1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, peningkatan gaya hidup masyarakat semakin meluas dampaknya.
Termasuk pada perubahan pola makan. Kecenderungan untuk mengkonsumsi
makanan cepat saji dan makanan instan telah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Gaya hidup dan kebiasaan makan yang salah akan secara langsung
mempengaruhi organ-organ pencernaan dan menjadi pencetus penyakit
pencernaan (Susilawati, 2013). Disamping itu, meningkatnya masalah kesehatan
yang berkaitan dengan saluran pencernaan telah mendorong peningkatan
konsumsi pangan fungsional. Definisi pangan fungsional menurut BPOM (2005)
adalah pangan yang secara alamiah atau yang telah melalui proses, mengandung
satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap
mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu bagi kesehatan.
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan, terutama bidang nutrisi, telah
menghasilkan inovasi dan perkembangan pangan dimana berbagai jenis pangan
fungsional telah dikenalkan kepada masyarakat (Kwak dan Junes, 2001)
diantaranya minuman fungsional. Salah satu bentuk minuman fungsional modern
yang dapat dikembangkan saat ini adalah yogurt yang bermanfaat bagi saluran
pencernaan yang juga mengandung dietary fiber.
Yogurt merupakan produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses
fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgarius dan Streptoccus
thermopilus. Kandungan bakteri dalam yogurt mampu berperan sebagai probiotik.
Probiotik adalah suatu mikroorganisme hidup yang bermanfaat bagi kesehatan
inang (FAO, 2011). Probiotik berperan efektif dalam memberikan efek yang
menguntungkan bagi inangnya, yaitu mampu bertahan dan melakukan
metabolisme dalam usus halus manusia yang memberikan efek positif bagi
kehidupan mikroflora di usus halus (Endang, 2011).
Mutu dari yoghurt ditentukan oleh beberapa faktor seperti substrat, jenis
starter, konsentrasi starter, dan kondisi fermentasi. Kelemahan produk fermentasi
yang bukan berasal dari susu yaitu mudah mengalami sineresis atau terpisahnya
cairan dari struktur gel, sehingga diperlukan suatu bahan yang dapat membentuk
struktur gel yang stabil dan menghasilkan yoghurt dengan karakteristik yang
2
diinginkan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah karagenan dan susu
skim (Andriani, 2018).
Pemilihan karaginan sebagai bahan pembentuk gel pada yogurt dikarenakan
karaginan berasal dari salah satu rumput laut golongan Rhodophyceae (ganggang
merah) dimana potensi rumput laut di Indonesia sangat tinggi. Hal ini ditandai
dengan produksi yang selalu meningkat, pada tahun 2006 sampai 2009 berturut
yaitu 1.374.462 ton, 1.728.475 ton, 2.145.060 ton, 2.574.000 ton (DKP 2009).
Disamping itu, pemanfaatan kulit buah naga cenderung belum makasimal.
Pemanfaatannya dapt diolah menjadi produk olahan yang mempunyai nilai
ekonomi, padahal kulit buah naga memiliki berat antara 30- 35% dari berat total
buah naga. Kulit buah naga hanya dibuang sebagai limbah akan ditumbuhi jamur
yang dapat menjadi sumber penyebaran penyakit sehingga dapat mengganggu
kualitas dan kesehatan lingkungan (Wahyuni, 2009). Minimnya pemanfaatan kulit
buah naga ini sangat disayangkan karena kulit buah naga memiliki kandungan
nutrisi seperti karbohidrat, lemak, protein dan serat pangan (Waladi , 2015).
Upaya pemanfaatan kulit buah naga dapat menjadi salah satu alternatif untuk
mengatasi pencemaran kulit buah naga dan salah satu upaya diversifikasi pangan
dalam bentuk pembuatan yogurt.
Berdasarkan uraian tersebut, dalam praktek keahlian ini kami mengambil
judul “PEMBUATAN YOGURT KULIT BUAH NAGA MERAH DENGAN
PENAMBAHAN KAPPA KARAGINAN”.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1) Mengetahui alur proses pembuatan kappa karaginan.
