Anda di halaman 1dari 35

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Definisi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
baik yang berasal dari paru maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di
paru). Yang dimaksud dengan keganasana dari paru sendiri adalah kanker paru
primer, yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus =
bronchogenic carcinoma).1

Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia.1,3 Pada


tahun 2017 di Amerika Serikat, diperkirakan 222.500 kasus baru (116.990 pada
pria dan 105.510 pada wanita) dari kanker paru-paru dan bronkus yang
terdiagnosis, dan 155.870 kematian (84.590 pada pria dan 71.280 pada wanita)
diperkirakan terjadi karena penyakit ini. Hanya 17,7% dari semua pasien dengan
kanker paru-paru hidup ≥5 tahun setelah diagnosis.2 Berdasarkan laporan profil
kanker WHO, kanker paru merupakan penyumbang insidens kanker pada laki-
laki tertinggi di Indonesia dan merupakan penyumbang kasus ke-5 terbanyak
pada perempuan.1,4 Berdasarkan data hasil pemeriksaan di laboratorium Patologi
Anatomik RSUP Persahabatan, lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis
kanker yang didiagnosa adalah kasus kanker paru.1

Etiologi
Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui. Dilaporkan bahwa
etiologi kanker paru sangat berhubungan erat dengan kebiasaan merokok.
Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru.
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen
terhadap organ tubuh.1,4,5
Etiologi lain yang pernah dilaporkan :
-
Genetik, perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru adalah Proto oncogene, Tumor suppressor gene, Gene encoding
enzyme 4

1
-
Diet, rendahnya konsumsi betakarotene, selenium dan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. 4,5
-
Paparan zat karsinogen, seperti asbestos, radiasi ion, rodon, arsen,
kromium, nikel, silica, polisiklik, hidrokarbon, vinil klorida. 4,5
-
Polusi udara, dilaporkan penderita kanker paru lebih banyak di daerah
urban yang banyak polusi udaranya dibandingkan yang tinggal di daerah
rural. 4,5
-
Teori Onkogenesis, kanker paru di dasari dari perubahan tampilnya gen
supresor tumor dalam genom (onkogen). 4

Klasifikasi
Tumor paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan gambaran
histologi nya, yaitu Small Cell Lung Carcinoma (SCLC, 15 % kasus kanker paru)
dan Non-Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC, 85 % kasus kanker paru). Non-
Small Cell Lung Carcinoma secara umum dibagi menjadi 3 subkategori, yaitu
Adenokarsinoma paru, Squamous Cell Carcinoma (SqCC), dan Large Cell
Carcinoma. Adenokarsinoma paru merupakan jenis tersering dari kasus kanker
paru. Berdasarkan tingkat invasinya, WHO tahun 2015 membagi menjadi
adenocarcinoma in situ (AIS, lesi preinvasif), minimally invasive
adenocarcinoma (MIA), dan (overt) invasive adenocarcinoma. 1,3,4,6

Diagnosis

1. Anamnesis

Manifestasi klinis
Pada fase awal kanker paru sering tidak menunjukkan gejala klinis, bila
sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. 4

- Gejala pertumbuhan tumor langsung, dapat berupa batuk, hemoptysis,


mengi, ateletaksis, nyeri dada, dan sesak nafas. Batuk merupakan gejala
tersering (60-70%).

2
- Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura,
efusi perikard, sindroma vena cava superior, disfagia, sindrom Pancoast,
paralisis diafragma, sindroma horner, suara serak karena penekanan pada
nervus laryngeal recurrent.
- Gejala klinis sistemik, berupa penurunan berat badan dalam waktu yang
singkat, penurunan nafsu makan, dan demam hilang timbul.
- Gejala metastasis :
 Gejala neurologis (nyeri kepala, lemah/ parese) jika penyebaran ke
otak dan tulang belakang
 Nyeri tulang jika penyebaran ke tulang
- Gejala lain : sindrom paraneoplastik (nyeri musculoskeletal, hematologi,
vascular, neurologi dan lain-lain).1,4

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik berupa tampilan umum (performance status) penderita


menurun, pemeriksaan fisik paru yang abnormal, benjolan superfisial di leher,
ketiak, atau dinding dada, tanda pembesaran hepar atau adanya asites, dan
nyeri ketok pada tulang.1

3. Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal 1

4. Pemeriksaan Pencitraan
- Foto toraks AP/ Lateral adalah pemeriksaan awal sederhana
mendeteksi adanya kanker paru. Studi dari Mayo Clinic USA,
menemukan 61% tumor paru terdeteksi dengan pemeriksaan ini.
- CT scan torak lebih sensitif dari pada pemeriksaan foto toraks biasa,
karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3
mm. CT scan dilakukan sebagai evaluasi lanjut dan diperluas hingga
kelenjer adrenal untuk menilai metastasis.
- USG Abdomen dilakukan untuk menilai kemungkinan metastasis.

3
- Pemeriksaan Bone Scaning, diperlukan untuk mendeteksi metastasis
tulang.
- PET-scan untuk menilai hasil pengobatan. 1,4

