Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Oleh :

dr. Angelia Ch. Korompis

RSUD Datoe Binangkang

Pembimbing :

dr. Imelda V. Komangki


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak
didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah kenaikan
suhu tubuh diatas 38oC suhu rektal dan diatas 37,8oC suhu aksila.
Pendapat para ahli insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan
anak umur 3bulan-5tahun. Berkisar 2% - 5% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun
pernah mengalami bangkitan kejang demam. Kejang demam lebih sering terjadi pada
anak laki-laki dibandingkan perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki laki.
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidaklah sama,
tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Bangkitan kejang berulang atau kejang
yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di
kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering
pada anak. Factor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang yaitu factor demam, usia,
riwayat keluarga, riwayat prenatal ( usia saat ibu hamil), dan riwayat perinatal (asfiksia,
usia kehamilan dan berat badan lahir rendah).
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan
segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak
termasuk kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan
kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau
ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda
dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan
saraf pusat. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20%
kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul
pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih

2
sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6
bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia
6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.

3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks

TABEL 3.1 Perbedaan Kejang demam sederhana dan Kejang demam kompleks

No. Klinis Kejang Demam Kejang Demam


Sederhana Kompleks
1. Durasi < 15 menit > 15 menit
2. Tipe Kejang Umum Umum/Fokal
3. Berulang dalam 1 episode 1 kali > 1 kali
4. Defisit neurologis - +/-

Sebagian besar 63% kejang demam berupa kejang demam sederhana dan
35% berupa kejang demam kompleks.

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,
kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-
kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi.
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam

3
keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang
demam kompleks.

5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh

4
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari,
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang

5
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga
terjadi epilepsi.

6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh
infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit,
gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih
atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam
yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.

7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.

6
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan
dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak
rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan
klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak

7
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena
adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang
praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam
rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk
anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun.
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum
berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

8
b. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat
dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-
39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari
12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.

9
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam
2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

10. EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

10
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih .

11. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

11
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.

12
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
No. CM : 402304
Nama : An. N.Y
Umur : 2 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Solog
Tanggal masuk : 01 Desember 2019
Tanggal keluar : 02 desember 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

Kejang

B. Keluhan tambahan

BAB cair

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Kurang lebih 7 jam sebelum masuk rumah sakit, awalnya pasien
mengeluhkan sempat buang air besar cair 3 kali, lalu mendadak demam
tinggi. Tidak disertai batuk, pilek, muntah dan sesak napas.
Kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang
terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas.
Kejang berlangsung 1 kali selama 3 menit. Setelah kejang berhenti, pasien
tertidur. Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah sakit. Di IGD
pasien tidak kejang tetapi masih demam.

13
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya karena panas : 1 kali saat usia 8 bulan

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (+) Kakek
Riwayat epilepsi : (-)

F. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah dan Ibu sehat.

G. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal


Ibu pasien ANC teratur ke bidan. Sakit saat hamil disangkal oleh ibu pasien.
Ibu rutin minum obat-obatan dan vitamin yang diberikan bidan. Selain itu
disangkal.

H. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2600 gram dan panjang 47 cm,
lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan
38 minggu.

G. Data Antropometri
BB : 10 kg
TB : 88 cm
BB/U : -2SD s/d +2SD
TB/U : -2SD s/d +2SD
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : sedang
Derajat kesadaran : kompos mentis
Status gizi : kesan gizi cukup

14
Tanda vital
Nadi : 128 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 36x/menit, tipe thorakoabdominal
Suhu : 38,8º C ( axilla )
Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit kembali cepat, sianosis (-).
Kepala : Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi
merata, UUB sudah menutup
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret(-).
Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 ,
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah: SIC IV LPSD
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan

15
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler (+/+), Wh-/-, RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat.
Urogenital : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2”
Sianosis - - oedem
- -
- - - -
Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan +4 +4
+4 +4
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky :(-/-)
R. Chaddock :(-/-)
R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign : Kaku kuduk :(-)
Brudzinsky I :(-)
Brudzinsky II :(-)
Kernig sign :(-)
V. RESUME
Kurang lebih 7 jam sebelum masuk rumah sakit, awalnya pasien
mengeluhkan sempat buang air besar cair 3 kali, lalu mendadak demam tinggi.
Tidak disertai batuk, pilek, muntah dan sesak napas.

