiologi (uji Angka Lempeng
Total).
4

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut Eucheuma cottonii
2.1.1 Deskripsi Rumput Laut Eucheuma cottonii
Menurut Atmadja dkk (1996), rumput laut jenis Eucheuma
cottonii merupakan salah satu rumput laut dari jenis alga merah
(Rhodophyta). Rumput laut jenis ini memiliki thallus yang licin dan silindris,
berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu dan merah. Tumbuh melekat pada substrat
dengan alat perekat berupa cakram. Salah satu spesies dari divisi
Rhodophyta, yaitu Eucheuma cottonii . Menurut Doty (1986), Eucheuma
cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan
berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan
termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut
Kappaphycus alvarezii. Nama daerah cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa
dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional.

Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut Doty (1986) adalah sebagai berikut :


Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)

Gambar 1. Eucheuma cottonii


5

Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris,


permukaan licin, cartilogeneus (menyerupai tulang rawan/muda) serta berwarna
hijau terang, hijau olive dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung
runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), mempunyai duri
yang lunak tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat alternates
(berseling), tidak teraatur, serta dapat bersifat dichotamus (percabangan dua-dua)
dan trichotamus (percabangan tiga-tiga). Tumbuh melekat kesubtrat dengan alat
perekat berupa cakram. Cabang cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk
rumpun yang rimbun dengan cirri khusus mngarah kearah datangnya sinar
matahari. Cabang cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung seperti
tanduk.
2.1.2 Manfaat Rumput Laut Eucheuma cottonii
Menurut Sadhori (1990), Eucheuma cottonii adalah merupakan rumput
laut yang memiliki kemampuan untuk menyerap Pb dalam thallusnya. Hal ini
dikarenakan pada Eucheuma cottonii terdapat karaginan yang mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi memiliki fungsi hampir sama dengan alginat yaitu dapat
mengikat ion logam berat. Menurut Winarno (1990), Eucheuma cottonii
merupakan sumber penghasil karaginan untuk daerah tropis. Keraginan memiliki
perana penting sebagi stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan
pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi, dan lain-lain. Sifat ini banyak
dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta
gigi, dan industri lainnya.

2.1.3 Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma cottonii


Rumput laut sebagai sumber gizi memiliki kandungan karbohidrat (gula
atau vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar
merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Rumput laut juga mengandung
vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, serta mineral seperti kalium, kalsium, fosfor,
natrium, zat besi dan yodium (Anggadireja,et al.,2008). Komposisi kimia
Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 1.
6

Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Euchema cottonii


No. Komposisi Nilai
1. Air 13.90 %
2. Protein 2.69 %
3. Lemak 0.37 %
4. Serat Kasar 0.96%
5. Mineral Ca 22.39 ppm
6. Mineral Fe 0.121 ppm
7. Mineral Cu 2.763 ppm
8. Tiamin 0.14 (mg/100 g)
9. Ribovlavin 2.7 (mg/100 g)
10. Vitamin C 12 (mg/100 g)
11. Karagenan 61.52 %
12. Abu 17.09 %
13. Kadar Pb 0.04 ppm
Sumber : Istini, et al.,1986 dalam Yani 2003
2.2 Karaginan
Karaginan merupakan getah rumput laut yang diesktrak dengan air atau
larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah), dan
merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium,
magnesium, dan kalsium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6 kopolimer
anhidrogalaktosa (Winarno 2008).
Karaginan membentuk gel secara reversible dan kekuatan gel serta suhu
penjelannya bergantung pada kation kalium dan ammonium. Karaginan
diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas
Rhodophyceae (alga merah) jenis karaginofit seperti Euchema sp., Chondrus sp.,
Hypnea sp., Gigartina sp. (Anggadiredja et al. 2009).
Spesies utama dari Rhodophyceae yang dikomersialkan untuk karaginan
adalah Euchema cottonii dan Euchema spinosum. E.cottonii menghasilkan kappa
karaginan sedang E.spinosum menghasilkan iota karaginan. Pada rumput laut
E.cottonii mengandung karaginan 65,75 (mg/100g). Chondrus crispus merupakan
famili terbesar dari alga merah dan karaginan yang dapat diekstrak dari alga ini
ada dua tipe, yaitu kappa dan lambda. Gigartina dapat diekstrak dan
menghasilkan kappa dan lambda karaginan serta Furcellaria menghasilkan kappa
dan lambda karaginan (Glicksman 1983).
7

2.2.1 Sifat-sifat fisika kimia karaginan


Karaginan merupakan tepung berwarna putih kekuning-kuningan, mudah
larut dalam air, membentuk larutan kental atau gel tergantung dari proporsi fraksi
kappa dan lambda karaginan serta keseimbangan kation dalam larutan. Kappa
karaginan larut diatas suhu 600C dan larut dalam larutan gula pekat pada keadaan
panas, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental, terhidrasi cepat pada pH
rendah (Winarno 1996).
Viskositas hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
konsentrasi, temperatur, tingkat dispersi, kandungan sifat inti elektrik, teknik
perlakuan, tingkat hidrofilik koloid, dan keberadaan elektrolit dan non elektrolit.
Selain itu, tipe karaginan dan berat molekul karaginan juga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi viskositas suatu hidrokoloid (Towle 1973).
Karaginan dapat diekstraksi dari protein dan lignin rumput laut dan dapat
digunakan dalam industri pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk
geli, bersifat mengentalkan, dan menstabilkan material utamanya. Karagenan
sendiri tidak dapat dimakan oleh manusia dan tidak memiliki nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, karagenan hanya digunakan dalam
industri pangan karena fungsi karakteristiknya yang dapat digunakan untuk
mengendalikan kandungan air dalam bahan pangan utamanya, mengendalikan
tekstur, dan menstabilkan makanan.
2.2.2 Fungsi karaginan
Karaginan merupakan suatu hidrokoloid yang sangat penting kegunaannya
yaitu sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental, pembentuk gel, dan
pengemulsi. Pada industri pangan karaginan dapat dimanfaatkan sebagai penstabil
dalam pembuatan roti, kue, macaroni, es krim, sari buah, dan gel pelapis produk
daging. Dalam bidang non pangan karaginan dapat dimanfaatkan pada produk
farmasi, kosmetik, tekstil, dan cat (Indriani dan Suminarsih 1999).
Karaginan merupakan salah satu jelly powder yang dapat berfungsi
sebagai gelling agent. Pada minuman jelly yang berbahan baku karaginan
khususnya kappa karaginan akan menghasilkan tekstur yang elastis dan stabil.
Konsentrasi karaginan yang digunakan pada minuman jelly sebesar 0,60%-0,90%
(Imeson 2010). Sebagai salah satu bahan tambahan pangan karaginan memiliki
8

Acceptable Daily Intake (ADI) sebesar 0-75 mg/kg berat badan (SCF 2003).
Dibidang industri susu dan produk olahannya seperti susu dan yogurt karaginan
berfungsi dapat mencegah pemisahan krim, meningkatkan kestabilan, kekentalan
lemak dan pengendapan kalsium (Winarno 1996). Dalam produk susu karaginan
pun berfungsi sebagai pencegah pembentukan whey dan sebagai pembentuk
tekstur di dalam susu skim cair dalam es krim (Glicksman 1983).

2.3 Yoghurt
2.3.1 Deskripsi Yoghurt
Yoghurt menurut SNI 2981:2009 adalah produk yang diperoleh dari
fermentasi susu atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri. Susu yang
mengalami proses fermentasi dikenal sebagai yogurt, memiliki rasa asam yang
khas disebabkan oleh aktivitas bakteri Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus
thermopilus. Bakteri yang terdapat di dalam yogurt sangat bermanfaat bagi
kesehatan manusia (Dave dan Shah 1997). Senyawa kimia yang dihasilkan yakni
asam laktat, asetal dehid, asam asetat, dan bahan lain yang mudah menguap
(Winarno dan Fernandez 2007).
Dasar fermentasi susu adalah fermentasi komponen gula di dalam susu
terutama laktosa menjadi asam laktat dan asamasam lain. Asam laktat yang
dihasilkan dapat memperbaiki flavor dan menurunkan derajat keasaman susu
sehingga hanya sedikit mikroba yang dapat bertahan hidup. Fermentasi susu dapat
menghambat mikroba patogen dan mikroba perusak susu sehingga masa simpan
susu dapat diperpanjang (Winarno et al. 2003).
Definisi lain yogurt adalah produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui
proses fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgarius dan Streptoccus
thermopilus dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Yogurt
mengandung sedikit atau sama sekali tidak mengandung alkohol dan asam tinggi.
Starter pada yogurt dipersiapkan dengan mengembangkan kultur dari bakteri
Lactobacillus bulgarius dan Streptoccus thermopilus secara terpisah dan
mencampurnya sebelum ditambahkan 10 susu yang telah difermentasikan. Yogurt
dengan flavor dan keasaman yang diinginkan dapat diperoleh apabila jumlah
organisme yang ada seimbang (Soeparno 1992).
9

2.3.2 Kandungan Gizi Yoghurt


Menurut Deeth dan Tamime (1981) yoghurt mengandung beberapa
kandungan antara lain: energi, protein, lemak, karbohidrat. Bahkan mengandung
mineral (kalsium, fosfor, natrium, dan kalium) dan mempunyai kandungan
vitamin cukup lengkap yaitu: vitamin A, B kompleks, B1 (thiamin), B2
(riboflavin), B6 (piridoksin), B12 (sianokobalamin), vitamin C, vitamin D, E,
asam folat, asam nikotinat, asam pantotenat, biotin dan kolin (Anonimus, 2008).
Keberadaan protein yang mudah dicerna serta asam laktat yang meningkatkan
penyerapan mineral, membuat yoghurt baik dikonsumsi oleh anak dengan 5
gangguan penyerapan di saluran erna (Rinadya, 2008). Untuk lebih mengetahui
kandungan gizi yang terdapat pada yoghurt, dapat dilihat pada
Tabel 2. Kandungan Gizi Yoghurt
Komposisi Gizi Jumlah (per 8 ons yogurt plain)
Kalori (kcal) 144 1
Padatan tanpa lemak Min 8.25
Asam lemak Min 0.5
Mineral :
- Ca (mg) 415
- Fe (mg) 0.100
Vitamin :
- C (mg) 1.8
- Thiamin (mg) 0.10
Protein (asam amino) :
- Isoleusin (mg) 709
- Leusin(mg) 1311
Sumber : Helferieh dan Westhoff (1980) dalam Winarno et al.( 2003)
2.3.3 Proses Pembuatan Yogurt
Pada pembuatan yogurt diperlukan beberapa persiapan meliputi pelarutan
susu sapi, pemanasan awal, homogenasi, pasteurisasi, pendinginan, penambahan
kultur starter dan inkubasi (Tamime dan Robinson 2007). Dalam pembuatan
yogurt secara alami susu sapi yang akan difermentasikan dipanaskan sampai 63֯C
selama 30 menit. Tujuan proses pemanasan adalah sebagai proses pasteurisasi
untuk membunuh bakteri patogen yang tersisa. Proses pasteurisasi juga bertujuan
untuk mengurangi kandungan air susu sehingga diperoleh yogurt dengan tekstur
kompak. Setelah dilakukan pemanasan susu didinginkan sampai suhu 40 ͦ C- 45 ͦ C
(Winarno et al. 2007). Penambahan kultur starter ke dalam susu dengan cara
10