2) Mengetahui alur proses pembuatan yogurt kulit buah naga merah dengan
penambahan kappa karaginan sebagai minuman fungsional kaya serat.
3) Mengetahui formulasi terbaik yogurt kulit buah naga merah berbasis kappa
karaginan sebagai minuman fungsional kaya serat.
4) Mengetahui mutu rumput laut Eucheuma cottonii, kappa karaginan dan
yogurt kulit buah naga merah ditinjau dari aspek karakterisasi kimia,
fisika, dan mikrobiologi.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut Eucheuma cottonii
2.1.1 Deskripsi Rumput Laut Eucheuma cottonii
Menurut Atmadja dkk (1996), rumput laut jenis Eucheuma
cottonii merupakan salah satu rumput laut dari jenis alga merah
(Rhodophyta). Rumput laut jenis ini memiliki thallus yang licin dan silindris,
berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu dan merah. Tumbuh melekat pada substrat
dengan alat perekat berupa cakram. Salah satu spesies dari divisi
Rhodophyta, yaitu Eucheuma cottonii . Menurut Doty (1986), Eucheuma
cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan
berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan
termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut
Kappaphycus alvarezii. Nama daerah cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa
dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional.
Acceptable Daily Intake (ADI) sebesar 0-75 mg/kg berat badan (SCF 2003).
Dibidang industri susu dan produk olahannya seperti susu dan yogurt karaginan
berfungsi dapat mencegah pemisahan krim, meningkatkan kestabilan, kekentalan
lemak dan pengendapan kalsium (Winarno 1996). Dalam produk susu karaginan
pun berfungsi sebagai pencegah pembentukan whey dan sebagai pembentuk
tekstur di dalam susu skim cair dalam es krim (Glicksman 1983).
2.3 Yoghurt
2.3.1 Deskripsi Yoghurt
Yoghurt menurut SNI 2981:2009 adalah produk yang diperoleh dari
fermentasi susu atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri. Susu yang
mengalami proses fermentasi dikenal sebagai yogurt, memiliki rasa asam yang
khas disebabkan oleh aktivitas bakteri Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus
thermopilus. Bakteri yang terdapat di dalam yogurt sangat bermanfaat bagi
kesehatan manusia (Dave dan Shah 1997). Senyawa kimia yang dihasilkan yakni
asam laktat, asetal dehid, asam asetat, dan bahan lain yang mudah menguap
(Winarno dan Fernandez 2007).
Dasar fermentasi susu adalah fermentasi komponen gula di dalam susu
terutama laktosa menjadi asam laktat dan asamasam lain. Asam laktat yang
dihasilkan dapat memperbaiki flavor dan menurunkan derajat keasaman susu
sehingga hanya sedikit mikroba yang dapat bertahan hidup. Fermentasi susu dapat
menghambat mikroba patogen dan mikroba perusak susu sehingga masa simpan
susu dapat diperpanjang (Winarno et al. 2003).
Definisi lain yogurt adalah produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui
proses fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgarius dan Streptoccus
thermopilus dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Yogurt
mengandung sedikit atau sama sekali tidak mengandung alkohol dan asam tinggi.
Starter pada yogurt dipersiapkan dengan mengembangkan kultur dari bakteri
Lactobacillus bulgarius dan Streptoccus thermopilus secara terpisah dan
mencampurnya sebelum ditambahkan 10 susu yang telah difermentasikan. Yogurt
dengan flavor dan keasaman yang diinginkan dapat diperoleh apabila jumlah
organisme yang ada seimbang (Soeparno 1992).
9
saluran pencernaan jika dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup
(Fuller 1992). Berbagai senyawa hasil metabolisme bakteri probiotik seperti asam
laktat, H2O2, bakteriosin bersifat antimikroba dan berbagai enzim seperti laktase
dapat membantu mengatasi intoleransi 7 terhadap laktosa, serta bile salt hydrolase
dapat menurunkan kolesterol serta aktivitas antikarsinogenik dan stimulasi sistem
imunitas (Nagao et al., 2000; Schrezenmeir dan de Vrese, 2001).
Syarat probiotik adalah tidak patogen, toleran terhadap asam dan garam
empedu, mempunyai kemampuan bertahan pada proses pengawetan dan dapat
bertahan pada penyimpanannnya serta memiliki kemampuan memberi efek
kesehatan yang sudah terbukti (Shortt, 1999). Syarat minimum jumlah kandungan
probiotik pada produk terfermentasi pada negara-negara di Eropa dan Jepang
adalah 106 -108 CFU/ml, sedangkan jumlah viabilitas sel dalam produk yoghurt
minimum sebesar 105 -106 CFU/ml (Robinson, 1987; Kurmann dan Rasic, 1991).
2.7 Streptococcus thermophilus
Streptococcus thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya
berdasarkan suhu pertumbuhannya yang dapat tumbuh pada suhu 45 oC dan mati
pada suhu 10 ͦ C (Helferich dan Westhoff, 1980). Tamime dan Robinson (1999)
menambahkan bahwa suhu optimal pertumbuhan Streptococcus thermophilus
adalah 37 – 45 ͦ C. Bakteri ini berbentuk kokus dengan diameter 0.7-0.9 µm dan
kadangkadang berbentuk rantai. Streptococcus thermophilus termasuk kelompok
bakteri gram positif, katalase negatif, anaerob fakultatif, dapat mereduksi litmus
milk, tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6.5%, tidak berspora,
bersifat termodurik, dan menyukai suasana netral dengan pH optimal 6.5
(Helferich dan Westhoff, 1980).
Streptococcus thermophilus bersifat homofermentatif yang memfermentasi
laktosa, sukrosa, glukosa, fruktosa, dan pereduksi utamanya adalah L(+) asam
laktat. Streptococcus thermophilus memiliki keterbatasan dalam pemanfaatan
glukosa, dan fungsi utamanya pada industri susu fermentasi adalah mengkonversi
laktosa menjadi asam laktat. Tidak seperti kebanyakan bakteri gram positif
lainnya, Streptococcus thermophilus lebih menyukai laktosa sebagai sumber
karbon dan penghasil energi dibanding glukosa. Peran utama Streptococcus
14
2.10 Antosianin
Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos yang berarti bunga dan
kyanos yang berarti biru gelap. Antosianin tersebar luas dalam bunga dan daun,
dan menghasilkan warna dari merah sampai biru dan merupakan pigmen yang
larut dalam air. Zat pewarna alami antosianin tergolong ke dalam turunan benzene
yang ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang
dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Dacosta, 2014).
Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam kelompok pigmen
setelah klorofil. Antosianin larut dalam air, menghasilkan warna dari merah
sampai biru dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun. Antosianin umumnya
ditemukan pada buah-buahan, sayuran, dan bunga, contohnya pada kol merah,
anggur, strawberry, cherry, dan sebagainya ( Hernani, 2007).
Zat warna ini terdapat pada air sel vakuola. Biasanya larut di dalamnya.
Antosianin tersebut merupakan suatu glikosida. Jika kehilangan gulanya, yang
tersisa tinggal antosianidin. Pada lingkungan asam zat ini berwarna merah
sedangkan pada lingkungan basa berwarna biru dan pada lingkungan netral
berwarna ungu. Pembentukan antosianin memerlukan gula seperti halnya pada
pembentukan klorofil ( Hernani, 2007).
3. METODOLOGI KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan praktek keahlian ini dimulai dari tanggal 3 Mei 2019
sampai dengan 31 Mei 2018 bertempat di Teaching Factory, laboratorium kimia
pangan, dan laboratorium mikrobiologi dasar-lanjutan, Sekolah Tinggi Perikanan
Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
a. Pembuatan kappa karaginan
Peralatan yang digunakan pada proses pembuatan kappa karaginan adalah
termometer, kain blacu, waterbath shaker, magnetic strirer, dan viscometer
score sheet uji sensori mutu tepung karaginan sesuai SNI 8391-1 : 2013.