5. Pemeriksaan Patologi Anatomik


- Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum tidak selalu memberikan hasil positif.
Pemeriksaan ini dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan penapisan
untuk diagnosis dini kanker paru. Pemeriksaan sitologi lain untuk
diagnostik dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah
bening servikal, supraklavikula, bilasan, dan sikatan bronkus pada
bronkoskopi.4
- Pemeriksaan Histopatologi, merupakan baku emas diagnosis kanker paru,
untuk mendapatkan spesimen melalui cara :
a. Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk menetapkan diagnosis
kanker paru. Prosedur ini dapat membantu menentukan lokasi lesi
primer, pertumbuhan tumor intraluminal dan mendapatkan spesimen
untuk pemeriksaan sitologi dan histopatologi, sehingga diagnosis dan
stadium kanker paru dapat ditentukan. Spesimen untuk pemeriksaan
sitologi dan histologi didapat melalui bilasan bronkus, sikatan bronkus
dan biopsi bronkus. Hasil positif dengan bronkoskopi dapat mencapai
95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80 % untuk tumor di
perifer.1,4
b. Pemeriksaan transtorakal biopsi (TTB) terutama untuk lesi di perifer
dengan ukuran > 2cm, sensitivitasnya 90-95%.4
c. Torakoskopi dilakukan untuk tumor yang letaknya dipermukaan
pleura visceralis. Biopsi dengan cara Video Assisted Thoracoscopy
memiliki sensitivitas dan spesifisitas 100%.
d. Torakotomi dikerjakan bila semua prosedur non invasive dan invasive
sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

4
- Pemeriksaan molekuler marker (gen EGFR, gen KRAS, fusigen
EML-ALK), digunakan untuk pemilihan obat sistemik, berupa terapi
target pada jenis adenokarsinoma.1,7,8

Staging Kanker Paru 1,4,8

Penentuan stadium berdasarkan sistem TNM dari American Joint


Committee on Cancer (AJCC) versi 7 tahun 2010 :

- Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat ditemukan dengan hasil radiologi


dan bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif
ditemukan sel ganas
T0 Tidak tampak lesi atau tumor primer
Tis Carcinoma in situ
T1 Ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus
yang sampai ke proksimal bronkus lobaris
T1a Ukuran Tumor primer ≤ 2 cm
T1b Ukuran tumor primer > 2 cm tetai ≤ 3 cm
T2 Ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi
intrabronkus dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina,
berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada
daerah hilus atau invasi ke pleura visera
T2a Ukuran tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 5 cm
T2b Ukuran tumor primer > 5 cm tetapu ≤ 7 cm
T3 Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding
dada termasuk sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus,
menempel pleura mediastinum, pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2
cm distal karina tanpa keterlibatan karina. Berhubungan dengan
atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih dari satu
nodul dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer
T4 Ukuran tumor primer sembarang tapi melibatkan atau invasi

5
ke mediastimum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina,
nervus laring, esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul
berbeda lobus pada sisi yang sama dengan tumor (ipsilateral)

- Kelenjar Gentah Bening (KGB) regional (N)

Nx Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran


radiolologi
N0 Tidak ditemukan metastasis ke KGB
N1 Metastasis ke KGB peribronkus, hilus, intrapulmonary ipsilateral
N2 Metastasis ke KGB mediastinum ipsilateral dan atau suprakarina
N3 Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum
kontraleteral dan atau KGB supraklavikula

- Metastasis (M)

Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi


M0 Tidak ditemukan metastasis
M1 Terdapat metastasis jauh
M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas,
efusi pericardium
M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher,
aksila, suprarenal, dll)

- Pengelompokan Stadium

Occult Tx N0 M0
Carcinoma
Stadium 0 Tis N0 M0
T1a N0 M0
Stadium IA T1b N0 M0
Stadium IB T2a N0 M0

6
Stadium IIA T1a N1 M0
T1b N1 M0
T2a N1 M0
Stadium IIB T2b N1 M0
T3 (>7cm) N0 M0
Stadium IIIA T1a N2 M0
T1a N2 M0
T2a N2 M0
T2b N2 M0
T3 N1 M0
T4 N0 M0
T4 N1 M0
Stadium IIIB T4 N2 M0
Sembarang T N3 M0
Stadium IVA Sembarang T Sembarang N M1a (pleura, paru
kontralateral)
Stadium IVB Sembarang T Sembarang N M1b (metastasis
jauh)

Penatalaksanaan
Penatalaksaaan kanker paru didasarkan pada jenis selnya yaitu Non Small
Cell Lung Carcinoma dan Small Cell Lung Carcinoma.
Penatalaksanaan Non Small Cell Lung Carcinoma : 1,4,8

a. Bedah
Modalitas ini merupakan terapi utama pada kanker paru stadium awal,
stadium I-II, dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah
kemoterapi neoadjuvan. Dapat dilakukan lobektomi, segmentektomi dan
reseksi lobaris.1,4
b. Radiasi
Radioterapi dapat sebagai terapi kuratif definitif pada stadium awal
(stadium I) yang inoperabel atau yang menolak dilakukan operasi dan
7
pada stadium lokal lanjut (stadium II dan III) secara konkuren dengan
kemoterapi. Pada pasien stadium IIIA resektabel, kemoterapi preoperasi
dan radiasi pasca operasi merupakan pilihannya. Pada pasien Stadium IV,
radioterapi diberikan sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri,
perdarahan, obstruksi).1,4
c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi neoadjuvan pada stadium dini,
atau sebagai adjuvan pasca pembedahan. Terapi adjuvan dapat diberikan
pada stadium IIA, IIB dan IIIA sedangkan pada stadium lanjut,
kemoterapi dapat diberikan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky
>60%) sebagai terapi paliatif. Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat
diberikan :
 Lini pertama
Diberikan kepada pasien yang belum pernah menerima pengobatan
kemoterapi sebelumnya. Kelompok ini terdiri dari kemoterapi berbasis
platinum dan yang tidak mengandung platinum (obat generasi baru).
Pilihan utama obat berbasis platinum adalah sisplatin, pilihan lainnya
dengan karboplatin. Obat kemoterapi lini pertama tidak berbasis
platinum adalah etoposid, gemsitabin, paklitaksel, dan vinoralbin.
 Lini kedua
Diberikan kepada pasien yang pernah mendapat kemoterapi lini
pertama namun tidak memberikan respon setelah 2 siklus, atau
menjadi lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat
kemoterapi lini kedua adalah dosetaksel dan pemetreksed. 4
d. Terapi target
Terapi ini diberikan pada penderita stadium IV dangan mutasi
EGFR positif yang sensitif dengan EGFR-TKI (Gefitinib, erlotinib, atau
afatinib).7

8
ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien Laki-laki usia 46 tahun di bagian Penyakit Dalam RSUP
Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 10 Juni 2019 pukul 14.00 WIB dengan :

Keluhan Utama :
 Nyeri dada kiri dirasakan meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Nyeri dada kiri dirasakan meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, nyeri seperti ditusuk-tusuk hilang timbul,
meningkat terutama saat bernafas dalam dan batuk, nyeri dada tidak menjalar ke
punggung maupun lengan kiri.
 Sesak nafas hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu. Sesak nafas dirasakan terutama
saat nyeri dada kiri timbul, tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan makanan.
 Batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk berdahak, warna putih. Batuk darah tidak
ada.
 Suara serak dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, volume suara semakin berkurang sejak
1 bulan ini.
 Penurunan berat badan sejak 3 bulan yang lalu, penurunan berat badan sekitar 12 kg.
 Penurunan nafsu makan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien makan 2-3 kali sehari,
hanya menghabiskan 1/2 porsi setiap kali makan.
 Demam tidak ada.
 Nyeri dan sukar menelan tidak ada.
 Benjolan di daerah leher tidak ada.
 Riwayat banyak berkeringat pada malam hari tidak ada.
 Riwayat trauma dada tidak ada.
 Buang air kecil tidak ada keluhan.
 Buang air besar konsistensi dan frekuensi normal.
 Pasien telah dirawat di Jambi dan dirujuk untuk tatalaksana selanjutnya.

9
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit keganasan tidak ada
 Riwayat tekanan darah tinggi tidak ada
 Riwayat sakit gula tidak ada
 Riwayat TB paru tidak ada
 Riwayat penyakit asma tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keganasan
 Tidak ada anggota keluarga dengan penyakit TB paru

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, Kebiasaan


 Pasien saat ini bekerja sebagai petani karet
 Pasien adalah seorang kepala keluarga, menikah 1 kali dan memiliki 5 orang anak.
Pasien saat ini tinggal dirumah semipermanen, memiliki 2 kamar, ventilasi ada,
pencahayaan baik
 Latar belakang pendidikan pasien adalah SD
 Riwayat merokok ada, sejak usia 15 tahun, menghabiskan 5 bungkus perhari, 1
bulan ini pasien telah berhenti merokok
 Riwayat penggunaan jarum suntik, seks bebas, tattoo, konsumsi jamu-jamuan
tidak ada
 Riwayat konsumsi alkohol tidak ada

Pemeriksaan umum :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 94 x/menit, teratur, pengisian cukup
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 37 0C
SaO2% : 98%
VAS : 4

10
Keadaan gizi : Baik
Tinggi badan : 169 cm
Berat badan : 53 kg
Edema : Tidak ada
Anemis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
BMI : 18,59 kg/m2 (normoweight)

Pemeriksaan fisik :
Kulit : Turgor kulit normal, akral hangat
Kelenjar getah Bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Regio colli, axila, dan inguinal.
Kepala : Normocephal
Rambut : Tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-) , sclera ikterik (-)
Reflek cahaya (+/+), diameter pupil 3mm/3 mm
Telinga : Deformitas (-), tanda-tanda radang (-)
Hidung : Deviasi septum (-), tanda-tanda radang (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, candidiasis (-)
Gigi dan Mulut : carries (-), kandidiasis oral (-), hipertrofi gingiva (-),
atrofi papil lidah (-),
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar
Thorax :
Paru
 Paru depan
o Inspeksi : Simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
o Palpasi : Fremitus sulit dinilai
o Perkusi : Pekak setinggi RIC I-III sinistra, batas pekak hepar setinggi
RIC V
o Auskultasi :
Paru kanan : Vesicular, ronki -/-, wheezing -/-
Paru kiri : Suara nafas melemah setinggi RIC I-III
11
 Paru belakang
o Inspeksi : Simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
o Palpasi : Fremitus sulit dinilai
o Perkusi : Pekak setinggi RIC I-III sinistra
o Auskultasi :
Paru kanan : Vesicular, ronki -/-, wheezing -/-
Paru kiri : Suara nafas melemah setinggi RIC I-III
Jantung
o Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1 jari
tidak melebar, tidak kuat angkat
o Perkusi : Batas kanan LSD, batas atas RIC II kiri, batas kiri 1 jari
medial LMCS RIC V
o Auskultasi : Bunyi jantung murni reguler, M1> M2, P2< A2, bising (-)
Abdomen
o Inspeksi : Tampak membuncit
o Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba
o Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : CVA : nyeri tekan dan nyeri ketok tidak ada
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Anggota gerak : Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-, edema -/-

Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin
Hb : 13,7 g/dl
Leukosit : 9.970 /mm3
Trombosit : 400.000 mm3
Ht : 42 %
Hitung Jenis : 0/3/1/70/23/3
LED : 113 mm

12
Gambaran Darah Tepi :
Eritrosit : jumlah normal
Leukosit : jumlah normal
Trombosit : jumlah normal, morfologi normal
Kesan : LED meningkat

Urinalisis
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 0-1 /LPB Protein Negatif
Kekeruhan Negatif Eritrosit 0-1 /LPB Glukosa Negatif
BJ 1.015 Silinder Negatif Bilirubin Negatif
pH 5,0 Kristal Negatif Urobilinogen Positif
Epitel Gepeng (+)
Kesan : Hasil dalam batas normal

