Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Disusun oleh:
Aulia Rizky
201904088

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
1.1 Konsep Teori
A. Definisi
Kejang Demam adalah kejang pada anak sekitar usia 6 bulan sampai 6 tahun
yang terjadi saat demam yang tidak terkait dengan kelainan intrakranial, gangguan
metabolik, atau riwayat kejang tanpa demam (American Academy of Pediatrics, 2009).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rekat diatas 380 C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium atau diluar
sistem susunan saraf pusat atau otak (Judarwanto,2012).
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rectal lebih dari 38 0 C yang disebabkan oleh suatu proses ekstra cranial.
(FKUI, tahun 2010, Kapita selekta kedokteran, media Aesculapius Jakarta, edisi 3 jilid
2 hal 434).
B. Etiologi
Menurut Lumbantobing,2011 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang
demam:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain –
lain.
C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit / keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat (Kolahi & Shahrokh, 2009).
D. Manifestasi Klinis
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik,
fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
sadar tanpa ada kelainan saraf. Di sub bagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria
Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana,
yaitu :

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.


2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali ( Kusuma,
2010).
E. Klasifikasi
Menurut Prichard dan Mc Greal (2011) membagi kejang demam atas dua golongan
yaitu:
1. Kejang demam sederhana, kejang ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun.
d. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit.
e. Kejang tidak bersifat fokal
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas
perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
2. Kejang demam kompleks
Bila kejang tidak memenuhi kriteria di atas maka digolongkan sebagai kejang
demam kompleks.
F. Komplikasi
1. Kejang berulang
2. Retardasi mental
3. Palsi cerebralis
4. Epilepsi
5. Hemiparese ( Kusuma, 2010).
G. Pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis: riwayat penyakit keluarga, penyakit ibu dan obat yang dipakai selama
kehamilan, problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi persalinan).
2. Pemeriksaan fisik: bentuk kejang, iritabel, hipotoni, gangguan pola nafas,
perdarahan kulit, sianosis, ikterus, ubun-ubun besar cembung.
3. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, gula darah, elektrolit, analisa gas darah,
punksi lumbal, kultur darah, bilirubin, pemeriksaan urine.
4. Pemeriksaan radiologi: USG dan CT Scan kepala
5. Pemeriksaan EEG ( Kusuma, 2010).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang dibagi menjadi 3 hal, yaitu:
1. Pengobatan Fase Akut
a. Memberantas kejang

Kejang *Berikan diazepam rectal: 5 mg untuk BB < 10 kg


10 mg untuk BB > 10 kg atau iv: 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
tunggu 5 menit, berikan oksigen.

Masih kejang * berikan diazepam rectal / iv, dosis sama, tunggu 5 menit
* oksigenasi adekuat 1 lt/menit
*berikan cairan intravena (D5, ¼ S; D5, ½ S atau RL)
Masih kejang
 Berikan fenitoin/difenilhidramin loading, iv dosis 10-
15 mg/kgBB maksimal 200mg, tunggu sampai 20
menit.

Masih kejang: Kejang berhenti, rumatan:


 Masuk ICU-aneatesi umum. Fenitoin 5 – 8 mg/Kg
 Dormikum iv dosis Fenobalbital 4-5 mg/kgBB
 Fenitoin drip dengan dosis 15 mg/kgBB/24 jam.

b. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya


c. Menurunkan panas bila demam atau hipereaksi dengan kompres seluruh tubuh
dan bila telah menunjukkan dapat diberikan paracetamol 10 mg/kgBB/kali
kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB.
d. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan intravena D5 1/4S, D5 1/2S, RL.
2. Mencari penyebab dan mengobati penyebab
Dengan penelusuran sebab kejang dan faktor risiko terjadinya kejang, pengobatan
terhadap penyebab kejang sesuai yang ditemukan.
3. Pengobatan pencegahan berulangnya kejang
Diberikan anti konvulsan rumatan yaitu fenitoin/difenilhidation 5-8 mg/kgBB/hari,
dalam 2 kali pemberian (terbagi 2 dosis) atau fenobarbital (bila tak ada fenitoin): 5-8
mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian ( Kusuma, 2010).
I. Pathway
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Menurut Hidayat (2009 : 20) riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk
mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa
meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktifitas : Keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus otot/kekuatan otot,
gerakan involunter.
2. Sirkulasi : Peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernapasan.
3. Integritas ego : Sterssor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan atau
penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : Inkontinensia episodik, peningkatan kandung kemih dan tonus spinkter.
5. Makanan/cairan : Sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak/gigi
6. Neurosensori : Aktivitas kejang berulang, riwayat trauma kepala dan infeksi
cerebral.
7. Riwayat jatuh/trauma.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
a. Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali.
b. Adakah dispersi bentuk kepala.
c. Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti
rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3. Muka/wajah
a. Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah, sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
b. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus.
c. Apakah ada gangguan nervus cranial.
4. Mata
a. Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan.
b. Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung/ Polip yang menyumbat jalan napas.
7. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus.Adakah cynosis.
8. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat.
9. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid.
10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya,
irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale.
11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya. Adakah bradicardi atau
tachycardia.
12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen.
Adakah tanda meteorismus.
13. Kulit
Apakah terdapat oedema, hemangioma.
14. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema atau paralise terutama setelah terjadi kejang.
1.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada kejang demam menurut Nanda (2012), yaitu:
1. PK: Kejang berulang b.d hipertermi
2. Risiko trauma fisik b.d kurangnya koordinasi otot
3. Hipertermia b.d proses infeksi
4. Kurangnya pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi
1.4 Intervensi Keperawatan
1.5 No. Diagnosa NOC NIC
1. PK: Kejang Setelah dilakukan 1. Longgarkan pakaian,
berulang b.d tindakan berikan pakaian tipis yang
hipertermi keperawatan 3x24 mudah menyerap keringat.
jam diharapkan klien Rasional : proses konveksi
tidak mengalami akan terhalang oleh pakaian
kejang selama yang ketat dan tidak
berhubungan dengan menyerap keringat.
hiperthermi. 2. Berikan kompres dingin
Kriteria Rasional : perpindahan panas
hasil : secara konduksi
1. Tidak terjadi 3. Berikan ekstra cairan (susu,
serangan kejang sari buah, dll)
ulang. Rasional : saat demam
2. Suhu 36,5 – 37,5 ºC kebutuhan akan cairan tubuh
3. Nadi 110 – 120 meningkat.
x/menit 4. Observasi kejang dan tanda
4. Respirasi 30 – 40 vital tiap 4 jam
x/menit Rasional : Pemantauan yang
5. Kesadaran teratur menentukan tindakan
composmentis yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak
panas
Rasional : aktivitas dapat
meningkatkan metabolisme
dan meningkatkan panas.
6. Berikan antipiretik dan
pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan
panas pada pusat
hipotalamus dan sebagai
propilaksis
2. Risiko trauma Setelah dilakukan 1. Beri pengaman pada sisi
fisik b.d tindakan tempat tidur dan penggunaan
kurangnya keperawatan 3x24 tempat tidur yang rendah.
koordinasi otot jam diharapkan tidak Rasional : meminimalkan
terjadi trauma fisik injuri saat kejang
selama perawatan.2. Tinggalah bersama klien
Kriteria selama fase kejang..
Hasil : Rasional : meningkatkan
1. Tidak terjadi trauma keamanan klien.
fisik selama 3. Berikan tongue spatel
perawatan. diantara gigi atas dan bawah.
2. Mempertahankan Rasional : menurunkan
tindakan yang resiko trauma pada mulut.
mengontrol aktivitas4. Letakkan klien di tempat
kejang. yang lembut.
3. Mengidentifikasi Rasional : membantu
tindakan yang harus menurunkan resiko injuri
diberikan ketika fisik pada ekstimitas ketika
terjadi kejang. kontrol otot volunter
berkurang.
5. Catat tipe kejang
(lokasi,lama) dan frekuensi
kejang.
Rasional : membantu
menurunkan lokasi area
cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital
sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara
dini keadaan yang abnormal
3. Hipertermia b.d Setelah dilakukan Fever treatment
proses infeksi tindakan 1. Kaji faktor – faktor terjadinya
keperawatan 3x24 hiperthermi.
jam diharapkan tidak Rasional: Mengetahui penyebab
terjadi peningkatan terjadinya hiperthermi karena
suhu tubuh. penambahan pakaian/selimut
Kriteria Hasil : dapat menghambat penurunan suhu
1. Suhu tubuh dalam tubuh.
rentang normal. 2. Observasi tanda – tanda vital tiap
2. Nadi dan RR dalam 4 jam sekali.
rentang normal. Rasional: Pemantauan tanda vital
3. Tidak ada perubahan yang teratur dapat menentukan
warna kulit dan tidak ada perkembangan keperawatan yang
pusing. selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional: Suhu tubuh dapat
dipengaruhi oleh tingkat aktivitas,
suhu lingkungan, kelembaban
tinggiakan mempengaruhi panas
atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga
memberikan kompres dingin pada
kepala / ketiak.
Rasional: Proses
konduksi/perpindahan panas
dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan
baju tipis dan terbuat dari kain
katun.
Rasional: Proses hilangnya panas
akan terhalangi oleh pakaian tebal
dan tidak dapat menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional: Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan
menganjurkan pasien banyak
minum
Rasional: Kebutuhan cairan
meningkat karena penguapan
tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional: Aktivitas meningkatkan
metabolismedan meningkatkan
panas.

4. Kurangnya Setelah dilakukan


1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
pengetahuan tindakan Rasional : Mengetahui
keluarga b.d keperawatan 3x24 sejauh mana pengetahuan
keterbatasan jam diharapkan yang dimiliki keluarga dan
informasi pengetahuan kebenaran informasi yang
keluarga bertambah didapat.
tentang penyakit bayi
2. Beri penjelasan kepada
nya. keluarga sebab dan akibat
Kriteria hasil kejang demam
: Rasional : penjelasan tentang
1. Keluarga tidak kondisi yang dialami dapat
sering bertanya membantu menambah
tentang penyakit wawasan keluarga
anaknya. 3. Jelaskan setiap tindakan
2. Keluarga mampu perawatan yang akan
diikutsertakan dalam dilakukan.
proses keperawatan. Rasional : agar keluarga
3. Keluarga mentaati mengetahui tujuan setiap
setiap proses tindakan perawatan
keperawatan. 4. Berikan Health Education
tentang cara menolong anak
kejang dan mencegah kejang
demam, antara lain :
a. Jangan panik saat kejang
b. Baringkan anak ditempat
rata dan lembut.
c. Kepala dimiringkan.
d. Pasang gagang sendok yang
telah dibungkus kain yang
basah, lalu dimasukkan ke
mulut.
e. Setelah kejang berhenti dan
pasien sadar segera
minumkan obat tunggu
sampai keadaan tenang.
f. Jika suhu tinggi saat kejang
lakukan kompres dingin dan
beri banyak minum
g. Segera bawa ke rumah sakit
bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih
informasi dan mendidik
keluarga agar mandiri dalam
mengatasi masalah
kesehatan.
5. Berikan Health Education
agar selalu sedia obat
penurun panas, bila anak
panas.
Rasional : mencegah
peningkatan suhu lebih
tinggi dan serangan kejang
ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar
anak tidak terkena penyakit
infeksi dengan menghindari
orang atau teman yang
menderita penyakit menular
sehingga tidak mencetuskan
kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya
preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika
anak akan mendapatkan
imunisasi agar
memberitahukan kepada
petugas imunisasi bahwa
anaknya pernah menderita
kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis
memberikan reaksi panas
yang dapat menyebabkan
kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnose Definition & Clasification,
2012-2014. Oxford. Wiley-Blackwell

Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing. Yogyakarta.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sumijati. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak.
Surabaya: PERKANI.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Wahidiyat.2009. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Info Medika.

Anda mungkin juga menyukai