menginokulasikan 2% kultur campuran Lactobacillus bulgarius dan Steptococcus


thermophilus (Tamime dan Robinson 2007).
Fungsi starter adalah sebagai bahan pengawet (preservative).
Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi laktosa, menyebabkan
pertumbuhan beberapa bakteri dapat dicegah, khususnya bakteri putrefaktif atau
bakteri pembusuk, karena bakteri ini kurang toleran terhadap asam (Rukmana
2001). Inkubasi merupakan proses fermentasi yang telah dilakukan dalam
inkubator yang suhunya telah diatur. Proses fermentasi dihentikan setelah
terbentuk struktur susu yang menggumpal dan memiliki karakteristik pH atau
derajat keasaman antara 4,4 - 4,6 (Tamime dan Robinson 2007).
Inkubasi susu yang telah diinokulasi dengan bakteri asam laktat selama 6
sampai 24 jam sampai keasamannya dikehendaki. Suhu optimal pertumbuhan
bakteri Lactobacillus bulgarius adalah 45ͦ C- 47 ͦ C dan Steptococcus thermophilus
pada 37 ͦ C – 42 ͦ C. Selama masa inkubasi atau penyimpanan, maka yogurt harus
dalam keadaan tertutup rapat. Perlahan-lahan susu akan menggumpal, karena
terjadinya koagulasi (penggumpalan) dari protein susu (kasein), dan rasa susu pun
akan berangsur-angsur berubah menjadi asam, karena adanya perubahan laktosa
menjadi asam laktat (Winarno et al. 2007). Hasil fermentasi susu tersebut
dinamakan stirred yogurt, sebaiknya disimpan pada suhu dingin (refrigerator) agar
mutu dari yogurt tidak rusak (Tamime dan Robinson 2007).
2.4 Susu
Bahan baku utama pembuatan yoghurt adalah susu segar. Menurut SNI
3141.1-2011 tentang susu segar menyebutkan bahwa susu murni adalah cairan
yang berasal dari puting sapi yang sehat dan bersih diperoleh dengan cara yang
benar yang kandungan alamiahnya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun
dan belum mendapat perlakuan apapun. Sedangkan susu segar adalah susu murni
dan tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa
mempengaruhi kemurniaannya. Syarat mutu susu segar disajikan pada Tabel 3.
berikut.
11

Tabel 3. Syarat mutu susu segar


No. Karakteristik Satuan Syarat
a. Berat Jenis (pada suhu 27,5 ͦ C) g/m 1,0270
minimum
b. Kadar Lemak minimum % 3,0
c. Kadar bahan kering tanpa lemak % 7,8
minimum
d. Kadar protein minimum % 2,8
e. Warna, bau, rasa, kekentalan, - Tidak ada
derajat asam perubahan
f. Derajat asam ͦ SH 6,0-7,5
g. pH - 6,3-6,8
h. Uji alkohol (70%) - Negatif
i. Cemaran mikroba, maksimum:
1. Total Plate Count CFU/ml 1x106
2. Staphylococcus aureus CFU/ml 1x102
3. Enterobactenaceae CFU/ml 1x103
j. Jumlah sel somatis maksimum Sel/ml 4x105
k. Residu antibiotiks (golongan - Negatif
penisilin, tetrasiklin,
Aminoglikosida, Makrolida)
l. Uji pemalsuan - Negatif
m. Titik beku ͦC -0,520 s.d -0,560
n. Uji peroxidase positif
o. Cemaran logam berat,
maksimum :
1. Timbal (Pb) µg/ml 0,02
2. Merkuri (Hg) µg/ml 0,03
3. Arsen (As) µg/ml 0,1
Sumber : SNI 3141.1-2011
2.5 Fermentasi
Fermentasi merupakan proses perubahan kimiawi, dari senyawa kompleks
menjadi lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (Jay dkk., 2005). Proses tersebut akan menyebabkan terjadinya
penguraian senyawa-senyawa organik untuk menghasilkan energi (Madigan dkk.,
8 2011). Menurut Susilorini dan Sawitri (2007), tujuan utama fermentasi adalah
untuk memperpanjang daya simpan susu karena mikroorganisme sulit tumbuh
pada suasana asam dan kondisi kental.Fermentasi menjadi populer karena proses
tersebut tidak hanya dapat mengubah makanan untuk menjadi lebih awet, namun
juga memberikan citarasa, aroma yang enak, dan meningkatkan kandungan nutrisi
makanan (Surono, 2004).
12

Dua kunci utama dalam fermentasi adalah mikroorganisme dan substrat.


Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi sangat beraneka ragam,
contohnya adalah bakteri asam laktat pada produk susu dan khamir pada produk
minuman beralkohol dan roti (Bamforth, 2005). Substrat adalah bentuk materi
organik yang dapat digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber nutrien bagi
kelangsungan hidup mikroorganisme (Ganjar dkk., 2006).
2.6 Bakteri Asam Laktat
Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif, katalase
positif, tidak membentuk spora, anaerobik hingga mikrofilik. Kemampuan
biosintesanya sangat terbatas sehingga non motil dan perolehan energinya semata-
mata hanya bergantung pada metabolisme secara fermentatif. Bakteri asam laktat
dikelompokkan menjadi heterofermentatif apabila produk akhirnya terutama
adalah asam laktat dan heterofermentatif apabila asam laktat yang dihasilkannya
bersama-sama dengan asam asetat, karbondioksida dan senyawa diasetil (Tamime
dan Robinson, 1999).
Pemanfaatan BAL pada produksi pangan semakin mengalami peningkatan
terutama untuk memfermentasi. Menurut Misgiyarta dan Widowati (2000) BAL
yang digunakan dalam fermentasi perlu diseleksi untuk memperoleh isolat yang
memiliki kemampuan unggul, sehingga memiliki kelebihan kelebihan:
1) Memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi lingkungan sehingga
memiliki tingkat efisiensi yang tinggi.
2) Ketersediaan mikroba terjamin, sebab bersumber dari lingkungan alam
Indonesia yang dapat diisolasi dari banyak sumber.
3) Memungkinkan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat dengan biaya yang
relatif murah untuk industri besar, maupun industri kecil, karena ketersediaan
yang cukup serta biaya relatif murah.
Pada produk probiotik seperti susu fermentasi (yoghurt, kefir, dan dadih),
beberapa BAL dimanfaatkan sebagai bakteri probiotik yang dapat memfermentasi
komponen susu membentuk asam laktat, bakteriosin dan komponen flavor lainnya
(Tamime dan Robinson, 1999).
Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang secara aktif
meningkatkan kesehatan konsumen, dengan menyeimbangkan mikroflora dalam
13