Feses Rutin
Makroskopis Mikroskopis
Warna Coklat Leukosit 0-1/LPB
Konsistensi Lunak Eritrosit 0-1/LPB
Darah Negatif Amuba Negatif
Lendir Negatif Telur Cacing Negatif
Kesan : Hasil dalam batas normal

13
EKG :

Irama : Sinus QRS Komplek : 0.08 dtk


HR : 94 x/mnt ST Segmen : isoelektrik
Axis : Normal Gel T : normal
Gel P : Normal SV1 + RV5 <35
PR interval : 0.16 dtk R/S V1 <1
Kesan : Sinus rythme

Index Brinkman

60 batang x 31 tahun = 1.860

Kesan : Perokok Berat

MASALAH
 Nyeri dada
 Dispnea
 Disfonia

Diagnosis Kerja :
Diagnosa Primer :
 Tumor paru sinistra
Diagnosa Sekunder :
 Disfonia ec suspect parese pita suara

14
Diagnosis Banding :
 TB Paru
 Disfonia ec suspect laryngitis TB
 Disfonia ec suspect tumor laring

Terapi :
 Istirahat/ Diet MB TKTP (1900 kkal : karbohidrat 1045 kal, lemak 475 kal,
protein 380 kal)/ O2 3 L/menit
 IVFD NaCl 0,9% 8 jam /kolf
 Paracetamol 3 x 1000 mg PO
 N-Acetylsistein 3 x 200 mg PO

Anjuran :
 Sitologi sputum
 Tes Cepat Molekuler
 Rontgen thoraks proyeksi PA dan lateral
 USG Thoraks
 CT Scan Thorax
 TTNA
 Konsul Spesialis THT-KL

Follow Up
11 Juni 2019
S/
Nyeri dada kiri (+), sesak nafas (-), batuk (+)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 120/80 82 19 36,8oC 3
Keluar Hasil Pemeriksaan Tes Cepat Molekular :
 MTB Not Detected
 Rif Resistance Not Detected

15
Hasil foto rontgen thoraks proyeksi PA dan Lateral

- Tampak massa di lapangan atas paru kiri dengan batas sebagian tidak tegas
disertai pendorongan trakea ke kanan.
- Jantung posisi normal, ukuran tidak membesar (CTR <50%), mengisi <1/3 ruang
retrosternal, ruang retrocardial baik.
- Kedua diafragma licin, diafragma kiri letak tinggi.
- Kedua sinus costofrenicus lancip
Kesimpulan : Tumor lobus superior paru kiri diafragma kiri letak tinggi

Konsul Konsultan Pulmonologi

Kesan :
 Tumor paru sinistra
Anjuran :
 Sitologi sputum
 USG thoraks

 CT scan thorax

Konsul Spesialis THT-KL


Kesan :
 Disfonia ec parese pita suara kiri

16
Anjuran :
 FOL (Fiber Optic Laringoscopy)

A/
 Tumor paru sinistra
 Disfonia ec parese pita suara kiri

P/
 Sitologi sputum
 USG thorax
 CT scan thorax
 Fiber optic laryngoscopy

Follow Up
12 Juni 2019
S/
Nyeri dada kiri (+), sesak nafas (+), batuk (+)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 110/70 95 22 37oC 4

Hasil USG Thorax

Penilaian Paru Kanan Paru Kiri


Pleura Penebalan (-), sliding (-) Penebalan (-), sliding (+)
Parenkim Massa (-), Abses (-), Infiltrat (- Massa (+), Abses (-), Infiltrat
), ateletaksis (-) (-), ateletaksis (-)

Rongga pleura Efusi (-), fibrin/sekat (-) Efusi (-), fibrin/sekat (-)
(+), atelectasis (+) (+), atelectasis (-)
Kesan : Massa paru kiri atas

Hasil sitologi sputum : Tidak tampak sel tumor ganas dalam sediaan ini

17
Konsul Konsultan Pulmonologi

Kesan :

 Tumor paru sinistra


Anjuran :

 Bronkoskopi

A/
 Tumor paru sinistra
 Disfonia ec parese pita suara kiri

P/
 Bronkoskopi

Follow Up
14 Juni 2019
S/
Nyeri dada kiri (+), sesak nafas (-), batuk (+)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 120/80 78 20 36,9oC 3

Hasil CT Scan Thorax tanpa kontras

 Vaskuler tidak melebar


 Tidak tampak pembesaran jantung
 Trakea masih di tengah
 Cabang utama bronki kanan dan kiri terbuka
 Tampak massa hipodens inhomogen dengan kalsifikasi minimal berukuran 7,25 x
7,70 x 7,83 cm di apikoposterior lobus superior paru kiri
 Tampak lesi hipodens lobulated di daerah prevaskuler dan paraaorta
 Diafragma kiri elevasi, diafragma kanan dalam batas normal

18
 Tidak tampak kelainan pada jaringan lunak dan skeletal dinding thorax maupun
pada vertebre torakalis yang terscanning
 Tidak tampak infiltrate pada kedua lapangan paru
 Tidak tampak nodul hipodens/ hiperdens pada kedua lapangan paru
Kesimpulan : Tumor paru kiri dengan pembesaran KGB prevaskuler dan
paraorta

A/
 Tumor paru sinistra
 Disfonia ec parese pita suara kiri

P/
 Terapi lanjut

Follow Up
17 Juni 2019
S/
Nyeri dada kiri (+), sesak nafas (+), batuk (+)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 120/70 80 23 37oC 4

Hasil Bronkoskopi

Pita suara : simetris, terbuka

Trakea : terbuka, mukosa licin, tidak hiperemis, secret (+)

Carina : sudut lancip, mukosa licin dan regular, secret (+)

Buka : terbuka, mukosa licin dan reguler

LaKa : terbuka, mukosa licin dan reguler

Buki : tebuka, mukosa licin dan regular, secret (+)

LbKi : terbuka, mukosa licin dan regular, secret (+)

19
LaKi : hiperemis, secret (+), edema, massa (+) kemerahan terbuk

Lingula : menyempit, massa (-), secret (+)

Kesimpulan : Tampak massa menutupi hampir seluruh lobus atas kiri,


hiperemis dan hipersekresi

Konsul Konsultan Pulmonologi

Kesan :

 Tumor paru sinistra


Anjuran :

 Sitologi cairan bronkus


 TTNA

A/
 Tumor paru sinistra
 Disfonia ec parese pita suara kiri

P/
 Sitologi cairan bronkus
 TTNA

Follow Up
18 Juni 2019
S/
Nyeri dada kiri (+) meningkat saat batuk, sesak nafas (-), batuk (+)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 120/70 72 20 36,5oC 4

Hasil Sitologi Bilasan Bronkus : Tidak tampak sel-sel tumor ganas dalam sediaan ini

20
Hasil Fiber Optic Laringoscopy

Nasofaring tenang

Aritenoid tenang, epiglotis tenang

Plika vocalis kiri parese (+)

Sinus piriformis standing sekresi (-/-)

Kesimpulan : Parese plica vokalis kiri ec tumor paru

Konsul Konsultan Pulmonologi

Kesan :

 Tumor paru sinistra


Anjuran :

 TTNA

Konsul Spesialis THT-KL


Kesan :
 Disfonia ec parese plika vokalis kiri tipe abductor ec tumor paru
Anjuran :
 Terapi sesuai TS penyakit dalam

A/
 Tumor paru sinistra
 Disfonia ec parese plika vokalis kiri tipe abductor ec tumor paru

P/
 TTNA

Follow Up
20 Juli 2019
S/
Nyeri dada kiri (+) berkurang, sesak nafas (-), batuk (+) berkurang

21
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 110/80 82 20 36,7oC 2

Hasil histopatologi tumor :

Makroskopik : Diterima slide TTNA, 6 basah, 6 kering

Mikroskopik :

Dalam sediaan apus slide TTNA (10 slide) mikroskopik tampak sebaran dan
kelompokan sel-sel dengan N/C ratio meningkat dengan inti sebagian besar bulat-
oval, beberapa agak pleomorfik, vesikuler, kromatin kasar, nukleoli sebagian nyata,
sitoplasma sedikti, inti ada yang terletak eksentrik, sel-sel ini ada yang membentuk
struktur kelenjar.

Diagnosa : Adenocarcinoma

Konsul Konsultan Pulmonologi


Kesan :
 Adenokarsinoma paru sinistra
Anjuran :
 Cek EGFR mutasi
 USG abdomen
 Bone survey
 Konsul hematologi untuk kemoterapi

A/
 Adenokarsinoma paru sinistra
 Disfonia ec parese plika vokalis kiri tipe abductor ec tumor paru

P/
 Cek EGFR mutasi
 USG abdomen
22
 Bone survey
 Konsul hematologi untuk kemoterapi

Follow Up
21 Juli 2019
S/
Nyeri dada kiri (+) hilang timbul, sesak nafas (-), batuk (+) berkurang
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 120/70 84 19 36,9oC 2

Konsul Konsultan Hemato onkologi medik

Kesan :

 Adenokarsinoma paru sinistra


Anjuran :

 Menunggu hasil EGFR mutasi


 Persiapan Kemoterapi

A/
 Adenokarsinoma paru sinistra
 Disfonia ec parese plika vokalis kiri tipe abductor ec tumor paru

P/
 Menunggu hasil EGFR mutasi
 Persiapan Kemoterapi
 Rawat Jalan

Follow Up
10 Juli 2019, Poli Paru
S/
Nyeri dada kiri (+), sesak nafas (-), batuk (+) sesekali
23
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 110/70 82 20 36,6oC 3

EGFR : No Mutation Identified

Hasil Bone Survey :


Tak tampak tanda-tanda metastase ke vertebre thoracolumbal, vetebre lumbosacral,
humerus dan costae.
Tampak lesi blastik pada tulang proksimal femur kanan dan cranium.
Kesan : Metastase tulang

Hasil USG Abdomen


 Hati : tidak membesar, permukaan rata, parenkim homogen, pinggir tajam,
vena tidak melebar, duktus biliaris tidak melebar, SOL (-), vena portal normal.
 Kandung empedu : normal, batu tidak ada
 Pancreas : normal
 Lien : normal
 Ginjal : tidak membesar, batu tidak ada, hidronefrose tidak ada, kista tidak
ada
Kesan : USG abdomen dalam batas normal

Hasil Echocardiografi
 Fungsi sistolik global LV baik, EF 65%
 Global normokinetik
 LVH konsentrik remodeling dengan fungsi diastolik LV baik
 Katup-katup baik
 Kontraktilitas RV baik
 Efusi perikard (-)

24
Konsul Konsultan Pulmonologi
Kesan :
 Adenokarsinoma paru sinistra stadium IV B (T4N1M1b)
Anjuran :
 Konsul hematologi untuk kemoterapi

A/
 Adenokarsinoma paru sinistra stadium IV B (T4N1M1b)
 Disfonia ec parese plika vokalis kiri tipe abductor ec tumor paru

P/
 Konsul hematologi untuk kemoterapi

Follow Up
16 Juli 2019, Poli khusus Hematologi onkologi medik
S/
Nyeri dada kiri (+) meningkat, sesak nafas (-), batuk (+)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T VAS
Sedang CMC 120/70 78 20 36,5oC 7

