Anda di halaman 1dari 28

ISSN 1829-8001

Terakreditasi No. 726/Akred/P2MI-LIPI/04/2016

LIPI

Vol.13, No.2, Desember 2016

OTONOMI DAERAH
DAN PEMBANGUNAN PERDESAAN
Respon Publik terhadap Model Penganggaran Partisipatif dalam
Pembangunan Desa: Studi Tiga Provinsi di Indonesia
Konteks Sosial Ekonomi Kemunculan Perempuan Kepala Daerah
Desentralisasi dan Oligarki Predator di Wakatobi:
Peran Oligarki dan Elit Penentu dalam Pembangunan Perdesaan
Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa
Otoda dalam UU Pemda Baru:
Masalah dan Tantangan Hubungan Pusat dan Daerah

RESUME PENELITIAN
Masa Depan Partai Islam di Indonesia
Problematika Kekuatan Politik Islam di Maroko, Sudan, dan Somalia

REVIEW BUKU
Membangun Kemandirian Desa dalam Bingkai Otonomi Daerah

Jurnal Penelitian Jakarta, ISSN


Vol. 13 No. 2 Hlm. 137-275
Politik Desember 2016 1829-8001
Jurnal Jurnal Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI),
Penelitian Politik merupakan media pertukaran pemikiran mengenai masalah-masalah strategis yang
terkait dengan bidang-bidang-bidang politik nasional, lokal, dan internasional;
khususnya mencakup berbagai tema seperti demokratisasi, pemilihan umum, konflik,
otonomi daerah, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri dan diplomasi, dunia
Islam, serta isu-isu lain yang memiliki arti strategis bagi bangsa dan negara Indonesia.

P2P-LIPI sebagai pusat penelitian milik pemerintah dewasa ini dihadapkan pada
tuntutan dan tantangan baru, baik yang bersifat akademik maupun praktis kebijakan,
khususnya yang berkaitan dengan persoalan dengan otonomi daerah, demokrasi, HAM
dan posisi Indonesia dalam percaturan regional dan internasional. Secara akademik,
P2P-LIPI dituntut menghasilkan kajian-kajian unggulan yang bisa bersaing dan menjadi
rujukan ilmiah pada tingkat nasional maupun internasional. Sementara secara moral,
P2P-LIPI dituntut untuk memberikan arah dan pencerahan bagi masyarakat dalam
rangka membangun Indonesia baru yang rasional, adil dan demokratis. Karena itu,
kajian-kajian yang dilakukan tidak semata-mata berorientasi praksis kebijakan, tetapi
juga pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, khususnya perambahan konsep dan
teori-teori baru ilmu politik, perbandingan politik, studi kawasan dan ilmu hubungan
internasional yang memiliki kemampuan menjelaskan berbagai fenomena sosial politik,
baik lokal, nasional, regional, maupun internasional

Mitra Bestari Prof. Dr. Syamsuddin Haris (Ahli Kajian Kepartaian, Pemilu, dan Demokrasi)
Prof. Dr. Bahtiar Effendy (Ahli Kajian Politik Islam)
Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti (Ahli Kajian Pertahanan dan Hubungan Internasional)
Prof. Dr. Indria Samego (Ahli Kajian Ekonomi Politik dan Keamanan)
Prof. Dr. Tirta Mursitama (Ahli Kajian Internasional)
Dr. C.P.F Luhulima (Ahli Kajian Ekonomi Politik Internasional, ASEAN, Eropa)
Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA (Ahli Kajian Otonomi Daerah dan Politik Lokal)
Nico Harjanto, Ph.D (Ahli Kajian Perbandingan Politik)
Dr. Philips J. Vermonte (Ahli Kajian Pemilu dan Pemerintahan)
Dr. Tri Nuke Pudjiastuti, MA (Ahli Politik Internasional, Migrasi, ASEAN)
Dr. Ganewati Wuryandari, MA (Ahli Politik Luar Negeri dan Perbatasan)

Penanggung Jawab Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI

Pemimpin Redaksi Dini Rahmiati, S.Sos., M.Si

Dewan Redaksi Adriana Elisabeth, Ph.D (Ahli Kajian Hubungan Internasional)


Drs. Hamdan Basyar, M.Si (Ahli Kajian Timur Tengah dan Politik Islam)
Firman Noor, Ph.D (Ahli Kajian Pemikiran Politik, Pemilu dan Kepartaian)
Moch. Nurhasim, S.IP., M.Si (Ahli Kajian Pemilu dan Kepartaian)
Drs. Heru Cahyono (Ahli Otonomi Daerah dan Desa)

Redaksi Pelaksana Indriana Kartini, MA (Ahli Kajian Dunia Islam dan Perbandingan Politik)
Athiqah Nur Alami, MA (Ahli Kajian Hubungan Internasional)
Dra. Awani Irewati, MA (Ahli Kajian Perbatasan, ASEAN dan Hubungan
Internasional)

Sekretaris Redaksi Esty Ekawati, S.Sos., M.IP


Devi Darmawan, S.H
Anggih Tangkas Wibowo, MMSi

Produksi dan Sirkulasi Adiyatnika, A.Md


Prayogo, S.Kom

Alamat Redaksi Pusat Penelitian Politik-LIPI, Widya Graha LIPI, Lantai III & XI
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 10 Jakarta Selatan 12710
Telp/Faks. (021) 520 7118, E-mail: penerbitan.p2p@gmail.com
Website: www.politik.lipi.go.id

ISSN 1829-8001
Vol. 13, No. 2, Desember 2016

DAFTAR ISI
Daftar Isi i–ii
Catatan Redaksi iii–iv
Artikel
• Respon Publik terhadap Model Penganggaran Partisipatif
dalam Pembangunan Desa: Studi Tiga Provinsi di Indonesia
Kadek Dwita Apriani dan Irhamna Irham 137–148
• Konteks Sosial Ekonomi Kemunculan Perempuan
Kepala Daerah
Kurniawati Hastuti Dewi dan Ahmad Helmy Fuady 149–166
• Desentralisasi dan Oligarki Predator di Wakatobi:
Peran Oligarki dan Elit Penentu dalam Pembangunan
Perdesaan
Eka Suaib, La Husen Zuada, Waode Syifatu 167–191
• Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa
Nyimas Latifah Letty Azizi 193–211
• Otoda dalam UU Pemda Baru:
Masalah dan Tantangan Hubungan Pusat dan Daerah
R. Siti Zuhro 213–225

Resume Penelitian
• Masa Depan Partai Islam di Indonesia
Moch. Nurhasim, dkk 227–244
• Problematika Kekuatan Politik Islam di Maroko, Sudan, dan
Sudan, dan Somalia
Nostalgiawan Wahyudhi, dkk 245–260

Review Buku
• Membangun Kemandirian Desa dalam Bingkai Otonomi
Otonomi Daerah
Yusuf Maulana 261–268

Tentang Penulis 269–270


Pedoman Penulisan 271–275
CATATAN REDAKSI

Reformasi tahun 1998 membawa dampak Manusia (IPM), tingkat kemiskinan, dan
pada pelaksanaan Otonomi di sejumlah daerah ketimpangan pendapatan, tidak memiliki korelasi
di Indonesia. Dengan menjalankan pemerintahan kuat dengan jumlah perempuan kandidat kepala
secara otonom, diharapkan daerah mampu daerah, maupun jumlah perempuan yang terpilih.
menjalankan pembangunan demi kesejahteraan Artikel berikutnya, “Desentralisasi dan
masyarakatnya. Akan tetapi, masih terdapat Oligarki Predator di Wakatobi” tulisan La
sejumlah persoalan yang ditimbulkan selama Husen Zuada dkk membahas mengenai praktek
Otonomi daerah dilaksanakan di Indonesia, oligarki di Wakatobi. Di era otonomi daerah,
baik dari segi regulasi maupun implementasi para elit politik dan pengusaha adalah pemilik
dan pengawasannya. Sehingga, harapan dengan perusahan sektor pariwisata terbesar di Wakatobi
adanya otonomi daerah dapat meningkatkan dan juga berperan sebagai kelompok yang
kesejahteraan masyarakatnya, namun justru mengerjakan proyek pemerintah dan pada
sebaliknya, banyak daerah tidak mampu akhirnya bertransformasi menjadi oligarki
membawa daerah kepada kesejahteraan, dan predator yang melibatkan diri dalam pertahanan
bahkan terjebak pada pragmatism politik akibat dan peningkatan kekayaan melalui sejumlah
efek Pilkada Langsung yang diterapkan sejak bisnis yang mereka kelola. Kehadiran oligarki
tahun 2005. di Wakatobi menumbuhkan gairah usaha baru,
Jurnal Penelitian Politik nomor ini membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan
menyajikan lima artikel yang membahas topik- jumlah wisatawan. Namun pada sisi yang lain,
topik yang terkait dengan Otonomi Daerah, kehadiran oligarki memunculkan ketimpangan
Desentralisasi, pembangunan desa dan konteks pendapatan, konflik lahan serta perburuhan antara
sosial ekonomi yang memunculkan perempuan pemerintah, pengusaha dan warga di Wakatobi.
kepala daerah. Artikel pertama ditulis oleh Artikel keempat yang ditulis oleh Nyimas
Kadek Dwita Apriani dan Irhamna tentang Latifah Letty Azis tentang “Otonomi Desa dan
“Respon Publik Terhadap Model Penganggaran Efektivitas Dana Desa” menguraikan tentang
Partisipatif dalam Pembangunan Desa: Studi Tiga persoalan alokasi pemberian dana desa dengan
Provinsi di Indonesia” mengurai tentang model proporsi 90:10. Tujuan pemberian dana desa
penganggaran partisipatif dalam pembangunan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
desa merujuk pada program Dana Desa. Tujuan masyarakat desa. Namun, dalam pelaksanaan
dari penelitian ini, untuk menggambarkan dan penggunaan dana desa masih dirasakan belum
memetakan respon publik Indonesia mengenai efektif dikarenakan belum memadainya kapasitas
program Dana Desa di wilayah Indonesia Barat dan kapabilitas pemerintah desa dan belum
yang diwakili oleh provinsi Banten; wilayah terlibatnya peran serta masyarakat secara aktif
Indonesia Tengah yang diwakili Gorontalo; dan dalam pengelolaan dana desa.
Indonesia Timur oleh Papua Barat.
Adapun tulisan R. Siti Zuhro yang berjudul
Artikel kedua dengan judul Konteks “Otoda dalam UU Pemda Baru: Masalah
Sosial Ekonomi: Kemunculan Perempuan dan Tantangan Hubungan Pusat dan Daerah”
Kepala Daerah yang ditulis oleh Kurniawati menggambarkan permasalahan yang terjadi
Hastuti Dewi dan Ahmad Helmy Fuady dalam era Otonomi Daerah. Permasalahan
melihat kemungkinan kondisi sosial ekonomi serius ketidakharmonisan hubungan pusat dan
memfasilitasi kemunculan dan kemenangan daerah tak cukup dijawab melalui perbaikan
para perempuan kepala daerah, khususnya pada UU Pemda, tapi lebih penting dari itu adalah
Pilkada langsung Desember 2015. Tulisan ini adanya political will dan political commitment
menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan dari para stakeholders otoda untuk konsisten