saluran pencernaan jika dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup
(Fuller 1992). Berbagai senyawa hasil metabolisme bakteri probiotik seperti asam
laktat, H2O2, bakteriosin bersifat antimikroba dan berbagai enzim seperti laktase
dapat membantu mengatasi intoleransi 7 terhadap laktosa, serta bile salt hydrolase
dapat menurunkan kolesterol serta aktivitas antikarsinogenik dan stimulasi sistem
imunitas (Nagao et al., 2000; Schrezenmeir dan de Vrese, 2001).
Syarat probiotik adalah tidak patogen, toleran terhadap asam dan garam
empedu, mempunyai kemampuan bertahan pada proses pengawetan dan dapat
bertahan pada penyimpanannnya serta memiliki kemampuan memberi efek
kesehatan yang sudah terbukti (Shortt, 1999). Syarat minimum jumlah kandungan
probiotik pada produk terfermentasi pada negara-negara di Eropa dan Jepang
adalah 106 -108 CFU/ml, sedangkan jumlah viabilitas sel dalam produk yoghurt
minimum sebesar 105 -106 CFU/ml (Robinson, 1987; Kurmann dan Rasic, 1991).
2.7 Streptococcus thermophilus
Streptococcus thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya
berdasarkan suhu pertumbuhannya yang dapat tumbuh pada suhu 45 oC dan mati
pada suhu 10 ͦ C (Helferich dan Westhoff, 1980). Tamime dan Robinson (1999)
menambahkan bahwa suhu optimal pertumbuhan Streptococcus thermophilus
adalah 37 – 45 ͦ C. Bakteri ini berbentuk kokus dengan diameter 0.7-0.9 µm dan
kadangkadang berbentuk rantai. Streptococcus thermophilus termasuk kelompok
bakteri gram positif, katalase negatif, anaerob fakultatif, dapat mereduksi litmus
milk, tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6.5%, tidak berspora,
bersifat termodurik, dan menyukai suasana netral dengan pH optimal 6.5
(Helferich dan Westhoff, 1980).
Streptococcus thermophilus bersifat homofermentatif yang memfermentasi
laktosa, sukrosa, glukosa, fruktosa, dan pereduksi utamanya adalah L(+) asam
laktat. Streptococcus thermophilus memiliki keterbatasan dalam pemanfaatan
glukosa, dan fungsi utamanya pada industri susu fermentasi adalah mengkonversi
laktosa menjadi asam laktat. Tidak seperti kebanyakan bakteri gram positif
lainnya, Streptococcus thermophilus lebih menyukai laktosa sebagai sumber
karbon dan penghasil energi dibanding glukosa. Peran utama Streptococcus
14

thermophilus dalam industri susu fermentasi adalah memiliki laju pengasaman


yang lebih tinggi dibanding BAL lainnya (Iyer et al., 2009).
Kelemahan dari Streptococcus thermophilus adalah sensitif terhadap
lingkungan asam lambung, sehingga tidak dapat tumbuh di usus manusia (Iyer et
al., 2009). Oleh karena itu Streptococcus thermophilus tidak dapat digolongkan
sebagai bakteri probiotik.

Gambar 2. Morfologi bakteri Streptococcus thermophilus (www2.unibas.it)


Menurut Tamime dan Deeth (1980),
2.8 Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri gram positif, membentuk koloni
dengan diameter 1-3 µm, tidak tumbuh pada 45 ͦ C , mereduksi “litmus milk”,
katalase negatif, tidak berspora dan bersifat thermodurik (Kosikowski, 1982).
Hutkins dan Nannen (1993) menjelaskan bahwa suhu optimal Lactobacillus
bulgaricus 40 ͦ – 45 ͦ C dengan pH optimum pertumbuhan berkisar pH 5.5 -5.8.
Bakteri 8 asam laktat ini bersifat anaerob, berbentuk batang, koloninya berbentuk
pasangan, dan rantai sel-selnya bersifat homofermentatif.
15

Gambar 3. Morfologi bakteri Lactobacillus bulgaricus (www.novinite.com)


Selama proses fermentasi susu, Lactobacillus bulgaricus memecah laktosa
menjadi asam laktat serta menghasilkan asetaldehid yang memberi aroma khas
pada susu fermentasi. Lactobacillus bulgaricus bersifat proteolitik yang mampu
memecah protein sehingga mudah dicerna dan diserap saluran pencernaan
(Chaitow dan Tranev, 1990).
Tamime dan Deeth (1980) menyatakan bahwa Lactobacillus bulgaricus
mempunyai aktivitas proteolitik yang cukup tinggi. Aktifitas proteolitiknya yang
penting di dalam susu adalah memecah kasein dengan bantuan enzim protease.
Enzim ini optimum pada pH 5.2-5.8 dan temperatur 45-50 ͦ C, pada pH yang lebih
rendah yaitu 4.5 protease tidak dihasilkan.
Dalam proses fermentasi yoghurt Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus akan menghasilkan interaksi yang saling
menguntungkan. Streptococcus thermophilus akan menurunkan pH medium yang
akan memacu pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Selanjutnya Lactobacillus
bulgaricus akan melepaskan asetal dehid, asam asetat, diasetil, valin, glisin,
leusin, isoleusin, dan histidin ke dalam medium yang membentuk flavor khas susu
fermentasi (Tamime dan Robinson, 1999).
Lactobacillus bulgaricus memiliki kemampuan menghasilkan senyawa
yang bersifat bakteriostatik serta mampu menghasilkan senyawa flavor yang khas.
Akan tetapi, Lactobacillus bulgaricus tidak tidak dapat bertahan hidup pada
saluran pencernaan manusia sehingga tidak termasuk probiotik (Yuguchi et al.,
1992).
16

2.9 Bahan Tambahan


2.9.1 Sukrosa
Sukrosa merupakan senyawa kimia disakarida yang tergolong karbohidrat.
Bahan yang mengandung sukrosa adalah tebu dan bit. Sukrosa memiliki sifat
mudah larut dalam air dan memiliki rasa manis relatif 100. Sukrosa berperan
penting dalam menentukan cita rasa. Dalam konsetrasi tinggi sukrosa dapat
berperan sebagai pengawet bahan pangan karena dapat mengendalikan
pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1987).
2.9.2 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
Buah naga merah merupakan buah yang harus dipanen setelah matang,
karena jika dipanen mentah maka buah tidak akan matang. Buah ini sudah dapat
dipanen 30 hari setelah berbunga (Himagropertanian, 2012). Hylocereus
polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia ini memiliki
buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Rasa
buah lebih manis dibanding Hylocereus undatus, dengan kadar kemanisan
mencapai 13-15 % Briks. Hylocereus polyrhizus tergolong jenis yanaman yang
cenderung berbunga sepanjang tahun. Sayangnya tingkat keberhasilan bunga
menjadi buah sangat kecil, hanya mencapai 50% sehingga produktivitas buahnya
tergolong rendah dan rata-rata berat buahnya hanya sekitar 400 gram (Kristanto,
2008).
Buah naga diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Species : Hylocereus polyrhizus ( daging merah) (Kristanto, 2008)

Pada Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terdapat antosianin


berjenis sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida, berdasarkan nilai Rf
17

(retrogradation factor ) sebesar 0,36-0,38 dan absorbansi maksimal pada panjang


gelombang dengan λ= 536,4 nm (Anis 2013).

Gambar 4. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

Hylocereus polyrhizus juga kaya akan antioksidan seperti vitamin C dan


flavonoid, yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembatan kosmetik untuk
mencegah kehilangan kelembapan pada kulit (sinaga, 2012). Antosianin
merupakan salah satu bagian penting dalam kelompok pigmen setelah klorofil.
Antosianin larut dalam air, menghasilkan warna dari merah sampai biru dan
tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun. Antosianin pada buah naga ditemukan
pada buah dan kulitnya.
Tabel 4. Kandungan Nutrisi pada Daging dan Kulit Buah Naga
Komponen Kadar
Nutrisi daging buah
Karbohidrat 11,5 g
Serat 0,71 g
Kalsium 8,6 mg
Fosfor 9,4 mg
Magnesium 60,4 mg
Betakaroten 0,005 mg
Vitamin B1 0,28 mg
Vitamin B2 0,043 mg
Vitamin C 9,4 mg
Niasin 1.297 -1,300
Fenol 561,76 mg/100 g
Nutrisi Kulit Buah
Fenol 1.049,19 mg/100 g
Flavonoid 1.310,0 mg/ 100 g
Antosianin 186,90 mg/100 g
Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities (2005)
18

2.10 Antosianin
Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos yang berarti bunga dan
kyanos yang berarti biru gelap. Antosianin tersebar luas dalam bunga dan daun,
dan menghasilkan warna dari merah sampai biru dan merupakan pigmen yang
larut dalam air. Zat pewarna alami antosianin tergolong ke dalam turunan benzene
yang ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang
dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Dacosta, 2014).
Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam kelompok pigmen
setelah klorofil. Antosianin larut dalam air, menghasilkan warna dari merah
sampai biru dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun. Antosianin umumnya
ditemukan pada buah-buahan, sayuran, dan bunga, contohnya pada kol merah,
anggur, strawberry, cherry, dan sebagainya ( Hernani, 2007).
Zat warna ini terdapat pada air sel vakuola. Biasanya larut di dalamnya.
Antosianin tersebut merupakan suatu glikosida. Jika kehilangan gulanya, yang
tersisa tinggal antosianidin. Pada lingkungan asam zat ini berwarna merah
sedangkan pada lingkungan basa berwarna biru dan pada lingkungan netral
berwarna ungu. Pembentukan antosianin memerlukan gula seperti halnya pada
pembentukan klorofil ( Hernani, 2007).

Gambar 5. Struktur Kimia Antosianin (Dacosta, 2014)


19

2.11 Serat Pangan


Serat pangan atau dietary fiber merupakan komponen dari jaringan
tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan
usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai tumbuhan
(Winarno 2008). Secara kimia, definisi lain dari dietary fiber adalah suatu
polisakarida karbohidrat, lignin, dan beberapa komponen non struktural seperti
gum dan mucilage (Nawirska A dan Kwasniewska M 2003).
Berdasarkan karakteristik terhadap kelarutan, serat pangan dibagi menjadi
serat pangan larut air (soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut air
(insoluble dietary fiber, IDF). Serat pangan larut air merupakan komponen serat
yang dapat larut di dalam air dan dalam saluran pencernaan. Komponen serat ini
dapat membentuk gel dengan cara menyerap air. Kelompok yang termasuk serat
pangan larut air adalah pektin, gum, karaginan, asam alginat, dan agar-agar.
Fungsi utama serat pangan larut air adalah memperlambat kecepatan pencernaan
dalam usus sehingga aliran energi ke dalam tubuh berkurang, memberikan
perasaan kenyang yang lebih lama, dan memperlambat kemunculan gula darah
sehingga membutuhkan sedikit insulin. Sedangkan serat pangan tidak larut air
adalah serat yang tidak larut air baik di dalam air ataupun saluran pencernaan.
Sifat yang menonjol dari komponen serat ini adalah kemampuannya
menyerap air serta meningkatkan volume feses, sehingga makanan dapat melewati
usus besar secara mudah. Kelompok yang termasuk serat pangan tidak larut air
adalah: selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Fungsi utama serat pangan tidak larut
adalah memperpendek waktu transit makanan dalam usus dan memperlancar
proses buang air besar (Astawan dan Kasih 2008). Dietary Guidlenes fo American
menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung serat dan pati
dalam jumlah yang tepat yaitu 20-35 g/hari (Astawan dan Palupi 1991).
Sedangkan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) kebutuhan
total serat pangan adalah 25g/hari dengan rasio serat pangan tidak larut air dan
20

3. METODOLOGI KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan praktek keahlian ini dimulai dari tanggal 3 Mei 2019
sampai dengan 31 Mei 2018 bertempat di Teaching Factory, laboratorium kimia
pangan, dan laboratorium mikrobiologi dasar-lanjutan, Sekolah Tinggi Perikanan
Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
a. Pembuatan kappa karaginan
Peralatan yang digunakan pada proses pembuatan kappa karaginan adalah
termometer, kain blacu, waterbath shaker, magnetic strirer, dan viscometer
score sheet uji sensori mutu tepung karaginan sesuai SNI 8391-1 : 2013.
b. Pembuatan yogurt kulit buah naga merah
Proses pembuatan yogurt dapat dikatakan relative sederhana, peralatan
yang digunakan antara lain adalah peralatan yang digunakan untuk
pembuatan sari kulit buah naga antara lain: panci, sendok pengaduk,
timbangan, blender, dan kain saring, pisau. Peralatan yang digunakan
dalam pembuatan yoghurt kulit buah naga meliputi: kompor, panci,
termometer batang, pengaduk (untuk pasteurisasi) dan wadah untuk
fermentasi sesuai SNI 2981: 2009 (Al Riza, Damayanti, & Hendrawan,
2014).
c. Pengujian kimia
Peralatan yang digunakan pada tahap pengujian kimia adalah 1 kjeltec TM
2100, tungku pengabuan, desikator, neraca analitik, buret, tabung protein,
selubung lemak, stomacher, pipet tetes, erlenmeyer, gelas beker, gelas
ukur, labu ukur, dan spatula
d. Pengujian mikrobiologi
Peralatan yang digunakan autoclave, incubator, stomacher, cawan petri,
pipet tetes, tabung reaksi, pipet serologi, pipet pump, gelas ukur, rak
tabung reaksi, bunsen, gelas beker, gegep, plastik steril, kertas coklat dan
karet.
21

3.2.2 Bahan
a. Pembuatan kappa karaginan
Bahan yang digunakan antara lain rumput laut Eucheuma cottonii, metil
alcohol, dan air.
b. Pembuatan yogurt kulit buah naga merah
Bahan yang digunakan antara lain susu skim, gula, bakteri asam laktat
(Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophiles), kulit buah naga
merah dan kappa-karaginan.
c. Pengujian kimia
Bahan yang digunakan pada tahap pengujian kimia antara lain H2SO4
pekat, katalis protein Cu2SO4 dan K2SO4, NaOH, H3BO3, indikator
protein MM dan BCG, HCl 0,1 N, larutan boraks, dan N-Heksana
d. Analisis mikrobiologi
Bahan yang digunakan dalam proses pengujian mikrobiologi antara lain
plate count agar, natrium klorida, dan aquadest.
3.3 Metode Kerja
3.3.1 Metode Pembuatan Kappa- Karaginan

Gak ngerti
22

Prosedur ekstraksi kappa karaginan :

Rumput laut (Eucheuma


cottonii 25kg kering dan bersih)

Pemisahan rumput laut dengan


kotoran

pencucian

perlakuan alkali

pencucian 2

pemucatan/bleaching

pencucian 3

ekstraksi

penyaringan

penjendalan

pengurangan air

pengeringan

penepungan

pengayakan

pengemasan

Gambar 4. Diagram alir kappa-karaginan (SNI 8391-1 : 2017)


23

3.3.2 Metode Pembuatan Yogurt Kulit Buah Naga Merah Berbasis Kappa
Karaginan
Berikut merupakan metode pembuatan yogurt buah naga yang dikutip dari
Rukmana (2001) dan Sari et al (2015) dengan modifikasi. disajikan pada Gambar 6.

kulit buah naga merah


susu skim+ susu
bubuk

pemanasan suhu 85- Pencucian dan


pengerukan kulit
90 C

Pendinginan sampai
45C pengukusan selama 3
menit

karaginan 0%, 0,6%, 0,7%,


0,8%, 0,9% penambahan starter
2%
penghalusan dengan
blender
inkubasi selama 16-18
karaginan 0%, 0,6%, jam dengan suhu 85C
0,7%, 0,8%, 0,9%
penyaringan untuk
pengambilan sair kulit
penambahan gula buah naga

pemanasan hingga 100C


dan homogenisasi
plain yogurt sari kulit buah naga *

pendinginan larutan
homogenisasi

yogurt kulit buah naga


merah *
homogenisasi

yogurt kulit buah naga merah


berbasis kappa karaginan

Gambar 6. Diagram alir pembuatan yogurt dengan modifikasi (Rukmana, 2011) dan
Diagram pembuatan yogurt dengan modifikasi kulit buah naga merah (Hapsari, 2011)
*) Bagian yang dimodifikasi
24

Pembuatan yogurt kulit buah naga merah berbasis kappa karaginan


dilakukan dengan cara melarutkan powder (karaginan) dengan berbagai
konsentrasi. Diagram alir pembuatan minuman yogurt kulit buah naga dapat
dilihat pada gambar 6.
3.3.3 Formulasi Yogurt Kulit Buah Naga Merah
Proses pembuatan yogurt berdasarkan metode Rukmana, 2001 yang
diperkaya dengan kulit buah naga merah berbasis kappa karagenan . Proses
pembuatan yogurt diawali dengan pemisahan kulit buah, selanjutnya penghalusan
kulit buah naga merah. Kemudian dihomogenisasikan secara teratur dengan
panduan diagram alir diatas. Bahan bahan yang digunakan seperti susu skim, gula
pasir dengan perlakuan pada Tabel 5.
Tabel 5. Perlakuan Pembuatan Yogurt Kulit Buah Naga Merah
Bahan Satuan Kandungan
(%) 0% 0,6% 0,7% 0,8 % 0,9%
Kulit buah Gram 100 100 100 100 100
naga
Susu skim ml 500 500 500 500 500
Gula pasir Gram 50 50 50 50 50
Air ml 250 250 250 250 250
Kappa- Gram 0 3 3,5 4 4,5
karagenan