Keluar Hasil Laboratorium


Hemoglobin 12,8 g/dL Hematokrit 38 %
Leukosit 10.330 /mm3 Trombosit 416.000 /mm3
Ureum 20 mg/dl SGOT 27 u/l
Kreatinin 0,7 mg/dl SGPT 14 u/l
Albumin 3,5 g/dl Na 133 Mmol/L
Globulin 3,1 g/dl K 3,6 Mmol/L
Calcium 10,8 Mmol/L Cl 102 Mmol/L

25
Konsul Konsultan Hemato onkologi medik

Kesan :
 Adenokarsinoma paru sinistra stadium IV B (T4N1M1b) dengan Cancer Pain
Anjuran :
 Drip Morfin 10 mg dalam 49 cc NaCl 0,9% dengan kecepatan 2cc/ jam
 Kemoterapi

A/
 Adenokarsinoma paru sinistra stadium IV B (T4N1M1b) dengan Cancer Pain
 Disfonia ec parese plika vokalis kiri tipe abductor ec tumor paru

P/
 Drip Morfin 10 mg dalam 49 cc NaCl 0,9% dengan kecepatan 2cc/ jam
 Kemoterapi

26
DISKUSI

Telah dirawat pasien laki-laki usia 46 tahun dibangsal penyakit dalam


RSUP M.Djamil Padang dengan :

 Adenokarsinoma paru sinistra stadium IV B (T4N1M1b)


 Disfonia ec parese plika vokalis kiri tipe abductor ec tumor paru

Pasien di diagnosis dengan Adenokarsinoma paru sinistra berdasarakan


anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan patologi
anatomi. Gejala klinis kanker paru sering tidak khas, tetapi gejala respirasi yang
muncul lama dan tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada
kelompok beresiko harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker
paru.1 Pasien laki-laki berusia 46 tahun dengan kebiasaan merokok 5 bungkus
perhari selama 31 tahun menjadikan pasien ini masuk kelompok dengan resiko
tinggi. Kelompok dengan risiko tinggi mencakup pasien usia > 40 tahun dengan
riwayat merokok ≥ 30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun waktu 15 tahun
sebelum pemeriksaan, atau pasien ≥ 50 tahun dengan riwayat merokok ≥ 20
tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya (pajanan radiasi, paparan
okupasi terhadap bahan kimia karsinogenik, riwayat kanker pada pasien atau
keluarga pasien, dan riwayat penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis
paru).1,4,5,9
Dari anamnesis didapatkan keluhan pada pasien berupa nyeri dada kiri
yang meningkat terutama saat batuk dan bernafas dalam, sesak nafas dan batuk
yang merupakan gejala pertumbuhan tumor langsung dan suara serak yang
merupakan gejala pertumbuhan regional. Keluhan ini dialami pasien sejak 3
bulan yang lalu. Gejala sistemik pada pasien ini berupa penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan. Adanya faktor resiko dan keluhan yang tidak
kunjung sembuh pada pasien mengarahkan kepada adanya sebuah proses
keganasan paru.1,4,5,8
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pekak dan berkurangnya suara nafas
paru kiri atas. Pemeriksaan foto rontgen toraks didapatkan hasil tumor lobus
27
superior paru sinistra. Foto rontgen toraks merupakan pemeriksaan awal yang
dipilih untuk pasien dengan kecurigaan klinis kanker paru. Tumor dengan
ukuran lebih dari 1 cm dapat diidentifikasi dengan foto rontgen. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler disertai identasi pleura, tumor
lesi satelit, dan lai-lain.1,4 Studi dari Mayo Clinik USA, menemukan 61% tumor
paru terdeteksi dengan foto rontgen toraks.4
Jika pada foto rontgen toraks ditemukan lesi yang dicurigai sebagai
keganasan maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk
mengevaluasi lesi tersebut.1 Berdasarkan NCCN guidelines, pasien dengan
risiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan Low-dose CT.9 Pada pasien ini
dilakukan pemeriksaan CT scan dan tampak massa hipodens inhomogen
dengan kalsifikasi minimal berukuran 7,25 x 7,7 x 7,83 cm di apikoposterior
lobus superior paru kiri, dan lesi hipodens lobulated di daerah prevasculer dan
paraaorta. Pemeriksaan CT scan toraks lebih sensitif dari pada foto rontgen
toraks karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter 3 mm
meskipun bisa terjadi hasil positif palsu mencapai 25-60%, namun CT Scan
toraks menjadi penapis lini kedua setelah foto rontgen toraks.4
Pemeriksaan patologi anatomi yang dilakukan pada pasien ini adalah
pemeriksaan sitologi sputum dan biopsi untuk mengetahui histopatologi tumor.
Sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan yang rutin dan skrining dini
kanker paru terutama bila didapatkan adanya keluhan batuk.4 Namun
pemeriksaan sitologi sputum tidak selalu memberikan hasil positif seperti pada
pasien ini didapatkan hasil sitologi sputum tidak ditemukan sel – sel ganas. Hal
ini bisa disebabkan karena letak tumor terhadap bronkus, jenis tumor, teknik
mengeluarkan sputum, jumlah sputum yang diperiksa dan waktu pemeriksaan
sputum. Jadi kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor terletak di perifer,
penderita batuk kering dan teknik pengumpulan dan pengambilan sputum yang
tidak memenuhi syarat. Pemeriksaan sitologi sputum memiliki sensitivitas 60-
66% dan tingkat spesifisitas 99%. Namun, sensitivitas sitologi dahak bervariasi
sesuai dengan lokasi kanker paru-paru. Untuk tumor yang terletak di sentral, lesi
endobronkial, sensitivitas untuk mendiagnosis kanker paru-paru adalah
88%.10,11,12
28
Pada pasien selanjutnya direncanakan pemeriksaan histopatologi,
pemeriksaan ini adalah baku emas untuk diagnosis kanker paru. Untuk
mengetahui lokasi dan mendapatakan spesimen dilakukan pemeriksaan
bronkoskopi, dengan hasil tampak massa menutupi hampir seluruh lobus atas
kiri, hiperemis dan hipersekresi. Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk
menetapkan diagnosis kanker paru, prosedur ini dapat membantu menentukan
lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor intraluminal, dan mendapatkan spesimen
untuk pemeriksaan sitologi dan histopatologi. Hasil positif dengan bronkoskopi
dapat mencapai 95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80 % untuk
tumor di perifer.1,4,12 Spesimen untuk sitologi dan histopatologi didapatkan
melalui bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus.1,4,10,12,13 Pada
pasien dilakukan pemeriksaan sitologi bilasan bronkus dengan hasil juga tidak
tampak sel – sel tumor ganas.
Selanjutnya pada pasien dilakukan USG Thoraks untuk mengetahui lokasi
tumor guna tindakan TTNA, didapatkan hasil dengan kesan massa paru kiri atas
dan dilakukan tindakan TTNA. Biopsi dengan TTNA terutama untuk lesi yang
letaknya perifer dengan ukuran > 2 cm sensitivitasnya mencapai 90-95%.
Sensitivitas lebih rendah dijumpai pada tumor dengan diameter 2 cm.4,13 TTNA
dikaitkan dengan tingkat pneumotoraks yang lebih tinggi dibandingkan dengan
prosedur bronkoskopi.13 Hasil pemeriksaan akan lebih baik dengan tuntunan
USG maupun Ct scan.4
Hasil histopatologi biopsi pasien ini berupa gambaran Adenocarcinoma
yang merupakan suatu jenis Non Small Cell lung Carcinoma (NSCLC).
Gambaran histopatologi adenokarsinoma khas dengan betuk formasi glandular
dan kecenderungan ke arah pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya
membentuk musin, sering tumbuh dari bekas kerusakan jaringan paru (scar).
Jenis histopatologi yang paling banyak pada kanker paru adalah non-small cell
lung cancer (NSCLC), mendekati 80-85% dari seluruh kanker paru.1,13 Sebagian
besar pasien terdiagnosis dalam stadium lanjut dan metastasis. Guideline untuk
NSCLC merekomendasikan pemeriksaan mutasi Epidermal Growth Factor
Receptor (EGFR). Hal ini sesuai untuk populasi Asia yang memiliki nilai
prevalensi mutasi EGFR tinggi. Frekuensi mutasi EGFR pada orang Asia