Catatan Redaksi | iii 


menjalankan amanah UU Pemda, khususnya Artikel kedua ditulis oleh Nostalgiawan
pasal tentang binwas dan penguatan gubernur Wahyudi yang berjudul “Problematika Kekuatan
sebagai wakil pemerintah pusat. Pemerintah pusat Politik Islam di Maroko, Sudan dan Somalia”
harus konsisten dalam menjalankan peraturan. yang menguraikan fenomena “backward bending
Sebaliknya, pemerintah daerah tak perlu resisten process” dimana gejolak politik dan regime
berlebihan dalam merespons kebijakan pusat change dibeberapa negara Timur Tengah tidak
yang dianggap merugikan. Karena itu, penting mengarah pada demokrasi, namun terjadi
bagi masing-masing pihak untuk memperbaiki pembalikan kembali ke arah autoritarianisme.
pola komunikasi, sinergi dan koordinasi agar Maroko, Sudan dan Somalia memiliki keunikan
tercipta relasi pusat-daerah yang harmonis. dimana Ikhwanul Muslimin (IM) menjadi benang
Tinjauan buku yang ditulis oleh Yusuf merah di ketiga negara tersebut. Meskipun
Maulana yang berjudul “Membangun begitu, gerakan IM lebih mengakar di Sudan
Kemandirian Desa dalam Bingkai Otonomi dibandingkan dua negara lainnya karena faktor
Daerah” membahas mengenai persoalan geografis dan historis. Selain itu, gerakan politik
pelaksanaan desentralisasi di tingkat desa yang Islam di tiga negara ini muncul sebagai gerakan
belum jelas, yang terkait posisi desa dan dampak oposisi pro demokrasi menentang rezim otoriter.
desentralisasi yang diharapkan. Adanya masalah Ucapan terima kasih secara khusus kami
struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan sampaikan kepada para mitra bestari yang telah
desa yang belum sesuai dengan kebutuhan memberikan komentar atas semua naskah artikel
desa dan masyarakatnya. Kemudian masalah yang masuk untuk penerbitan nomor ini. Redaksi
perubahan struktur dan fungsi tersebut belum berharap hadirnya Jurnal Penelitian Politik
memberikan kontribusi kepada kemandirian desa. nomor ini dapat memberikan manfaat baik bagi
Bagaimana perubahan tersebut bisa membuat diskusi dan kajian mengenai Otonomi Daerah,
potensi kemandirian desa bisa terbangun. Desentralisasi dan Pembangunan Perdesaan di
Selain lima artikel dan satu tinjauan buku Indonesia. Selamat membaca.
diatas, nomor ini juga menghadirkan dua
ringkasan hasil penelitian yang telah dilakukan Redaksi
peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI. Artikel
pertama, yang ditulis oleh Moch. Nurhasim
berjudul “Masa Depan Partai Islam di Indonesia”
menggambarkan peluang ideologi Islam dan
partai-partai Islam di masa depan bergantung
pada sejauhmana ideologi Islam dapat dihadirkan
untuk menjawab persoalan ke-Indonesiaan
dan kebangsaan. Peluang partai-partai Islam
pada satu sisi dapat dilihat dari hasil elektoral,
namun pada sisi yang jauh lebih mendasar dari
hal itu ialah bagaimana meningkatakn kualitas
kehadiran dan kontribusi partai-partai Islam bagi
praktik demokrasi Indonesia yang tidak sekedar
lebih etis dan beradab, melainkan juga lebih adil,
akuntabel, dan berintegritas.

iv | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016  


Vol. 13, No. 2, Desember 2016

53% yang menilai bahwa pemanfaatan Dana


DDC: 303:324.998 Desa di lingkungan tempat tinggalnya tepat
Kadek Dwita Apriani dan Irhamna sasaran. Pengetahuan dan penilian masyarakat
di tiga wilayah Indonesia tentang program
dana desa tersebut berkaitan dengan budaya
RESPON PUBLIK TERHADAP MODEL masyarakatnya yang tercermin dalam indikator
PENGANGGARAN PARTISIPATIF intensitas mengikuti rembug warga untuk
DALAM PEMBANGUNAN DESA: STUDI menyelesaikan persoalan di lingkungan tempat
TIGA PROVINSI DI INDONESIA tinggalnya. Makin tinggi intensitas mereka
mengikuti rembug warga, maka makin besar
kecenderungan responden untuk mengetahui
Jurnal Penelitian Politik perihal Dana Desa dan memberi penilaian
Vol. 13 No. 2, Desember 2016, Hal. 137-148 positif terkait ketepatan pemanfaatan Dana
Desa di lingkungan sekitarnya.
Model penganggaran partisipatif dalam
pembangunan desa merujuk pada program Kata kunci: dana desa, anggaran partisipatif,
Dana Desa. Dua tahun berjalan, wacana respon publik
tentang program ini lebih banyak berkaitan
dengan hal teknis seperti perbedaan data
jumlah desa; rekrutmen pendamping desa;
atau syarat pencairan dana desa. Oleh sebab DDC: 303:324.998
itu program ini dinilai kurang mendapat respon Kurniawati Hastuti Dewi dan Ahmad Helmy
dari publik dalam arti luas sehingga berdampak Fuady
pada partisipasi masyarakat dalam program
yang dirancang dengan azas partisipasi dan KONTEKS SOSIAL EKONOMI
pemberdayaan ini. Tujuan dari penelitian ini, KEMUNCULAN PEREMPUAN KEPALA
untuk menggambarkan dan memetakan respon DAERAH
publik Indonesia mengenai program Dana Desa
di wilayah Indonesia Barat yang diwakili oleh
Jurnal Penelitian Politik
provinsi Banten; wilayah Indonesia Tengah
yang diwakili Gorontalo; dan Indonesia Timur Vol. 13 No. 2, Desember 2016, Hal. 149-166
oleh Papua Barat. Berkaitan dengan tujuan
penelitian, maka metode penelitian yang Tulisan ini bertujuan melihat kemungkinan
digunakan adalah metode kuantitatif dengan kondisi sosial ekonomi memfasilitasi
tipe deskriptif. Sampel yang diambil di masing- kemunculan dan kemenangan para perempuan
masing provinsi berjumlah 800, sehingga kepala daerah, khususnya pada Pilkada langsung
MoEnya di kisaran 3%. Temuan penelitian Desember 2015. Tulisan ini menunjukkan bahwa
ini memperlihatkan bahwa lebih dari 50% Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat
responden tidak mengetahui tentang program kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan,
Dana Desa, sehingga jumlah mereka yang tidak memiliki korelasi kuat dengan jumlah
berpartisipasi dalam program tersebut juga lebih perempuan kandidat kepala daerah, maupun
rendah. Dari mereka yang mengetahui perihal jumlah perempuan yang terpilih. Tulisan ini
program Dana Desa tersebut, hanya sekitar menemukan bahwa jumlah perempuan kandidat

Abstrak | v 
kepala daerah maupun jumlah perempuan Kata Kunci: Desentralisasi, Oligarki Predator,
terpilih terkonsentrasi di daerah yang memiliki Elite Penentu, Pembangunan Perdesaan,
jumlah universitas yang banyak dan rata-rata Wakatobi
tingkat akses internet yang tinggi seperti di Jawa.
Oleh karena itu, tulisan ini menggarisbawahi
dua hal: pertama, perempuan kepala daerah DDC: 352.4
dapat muncul dalam kondisi sosial ekonomi
Nyimas Latifah Letty Aziz
apapun; kedua, persebaran berbagai gagasan
baru dan informasi melalui universitas dan
media internet menjadi kunci peningkatan OTONOMI DESA DAN EFEKTIVITAS
jumlah perempuan kepala daerah. DANA DESA

Kata Kunci: sosial ekonomi, universitas, Jurnal Penelitian Politik


internet, perempuan kepala daerah. Vol. 13 No. 2, Desember 2016, Hal. 193-211

Lahirnya UU No.6/2014 tentang desa telah


DDC: 351.17 membuka peluang bagi desa untuk menjadi
mandiri dan otonom. Otonomi desa yang
Eka Suaib, La Husen Zuada, Waode Syifatu
dimaksud adalah otonomi pemerintah desa
dalam melakukan pengelolaan keuangan desa.
DESENTRALISASI DAN OLIGARKI Salah satu program yang diberikan pemerintah
PREDATOR DI WAKATOBI: saat ini adalah pemberian dana desa dengan
PERAN OLIGARKI DAN ELIT PENENTU proporsi 90:10. Tujuan pemberian dana desa
DALAM PEMBANGUNAN PERDESAAN ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa. Namun, dalam pelaksanaan
Jurnal Penelitian Politik penggunaan dana desa masih dirasakan belum
Vol. 13 No. 2, Desember 2016, Hal. 167-191 efektif dikarenakan belum memadainya
kapasitas dan kapabilitas pemerintah desa dan
belum terlibatnya peran serta masyarakat secara
Artikel ini menguraikan tentang praktek aktif dalam pengelolaan dana desa.
oligarki di Wakatobi. Keunggulan pariwisata
yang dimiliki Wakatobi menjadikan daerah
ini sebagai lahan bisnis paling menjajikan. Kata Kunci: otonomi desa, efektivitas, dana
desa
Potensi ini menjadi incaran para pengusaha,
tidak terkecuali para elit politik. Di era otonomi
daerah, para elit politik dan pengusaha adalah
pemilik perusahan sektor pariwisata terbesar di DDC: 352.14
Wakatobi dan juga berperan sebagai kelompok R. Siti Zuhro
yang mengerjakan proyek pemerintah. Di era
otonomi daerah, elit politik dan elit ekonomi OTODA DALAM UU PEMDA BARU:
di Wakatobi merupakan elit penentu, diantara MASALAH DAN TANTANGAN
mereka bertransformasi menjadi oligarki HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
predator yang melibatkan diri dalam pertahanan
dan peningkatan kekayaan melalui sejumlah Jurnal Penelitian Politik
bisnis yang mereka kelola. Kehadiran oligarki
Vol. 13 No. 2, Desember 2016, Hal. 213-225
di Wakatobi menumbuhkan gairah usaha
baru, membuka lapangan pekerjaan dan
meningkatkan jumlah wisatawan. Namun pada Setelah 16 tahun menerapkan
sisi yang lain, kehadiran oligarki memunculkan desentralisasi dan otonomi daerah, hasil tidak
ketimpangan pendapatan, konflik lahan serta menggembirakan, terutama dalam kaitannya
perburuhan antara pemerintah, pengusaha dan dengan tata pemerintahan yang baik lokal,
warga di Wakatobi. daya saing ekonomi lokal, kualitas pelayanan

vi | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016  


publik dan kesejahteraan masyarakat setempat. Indonesia yang tidak sekedar lebih etis dan
Meskipun pemerintah daerah di beberapa beradab, melainkan juga lebih adil, akuntabel,
daerah telah terbukti mampu inovasi dalam dan berintegritas.
memberikan pelayanan publik, jumlahnya masih
minim dibandingkan dengan jumlah daerah Kata Kunci : Partai Politik, Partai Islam,
mengalami stagnasi dalam perkembangan Demokrasi, Pemilu
mereka. Ada sekitar 122 kabupaten masih
dikategorikan sebagai berkembang. Hukum
23/2014, menggantikan hukum 34/2004 tentang
pemerintah daerah, adalah hukum mengikat DDC: 320.962.4
daerah dan secara signifikan lebih menuntut Nostalgiawan Wahyudhi
kinerja. Meskipun masih dipertanyakan, hukum
ini diharapkan dapat memberikan dasar yang PROBLEMATIKA KEKUATAN POLITIK
lebih baik untuk sinergi dan kerjasama antar ISLAM DI MAROKO, SUDAN, DAN
daerah, meningkatkan hubungan antara pusat SOMALIA
dan daerah, mempromosikan inovasi dalam
pelayanan publik dan membangun kesejahteraan Jurnal Penelitian Politik
sosial.
Vol. 13 No. 2, Desember 2016, Hal. 245-260

Kata Kunci: desentralisasi, otonomi daerah,


Riset ini diformulasikan untuk meneliti
pemerintah daerah, pelayanan publik.
perkembangan kekuatan politik Islam di
Maroko, Sudan dan Somalia paska Arab spring.
Berdasarkan riset tahun 2014, kami menemukan
DDC: 324.23 fenomena “backward bending process” dimana
Moch. Nurhasim gejolak politik dan regime change dibeberapa
negara kasus sebelumnya justru tidak mengarah
MASA DEPAN PARTAI ISLAM pada demokrasi, namun terjadi pembalikan
DI INDONESIA kembali ke arah autoritarianisme. Maroko,
Sudan dan Somalia memiliki keunikan dibanding
penelitian sebelumnya, dimana Ikhwanul
Jurnal Penelitian Politik
Muslimin (IM) menjadi benang merah di ketiga
Vol. 13 No. 2, Desember 2016, Hal. 227-244 negara tersebut. Meskipun begitu, gerakan IM
lebih mengakar di Sudan dibandingkan dua
Keberadaan partai politik Islam bukan negara lainnya karena faktor geografis dan
sekedar penanda tumbuh suburnya pluralitas historis. Selain itu, gerakan politik Islam di tiga
politi di Tanah Air, namun jauh dari itu, negara ini muncul sebagai gerakan oposisi pro
pluralitas ke-Indonesiaan tidak ada artinya tanpa demokrasi menentang rezim otoriter. Penelitian
ke-Islama di dalamnya. Oleh karena iu, partai- ini membuktikan fenomena Arab exceptionalism
partai Islam tetap relevan dan dibutuhkan, bukan terjadi. Budaya dan sistem politik di tiga negara
hanya sebagai saluran aspirasi dan kepentingan kasus tidak memberikan ruang yang cukup bagi
umat Islam, malainkan juga sebagai bagian dari tumbuhnya iklim demokrasi.
pluralitas dan ke-Indonesiaan itu sendiri. Hasil
kajian ini menunjukkan bahwa peluang ideologi Kata kunci: Politik Islam, Arab spring,
Islam dan partai-partai Islam di masa depan Demokrasi
bergantung pada sejauhmana ideologi Islam
dapat dihadirkan untuk menjawab persoalan
ke-Indonesiaan dan kebangsaan. Peluang
partai-partai Islam pada satu sisi dapat dilihat
dari hasil elektoral, namun pada sisi yang jauh
lebih mendasar dari hal itu ialah bagaimana
meningkatakn kualitas kehadiran dan kontribusi
partai-partai Islam bagi praktik demokrasi

Abstrak | vii 
DDC: 307.72
Yusuf Maulana

MEMBANGUN KEMANDIRIAN DESA


DALAM BINGKAI OTONOMI DAERAH

Jurnal Penelitian Politik


Vol. 13 No. 2, Desember 2016, Hal. 261-268

Persoalan yang melingkupi desa cukup


kompleks. Terutama persoalan pelaksanaan
desentralisasi di tingkat desa yang belum
jelas, yang terkait posisi desa dan dampak
desentralisasi yang diharapkan. Adanya masalah
struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan
desa yang belum sesuai dengan kebutuhan
desa dan masyarakatnya. Kemudian masalah
perubahan struktur dan fungsi tersebut belum
memberikan kontribusi kepada kemandirian
desa. Bagaimana perubahan tersebut bisa
membuat potensi kemandirian desa bisa
terbangun

Kata Kunci : Desa, Desentralisasi, Otonomi


Daerah, Kelembagaan.

viii | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016  


Vol. 13, No. 2, Desember 2016

the respondents’ tendency to be aware of village


DDC: 352.14 fund, and resulting a positive value about the
Kadek Dwita Apriani dan Irhamna pertinency of village fund.

PUBLIC RESPONSES TOWARDS Kata kunci: village fund, participatory


PARTICIPATORY BUDGETING MODEL budgeting, public responses
IN VILLAGE DEVELOPMENT: CASE
STUDIES IN THREE PROVINCES IN
INDONESIA
DDC: 303:324.998
Kurniawati Hastuti Dewi and Ahmad Helmy
Journal of Political Research Fuady
Vol. 13 No. 2, December 2016, Page 137-148
SOCIO ECONOMIC CONTEXT OF
Participatory budgeting in this article INDONESIAN WOMEN PATH
refer to village development through village TO LOCAL POLITICS
fund. One of the nine development priorities
by the Joko Widodo’s Government. However,
at their second year after implemented, the Journal of Political Research
discourse of this program was merely related Vol. 13 No. 2, December 2016, Page 149-166
to techincal constraint such as the difference
of villages number, the recruitment of village
assistants, or how the fund being processed. This paper aims to see possible pattern of
Therefore, this program was not getting any socio-economic conditions that may contribute
significant responses from the public, which in facilitating the rise and victory of female
affected the level of public participation, even leaders, particularly in the December 2015 local
when empowerment and participation became direct elections. This paper reveals that, human
the main principles. This research aims to development index, poverty rate, and gini ratio
describe public responses towards village fund in of a region did not strongly correlate with the
three provinces which represented three parts of number of female leader candidates, nor with
Indonesia; Banten, Gorontalo, and West Papua. the number of the elected female leaders. This
This research use descriptive-quantitative paper also shows that the number of candidate
method. There are 800 samples that being taken and elected female leaders is concentrated in
from each province, with 3% MoE. This research
areas which have large number of universities
finds that more than 50% of respondents did not
have any information about the village fund, and high proportion of internet access, such
therefore the numbers of society who actively as Java. This paper highlighted two important
engaged in the program is low. There only 53% points: first, female leader candidates can
of respondents who agreed that the village fund emerge and be elected from various socio-
was used correctly. Public’s knowledge and economic conditions of region; second, flows of
judgement in three provinces are related to their ideas and information through universities and
culture which reflected from their intensity to be internet access are important keys to the rise
involved in public consultation or hearing. The and victory of female leaders in local politics.
higher their intensity to be involed, the greater

Abstract | ix 
Keywords: socio-economic condition, Journal of Political Research
university, internet, female local leader. Vol. 13 No. 2, December 2016, Page 193-211

The Law No.6 / 2014 on the village


DDC: 351.17 has opened up opportunities for villages to
Eka Suaib, La Husen Zuada, Waode Syifatu become self-sufficient and autonomous. Village
autonomy is autonomous of village governments
DECENTRALIZATION AND OLIGARCHY in managing the finances of the village. One
PREDATOR IN WAKATOBI: THE ROLE OF program that given by the government is the
OLIGARCHY’S AND ELITE’S STRATEGIC village fund with the proportion of 90:10. The
IN RURAL DEVELOPMENT purpose of giving the village fund is to improve
the welfare of rural communities. However, in the
Journal of Political Research implementation of the use of village funds still
felt not effective due to inadequate capacity and
Vol. 13 No. 2, December 2016, Page 167-191
capability of the village government and not the
involvement of active community participation
The present article discusess about the in the management of village funds.
practice of oligarchy in Wakatobi. Wakatobi has
attracted lots of tourist in recent past and tourism
Keywords: village autonomy, effectiveness,
has become one of the major source of bussiness village fund
in this area. The tourism industry guarantees
not only employment in the region but is also
a major way to gain political power. In this era
of Wakatobi the regional autonomy is controlled DDC: 352.14
by political elites and entrepreneurs. It is these R. Siti Zuhro
political elites and the enterprenuers who also
control the tourism industry and are the owners LOCAL GOVERNMENT ACT OTODA IN
of the largest tourist company.There is nexus NEW: ISSUES AND CHALLENGES AND
between the politicians and the entreprenuers LOCAL CONNECTION
who takes away all the major gorvernment
tourist projects. This group of politicians and Journal of Political Research
enternprenuers, who are responsible for the
Vol. 13 No. 2, December 2016, Page 213-225
development of the region, are also the people
who control the maximum wealth of the region.
Though the presence of oligarchy in Wakatobi After 16 years implement decentralization
has grown new businesses, created jobs and and regional autonomy, the results is not
increased the number of tourists in the region, encouraging, particularly in relation to
but it has also brought income inequality, land good local governance, local economic
owners and labors conflicts and other problems competitiveness, the quality of public services
among people of Wakatobi. and the welfare of local communities. Although
Keywords: Decentralization, Oligarchy local government in some regions have
Predator, Elite Strategic, Rural Development, proven capable of innovation in providing
Wakatobi. public services, the numbers are still minimal
compared to the number of regions experiencing
stagnation in their development. There are
approximately 122 districts are still categorized
DDC: 352.4
as undeveloped. Law 23/2014, replacing the
Nyimas Latifah Letty Aziz 34/2004 law on regional government, is legal
binding on regions and is significantly more
VILLAGE AUTONOMY AND demanding of performance. Although it is still
EFFECTIVENESS OF VILLAGE FUND questionable, this law is expected to provide
a better basis for synergy and cooperation

x | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016  


between regions, improved relations between This research is formulated to examine
center and regions, promoting innovation in the development of political Islam in Morocco,
public services and building social welfare.   Sudan and Somalia in post Arab spring. Based
on research finding in 2014, we found the
Keywords: decentralization, local autonomy, phenomenon of “backward bending process”
local government, public services. in which the political unrest and regime change
in previous case studies do not lead towards
democracy, but turned back to authoritarianism.
DDC: 324.23 The research on Morocco, Sudan and Somalia
shows a unique finding that the Muslim
Moch. Nurhasim
Brotherhood (IM) has existed in these three
countries. However this movement is deeply
THE FUTURE OF ISLAMIC PARTIES IN rooted in Sudan compared to the rest countries
INDONESIA based on geographical and historical reason.
Other findings are Islamic political movements
Journal of Political Research have emerged as democratic opposition
Vol. 13 No. 2, December 2016, Page 227-244 movements against the authoritarian regimes.
This study proves that the phenomenon of ‘Arab
exceptionalism’ has existed. The cultural and
The existence of an Islamic political party
political systems in these three countries do
is not just a marker of the flourishing plurality
not provide a sufficient space for the growth of
polities in the country, but far from it, a plurality
democracy.
Indonesiaan nothing without all Islama in it.
Therefore iu, Islamic parties remain relevant
and needed, not only as a channel for the Keywords: Political Islam, Arab Spring,
aspirations and interests of Muslims, malainkan Democracy
also as part of plurality and Indonesiaan itself.
The results of this study showed that the chances
of Islamic ideology and Islamic parties in the DDC: 307.72
future depends on how far the Islamic ideology Yusuf Maulana
can be presented to answer the question
Indonesiaan and nationality. Opportunities of
INDEPENDENCE VILLAGE BUILDING IN
Islamic parties on the one hand can be seen FRAME OF REGIONAL AUTONOMY
from the results electoral, but in the much
more basic than it is how meningkatakn quality
presence and contribution of Islamic parties for Journal of Political Research
the practice of democracy in Indonesia is not Vol. 13 No. 2, December 2016, Page 261-268
only more ethical and civilized, but also more
fair, accountable, and integrity. Issues surrounding the village is complex.
Especially the issue of decentralization in the
Keywords: Party, Islamic Party, Democracy, village are not clear, which is related to the
Election position of the village and the expected impact
of decentralization. The existence of the problem
structure and function of rural government
DDC: 320.962.4 institutions are not in accordance with the needs
Nostalgiawan Wahyudhi of the village and its people. Then the problem
changes in the structure and the function has not
THE PROBLEMS OF THE POWER OF contributed to the independence of the village.
POLITICAL ISLAM IN MOROCCO, How these changes could create the potential
SUDAN AND SOMALIA independence of the village can be awakened.

Journal of Political Research Keywords: village, decentralization, autonomy,


Vol. 13 No. 2, December 2016, Page 245-260 institutional.

Abstract | xi 
OTODA DALAM UU PEMDA BARU:
MASALAH DAN TANTANGAN HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH

REGIONAL AUTONOMY ON NEW LOCAL GOVERNMENT’S LAW:


PROBLEMS AND CHALLENGE OF CENTRAL AND REGIONAL
GOVERNMNENT RELATION

R. Siti Zuhro

Pusat Penelitian Politik – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


Jl. Jend. Gatot Subroto, no.10, Jakarta
email: wiwieqsz@yahoo.com.au

Diterima: 25 Oktober 2016; direvisi: 8 November 2016; disetujui: 28 Desember 2016

Abstract

After 16 years implement decentralization and regional autonomy, the results is not encouraging, particularly
in relation to good local governance, local economic competitiveness, the quality of public services and the welfare
of local communities. Although local government in some regions have proven capable of innovation in providing
public services, the numbers are still minimal compared to the number of regions experiencing stagnation in their
development. There are approximately 122 districts are still categorized as undeveloped. Law 23/2014, replacing the
34/2004 law on regional government, is legal binding on regions and is significantly more demanding of performance.
Although it is still questionable, this law is expected to provide a better basis for synergy and cooperation between
regions, improved relations between center and regions, promoting innovation in public services and building
social welfare.  

Keyword: Regional autonomy, central and regional government relation, public services, social welfare

Abstrak

Desentralisasi dan otonomi daerah setelah 16 tahun diimplementasikan ternyata belum menunjukkan hasil
yang menggembirakan, terutama dalam kaitannya dengan tata pemerintahan yang baik lokal, daya saing ekonomi
lokal, kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat setempat. Meskipun pemerintah daerah di beberapa
daerah telah terbukti mampu berinovasi dalam memberikan pelayanan publik, jumlahnya masih minim dibandingkan
dengan jumlah daerah yang mengalami stagnasi dalam pembangunan daerahnya. Ada sekitar 122 kabupaten masih
dikategorikan sebagai berkembang. Kehadiran Undang-undang nomor 23 tahun 2014, menggantikan Undang-
Undang nomor 34 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, secara signifikan menuntut kinerja pemerintah daerah.
Meskipun masih dipertanyakan, undang-undang ini diharapkan dapat memberikan dasar yang lebih baik dalam
melakukan sinergi dan kerjasama antar daerah, meningkatkan hubungan antara pusat dan daerah, mempromosikan
inovasi dalam pelayanan publik dan membangun kesejahteraan sosial.

Kata kunci: Otonomi Daerah, Hubungan Pusat dan Daerah, Pelayanan Publik, Kesejahteraan Sosial

Pendahuluan
desentralisasi dan otonomi daerah. Ketidakpuasan
Sejak 1998 Indonesia kembali ke sistem terhadap sentralisasi kekuasaan selama era Orde
demokrasi. Salah satu perubahan yang sangat Baru membuat daerah-daerah menuntut otonomi.
fundamental adalah lahirnya kebijakan Sistem sentralistis ditolak karena dianggap

Otoda dalam UU Pemda Baru ... | R. Siti Zuhro | 213 


hanya mampu memakmurkan elite. Sebaliknya, yang ada dalam UU 23/2014 tersebut adalah
sistem yang desentralistis diharapkan akan masalah hubungan pusat dan daerah. Masalah
dapat meningkatkan kualitas kehidupan sosial, ini sangat krusial. Karena itu, secara eksplisit
ekonomi dan politik masyarakat. Meskipun UU tentang Pemerintahan Daerah yang baru
demikian, di tataran realitasnya keinginan tersebut menekankan pentingnya membangun
tersebut tak semudah membalik telapak tangan. dan memperoleh kesamaan persepsi antara
Sejauh ini praktik otonomi daerah menghadapi pemerintah pusat dan daerah. Idealnya, kebijakan
banyak kendala dan belum menunjukkan hasil desentralisasi dan otonomi tak hanya bertujuan
seperti yang diharapkan. untuk memajukan daerah, tapi juga harus
Berbeda dengan era sebelumnya, mampu meningkatkan pola hubungan yang lebih
pemerintah era reformasi sekarang ini harmonis antara pusat dan daerah. Hal ini yang
dituntut untuk konsisten melaksanakan sistem antara lain patut mendapatkan perhatian di era
demokrasi dan desentralisasi/otonomi daerah. otonomi sekarang ini.
Pemerintah juga tidak bisa lagi menggunakan Dalam kaitan tersebut, tulisan ini
cara-cara represif terhadap daerah seperti mencoba membahas relasi pusat dan daerah
yang pernah dilakukannya terhadap Aceh dan era desentralisasi dan otonomi. Isu ini tak
Papua. Kelangkaan sumberdaya ekonomi dan bisa dipisahkan dengan masalah koordinasi,
keterbatasan dalam menggunakan sumber-sumber bimbingan dan pengawasan antarjenjang
kekuasaan secara leluasa membuat pemerintah pemerintahan yang menjadi salah satu faktor
tak punya banyak pilihan.1 Klientelisme ekonomi utama membangun hubungan pusat-daerah yang
untuk membeli loyalitas menjadi semakin sulit harmonis. Selain itu, akan coba dibahas pula
dilakukan karena sumber-sumber (resources) isu tentang penguatan gubernur sebagai wakil
yang ada di negeri ini sudah sangat berkurang. pemerintah pusat. Pertanyaannya apakah hal
Oleh sebab itu, tuntutan atau gugatan daerah ini akan efektif memperkuat hubungan pusat-
harus ditanggapi secara persuasif, yaitu dengan daerah?. Sebelum menguraikan masalah tersebut,
menerapkan kebijakan desentralisasi dan akan dibahas terlebih dahulu problematik
otonomi daerah.2 otonomi daerah.
UU 32/2004 telah direvisi. Saat ini UU
Pemerintahan Daerah (Pemda) yang baru (UU Problematik Otonomi Daerah
23/2014) sudah diberlakukan dan menjadi
Sejak diterapkannya kembali otonomi daerah
acuan bagi praktek desentralisasi dan otonomi
(otoda 2001) relasi pusat dan daerah belum
daerah. Salah satu isu strategis dari 13 isu
menampakkan hubungan yang harmonis.
1
Krisis ekonomi (1997-1998) membuat anggaran negara Asumsi bahwa dengan kebijakan desentralisasi
defisit; sentralisasi pengelolaan sumber daya ekonomi dan otonomi daerah hubungan pusat dan
digugat; dan setiap kebijakan alokasi sumber daya ekonomi
juga dipertanyakan. Korporatisme negara juga lumpuh tatkala daerah menjadi lebih baik, ternyata tidak
kelompok-kelompok masyarakat, terutama kelompok profesi, terbukti. Beberapa kendala yang muncul dalam
berhasil membangun pluralitas representasi kepentingan mereka
tanpa berhasil dikekang negara.
pelaksanaan otoda membuat hubungan pusat-
daerah ikut terganggu. Salah satu contohnya
2
UU No. 22/1999 dan UU 25/1999 memberikan kewenangan adalah isu pemekaran daerah. Tak jarang
yang luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang
pemerintahan, kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, tuntutan-tuntutan daerah untuk memekarkan
moneter dan fiskal, agama, serta beberapa kewenangan daerahnya terganggu karena adanya persyaratan
bidang lain. UU tersebut diharapkan bisa memuaskan semua yang ketat untuk memekarkan daerah dan
daerah dengan memberikan ruang partisipasi politik melalui
desentralisasi dan memberikan kesempatan berkembangnya kebijakan moratorium pemekaran daerah.
demokrasi lokal melalui pemilihan kepala daerah langsung Realitasnya jumlah daerah otonom
dan pembentukan Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai
perkembangan baru bagi kehidupan demokrasi di tingkat desa. senantiasa bertambah, dari 219 menjadi 542 (34
Selain itu, kedua UU itu juga diharapkan dapat memuaskan provinsi, 415 kabupaten, 93 kota) tahun 2016.
daerah-daerah kaya sumberdaya alam yang ‘memberontak’ Pemekaran seolah menjadi penanda era otoda
dengan memberikan akses yang lebih besar untuk menikmati
sumberdaya alam yang ada di daerah mereka masing-masing.

214 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 213– 225 
yang sulit dibendung.3 Ironinya banyak pemda yaitu (a) silang sengkarutnya hubungan pusat dan
yang membuat perda yang tidak bermanfaat dan daerah dan lemahnya koordinasi, pengawasan
hanya mengandung kepentingan sempit para elit. dan bimbingan (korbinwas) antarjenjang
Sebagian dari ribuan perda bermasalah tersebut pemerintahan. (b) masalah dalam pengelolaan
sudah dibatalkan oleh pemerintah pusat. Sebab, anggaran dana alokasi umum (DAU) dan dana
perda bermasalah memunculkan kontroversi dan alokasi khusus (DAK); (c) pola relasi antara
menyebabkan masyarakat merugi, termasuk kaum kepala daerah dan DPRD yang kurang harmonis;
perempuan.4 (d) kekhawatiran terhadap isu kriminalisasi
Dengan diterapkannya UU 23/2014 tentang administrasi; (e) minimnya kerjasama antardaerah
Pemerintahan Daerah, muncul kegalauan baru yang bermanfaat bagi pembangunan daerah, (f)
dimana daerah merasakan adanya inkonsistensi minimnya komitmen dan konsistensi dalam
semangat otoda yang mencoba kembali ke menjalankan peraturan, (g) persepsi sepihak
sentralistik. Sebagai contoh, ditariknya beberapa daerah tentang kewenangannya yang membuat
urusan kembali ke provinsi, seperti urusan penonjolan isu kedaerahan dan keindonesiaan
pendidikan menengah, pengelolaan sumber kurang berimbang, (h) kerumitan pengelolaan
daya anggaran, SDM, dan asset sarpras, menjadi hubungan kewenangan daerah dan antardaerah,
tanggung jawab provinsi membuat kabupaten dan (i) kolaborasi elite dan pengusaha dalam
dan kota protes. Saat tulisan ini dibuat UU mengeksploitasi sumber daya alam daerah untuk
23/2014 sedang digugat oleh Asosiasi Pemerintah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa
Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) di mempedulikan implikasinya terhadap masyarakat
Mahkamah Konstitusi (MK). dan kesehatan lingkungan/ekologi politik.5
Pemerintah berharap UU 23/2014 ini mampu Harapan untuk melaksanakan otonomi
mewujudkan terobosan baru berupa sinergi dan daerah yang konsisten juga dihambat oleh realitas
kerjasama antardaerah, memperbaiki pola relasi pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung
pusat dan daerah, mendorong inovasi pelayanan yang lebih disemarakkan oleh politik uang.
publik dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Akibatnya, makin sulit ditemukan pemimpin
Tetapi, hingga saat ini peraturan pemerintah (PP) yang memiliki kredibilitas, integritas dan
sebagai petunjuk teknisnya belum juga terbit. kapasitas karena pilkada dimaknai secara sempit
oleh para elite dan aktor yang berlaga hanya untuk
Kajian empirik menunjukkan bahwa
meraih kekuasaan. Dalam pilkada, partai sangat
meskipun peluang otoda sangat besar untuk
oportunistis karena cenderung memunculkan
sukses, ada beberapa problematik yang dihadapi
calon yang populer dan memiliki modal. Politik
daerah-daerah dalam melaksanakan otonomi,
transaksional semakin sulit dielakkan. Keadaan
3
Terjadi penambahan jumlah daerah otonom yang sangat ini telah memberikan dampak negatif terhadap
signifikan setelah otonomi daerah. Sampai tahun 1999 jumlah
keseluruhan daerah otonom mencapai 315 (26 provinsi, 234 birokrasi. Studi empirik di sejumlah daerah
kabupaten dan 59 kota). Tapi tahun 2014 jumlahnya bertambah menunjukkan bahwa politisasi birokrasi acapkali
hampir dua kali lipat sehingga mencapai 542 (34 provinsi, 416 terjadi di mana tidak sedikit yang menggunakan
kabupaten dan 93 kota).Ini berarti penambahannya selama priode
1999-2014 mencapai 223 daerah otonom. fasilitas serta anggaran daerah untuk kepentingan
Dalam kaitan itu, banyak elite lokal yang menjadikan pilkada.6
ketidakpuasan dan kekecewaan mereka terhadap kinerja
pemerintah daerah dan ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi
di daerahnya sebagai komoditas politik untuk memekarkan 5
R. Siti Zuhro,“Politik Desentralisasi: Masalah dan Prospeknya”,
daerahnya. Atas nama aspirasi rakyat daerah, para elite pun Jurnal Ilmu Pemerintahan, Edisi 43 Tahun 2013. lihat juga
membentuk daerah otonom baru (DOB). Keterbukaan politik “Benang Kusut Relasi Pusat-Daerah”, Kolom Pakar, Media
dimaknai secara sempit sebagai kebebasan untuk mendapatkan Indonesia, 22 September 2014.
kekuasaan dan kewenangan untuk mengelola sumber-sumber
kekayaan Indonesia. Akibatnya, pemekaran daerah berjalan 6
Lihat R. Siti Zuhro, “Perjuangan Demokrasi melalui Pilkada:
dengan liar dan sulit untuk dikontrol. Studi Kasus Keterlibatan Birokrasi dalam Pilkada di Jember”,
Jurnal Masyarakat Indonesia, Jakarta: LIPI, Vol. XXXI, No.
4
Perda retribusi yang dibuat pemda banyak meresahkan 2, 2005. “The Role of the Indonesian Bureaucracy in the
masyarakat daerah karena dianggap membebani ekonomi Transition Era: The Struggle for Democratization,”Mayarakat
mereka. Demikian juga dengan perda syariah terkait perempuan, Indonesia, LIPI, Jakarta, Vol. XXXII, No. 1, 2006. Lihat R. Siti
ini dirasakan cukup mengganggu karena baik langsung maupun Zuhro, “Birokrasi dan Politik: Pola Relasi Birokrasi, Politik dan
tidak langsung membatasi aktivitas perempuan. Masyarakat”, Jurnal Bhinneka Tunggal Ika, 2013.

Otoda dalam UU Pemda Baru ... | R. Siti Zuhro | 215 


Kendala-kendala yang dihadapi daerah- membangun kapasitas kelembagaan daerah
daerah tersebut membuat tarik-menarik agar mereka mampu mengelola anggaran DAU
kewenangan antara pusat-daerah semakin dan DAK dengan baik. Selain membangun
runcing, sementara pembagian sumber keuangan sistem pengawasan yang lebih efektif, perlu
belum merata, pilkada juga kurang efektif dan pula diciptakan sebuah mekanisme hubungan
belum seluruhnya berkorelasi positif terhadap yang saling bersinergi dan berkoordinasi
terciptanya good local governance dan dalam antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
menopang keberhasilan pelaksanaan otoda. serta antarpemerintah daerah dalam konteks
Pada saat yang sama daerah juga menghadapi menyukseskan otoda dan dalam upaya untuk
realitas masih lemahnya SDM dan perangkat menyejahterakan rakyat. Sinergi dapat dibangun,
birokrasi daerah. Sebagai akibatnya, tata kelola misalnya, melalui pencapaian kesepahaman
pemerintahan yang baik dan daya saing daerah bersama mengenai tujuan pelaksanaan otonomi
masih belum bisa terwujud.7 daerah dan mekanisme hubungan dan kerjasama
Secara umum kualitas pelayanan publik yang menjembatani kepentingan pusat dan daerah
di banyak daerah juga masih rendah. Jumlah secara simultan.
daerah yang mampu mewujudkan pelayanan
publik yang prima dalam bidang pendidikan,
Relasi Pusat - Daerah yang kurang
kesehatan, dan perizinan juga masih sangat
minim, yakni kurang dari 10 persen. Indikator Harmonis
lainnya adalah jumlah penduduk miskin masih Dalam perspektif demokrasi, pemerintah daerah
cukup besar (sekitar 27,73 juta orang tahun 2015) adalah kumpulan unit - unit lokal dari pemerintah
dan jumlah pengangguran juga masih tinggi yang otonom, independen dan bebas dari kendali
(sekitar 7,4 juta orang tahun 2015).8 Kondisi kekuasaan pusat. Dalam sistem ini pemerintahan
tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan bila daerah meliputi institusi-institusi atau organisasi
tidak cepat diatasi. Masalahnya bagaimana yang bertugas memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Institusi demokrasi dalam politik
7
Lihat hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (EKPPD, Kemendagri) yang setiap tahunnya lokal mencerminkan partisipasi masyarakat
melakukan evaluasi dan diumumkan pada acara “Hari Otda” karena keterlibatan masyarakat di dalam proses
setiap bulan April. Salah satu strategi untuk mencapai tujuan pembuatan keputusan menjadi salah satu tujuan
desentralisasi dan otonomi daerah adalah melakukan proses
monitoring dan evaluasi secara teratur dan komprehensif, Cara penting otonomi daerah.
ini juga digunakan untuk mengukur kemajuan dan tingkat Secara teori maupun praksis, tidak ada
keberhasilan Pemda dalam penerapan prinsip otonomi daerah
dan penyelenggaraan urusan pemerintahan. Untuk itu Kepala satu pun negara yang menjalankan secara
Daerah diwajibkan menyampaikan Laporan Penyelenggaraan penuh desentralisasi atau sentralisasi. Yang ada
Pemerintah Daerah (LPPD) yang selanjutnya dilakukan evaluasi adalah kombinasi antara asas desentralisasi,
setiap tahunnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal
69 dan Pasal 70 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Pemerintah Daerah. Pengumuman Hasil EKPPD terhadap Pengalaman empirik negara-negara lain dalam
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)
merupakan langkah strategis Pemerintah Pusat untuk menilai
menjalankan otonomi daerah menunjukkan
keberhasilan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, bahwa kecenderungan arah desentralisasi dan
sekaligus sebagai bahan kebijakan dalam meningkatkan sentralisasi ditentukan oleh sistem pemerintahan
kapasitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain itu, berdasarkan PP No. 3 Tahun 2007 dan evaluasi
yang diberlakukan di suatu negara. Namun,
(sejak tahun 2009 sesuai amanat PP No. 6 Tahun 2008), evaluasi model demokrasi lokal yang digunakan dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ini dilakukan secara pendekatan politik akan memberikan peluang
terukur, dengan melibatkan beberapa Kementerian/LPNK
(Kemendagri, Kemen Pan-RB, Kemenkeu, Kemenkumham, yang besar bagi dihormatinya keragaman dan
Setneg, BAPPENAS, BKN, BPKP, BPS dan LAN) terhadap kemandirian lokal.
Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk memotret kinerja
penyelenggaraan Pemda terutama dari aspek Manajemen
Rumusan desentralisasi yang didasarkan
Pemerintahan. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diperoleh atas demokrasi menegaskan bahwa daerah perlu
gambaran kinerja pemerintahan daerah, baik di level pengambil memiliki kekuasaan (power) dan para pemangku
kebijakan maupun di level pelaksana kebijakan dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. kepentingan (stakeholders) perlu berperan serta
dalam pengambilan keputusan. Penyerahan
8
Data BPS 2015. Lihat: www.bps.go.id

216 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 213– 225 
kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi melaksanakan otonomi? Apakah benar bahwa
pemerintahan kepada daerah, baik yang kontrol kuat Pemerintah melalui NSPK tersebut
berlandaskan desentralisasi, dekonsentrasi akan dapat menciptakan sinkronisasi, sinergi dan
maupun tugas pembantuan menuntut pengaturan koordinasi antarjenjang pemerintahan? Kalau
yang jelas agar tidak terjadi overlapping dan asumsi tersebut benar, mengapa relasi antara pusat-
konflik antarjenjang pemerintahan (Pemerintah daerah era otonomi ini tak lebih baik ketimbang
Pusat, Provinsi, kabupaten/kota). Meskipun era sebelumnya? Realitasnya “sinkronisasi,
daerah otonom tidak bersifat hierarkis, urusan sinergi dan koordinasi” yang menjadi salah satu
pemerintahan yang menjadi otonomi daerah pada kunci penting keberhasilan otonomi daerah sulit
dasarnya juga menjadi perhatian kepentingan dilakukan oleh pusat dan daerah.
pusat. Untuk itu, diperlukan sinkronisasi Adalah jelas bahwa masing-masing jenjang
dan sinergi dalam penyelenggaraan fungsi- pemerintahan (pusat, provinsi kabupaten/
fungsi pemerintahan. Dengan kata lain, perlu kota) mengemban amanat untuk mewujudkan
penyesuaian antara fungsi pemerintahan yang kepentingan nasional. Masing-masing jenjang
menjadi kewenangan daerah otonom dan pemerintahan juga memiliki tugas pokok
kewenangan yang dimiliki oleh kementerian dan fungsinya sesuai dengan urusan yang
sektoral di pusat. menjadi kewenangannya. Pemerintah pusat
Indonesia dengan pilar pentingnya memegang tanggung jawab akhir pemerintahan.
Negara Kesatuan Republik Indfonesia (NKRI) Dengan kata lain, pemerintah memegang
menjunjung tinggi asas desentralisasi dan kendali sebagai pembuat norma, standar dan
otonomi daerah. Impian pendiri bangsa untuk prosedur. Masalahnya, meskipun pemerintah
membangun rumah Indonesia yang sejahtera dan daerah merupakan subsistem dari pemerintahan
demokratis tak hanya tercermin dalam kebijakan nasional, sejauh ini koordinasi, bimbingan
dan peraturan yang dibuatnya, tetapi juga bisa dan pengawasan (korbinwas) antarjenjang
dilihat melalui perilaku yang tampak. Impian pemerintahan yang mengedepankan reward and
terhadap terwujudnya pemerintahan daerah punishment kurang tampak. Padahal, efektivitas
yang demokratis, adil dan sejahtera juga bukan fungsi korbinwas antarjenjang pemerintahan
semata-mata harapan para pendiri bangsa ini, tersebut sangat penting dan menjadi penentu
melainkan impian rakyat yang sebagian besar agar konsepsi otonomi daerah dalam bingkai
nasibnya tak kunjung tersejahterakan. NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika bisa aplikatif
Hal itu menunjukkan bahwa tugas besar dan mampu diwujudkan.
Indonesia ke depan adalah menyukseskan Sejauh ini gambaran yang tampak justru
pelaksanaan otonomi daerah. Pertanyaannya, masing-masing daerah seolah berjalan sendiri-
model otonomi daerah seperti apa yang aplikatif, sendiri. Tidak sedikit daerah yang memunculkan
sesuai dan bisa dilaksanakan secara sukses. “raja-raja kecil” dan praktik dinasti atau
Pertama, Indonesia bukanlah negara maju. kekerabatan politik.9 Fenomena ini menunjukkan
Suatu negara yang maju secara sosial, politik bahwa otoda yang mengacu pada Konstitusi dan
dan ekonomi, entitas yang diberikan kepada NKRI itu cenderung dimaknai secara berbeda
unit pemerintahan lokalnya akan semakin oleh daerah-daerah. Di bawah Bhinneka Tunggal
otonom. Kedua, suatu negara yang terbelakang Ika, daerah – daerah belum menghayati secara utuh
secara sosial, ekonomi dan politik, entitas yang realitas keragaman daerah. Daerah-daerah dari
diberikan ke unit pemerintahan lokalnya akan Sabang sampai Merauke merupakan satu kesatuan
semakin administratif. yang kontinum dalam kedaulatan RI.
Dalam konteks Indonesia, kecenderungan Karena itu, bimbingan dan pengawasan
yang kedua tersebut lebih tampak. Pemerintah (binwas) perlu dilakukan dengan cermat
memegang kendali dalam menentukan norma,
standard, prosedur dan kriteria (NSPK). 9
Lihat: www.kemdagri.go.id. Data menunjukkan sampai
Masalahnya adalah apakah koridor tersebut tidak tahun 2013 tercatat ada sekitar 57 praktik dinasti/kekerabatan
justru menjadi kendala bagi daerah-daerah dalam politik di daerah-daerah. Jumlah tersebut meningkat menjadi
65 tahun 2016.

Otoda dalam UU Pemda Baru ... | R. Siti Zuhro | 217 


dan efektif, sebagai upaya untuk menjamin Sedangkan pengawasan bertujuan untuk
terlaksananya pembangunan daerah yang menjamin agar kegiatan pelaksanaan rencana
terintegrasi, merata, dan sinergis dalam bingkai sesuai dengan spefisikasi yang telah ditentukan,
negara kesatuan. Kendati binwas terdiri dari baik yang bersifat substansial maupun prosedural.
dua kegiatan yang berbeda, pembinaan dan Dengan pengawasan diharapkan tujuan yang
pengawasan, keduanya saling melengkapi dan tercapai benar-benar dapat membangun kondisi
memperkuat upaya untuk mendorong agar yang diinginkan secara efisien dan efektif. Dalam
daerah mampu menyelenggarakan urusan konteks keberadaan daerah otonom, pengawasan
pemerintahan sesuai dengan NSPK yang dibuat berperan sebagai penjamin terbangunnya daerah
oleh pemerintah. Pembinaan yang dilakukan oleh yang maju, terciptanya keadilan regional, dan
Pusat terhadap Daerah dapat mencakup aspek- terwujudnya masyarakat yang sejahtera dalam
aspek politik, administratif, fiskal, ekonomi, dan bingkai sistem dan kepentingan nasional.
sosial budaya. Dari uraian tersebut menjadi jelas bahwa
Pada aspek politik, pembinaan dapat pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan
difokuskan pada penguatan lembaga perwakilan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh
rakyat daerah bersamaan dengan lembaga Pemerintah untuk mewujudkan tercapainya
pemberdayaan masyarakat. Pada aspek tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Terkait
administratif, pembinaan dapat difokuskan pada dengan bidang-bidang pembinaan sebagaimana
penegasan pembagian urusan pemerintahan, serta tersebut di atas, harus ada kejelasan institusi
kewenangan pengelolaannya, terutama berkaitan mana yang akan melakukan pembinaan. Untuk
dengan perencanaan dan penganggaran. Pada itulah perlu diformulasikan agar pembinaan
aspek fiskal, pembinaan dapat berfokus pada yang bersifat umum, seperti aspek manajerial
peningkatan pendapatan asli daerah seiring dengan pemerintahan dan administrasi, dilaksanakan
pelaksanaan kebijakan transfer dan pinjaman oleh Kementerian Dalam Negeri. Adapun
yang ditetapkan oleh Pusat. Pada aspek ekonomi, pembinaan yang bersifat teknis dilakukan oleh
pembinaan dapat berfokus pada pembangunan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)
ekonomi daerah, yang dapat menjamin sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-
kemungkinan berlangsungnya privatisasi dalam masing. Proses pembinaan dikoordinasikan oleh
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah. Menteri Dalam Negeri.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembinaan Seperti halnya pembinaan, pengawasan yang
dunia usaha dan koperasi. Sedangkan pada dilaksanakan oleh Pemerintah juga harus secara
aspek sosial budaya, pembinaan dimaksudkan tegas diatur institusi mana yang melaksanakannya.
untuk mendorong kemampuan pemerintahan Pengawasan yang bersifat umum dilaksanakan
daerah dalam membangun kehidupan masyarakat oleh Kementerian Dalam Negeri, sedangkan
dengan kesadaran berkewarganegaraan yang pengawasan yang bersifat khusus dilakukan oleh
tinggi.10 LPNK dengan tetap melaksanakan koordinasi
10
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan Menteri Dalam Negeri. Pengawasan juga
provinsi dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri dan harus secara jelas mengatur aspek yang diawasi,
menteri/pimpinan LPNK terkait. Menteri Dalam negeri
melaksanakan pembinaan bidang pemerintahan umum,
yaitu penyelenggaraan urusan pemerintahan
sedangkan Menteri/Kepala LPNK melaksakan pembinaan dan utamanya terhadap peraturan daerah dan
teknis urusan pemerintahan terkait dengan bidang tugasnya peraturan kepala daerah. Kementerian/LPNK
masing-masing. Dalam melakukan pembinaan teknis kepada
daerah provinsi, Menteri/Kepala LPND berkoordinasi dengan
terkait melakukan pengawasan teknis terhadap
Menteri Dalam Negeri. pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan bidang tugasnya dan Kementerian Dalam Negeri
pemerintahan daerah kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat. Angaran yang digunakan untuk
melakukan pengawasan terhadap pengaturan
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kabupaten/ yang dihasilkan.
kota yang ada di wilayahnya dibiayai oleh APBN. Pelaksanaan
pembinaan dan pengawasan dapat dilakukan oleh aparatur
daerah provinsi dan juga aparatur pusat yang ada di daerah.
Dalam hal pembinaan yang dilakukan oleh aparatur daerah kepada pemerintah provinsi untuk melaksanakan pembinaan
provinsi, maka pemerintah melakukan tugas pembantuan dan pengawasan kepada kabupaten/kota.

218 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 213– 225 
UU 23/2014 menegaskan bahwa ciri Munculnya konflik kepentingan di daerah
utama otonomi daerah dalam konteks NKRI juga menunjukkan kurang memadainya
adalah adanya hubungan hierarki antara Pusat pengelolaan kewenangan daerah dan antardaerah.
dengan Daerah. Daerah otonom dibentuk Banyaknya kendala, distorsi, dan manipulasi
oleh Pusat dan bahkan dapat dihapus apabila yang dihadapi daerah dalam mengelola
tidak mampu melaksanakan otonominya. kewenangannya itu mengindikasikan rendahnya
Sumber kewenangan daerah adalah berasal political will, political commitment dan law
dari Pemerintah Pusat dengan tanggung jawab enforcement masing-masing pimpinan daerah
pemerintahan berada ditangan Presiden sebagai untuk bersikap terbuka, akuntabel, dan mampu
pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana bekerja sama membahas permasalahan yang
dinyatakan dalam pasal 4 ayat 1 UUD NRI 1945. dihadapi daerahnya. Masalahnya menjadi makin
Desentralisasi sejatinya bertujuan politik rumit karena elite lokal di tingkat provinsi
dan ekonomi. Tujuan politiknya adalah untuk dan kabupaten/kota tak mampu membuat
memperkuat kelembagaan pemda, meningkatkan program yang saling selaras dan bersinergi guna
kemampuan aparat pemda dan masyarakat mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
di daerah, dan mempertahankan integrasi Kerja sama antara gubernur dan bupati/walikota
nasional. Sementara tujuan ekonominya adalah dalam meningkatkan pertumbuhan wilayahnya
untuk meningkatkan kemampuan pemda merupakan hal yang sangat penting. Tanpa
dalam menyediakan layanan publik yang kerja sama intradaerah dan antardaerah sulit
profesional,terjangkau, efisien dan efektif. bagi daerah untuk membangun dirinya secara
maksimal.
Sebagai negara archipelago, Indonesia
menghadapi isu rentang kendali (span of Beberapa permasalahan yang dihadapi
control) yang serius antara pusat dan daerah. daerah tersebut merefleksikan minimnya sinergi
Kebijakan desentralisasi di negara kesatuan dan koordinasi pusat-daerah dan antardaerah
berawal dari adanya pembentukan daerah belakangan ini. Munculnya resistensi daerah
otonom dan penyerahan urusan pemerintahan terhadap kebijakan pusat, demonstrasi yang
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. dilakukan pimpinan daerah untuk melawan
Dalam konsep negara kesatuan, kekuasaan kebijakan atau keputusan pusat, dan
pemerintahan ada pada pemerintah pusat. Makin diabaikannya seruan dan kebijakan Presiden
sentralistik pemerintahan di suatu negara, makin untuk memberantas korupsi dan menegakkan
sedikit kekuasaan pemerintahan atau urusan hukum, mencerminkan belum terbenahinya
pemerintahan yang diserahkan ke daerah. relasi pusat-daerah. Ini menunjukkan bahwa
Sebaliknya, makin desentralistik pemerintah koordinasi, sinergi, komunikasi dan interaksi
suatu negara akan makin luas pula urusan antarjenjang pemerintahan kurang efektif.
pemerintahan yang diserahkan ke daerah. Padahal, daerah-daerah merupakan satu kesatuan
utuh (continuum) yang tak terpisahkan dari
Di tataran praksis tampak bahwa semakin
Sabang sampai Merauke.
besar kepentingan elite di masing-masing
daerah makin sering pula konflik muncul di
daerah dan antardaerah. Sumber sengketa Evaluasi Kritis mengenai Peran Ganda
antardaerah tersebut umumnya menyangkut
Gubernur
masalah pengelolaan resources. Kerumitan
terjadi karena banyaknya pihak atau aktor yang Hasil evaluasi otonomi daerah menunjukkan
terlibat dalam konflik kepentingan tersebut mulai bahwa peran gubernur dalam penyelenggaraan
dari pengusaha, elite birokrat lokal, anggota pemerintahan daerah selama ini masih sangat
dewan lokal, sampai elite dan birokrat pusat. terbatas.12 Menurut UU 23/2014 gubernur lebih
Salah satu contoh paling jelas, misalnya, kasus
(Jakarta: Pusat Penelitian Politik LIPI, 2004)
penambangan timah liar (TI) di Bangka dan
illegal logging di Nunukan.11 Lihat antara lain, R. Siti Zuhro, “Sewindu Realisasi Otonomi
12

Daerah: Evaluasi Kritis”, Jurnal Demokrasi & HAM, Vol. 8,


11
R. Siti Zuhro et al, Konflik dan Kerjasama Antar Daerah. No.1, 2008.

Otoda dalam UU Pemda Baru ... | R. Siti Zuhro | 219 


diperankan sebagai wakil pemerintah pusat Kota dan peraturan bupati/wali kota; b.
yang tugasnya untuk memantau daerah otonom memberikan penghargaan atau sanksi
dan ketertiban umum. Ini adalah tugas-tugas kepada bupati/wali kota terkait dengan
berkaitan dengan dekonsentrasi. Dari perspektif penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
teori, istilah wakil pemerintah dalam kaitan c. menyelesaikan perselisihan dalam
ïni mengacu pada tanggungjawabnya sebagai penyelenggaraan fungsi pemerintahan
koordinator yang menyatukan instansi-instansi antar-Daerah kabupaten/kota dalam 1
vertikal di daerahnya. Dengan kata lain, UU (satu) Daerah provinsi; memberikan
Pemda yang baru tidak menugaskan gubernur persetujuan terhadap rancangan Perda
untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan Kabupaten/Kota tentang pembentukan dan
instansi vertikal di wilayahnya. Hal ini bisa susunan Perangkat Daerah kabupaten/kota;
dilihat dari pasal 91 (1) sampai (8) yang mengatur dan e. melaksanakan wewenang lain sesuai
tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil dengan ketentuan peraturan perundang-
pemerintah pusat. undangan.
(4) Selain melaksanakan pembinaan dan
Pasal 91 pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) gubernur sebagai wakil
(1) Dalam melaksanakan pembinaan dan
Pemerintah Pusat mempunyai tugas dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan
wewenang: a). menyelaraskan perencanaan
Urusan Pemerintahan yang menjadi
pembangunan antarDaerah kabupaten/
kewenangan Daerah kabupaten/kota dan
kota dan antara Daerah provinsi dan
Tugas Pembantuan oleh Daerah kabupaten/
Daerah kabupaten/kota di wilayahnya; b).
kota, Presiden dibantu oleh gubernur
mengoordinasikan kegiatan pemerintahan
sebagai wakil Pemerintah Pusat.
dan pembangunan antara Daerah provinsi
(2) Dalam melaksanakan pembinaan dan dan Daerah kabupaten/kota dan antar-
pengawasan sebagaimana dimaksud Daerah kabupaten/kota yang ada di
pada ayat (1) gubernur sebagai wakil wilayahnya; c). memberikan rekomendasi
Pemerintah Pusat mempunyai tugas: kepada Pemerintah Pusat atas usulan
a. mengoordinasikan pembinaan dan DAK pada Daerah kabupaten/kota di
pengawasan penyelenggaraan Tugas wilayahnya; d). melantik bupati/wali kota;
Pembantuan di Daerah kabupaten/kota; e). memberikan persetujuan pembentukan
b. melakukan monitoring, evaluasi, dan Instansi Vertikal di wilayah provinsi
supervisi terhadap penyelenggaraan kecuali pembentukan Instansi Vertikal
Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang untuk melaksanakan urusan pemerintahan
ada di wilayahnya; c. memberdayakan absolut dan pembentukan Instansi Vertikal
dan memfasilitasi Daerah kabupaten/kota oleh kementerian yang nomenklaturnya
di wilayahnya; d. melakukan evaluasi secara tegas disebutkan dalam Undang-
terhadap rancangan Perda Kabupaten/ Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Kota tentang RPJPD, RPJMD, APBD, Tahun 1945; f). melantik kepala Instansi
perubahan APBD, pertanggungjawaban Vertikal dari kementerian dan lembaga
pelaksanaan APBD, tata ruang daerah, pemerintah nonkementerian yang
pajak daerah, dan retribusi daerah; e. ditugaskan di wilayah Daerah provinsi
melakukan pengawasan terhadap Perda yang bersangkutan kecuali untuk kepala
Kabupaten/Kota; dan f. melaksanakan Instansi Vertikal yang melaksanakan
tugas lain sesuai dengan ketentuan urusan pemerintahan absolut dan kepala
peraturan perundang-undangan. Instansi Vertikal yang dibentuk oleh
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana kementerian yang nomenklaturnya secara
dimaksud ayat (2), gubernur sebagai wakil tegas disebutkan dalam Undang-Undang
Pemerintah Pusat mempunyai wewenang: Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
a. membatalkan Perda Kabupaten/

220 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 213– 225 
1945; dan g). melaksanakan tugas lain disebutkan dalam UU tersebut semestinya bisa
sesuai dengan ketentuan peraturan dilaksanakan secara optimal.
perundang-undangan. Ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan
(5) Pendanaan pelaksanaan tugas dan terkait penguatan peran gubernur. Pertama,
wewenang gubernur sebagai wakil konflik kepentingan sering terjadi ketika
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud gubernur sebagai kepala daerah otonom memiliki
pada ayat (1) dan ayat (4) dibebankan pada kepentingan yang berbeda dengan Menteri/
APBN. Kepala LPNK dalam berbagai aspek pengelolaan
(6) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kegiatan pembangunan di daerahnya. Misalnya,
dapat menjatuhkan sanksi sesuai dengan dalam pengelolaan kegiatan pertambangan,
ketentuan peraturan perundangundangan kehutanan, dan kegiatan lainnya, seringkali posisi
kepada penyelenggara Pemerintahan gubernur sebagai kepala daerah otonom berbeda
Daerah kabupaten/kota. dengan posisi yang diambil oleh Kementerian/
LPNK. Dalam UU 23/2014 peran ganda gubernur
(7) Tugas dan wewenang gubernur sebagai
sebagai kepala daerah dan wakil pemerintah
wakil Pemerintah Pusat dapat didelegasikan
pusat di daerah yang bertanggungjawab
kepada wakil gubernur.
kepada presiden menimbulkan tarik-menarik
(8) Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas
kepentingan, membuat posisi gubernur dilematis:
dan wewenang serta hak keuangan antara perannya sebagai wakil pemerintah pusat
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat atau kepala daerah otonom.
diatur dengan peraturan pemerintah. Peran ganda gubernur (dual roles), sebagai
kepala daerah dan wakil pemerintah pusat
UU 23/2014 mengatur peran gubernur sebagai tersebut, sering menimbulkan konflik peran
aparat dekonsentrasi atau wakil pemerintah pusat ketika kepentingan provinsi berbeda dengan
di daerah. Gubernur sebagai wakil pemerintah kepentingan pemerintah pusat. Pertama,
pusat memiliki peran pembinaan dan pengawasan Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah,
(binwas) untuk penyelenggaraan pemerintahan gubernur kerap harus mengamankan kebijakan
kabupaten/kota, koordinasi penyelenggaraan pemerintah pusat, yang kadangkala berbenturan
urusan pemerintah pusat di kabupaten/kota, dengan kepentingan daerahnya. Karena itu,
dan koordinasi binwas penyelenggaraan tugas meskipun UU 23/2014 sudah mengatur mengenai
pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/ masalah tersebut, bila yang ditekankan aspek
kota.13 Ke depan peran gubernur sebagaimana dekonsentrasi, penguatan peran gubernur tidak
akan tampak nyata.
Kedua, sebagai wakil pemerintah pusat,
Mengingat rentang kendali antara pemerintah nasional
��
gubernur melaksanakan tugas dekonsentrasi.
dengan pemerintahan daerah terlalu luas, maka UU 23/2014
menetapkan bahwa perangkat pemerintahan negara yang Berbeda dengan dengan UU Pemda sebelumnya,
melakukan pembinaan, pengawasan dan koordinasi atas peran gubernur dalam pelaksanaan tugas
terselenggaranya pemerintahan daerah dan pemerintahan umum dekonsentrasi diatur secara jelas (lihat pasal
di daerah adalah Gubernur dalam kedudukannya selaku Wakil
Pemerintah Pusat. 91 di atas). Pasal-pasal tersebut di atas telah
Dengan demikian, Gubernur yang karena jabatannya mengatur dengan jelas mengenai tugas yang
(Ex-officio) berkedudukan selaku Wakil Pemerintah adalah
harus dilakukan gubernur. Pertanyaannya, apakah
juga Kepala Wilayah di wilayah administrasi Provinsi yang
bersangkutan. Selaku Wakil Pemerintah dan Kepala Wilayah, hal ini akan membuat kedudukan gubernur
Gubernur merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah menjadi
di wilayah jabatannya dalam menjalankan sebagian urusan
pemerintahan negara di daerah, baik yang bersifat “attributed”
lebih clear dan reliable.
yang dengan undang-undang melekat kepadanya dalam Ketiga, dalam menjalankan tugas
menjalankan tugas, wewenang dan kewajibannya, maupun yang
bersifat “delegated” melalui tugas-tugas yang dilimpahkan dari
dekonsentrasi, gubernur sebagai wakil pusat di
pemerintah pusat kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah daerah perlu mempunyai perangkat dekonsentrasi
dalam rangka dekonsentrasi. Tugas, wewenang, dan kewajiban sendiri dengan sumber pembiayaan yang
yang bersifat “attributed” tersebut dinyatakan dalam Pasal 91
UU 23/2014.
jelas. Hal ini penting agar ada kejelasan

Otoda dalam UU Pemda Baru ... | R. Siti Zuhro | 221 


dalam pertanggungjawaban pengelolaan kriteria dan konsekuensi pelaksanaan tugas
tugas dekonsentrasi. Disamping itu, perlu pembantuan.
pula ketersediaan sarana dan prasarana yang Lepas dari itu, provinsi dan kabupaten/kota
mendukung peran gubernur dalam menjalankan merupakan daerah otonom. Namun, kendati
tugas-tugas dekonsentrasi sehingga menjadikan keduanya adalah daerah otonom, provinsi
kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah memiliki peran fasilitasi dan pemberdayaan
lebih efektif. terhadap kabupaten/kota terkait dengan kebijakan
Keempat, kemungkinan munculnya yang menggambarkan kekhasan provinsi. Dalam
ketidakjelasan dalam pelaksanaannya sehingga UU 23/2014, peran tersebut relatif sudah
peran dan tugas gubernur dalam melakukan diatur cukup memadai. Karena itu, ke depan
pemantauan terhadap kabupaten/kota tidak pelaksanaan berbagai peran tersebut mestinya
efektif. Pelaksanaan tugas pemantauan terhadap bisa dilakukan secara optimal. Rendahnya
kinerja kabupaten/kota sering dilakukan secara optimalisasi dari pelaksanaan peran tersebut
campur aduk dalam konteks dekonsentrasi sering membuat penyelenggaraan pemerintahan
sekaligus desentralisasi. UU 23/2014 secara kabupaten/kota kurang dapat dikoordinasikan
jelas memberi tugas kepada Gubernur sebagai secara efektif dan sinergis untuk mencapai tujuan
wakil pemerintah pusat untuk melakukan binwas pembangunan provinsi.
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi
Namun, pasal-pasal tersebut tidak mengatur tentang peran gubernur sebagai wakil pemerintah
dengan cukup jelas tentang apakah binwas ini perlu pusat. Kedudukan gubernur sebagai kepala
juga dilakukan dalam pelaksanaan desentralisasi daerah dan sebagai wakil pemerintah pusat
atau hanya terbatas pada pelaksanaan tugas kurang dapat dipisahkan dengan tegas dalam
dekonsentrasi. beberapa hal. Pertama, kapan gubernur harus
Kelima, hubungan koordinasi antara bertindak sebagai wakil pemerintah pusat dan
provinsi dan kabupaten/kota selama ini masih kapan gubernur harus bertindak sebagai kepala
kurang berjalan secara efektif. Kewenangan daerah. Dengan payung hukum yang ada saat
dan kapasitas pemerintah provinsi untuk ini apakah hal tersebut bisa dilaksanakan
melaksanakan koordinasi dalam perencanaan secara efektif. Hal ini penting karena memiliki
program pembangunan dan pelayanan publik implikasi kelembagaan dan anggaran yang
yang memiliki eksternalitas lintas kabupaten/ berbeda. Ketidakjelasan pengaturan kedudukan
kota kurang dapat dikelola secara efektif dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan
sinergis. Pemerintah provinsi tidak memiliki kepala daerah membuat fungsi ganda gubernur
kewenangan yang jelas untuk dapat mengatur belum dapat berjalan dengan baik karena struktur
kegiatan pembangunan dan pelayanan publik, kelembagaan dan anggaran belum dapat memberi
yang mencakup wilayah lebih dari satu kabupaten/ dukungan yang kuat terhadap pelaksanaan fungsi
kota agar dapat diselenggarakan secara sinergis. ganda gubernur.
Pengaturan yang jelas tentang kewenangan Kedua, akibat tidak berjalannya secara
provinsi dalam koordinasi perencanaan optimal fungsi ganda itu, pelaksanaan binwas
pembangunan daerah dan penyelenggaraan dari gubernur belum dapat berjalan dengan
pelayanan publik perlu dilakukan dengan jelas. baik. Akibat lebih jauh dari tidak berjalannya
Keenam, pelaksanaan tugas pembantuan oleh peran binwas, penyelenggaraan pemerintahan
provinsi kepada kabupaten/kota dan desa harus di daerah saat ini kurang terkoordinasi dengan
dipahami secara jelas. Sebab, pelaksanaan tugas baik, kurang sinergis sehingga pembangunan
pembantuan dari provinsi kepada kabupaten/ daerah tidak dapat diwujudkan secara optimal.
kota belum dapat berjalan sebagaimana yang Pengaturan tentang fungsi ganda gubernur
diharapkan. Supaya pemerintah provinsi dalam UU23/2014 diharapkan dapat mendorong
memiliki dasar yang kuat untuk melaksanakan adanya pembangunan daerah yang sinergis dan
tugas pembantuan kepada kabupaten/kota dan berkelanjutan dalam wilayah provinsi.
desa, pengaturan yang jelas diperlukan mengenai

222 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 213– 225 
Pengaturan yang lebih jelas akan dapat (RPJP)/rencana pembangunan jangka menengah
memperkuat peran gubernur dalam melakukan (RPJM) kabupaten/kota.
korbinwas dan penyelarasan kegiatan Kedua, selaku koordinator, pengawas dan
pembangunan di daerah. Hal ini diharapkan pembimbing, gubernur ikut mengelola anggaran
akan dapat mengurangi ketegangan yang selama pusat ke dan atau di kabupaten/kota melalui DAU
ini sering terjadi dalam hubungan antara bupati/ dan DAK atau dalam bentuk lain seperti “dana
walikota dan gubernur di daerah. Miskonsepsi tugas pembantuan” dan “hibah”. Dalam kaitan
dalam memahami pola hubungan tersebut ini, DAU dimaksudkan sebagai dana alokasi dari
cenderung mempersulit koordinasi dan sinergi pusat yang diberikan berdasarkan rumus tertentu
dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang pemanfaatannya dikoordinasikan agar
di tingkat kabupaten/kota. Lebih dari itu, lebih berorientasi kinerja. Sebagai contoh dana
pengaturan juga diperlukan agar gubernur dapat tersebut bukan untuk membeli mobil atau rumah
mengambil langkah-langkah yang diperlukan jabatan, tapi untuk benih dan obat. Sedangkan
untuk mencegah dan mengendalikan konflik DAK dimaksudkan sebagai dana alokasi khusus
yang terjadi di antara kabupaten/kota dalam untuk urusan yang sudah menjadi otonomi daerah
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. untuk daerah tertentu seperti untuk dana fisik
Dampak positif UU 23/2014 diharapkan bisa (rehab jalan, sekolah dan rumah sakit). DAK
memperkuat fungsi ganda gubernur dan hubungan ini direncanakan diatur secara rinci (satuan III)
antartingkatan pemerintahan. Dalam pelaksanaan oleh Biro Perencanaan Kementerian/Lembaga
peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, di Pusat.
hubungan antara gubernur dengan bupati/ Namun realitasnya, dana tersebut sering
walikota bersifat bertingkat, di mana gubernur salah sasaran dan kurang aspiratif dan tidak
dapat melakukan peran korbinwas terhadap sesuai dengan yang diharapkan kabupaten/kota.
kinerja bupati/walikota dalam penyelenggaraan Oleh karena itu, ke depan DAK tidak hanya
urusan pemerintah di daerah. Sebaliknya, berwujud fisik tapi juga non-fisik, misalnya untuk
bupati/walikota dapat melapor dan mengadu meningkatkan kualitas lulusan Dikdasmen, untuk
kepada gubernur apabila terjadi masalah dalam dana transportasi guru, peningkatan kualitas
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, guru, gizi murid, armada ikan, kebun dan ternak
termasuk dalam hubungan antarkabupaten/ di tiap-tiap kabupaten/kota. DAK tidak perlu
kota. Penguatan peran Gubernur sebagai kepala secara rinci direncanakan oleh pemerintah
daerah diharapkan dapat memperkuat orientasi pusat, tapi diserahkan dalam bentuk “blok”
pengembangan wilayah dan memperkecil dengan arahan umum kepada Gubernur sebagai
dampak kebijakan desentralisasi terhadap wakil pemerintah pusat. Gubernur bersama-
fragmentasi spasial, sosial, dan ekonomi di sama dengan Bupati dan Walikota menyusun
daerah. rencananya dengan rinci. Begitu juga dengan
Dengan kata lain, UU 23/2014 diharapkan perencanaan dana tugas pembantuan dan hibah.
menjadi payung hukum yang ditaati dan tidak Selain melaksanakan fungsi Binwas, Gubernur
dipersoalkan oleh daerah. Karena user UU harus melakukan koordinasi di wilayahnya.
ini adalah daerah. Poin pentingnya adalah Ketiga, dalam hal SDM aparatur Kabupaten/
pertama, peran gubernur harus lebih efektif dan Kota, Gubernur mengkoordinasikan dan
fungsional, mampu mengkoordinasi kabupaten/ berwenang memindahkan pejabat eselon III
kota yang ada di wilayahnya agar terjadi sinergi antarkabupaten/kota. Idealnya pejabat eselon
dalam mengembangkan ekonomi regional. III baru bisa naik ke eselon II setelah bermutasi
Sinergi antardaerah diperlukan agar mereka ke daerah/kota lain lebih dahulu. Ini penting
saling melengkapi dan membantu. Hal itu bisa agar terbangun aparatur yang tidak semata-mata
dilakukan dengan menjalin komunikasi intensif menonjolkan ego kedaerahan dan berpengalaman
sampai pada tingkat perumusan bersama yang sempit.
menghasikan rencana tata ruang wilayah (RTRW)
Keempat, Binwas dilakukan Gubernur
dan rencana pembangunan jangka panjang
kepada kabupaten/kota untuk menjaga agar

Otoda dalam UU Pemda Baru ... | R. Siti Zuhro | 223 


otonomi daerah yang dilaksanakan kabupaten/ yaitu kemungkinan munculnya keberatan
kota sesuai dengan NSPK yang ditetapkan pemkab/kota atas pembatalan produk hukum
pemerintah pusat. Hal ini juga dimaksudkan oleh gubernur. Menurut pasal 251 ayat 8 bupati/
agar tata cara pengelolaan hutan, misalnya, tidak walikota bisa mengajukan keberatan kepada
bertentangan dengan NSPK dari departemen Mendagri selambat-lambatnya 14 hari sejak
Kehutanan. Dengan demikian pelaksanaan perda dibatalkan. Supaya ada kepastian hukum
urusan Dikdasmen, kesehatan, dan lainnya juga perlu ada pengaturan dalam PP mengenai
sesuai dengan NSPK, baik secara teknis maupun kelanjutan prosesnya apakah keberatan itu
manajerial, termasuk kompetensi pejabat yang langsung dikabulkan oleh Mendagri atau cukup
diangkat. menjadi arsip saja.
Kelima, Binwas juga dilakukan dalam
menyiapkan Perda terutama agar Perda tidak
Catatan Penutup
bertentangan dengan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Gubernur selaku wakil pemerintah Pemerintah daerah adalah subsistem dari
pusat mewakili Presiden dapat membatalkan pemerintahan nasional. Karena itu, perlu ada
Perda. Meskipun demikian, atas nama pluralitas sinergi dan hamonisasi antara kebijakan pusat
lokal, penghapusan perda harus memenuhi dan daerah. Binwas, sinergi, koordinasi dan
kriteria yang ada sehingga tetap menghormati komunikasi yang lebih efektif antartingkatan
nilai-nilai kearifan lokal. pemerintahan perlu dimaksimalkan untuk
mendorong keberhasilan otoda. Selain itu,
Keenam, Gubernur sebagai wakil pemerintah
hadirnya Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
pusat berwenang melakukan evaluasi kinerja
(DPOD) sangat signifikan untuk mengevaluasi
kabupaten/kota dan melaporkannya kepada
pelaksanaan otoda dan mengantisipasi
Presiden. Hasil evaluasi, baik atau buruk mestinya
kemungkinan terjadinya penyimpangannya.
akuntabel dan transparan. Fungsi Korbinwas
yang dilaksanakan Gubernur terhadap kabupaten Salah satu perubahan mencolok UU
dan kota secara umum cenderung masih belum 23/2014 (tentang Pemda) adalah isu penguatan
memadai karena yang dilakukan Gubernur peran gubernur sebagai wakil pemerintah
selama ini hanya kunjungan dan belum dalam pusat dalam melaksanakan fungsi koordinasi,
bentuk komunikasi intensif seperti merumuskan bimbingan dan pengawasan (korbinwas). Ini
rencana secara bersama. Selain itu, kajian sekaligus merupakan pengakuan eksplisit bahwa
empirik selama ini menunjukkan bahwa yang korbinwas antarjenjang pemerintahan (pusat-
turun ke kabupaten/kota adalah Bappeda, SKPD, provinsi-kabupaten/kota) selama ini tidak efektif.
alat daerah dan bukan perangkat pemerintah Seiring dengan itu, daerah-daerah didorong
pusat. Sejauh ini Gubernur belum memiliki untuk melakukan kerjasama, baik antardaerah
perangkat pemerintah pusat yang kompeten untuk maupun antara daerah dan pemerintah pusat dan
melaksanakan fungsi Korbinwas. peningkatan kualitas pelayanan publik melalui
berbagai inovasi.
UU 23/2014 telah mengantisipasi hal tersebut
dengan menciptakan pasal yang memberikan Kemendagri dengan otoritasnya bisa lebih
otoritas kepada pemerintah provinsi untuk tegas lagi mengefektifkan PP 6/2008 (tentang
membatalkan peraturan daerah (perda/perbup/ Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah
perwali) yang dinilai melanggar undang-undang/ Daerah) agar daerah-daerah lebih bersemangat
peraturan di atasnya (pasal 91 ayat 3). Hal lagi menyukseskan otoda. Masalahnya, sejauh ini
ini merupakan langkah maju karena dengan evaluasi pemerintah pusat (melalui Kemendagri)
demikian gubernur bisa merespons langsung terhadap daerah agaknya tak cukup mendorong
bila ada perda bermasalah. Ke depan dengan daerah-daerah untuk maju. Mekanisme reward
peran barunya tersebut, gubernur bisa lebih and punishment yang seharusnya dijadikan
antisipatif terhadap kemungkinan munculnya sebagai faktor pemantik (leverage factor) tak
perda-perda yang bermasalah, menyimpang dan digunakan secara maksimal sehingga apresiasi
merugikan rakyat. Namun, perlu diantisipasi terhadap daerah yang berhasil melaksanakan

224 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 213– 225 
best practices masih belum menyemangati _________, “Perjuangan Demokrasi melalui Pilkada:
(encouraging), sementara itu pemberian penalti Studi Kasus Keterlibatan Birokrasi dalam
terhadap daerah yang melanggar peraturan juga Pilkada di Jember”. Masyarakat Indonesia.
Jakarta: LIPI, Vol. XXXI. No. 2. 2005.
kurang tegas.
________, “Sewindu Otonomi Daerah: Evaluasi
Permasalahan serius ketidakharmonisan Kritis.” Jurnal Demokrasi & HAM,.Vol. 8.
hubungan pusat dan daerah tak cukup dijawab No. 1. 2008.
melalui perbaikan UU Pemda, tapi lebih ________, ”Relasi antara DPRD dan Kepala Daerah
penting dari itu adalah adanya political will dan Era Pilkada.” Jurnal Ilmu Pemerintahan. Edisi
political commitment dari para stakeholders 40 Tahun 2013.
otoda untuk konsisten menjalankan amanah UU
Pemda, khususnya pasal tentang binwas dan ________, “Politik Desentralisasi: Masalah dan
penguatan gubernur sebagai wakil pemerintah Prospeknya”. Jurnal Ilmu Pemerintahan. Edisi
pusat. Pemerintah pusat harus konsisten dalam 43 Tahun 2013.
menjalankan peraturan. Sebaliknya, pemerintah
daerah tak perlu resisten berlebihan dalam Peraturan
merespons kebijakan pusat yang dianggap PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
merugikan. Karena itu, penting bagi masing- Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
masing pihak untuk memperbaiki pola komunikasi, UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
sinergi dan koordinasi agar tercipta relasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
pusat-daerah yang harmonis. Tidak efektifnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
koordinasi, pengawasan dan pendampingan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik, Jakarta: KemenPAN
oleh pemerintah di atasnya berpengaruh negatif RB. 2014.
terhadap praktek pemerintahan, karena masing-
masing tingkatan pemerintahan bisa jalan
menurut kehendaknya sendiri. Bila itu terjadi,
kebangsaan dan kesatuan Indonesia akan berada
di ujung tanduk dengan risiko besar yang akan
ditanggung Republik ini.

Referensi
Buku dan Jurnal
Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (EKPPD). Jakarta: Kementerian Dalam
Negeri RI. 2015.
Zuhro, R. Siti. “Masa Depan Otonomi Daerah dan
Integrasi Bangsa”. Jurnal Madani. No. 3. Vol.
2. 1999.
_________, ”Prospek Otonomi Daerah dalam
Kerangka Negara Kesatuan: Perjuangan
Panjang Membangun Otonomisasi”. Jurnal
Otonomi,.Vol. I No. I. October 1999.
_________, “Beberapa Pemikiran Tentang Federasi.
Kesatuan dan Demokrasi”. Jurnal Otonomi.
Vol. 1. No. 2. 2000.

Otoda dalam UU Pemda Baru ... | R. Siti Zuhro | 225 


TENTANG PENULIS

Ahmad Helmy Fuady sosial, gender dan perubahan iklim, kajian hak-
hak asasi perempuan dan anak, kepemimpinan
Merupakan peneliti di Pusat Penelitian Sumber
perempuan, Islam dan Demokratisasi di
Daya Regional, Lembaga Ilmu Pengetahun
Indonesia dan Asia Tenggara. Gelar MA
Indonesia (P2SDR-LIPI). Penulis dapat
diperoleh penulis dari Faculty of Aian Studies
dihubungi melalui email: elhelmy@yahoo.com
Australian National University (ANU) tahun
2007. Gelar doctor dalam bidang Area Studies
Kyoto University Jepang diperolehnya tahun
Eka Suaib
2012. Disertasi Doktoralnya memenangkan
Menyelesaikan S3 di jurusan Ilmu Politik pendanaan dari International Program of
universitas Airlangga, Surabaya dengan judul Collaborative Research Center of Southeast
disertasi “Etnisitas Kebijakan Publik (Studi Asian Studies Kyoto University dan Kyoto
Kompetisi Etnis dalam Politik Lokal Kota University President’s Special Fund, diterbitkan
Kendari). Saat ini bekerja sebagai Dosen menjadi buku berjudul Indonesian Woman and
FISIP Universitas Haluoleo, Kendari. Pada Local politics: Islam, Gender and Networks in
tahun 2008-2013 menjabat sebagai komisioner Post-Soeharto Indonesia (Singapore: National
KPU Sulawesi Tenggara. Penulis juga pernah University of Singapore Press and Kyoto
menjabat sebagai ketua HMI cabang Kendari. University Press, 2015). Email: kurniawati.
Telah menghasilkan tulisan-tulisan yang dimuat dewi@yahoo.com
di media lokal, jurnal nasional dan internasional,
juga diterbitkan dalam bentuk buku. Salah satu
artikel dalam jurnal internasional terbarunya La Husen Zuada
berjudul “Pengaruh Vote Buying terhadap
perilaku pemilih dalam Pemilu Legislatif di Penulis adalah alumni Magister Ilmu Politik
Kota Kendari, dan Pemilukada Kabupaten Universitas Indonesia. saat ini menjadi Dosen
Konawe Selatan”. Email: ekasuaib1966@ di FISIP Universitas Halu Oleo, Kendari.
gmail.com Penulis juga aktif menulis di harian lokal yang
menyangkut isu tentang partai politik, pemilu
dan desentralisasi. Sering juga diundang
Irhamna Irham menjadi narasumber diskusi public di tingkat
lokal Sulawesi Tenggara tentang Kepemiluan.
Merupakan mahasiswa di Universitas Indonesia
Email: husenzuadaui@gmail.com
Depok-Jawa Barat. Penulis dapat dihubungi
melalui email: irhamna.irham@gmail.com
Moch. Nurhasim
Kadek Dwita Apriani Penulis adalah peneliti di Pusat Penelitian
Mahasiswa di Universitas Udayana, Denpasar- Politik LIPI. Menyelesaikan S1 jurusan Ilmu
Bali. Penulis dapat di hubungi melalui email: Politik di Universitas Airlangga dan s2 bidang
kadek88@gmail.com. politik di Universitas Indonesia dengan tema
tesis masalah perdamaian di Aceh. Penelitia
yang pernah ditekuni adalah terkait konflik di
Kurniawati Hastuti Dewi berbagai daerah, masalah pedesaan, pemilihan
Penulis adalah peneliti senior di Pusat Penelitian umum, dan masalah kemiliteran. Selain itu,
Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan penulis juga aktif sebagai Pengurus Pusat
Indonesia Jakarta. Penelitian yang menajdi fokus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Jakarta.
kajiannya adalah gender dan politik, gender Email: hasim_nur@yahoo.com
dan kebijakan desentralisasi, politik kebijakan

Tentang Penulis | 269 


Nostalgiawan Wahyudi diantaranya Demokratisasi Lokal; Perubahan
dan Kesinambungan Nilai-nilai Budaya Politik
Menamatkan S1 Ilmu Politik di Universitas
Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi
Muhammadiyah Yogyakarta dan S2 di Ilmu
Selatan dan Bali (Yogyakarta: Ombak, 2009),
Politik (Hubungan Internasional) di International
Demokratisasi Lokal; Peran Aktor dalam
Islamic University Malaysia. Sejak tahun
Demokratisasi(Yogyakarta: Ombak, 2009);
2014, penulis merupakan peneliti pada Pusat
Kisruh Perda: Mengurai Masalah dan Solusinya
Penelitian Politik LIPI dan tergabung dalam tim
(Yogyakarta: Ombak, 2010) dan lainnya. Email:
penelitian Islam dan Demokrasi. Email: wan_
wiwieqsz@yahoo.com.au
jauzy@yahoo.com

Waode Syifatu
Nyimas Latifah Letty Aziz
Merupakan mahasiswa di Universitas Halu
Penulis menamatkan SI di Fakultas Ekonomi Oleo. Penulis dapat dihubungi melalui email di:
Universitas Jambi. Saat ini menjadi salah satu waode.syifatu@gmail.com
peneliti pada Pusat Penelitian Politik LIPI sejak
tahun 2005, dengan fokus kajian penelitian
otonomi daerah dan isu-isu ekonomi politik. Yusuf Maulana
Email: nyim001@lipi.co.id Sejak tahun 2015, Penulis merupakan peneliti
pada Pusat Penelitian Politik LIPI yang
tergabung dalam tim penelitian Otonomi
R. Siti Zuhro Daerah. Gelar S1 diperolehnya dari Universitas
Penulis adalah peneliti senior di Pusat Padjajaran, Fakulats Ilmu Sosial dan Ilmu
Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Politik, Jurusan Administrasi Negara. Email:
Indonesia (P2P LIPI). Gelar sarjana di bidang yusufmaulana1987@yahoo.com
Hubungan Internasional diperoleh dari FISIP
Universitas Jember. Mendapatkan gelar MA
Ilmu Politik dari the Flinders University,
Australia dan Ph.D Ilmu Politik dari Curtin
University, Australia. Sebagai peneliti senior,
Beliau sudah banyak menghasilkan karya tulis

270 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 269–270 


Informasi
Hasil Penelitian Terpilih

Anda mungkin juga menyukai