Dele 4.sumarno-1
Dele 4.sumarno-1
Dele 4.sumarno-1
Kedelai di Indonesia
Sumarno1 dan Ahmad Gozi Manshuri2
1
Pusat penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor
2
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang
PENDAHULUAN
Amerika Serikat
1925 168 0,79 132
1930 435 0,87 379
1940 1.945.000 1,09 2.124.000
1945 4.346.000 1,21 5.258.000
. -
. -
. -
1975 21.694.000 1,91 41.406.000
. -
. -
20001) 33.482.000 2,24 75.000.000
Brazil
1960 172 1,20 206
1965 432 1,22 523
1970 1.319.000 1,51 1.144.000
. -
. -
. -
1975 6.419.000 1,75 11.227.000
. .
. .
2000 14.595.238 2,10 30.650.000
data produksi kedelai tahun 2000 diperkirakan 159 juta t (Johnsen 2000)
Rhizobium sp. yang hidup pada akar dan bersimbiose dengan tanaman
kedelai sangat penting bagi pertumbuhan kedelai. Rhizobium sp. umumnya
memiliki persyaratan hidup yang sama dengan persyaratan tumbuh kedelai.
Genotipe (varietas) kedelai memiliki persyaratan adaptasi spesifik, walaupun
pada suatu lingkungan ditentukan oleh interaksi antara genotipe dengan
lingkungan. Varietas kedelai dari wilayah subtropik tidak tumbuh/ber-
produksi optimal pada lingkungan tumbuh terbaik di Indonesia. Lingkungan
tumbuh yang sangat sesuai bukan jaminan mutlak untuk keberhasilan usaha
produksi kedelai, masih tergantung tindakan manejemen petani
pengelolanya. Mutu benih, waktu tanam, pengendalian OPT, pengelolaan
tanaman yang optimal, semuanya sama pentingnya dengan lingkungan
tumbuh yang sangat sesuai.
Faktor Iklim
Faktor iklim yang menentukan pertumbuhan tanaman kedelai adalah: lama
dan intensitas sinar matahari (panjang hari), suhu, kelembaban udara dan
curah hujan. Kemampuan adaptasi kedelai terhadap keragaman faktor iklim
tersebut sebenarnya sangat luas, namun “kondisi iklim” yang sesuai perlu
diidentifikasi.
Varietas kedelai dari wilayah subtropika yang sesuai untuk panjang hari
14-16 jam, apabila ditanam di Indonesia yang panjang harinya 12 jam, akan
mempercepat pembungaan, pada umur 20-22 hari walaupun batang
tanaman masih pendek, tanaman sudah berbunga. Di tempat aslinya
varietas asal subtropika berbunga pada umur tanaman sekitar 50 hari, pada
saat batang kedelai sudah tumbuh setinggi 60-70 cm.
Pada hari dengan langit cerah terdapat suplai sinar matahari yang
berlebihan atau terjadi penjenuhan sinar matahari, sehingga photosynthetic
photo flux density (PPFD) bukan merupakan faktor pembatas (Rufty et al.
1981). Namun apabila PPFD berkurang akibat naungan atau cuaca
mendung, yang dapat mengurangi PPFD dari 700 µ mol menjadi 325 µ mol/
m/dt, maka laju pertukaran CO2 (CO2 exchange rate CER) menurun, dari
0,74 mg menjadi 0,52 mg CO2/m/dt. Penurunan CER sangat berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan tanaman. Penurunan 30% CER karena
penurunan radiasi matahari dari 700 menjadi 325 µ mol m/dt, berakibat
penurunan luas daun 55% dan penurunan total bahan kering tanaman 60%
(Raper and Kramer 1987).
Suhu
Interaksi antara suhu - intensitas radiasi matahari – kelembaban tanah sangat
menentukan laju pertumbuhan tanaman kedelai. Suhu tinggi berasosiasi
dengan transpirasi yang tinggi, defisit tegangan uap air yang tinggi, dan
cekaman kekeringan pada tanaman. Suhu di dalam tanah dan suhu
atmosfer berpengaruh terhadap pertumbuhan Rhyzobium, akar dan
tanaman kedelai. Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai
berkisar antara 22-27°C (Tabel 3).
Kelembaban Udara
Pengaruh langsung kelembaban udara terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tidak terlalu besar, tetapi secara tidak langsung
berpengaruh terhadap perkembangan hama dan penyakit tertentu.
Kelembaban udara terutama berpengaruh terhadap proses pematangan
biji dan kualitas benih. Curah hujan yang tinggi selama proses pengeringan
polong menurunkan kualitas biji dan mutu benih, karena polong dan biji
menyerap kelembaban dari luar. Pada musim panen bulan Januari-Februari
tanaman kedelai sering mendapat curah hujan yang tinggi, sehingga banyak
polong bercendawan dan biji kedelai membusuk. Suhu tinggi, kelembaban
udara tinggi, dan hujan terus-menerus menjelang panen mengakibatkan
kerusakan biji kedelai di lapangan (Tekrony et al. 1980). Fluktuasi suhu dan
kelembaban udara yang ekstrim berpengaruh negatif terhadap vigor
perkecambahan benih dan mengakibatkan mutu benih rendah.