29
(Jepang) mendekati 30%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi kulit
putih yang sebesar 20%. Mutasi EGFR lebih sering didapat pada wanita Asia
dan tidak merokok. Dalam studi PIONEER yang merupakan studi prospektif
tentang epidemiologi EGFR, khususnya pasien dari Asia (China, Hong Kong,
India, Filipina, Taiwan, Thailand, dan Vietnam), diperoleh frekuensi EGFR
mutasi secara keseluruhan untuk populasi Asia sebesar 51,4%. Data lain
menunjukkan mutasi EGFR paling rendah adalah India (22,2%). Angka ini
mendekati frekuensi EGFR mutasi pada ras kulit putih. Secara berurutan, data
EGFR mutasi untuk China 50,2%; Hong Kong 47,2%; Filipina 52,3%; Taiwan
62,1%; Thailand 53,8%; dan Vietnam 64,2%. Salah satu pertimbangan adanya
EGFR mutasi dan respons terhadap EGFR-tirosin kinase yaitu berjenis kelamin
perempuan, adenokarsinoma, tidak pernah merokok, dan ras Asia. Pemeriksaan
EGFR merupakan salah satu cara untuk dapat memberikan terapi yang tepat
terhadap pasien NSCLC.13 Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan EGFR dengan
hasil no mutation identified sehingga terapi target tidak diberikan dari pasien ini.
Untuk mengetahui metastasis kanker paru pada pasien ini dianjurkan
pemeriksaan USG Abdomen dan Bone Survey. Pada pemeriksaan USG abdomen
tidak didapatkan adanya metastasis, pada bone survey dijumpai hasil metastase
tulang. Dengan demikian penentuan stadium TNM dari American Joint
Committe on Cancer versi 7 tahun 2010 pada pasien sudah pada T4N1M1b
(stadium IVb), dan tatalaksana kemoterapi menjadi pilihan modalitas terbaik
untuk pasien.
Pada NSCLC stadium lanjut, kemoterapi diberikan untuk tujuan
pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky >60%, WHO 0-2).
Namun, manfaat terbesar kemoterapi pada pasien dengan stadium lanjut adalah
sebagai terapi paliatif. Jenis kemoterapi lini pertama diberikan adalah kemoterapi
berbasis platinum dan yang tidak mengandung platinum. Pilihan utama obat
berbasis platinum adalah sisplatin, pilihan lainnya dengan karboplatin.1,4 Pada
umumnya kemoterapi untuk kanker paru tidak memerlukan penyesuaian
dosis jika laju filtrasi glomerulus (LFG) 60-90 ml/min. Sisplatin tidak
direkomendasikan jika LFG kurang dari 60 dan karboplatin lebih menjadi
pilihan.11 Obat kemoterapi lini pertama tidak berbasis platinum berupa

30
gemsitabin, etoposid, paklitaksel, dan vinoralpin. Pada pasien diberikan
kemoterapi dengan karboplatin dan gemcitabine.1 Prognosis pasien tumor
metastasis bervariasi, dari 6 bulan sampai 1 tahun tergantung performa status,
luasnya penyakit, dan adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir. 4