Formulasi yang kami gunakan untuk penambahan koonsentrasi karaginan


adalah sebesar 0%, 0,6%, 0,7%, 0,8% dan 0,9% (Imeson 2010). Penambahan
karaginan berdasrkan berat karaginan dalam gram per volume yogurt dalam
milliter. Selanjutnya dilakukan pengujian organoleptik berdasarkan skala hedonik
(kesukaan) untuk mendapatkan dua formulasi terbaik. Yogurt dengan formulasi
terbaik kemudian dilakukan karakterisasi yang meliputi : uji total padatan terlarut
serat pangan, pH dan analisis prosimat.
25

3.3.4 Pengujian Formulasi Yogurt Kulit Buah Naga Merah Terbaik


3.3.4.1 Uji Organoleptik
Metode Pengujian Mutu Organoleptik Sampel dilakukan analisa mutu
organoleptik meliputi warna, aroma dan tekstur Menggunakan 5 skala hedonik
mulai dari yang sangat baik (skor = 5) hingga sangat kurang (skor = 0) (Obi et al.,
2010)
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan
panelis terhadap beberapa produk yoghurt, yang digunakan dalam percobaan ini
dan penerimaannya terhadap mutu yoghurt. Uji ini meliputi warna, aroma , rasa
dan Kekentalannya.
3.3.5 Pengujian Mutu
3.3.5.1 Uji Mutu Rumput Laut
Dalam pengujian Analis kimia ini akan ditentukan kadar abu total, kadar air,
kadar lemak total, kadar protein, dan kadar karbohidrat.
1) Kadar Air Total (SNI 01-2354.2-2006)
Prinsip analisis ini adalah molekul air dihilangkan melalui pemanasan
dengan oven pada suhu 105oC selama 16 jam. Penentuan berat ikan dihitung
secara gravimetri berdasarkan selisih berat contoh sebelum dan sesudah contoh
dikeringkan.
3.3.5.2 Uji Mutu Karaginan
1) Kadar Air Total (SNI 01-2354.2-2006)
Prinsip analisis ini adalah molekul air dihilangkan melalui pemanasan
dengan oven pada suhu 105oC selama 16 jam. Penentuan berat ikan dihitung
secara gravimetri berdasarkan selisih berat contoh sebelum dan sesudah contoh
dikeringkan.
2) Kadar Abu Total (SNI 01-2354.1-2010)
Prinsip analisis kadar abu berdasarkan gravimetri. Contoh dioksidasi atau
dipijarkan pada tanur dengan suhu 550oC sampai diperoleh abu yang berwarna
putih. Sebanyak 2 gr contoh homogen kering dimasukkan ke dalam cawan
porselin, lalu dipindahkan ke tanur pengabuan. Panaskan pada suhu 550oC selama
24 jam.
26

3) Kadar Serat (SNI 01-2891-1992)


Prinsip : Ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk memisahkan
serat kasar dari bahan lain. Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan
setelah diperlakukan dengan asam atau alkasi mendidih, dan terdiri dari
selulosa dan sedikit lignin dan pentosan.
Timbang dengan seksama 2-4 gr sampel. Bebaskan lemaknya dengan
cara ekstraksi Soxlet, atau dengan cara mengaduk, mengenap tuangkan contoh
dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. keringkan contoh dan masukkan ke
dalam erlenmeyer 500 ml. Tambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25%, kemudian
didihkan selama 30menit dengan menggunakan pendingin tegak. Tambahkan
50 ml NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30 menit dengan menggunakan
pendingin tegak. Dalam keadaan panas saring dengan corong yang berisi kertas
saring yang telah diketahui beratnya. Cuci endapan yang terdapat pada kertas
saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%, aquades panas, dan
etanol 96%. Angkat kertas saring beserta isinya, masukkan ke dalam pinggan
porselen yang telah diketahui bobotnya, keringkan pada suhu 105°C dinginkan
dan timbang sampai bobotnya tetap. Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar
dari 1%, abukan kertas saring beserta isinya, timbang sampai bobot tetap.
4) Angka Lempeng Total ( SNI 01-2332.3-2006)
Pertumbuhan mikroorganisme aerob dan anaerob (psikrofilik,mesofili,
dan termofilik) setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada suhu 35oC ± 1oC
selama 48 jam ± 1 jam mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu media agar,
maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dnegan
membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan Angka Lempeng
Total dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, metoda cawan agar tuang/pour
plate yaitu dnegan menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu
kemudian ditambahkan media agar. Kedua, metode cawan agar sebar/spread plate
yaitu dengan menuangkan terlebih dahulu media agar ke dalam cawan petri
kemudian contoh diratakan pada permukaan agar dengan menggunakan batang
gelas bengkok.
27