Curah Hujan
Tanaman kedelai sangat efektif dalam memanfaatkan air yang berasal dari
kelembaban tanah. Pada tanah dengan lapisan olah yang dalam, tanaman
kedelai dapat tumbuh baik pada kelembaban tanah 60-80% kapasitas lapang
(Brady et al. 1974 dalam Van Doren and Reicosky 1987), dan tanggap
optimum kenaikan hasil biji dari pengairan diperoleh bila kondisi air tanah
mencapai 40-50% kapasitas lapang. Kondisi air tanah 80% kapasitas lapang
dinilai optimal untuk pertumbuhan kedelai pada tanah yang memiliki
kapasitas penyimpanan air yang baik, solum dalam (lebih dari 40 cm), dan
struktur gembur. Pada tanah yang demikian perakaran kedelai dapat
tumbuh dan berkembang sedalam 200 cm, dan air lebih banyak diserap
dari lapisan sub-soil (Van Doren and Reicosky 1987).
8
Kebutuhan air (mm per hari)
1
V1 V6 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8
Gambar 1. Pola penyerapan air oleh tanaman kedelai (Van Doren & Reicosky 1987).
lipat. Suplementasi air irigasi yang lebih banyak pada tanah liat berpasir juga
tidak mampu mencapai produktivitas setinggi pada tanah lempung berliat,
walaupun perbedaan produktivitas tidak semata-mata disebabkan oleh
pengairan.
Pada saat curah hujan lebih dari 300 mm per bulan, budi daya kedelai
jenuh air dapat dianjurkan, dan bahkan dengan cara ini produktivitas kedelai
lebih tinggi dibandingkan dengan cara tanam pada kondisi kering (Sumarno
1986, Troedson et al. 1985). Dengan teknik tanam jenuh air, air digenangkan
di samping guludan barisan tanaman sejak kedelai tumbuh sampai pengisian
polong maksimal.
Curah hujan yang tinggi kurang sesuai bagi usaha tani kedelai dengan
teknik mekanisasi. Permukaan tanah yang lembek (hampir berlumpur)
menghambat pergerakan mesin pertanian yang dirancang untuk lahan
kering. Apabila usahatani kedelai menggunakan alat dan mesin, penyiapan
lahan harus datar, jumlah pematang dan selokan minimal, dan waktu tanam
menyesuaikan dengan pola curah hujan. Pada wilayah yang musim hujannya
berlangsung pada bulan Oktober-April, waktu tanam kedelai dengan teknik
mekanisasi adalah pada bulan Maret atau awal April, dengan memberikan
suplementasi irigasi pada bulan Juni apabila tidak ada hujan.
Faktor Tanah
Luasnya wilayah adaptasi tanaman kedelai di dunia menunjukkan besarnya
keragaman jenis dan sifat tanah yang sesuai untuk tanaman kedelai. Di
Kedelai di subtropik
Batang + daun kering 3920 80 10 42
Akar 1680 40 5 23
Biji 3360 250 25 65
Total 8960 370 40 130 90 40 28 11 1,9
Kedelai di tropik
Batang + daun kering 2055 42 5,2 22
Akar 880 21 2,6 12
Biji (kering) 1760 131 13,2 34
Total 4695 194 21 68 47 21 15 6 1,0
Lahan yang kurang atau tidak sesuai untuk tanaman kedelai adalah
tanah berpasir yang sangat porus (tidak dapat mengikat kelembaban tanah),
tanah dengan drainase buruk, tanah dengan pH < 5 atau > 7, tanah yang
lapisan olah tanahnya sangat dangkal (kurang dari 10 cm), dan tanah yang
tergenang. Lahan yang tidak sesuai untuk tanaman kedelai juga tidak sesuai
untuk pertumbuhan bakteri Rhizobium secara optimal.
Agar tanaman kedelai dapat tumbuh optimal, sifat fisik tanah sama
pentingnya dengan sifat kesuburan kimiawi. Sifat fisik tanah yang terpenting
adalah tekstur dan struktur, kedalaman lapisan olah, drainase, aerasi,
kapasitas menyimpan kelembaban, dan topografi.
Tanah yang ideal untuk usahatani kedelai adalah yang berstektur liat
berpasir, liat berdebu-berpasir, debu berpasir, drainase sedang-baik, mampu
menahan kelembaban tanah, dan tidak mudah tergenang. Kandungan
bahan organik tanah sedang-tinggi (3-4%) sangat mendukung pertumbuhan
tanaman, apabila hara tanahnya cukup.