Saat kontrol ke Poli klinik khusus hematologi, pasien mengeluhkan nyeri


hebat di dada kiri dengan VAS 7 sehingga pasien dirawat dengan cancer pain.
Tiga penyebab utama nyeri pada pasien dengan kanker paru-paru lanjut adalah
metastasis tulang (34%), pancoast tumor (31%) dan penyakit dinding dada (21%).
Rekomendasi WHO berdasarkan tingkatan rasa sakit, terlepas dari etiologinya.
Langkah 1. Menyarankan penggunaan paracetamol atau obat antiinflamasi
nonsteroid. Langkah 2. Analgesia yang mencakup penggunaan opioid yang
lemah, seperti kodein. Pasien dengan nyeri hebat biasanya membutuhkan
Langkah 3. Analgesia, penggunaan opioid yang kuat. Morfin adalah opioid lini
pertama.13
Pada pasien juga ditegakkan diagnosis Disfonia ec Parese Plica Vocalis
Kiri tipe Abductor ec Tumor Paru. Didasarkan dari anamnesis dijumpai keluhan
suara serak sejak 3 bulan yang lalu disertai dengan volume suara yang makin
berkurang 1 bulan ini. Dari pemeriksaan fisik tidak dijumpai adanya benjolan di
daerah leher. Dari pemeriksaan laringoscopy indirect didapatkan epiglotis dan
aritenoid tenang, plika vokalis dan ventrikularis kiri pergerakan tertinggal dari
kanan, rima glotis terbuka, sinus piriformis standing, sekresi normal. Dilakukan
pemeriksaan penunjang fiber optic laryngoscopy didapatkan hasil parese plica
vokalis kiri ec tumor paru. Keluhan suara serak pada pasien ini disebabkan
penekanan pada nervus laryngeus recurrent, ini merupakan salah satu gejala
invasi lokal dari tumor paru yang berlokasi di lobus atas pada pasien ini.4
Penyebab parese plica vokalis dapat idiopatik, neuritis virus, massa, tumor
menekan saraf vocal, intervensi bedah (terutama bedah tiroid) resiko sekunder
dari intubasi dalam operasi bedah tertentu.15 Dalam suatu penelitian didapatkan
33 dari 36 pasien dengan penyakit toraks memiliki Paralisis Plica Vokalis
Unilateral (21 kiri, 12 kanan). Dari penyakit primer toraks, keganasan adalah
yang paling umum (52,8%). Tumor ganas yang terdeteksi di dada terdiri dari

31
tiga belas kanker paru-paru, tiga kanker esofagus, dua tumor metastasis, dan satu
tumor mediastinum. Penatalaksanaan pada parese pita suara ini tergantung dari
penyebab yang mendasarinya. Tatalaksana lain dapat berupa konservatif dan
operatif.16

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Hudoyo A, Wibawanto A, Lutfi A, Putra AC, Ratnawati A, et al. Kanker


Paru dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan. Jakarta : 2017
2. Ettinger DS, Wood DE, Aisne DL, Akerley W, Bauman J, Chirleac LR et
al. Non Small Cell Lung Cancer Version 5. Journal of the National
Comprehensive Cancer Network : 2017. Page 504-528
3. Tang ER, Schreiner AM, Pua BB. Advances in lung adenocarcinoma
classification : a summary of the new international multidisciplinary
classification system (IASLC/ATS/ERS). Jthoracdis : 2014. 6(S5): 489-
501
4. Amin Z. Kanker paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
Keenam Jilid II. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : 2014. Hal 2998-3007
5. Malhotra J, Malvezzi M, Negri E, Vecchia CL, Baoffetta P. Risk Factors
for Lung Cancer Worldwide. European Respiratory Journal : 2016. 48 :
889-902
6. Inamura K. Clinicopathological Characteristics and Mutations Driving
Development of early Lung Adenocarcinoma : Tumor Initiation and
progression. International Journal of Molecular Science : 2018. 19: 1259
7. Assche KV, Ferdinande L, Lievens Y, Vandecasteele K, Surmont V.
EGFR Mutation Positive Stage IV Non-Small-Cell Lung Carcinoma :
Treatment Beyond Progression. US National Library of Medicine. Front
Oncology : 2014
8. Majem M, Juan O, Insa A, Reguart N, Trigo JM, Carcereny E, Campelo
RG, Garcia Y, Guirado M, Provencio M. SEOM clinical guidelines for thr
treatment of non-small cell lung carcinoma. US National Library of
Medicine : 2018. 21(1) : 3-17
9. NCCN. NCCN Clinical practice guidelines in oncology : Lung
cancer screening version 2. Washington : 2019

33
10. Ammanagi SA, Dombale VD, Miskin AT, Dandagi GL, Snagolli SS.
Sputum cytology in suspected cases of carcinoma of lung. US National
Library of Medicine : 2012. 29(1) : 19-23
11. Hubers AJ, Prinsen CF, Sozzi G, Witte BI. Molecular sputum analysis for
the diagnosis of lung cancer. British Jpurnal of Cancer : 2013
12. Rivera MP, Mehta AC, Wahidi MM. Establishing the Diagnosis of Lung
Cancer. Chest Journal : 2013
13. Sari L, Purwanto. Mutasi EGFR pada Non-Small Cell Lung Cancer di
Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Indonesian Journal Of Cancer : 2016.
Hal 131-136
14. Simmons CP, MacLeod N, Laird BJ. Clinical Management of Pain in
Advanced Lung Cancer. Clinical Medicine Insights : 2012. Page 331-346
15. Oner AO, Budak ES, Boz A, Kurt GH. Left Vocal Cord Paralysis
Detected by PET/CT in a Case of Lung Cancer. Hindawi Case Report in
Oncological Medicine : 2015
16. Song AW, jun BC, Cho KJ, Lee S, Kim YJ, Park SH. CT evaluation of
Vocal Cord Paralysis due to Thoracic Disease. Yonsei Medical Journal :
2011

34
35

Anda mungkin juga menyukai