5) Vikositas

3.3.5.2 Uji Mutu Yogurt Kulit Buah Naga Merah


3.3.5.2.1 Analisis Kimia
1) Kadar Air Total (SNI 01-2354.2-2006)
Prinsip analisis ini adalah molekul air dihilangkan melalui pemanasan
dengan oven pada suhu 105oC selama 16 jam. Penentuan berat ikan dihitung
secara gravimetri berdasarkan selisih berat contoh sebelum dan sesudah contoh
dikeringkan.
2) Kadar Abu Total (SNI 01-2354.1-2010)
Prinsip analisis kadar abu berdasarkan gravimetri. Contoh dioksidasi atau
dipijarkan pada tanur dengan suhu 550oC sampai diperoleh abu yang berwarna
putih. Sebanyak 2 gr contoh homogen kering dimasukkan ke dalam cawan
porselin, lalu dipindahkan ke tanur pengabuan. Panaskan pada suhu 550oC selama
24 jam.
3) Kadar Lemak Total (SNI 01-2354.3-2006)
Labu alas bulat ditimbang dihitung sebagai berat awal (A), 2 gr sampel
sebagai berat (B) untuk dimasukkan kedalam selonsong lemak. Sampel dan 200ml
klorofom dimasukkan kedalam rangkaian labu soxhlet kemudian dipanaskan
sampel pada suhu 60oC selama 8 jam. Masukkan labu alas bulat kedalam oven
105oC selama 2 jam. Lalu kemudian dinginkan dalam desikator dan timbang
sebagai berat konstant (C).
4) Kadar Protein Dengan Metode Total Nitrogen (SNI 01-2354.4-2006)
Senyawa nitrogen dilepaskan dari jaringan contoh melalui destruksi
menggunakan asam sulfat pekat dengan bantuan panas pada suhu 400oC selama 2
28

jam, selanjutnya ditambahkan Natrium Hidroksida sehingga membentuk gram


basa NH4OH. Kemudian, gram basa didestilasi menggunakan uap panas untuk
memisahkan senyawa amoniak. Amoniak diikat oleh asam borat membentuk
Amonium Borat. Kemudian dilakukan titrasi dengan asam Klorida. Untuk
menghitung kadar protein, terlebih dahulu dihitung kadar Nitrogen total . Kadar
protein dihitung dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan faktor perkalian untuk
yaitu berkisar 6,2.

Kadar % Protein = % Nitrogen × 6,25

5) Uji Derajat Keasaman (pH) (SNI 06-6989.11-2004)


Prinsip cara uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter
adalah sebuah Metode pengukuran pH berdasarkan pengukuran aktifitas ion
hidrogen secara potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH meter.
6) Kadar Serat (SNI 01-2891-1992)
Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF
atau Neutral Deterjen Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya
dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk
mengukur komponen serat yang larut seperti pectin dan gum, harus menggunakan
metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami
kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.
Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp, et al (1984) merupakan
metode fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh
penggunaan enzim pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat
makanan total, serat makanan larut dan serat makanan tidak larut secara terpisah.
3.3.3.2.2 Analisis Mikrobiologi
1) Penentuan ALT ( SNI 01-2332.3-2006)
Pertumbuhan mikroorganisme aerob dan anaerob (psikrofilik,mesofili,
dan termofilik) setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada suhu 35oC ± 1oC
selama 48 jam ± 1 jam mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu media agar,
maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dnegan
membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan Angka Lempeng
Total dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, metoda cawan agar tuang/pour
29

plate yaitu dnegan menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu
kemudian ditambahkan media agar. Kedua, metode cawan agar sebar/spread plate
yaitu dengan menuangkan terlebih dahulu media agar ke dalam cawan petri
kemudian contoh diratakan pada permukaan agar dengan menggunakan batang
gelas bengkok.
30

4. JADWAL KEGIATAN DAN BIAYA PRAKTIK


4.1 Rencana Kegiatan

Praktik keahlian ini dilakukan selama ± 2 bulan, mulai tanggal 3 Mei 2019
sampai dengan tanggal 19 Juli 2019, yang bertempat di Teaching Factory Sekolah
Tinggi Perikanan dengan tempat pengujian pada gedung Albacore yang meliputi
laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, dan laboratorium sensori.

Tabel 2. Rencana Kegiatan Praktik Akhir


Bulan
Mei Juni Juli
Uraian Kegiatan
Minggu ke Minggu Ke Minggu ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan proposal
keahlian.
Pembuatan yogurt banana
berdasarkan formulasi
yang ditentukan.
Pengujian sensori
berdasarkan formulasi
yang ditentukan (sasaran:
karyawan dan taruna
STP)
LIBUR IDUL FITRI
(Penyusunan laporan dan
mencari literature valid).
Penentuan end product
yogurt banana berdasarkan
hasil sensori.
Survey lapangan
Penyusunan laporan
keahlian dan bimbingan
kepada dosen pembimbing
31

4.2 Anggaran Biaya


Anggaran biaya yang diperlukan selama praktik keahlian dalam pembuatan
“Banana Yogurt dengan Penambahan Kappa-Karaginan”, dengan rincian sebagai
berikut :

No Material Kebutuhan Harga satuan Biaya


1. Susu skim 3L 15.000 45.000
2. Bakteri starter 30 gram 10.000 30.000
yogurt
3. Gula 1 Kg 8.000 8.000
4. Botol plastic PET 12 botol 3.000 36.000
250 ml
5. Brosur 50 lembar 1.000 50.000
6. Stiker Yogurt 1 lembar A3 15.000 15.000
Kulit buah naga
TOTAL Rp. 184.000

Terbilang : (Seratus Delapan puluh empat ribu rupiah)

Rincian tersebut diatas menjadi acuan secara kasar untuk memproduksi yogurt
sebanyak 12 botol dengan ukuran 250 ml per botol.
32

DAFTAR PUSTAKA

Susilawati, (2013). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Sindrom Dispepsia


Fungsional pada Remaja di Madrasah Alitah Negeri Model Manado.

BPOM RI. 2005. Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta.

Kim J. Y., Kang E. J., Kwon O. and Kim G. H. Korean consumers' perceptions of
health/functional food claims according to the strength of scientific
evidence. Nutrition Research and Practice. 2010; 4: 428-432.

Widyaningsih, Endang. 2011. Peran Prebiotik Untuk Kesehatan. Surakarta. Jurnal


Kesehatan. , ISSN 1979-7621, Vol. 4, No. 1.

Wahyuni, R. 2009. Optimasi Pengolahan Kembang Gula Jelly Campuran Kulit


dan Daging Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) dan
Prakiraan Biaya Produksi.

Waladi, V.S.J. & Faizah, H. 2015. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus.) Sebagai Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Es
Krim (Online),

Anda mungkin juga menyukai