Fraksi liat sangat penting artinya pada tanah sawah yang akan ditanami
kedelai pada musim kemarau. Sentra produksi kedelai di Jawa Timur dan
Jawa Tengah, yang umumnya terdapat pada lahan sawah yang tanahnya
mengandung liat kemungkinan berkaitan erat dengan kemampuan tanah
menyimpan kelembaban pada musim kemarau, sehingga tanaman kedelai
tidak tercekam kekeringan.
Tabel 7. Pengolahan tanah sebelum tanam kedelai, pengaruhnya terhadap hasil biji.
Harus dibedakan antara tanah (seluruh lapisan olah tanah) jenuh air
dengan teknik bertanam jenuh air (Troedson et al. 1985, Sumarno 1986).
Pada teknik bertanam kedelai jenuh air terdapat bagian atas dari lapisan
olah tanah (10-15 cm) tidak terjenuhi air, sehingga perakaran dan Rhizobium
berkembang optimal pada lapisan bagian atas yang tidak jenuh air tersebut.
Pada tanah yang bereaksi basa (pH >7,0) tanaman kedelai menunjukkan
gejala khlorosis (daun muda berwarna kuning, ujung daun berwarna coklat)
karena unsur besi (Fe) menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Kedelai
termasuk tanaman yang peka terhadap ketidaktersediaan Fe dibandingkan
dengan jagung atau ubi kayu, atau padi gogo. Pada tanah kalkareus ber pH
> 7,0, ketiga jenis tanaman tersebut jarang menunjukkan gejala khlorosis,
tetapi tanaman kedelai pada tanah yang sama menunjukkan khlorosis.
Apabila pH tanah lebih dari 7,0 pada tanah Vertisol, tanaman kedelai juga
sering kahat kalium (K) karena tidak tersedia bagi tanaman.
Tanaman kedelai pada dasarnya sesuai untuk iklim agak kering (medium
dry climate), tetapi memerlukan kelembaban tanah yang cukup selama
pertumbuhan. Oleh karena itu, diwilayah yang termasuk kategori iklim kering
atau periode musim kemarau tidak ada hujan, tanaman kedelai dapat
tumbuh normal dan berproduksi tinggi apabila tersedia pengairan yang
cukup. Wilayah dengan curah hujan 2.500-3.500mm/tahun sebenarnya
terlalu basah untuk tanaman kedelai, tetapi kedelai masih dapat diusahakan
apabila tanah cukup gembur, mengandung cukup liat, dan drainase
permukaan baik.
1); 2); 3): Suhu, curah hujan tahunan dan curah hujan selama pertanaman kedelai
bersifat over lap (berimpit sebagian), karena kedelai memiliki kesesuaian yang cukup
luas untuk faktor tersebut.
embusan udara panas (blown hot air dryer) adalah contoh kemajuan
teknologi untuk mengatasi permasalahan usaha produksi kedelai di
Indonesia.
Budi daya kedelai di Indonesia sebenarnya telah dilakukan oleh petani sejak
abad XVI (Van Romburgh 1892). Namun perkembangan luas areal tanamnya
termasuk sangat lamban dibandingkan dengan Amerika Serikat, Brazil, atau
Tabel 11. Luas lahan untuk pengembangan kedelai di Jawa dan Bali.
Tabel 12. Luas lahan untuk pengembangan kedelai di Sulawesi dan Nusa Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., A. Mulyani, dan Y. Hadian. 2005. Potensi sumber daya lahan untuk
tanaman kedelai, prospek dan tantangannya. Pertemuan Koordinasi
Pengembangan Produksi Kedelai. Bogor, 30 September 2005.
Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Perwakilan Jawa Timur. 1977. Progress
report penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian 1976-1977.
Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Perwakilan Jawa Timur,Malang.
Djojodarmodjo, P. dan S. Marco. 1985. Budi daya kedelai secara mekanisasi.
p. 369-382. Dalam: Somaatmadja et al. (Eds.). Kedelai Puslitbangtan,
Bogor.
FAO. 1980. Report on agroecological zones project, FAO. Soybean, generalized
agroclimatic suitability assessment for the rainfed soybean
production.
Gray, G. D. 1936. All about the soybean. John Bale, Sons & Danielsson Ltd.,
London.
Gurning, M.E. dan S. Ginting. 1985. Usahatani kedelai dengan sistem
perkebunan inti rakyat. p. 397-406. Dalam: Somaatmadja et al. (Eds.).
Kedelai, Puslitbangtan, Bogor.
Holmberg, S.A. 1973. Soybeans for cool temperature climates. Agric. Hort.
Genet. 31:1-20.
Johnsen, P.B. 2000. Soybean in the new millenium: the influence of
technology and international trade p. 7-10. In: Kyoko Saio (Ed.).
Proceedings the Third International Soybean Processing and
Utilization Conference (ISPUC-III). Tsukuba. Japan.