b. Pembuatan yogurt kulit buah naga merah
Proses pembuatan yogurt dapat dikatakan relative sederhana, peralatan
yang digunakan antara lain adalah peralatan yang digunakan untuk
pembuatan sari kulit buah naga antara lain: panci, sendok pengaduk,
timbangan, blender, dan kain saring, pisau. Peralatan yang digunakan
dalam pembuatan yoghurt kulit buah naga meliputi: kompor, panci,
termometer batang, pengaduk (untuk pasteurisasi) dan wadah untuk
fermentasi sesuai SNI 2981: 2009 (Al Riza, Damayanti, & Hendrawan,
2014).
c. Pengujian kimia
Peralatan yang digunakan pada tahap pengujian kimia adalah 1 kjeltec TM
2100, tungku pengabuan, desikator, neraca analitik, buret, tabung protein,
selubung lemak, stomacher, pipet tetes, erlenmeyer, gelas beker, gelas
ukur, labu ukur, dan spatula
d. Pengujian mikrobiologi
Peralatan yang digunakan autoclave, incubator, stomacher, cawan petri,
pipet tetes, tabung reaksi, pipet serologi, pipet pump, gelas ukur, rak
tabung reaksi, bunsen, gelas beker, gegep, plastik steril, kertas coklat dan
karet.
21
3.2.2 Bahan
a. Pembuatan kappa karaginan
Bahan yang digunakan antara lain rumput laut Eucheuma cottonii, metil
alcohol, dan air.
b. Pembuatan yogurt kulit buah naga merah
Bahan yang digunakan antara lain susu skim, gula, bakteri asam laktat
(Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophiles), kulit buah naga
merah dan kappa-karaginan.
c. Pengujian kimia
Bahan yang digunakan pada tahap pengujian kimia antara lain H2SO4
pekat, katalis protein Cu2SO4 dan K2SO4, NaOH, H3BO3, indikator
protein MM dan BCG, HCl 0,1 N, larutan boraks, dan N-Heksana
d. Analisis mikrobiologi
Bahan yang digunakan dalam proses pengujian mikrobiologi antara lain
plate count agar, natrium klorida, dan aquadest.
3.3 Metode Kerja
3.3.1 Metode Pembuatan Kappa- Karaginan
Gak ngerti
22
pencucian
perlakuan alkali
pencucian 2
pemucatan/bleaching
pencucian 3
ekstraksi
penyaringan
penjendalan
pengurangan air
pengeringan
penepungan
pengayakan
pengemasan
3.3.2 Metode Pembuatan Yogurt Kulit Buah Naga Merah Berbasis Kappa
Karaginan
Berikut merupakan metode pembuatan yogurt buah naga yang dikutip dari
Rukmana (2001) dan Sari et al (2015) dengan modifikasi. disajikan pada Gambar 6.
Pendinginan sampai
45C pengukusan selama 3
menit
pendinginan larutan
homogenisasi
Gambar 6. Diagram alir pembuatan yogurt dengan modifikasi (Rukmana, 2011) dan
Diagram pembuatan yogurt dengan modifikasi kulit buah naga merah (Hapsari, 2011)
*) Bagian yang dimodifikasi
24
5) Vikositas
plate yaitu dnegan menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu
kemudian ditambahkan media agar. Kedua, metode cawan agar sebar/spread plate
yaitu dengan menuangkan terlebih dahulu media agar ke dalam cawan petri
kemudian contoh diratakan pada permukaan agar dengan menggunakan batang
gelas bengkok.
30
Praktik keahlian ini dilakukan selama ± 2 bulan, mulai tanggal 3 Mei 2019
sampai dengan tanggal 19 Juli 2019, yang bertempat di Teaching Factory Sekolah
Tinggi Perikanan dengan tempat pengujian pada gedung Albacore yang meliputi
laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, dan laboratorium sensori.
Rincian tersebut diatas menjadi acuan secara kasar untuk memproduksi yogurt
sebanyak 12 botol dengan ukuran 250 ml per botol.
32
DAFTAR PUSTAKA
Kim J. Y., Kang E. J., Kwon O. and Kim G. H. Korean consumers' perceptions of
health/functional food claims according to the strength of scientific
evidence. Nutrition Research and Practice. 2010; 4: 428-432.
Waladi, V.S.J. & Faizah, H. 2015. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus.) Sebagai Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Es
Krim (Online),