16
Kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang
terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang
berlangsung 1 kali selama 3 menit. Setelah kejang berhenti, pasien tertidur.
Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah sakit. Di IGD pasien tidak
kejang tetapi masih demam. Buang air kecil warna kuning terakhir 4 jam SMRS.
Riwayat kelahiran, lahir spontan dengan usia kehamilan 38 minggu,
pemeliharaan postnatal baik.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis dan
gizi kesan baik. Tanda vital: N: 128x/menit, RR: 36x/menit, SB= 38,8 oC,
pemeriksaan neurologi dalam batas normal.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Demam
2. Kejang (1 kali, kejang 3 menit, setelah kejang, pasien tertidur)
3. Diare ( 3 kali BAB cair)

VII. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Sederhana
Diare akut

VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. O2 1-2 L (saat kejang, bila perlu)
2. IVFD RL 42 tpm (mikro)
3. Stesolid 1x10mg supp (jika kejang)
4. Dumin 125 mg supp (ekstra)
5. Paracetamol sirup 120 mg 3x 1cth po
6. Zinkid sirup 1 x 1 cth po
7. Oralit ad lib

17
Monitoring
1. KU dan VS per 8 jam
2. Awasi timbulnya kejang
3. Awasi jika masih BAB cair

Edukasi
1. Kompres hangat jika panas
2. Minum 100-200 ml oralit setiap kali BAB dengan cara minum sedikit demi
sedikit agar anak tidak muntah. Ajarkan cara mencampur oralit ( 1 sachet
dalam 200ml air)
3. menerangkan kondisi pasien terhadap orang tua pasien

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia

Follow Up

02 Desember 2019
S: Demam -
Kejang -
BAB cair 1x (pagi)
O: KU cukup Kes Cm
N : 94x/m R : 26x/m Sb : 36,6oC
Kep : conj an -/-, skl ikterik -/-
Tho : cor : Bj I-II n, bising –
Pulmo : Sp ves, Rh-/-, Wh-/-
Abd : datar, lemas, Bu(+)N, NTE -, NTSp –

18
Ext : akral hangat, edema –
A: Kejang demam Sederhana
Diare akut
P: IVFD RL 42 tpm (mikro)
Paracetamol sirup 120 mg 3x 1cth po (jika demam)
Zinkid sirup 1 x 1 cth
Oralit ad lib
Pro rawat jalan

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis kejang demam sederhana pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- kejang (1 kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang 3 menit,
setelah kejang pasien tertidur)
- panas yang mendadak tinggi
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 38,8oC per axilla. Tidak didapatkan reflek patologis
maupun meningeal sign.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan darah lengkap karena pasien tidak
kooperatif dan keluarga menolak. Karena pasien juga mengalami diare akut
sebelumnya seharusnya dilakukan pemeriksaan elektrolit untuk menyingkirkan
kejang yang terjadi karena elektrolit imbalance namun pemeriksaan tidak tersedia.

Penatalaksanaan pada pasien ini saat di IGD dumin 125mg supp untuk
mengatasi demam karena dirumah sebelum kejang pasien sempat diberikan
paracetamol sirup 1 cth, kemudian diberikan juga stesolid 1x1 jika terjadi kejang.
Pada pasien ini karena mengalami diare akut juga diberikan zink 20mg 1x1 dan
oralit. Pada saat pulang, pasien tidak diberikan obat rumat karena obat rumat hanya
diberikan apabila
 kejang > 15 menit,
 adanya kelainan neurologis yang nyata,
 kejang fokal,
 kejang berulang > 2 kali dalam 24 jam,
 kejang terjadi pada bayi < 12 bulan dan
 kejang terjadi ≥ 4 kali dalam setahun.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa
kejang dapat timbul kembali jika pasien demam. Oleh karena itu, keluarga pasien
harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.

20
Pasien juga diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan makanan dan lingkungan
sekitar.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Pasaribu AS. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Yang disebabkan karena
Infeksi Tonsil dan faring. Medula. 2013;1(1) : 65-71
2. Aliabad GM, Khajeh A, Fayyazi A, Safdari L. Clinical, Epidemiological and
Laboratory Characteristics of Patients with Febrile Convulsion. Journal of
Comprehensive Pediatrics. 2013; 4 (3): 134-137.
3. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
4. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
5. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
6. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
7. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.
8. Sofyan Ismael, dkk. 2016. REKOMENDASI Penatalaksanaan Kejang Demam.
Badan Penerbit IDAI. Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai