Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

Atrial Flutter

Oleh :

Dr. Angelia Ch. korompis

RSUD Datoe Binangkang

Pembimbing :

Dr. Imelda V. Komangki


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jantung merupakan organ muskular berongga yang berfungsi memompa darah keseluruh
tubuh. Jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah, yakni jantung kanan yang memompakan
darah ke paru-paru dan jantung kiri yang memompakan ke organ-organ perifer. Selanjutnya,
setiap bagian jantung yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang berdenyut, yang terdiri
atas satu atrium dan satu ventrikel. Atrium terutama berfungsi sebagai pompa primer yang lemah
bagi ventrikel, yang membantu mengalirkan darah masuk kedalam ventrikel. Ventrikel
selanjutnya menyediakan tenaga utama yang dapat dipakai untuk mendorong darah ke sirkulasi
pulmonal maupun sirkulasi perifer1,2.
Dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai pompa, jantung memiliki sistem elektrik
yang mengkoordinasi denyutan dari keempat ruang yang dimilikinya. Sistem elektrik ini berjalan
sepanjang jalur khusus di dalam jantung yang mengakibatkan atrium dan ventrikel bekerjasama
dalam membuat jantung berdenyut sehingga dapat memompa darah. Denyut jantung normal
bermula atau berawal sebagai sebuah arus listrik tunggal yang berasal dari nodus SA, sebuah
berkas area khusus yang terletak di atrium kanan. Arus tersebut kemudian mengantarkan sebuah
sinyal listrik yang menyebabkan kontraksi kedua atrium dan menyebabkan pengisian darah ke
ruang jantung di bawahnya, yaitu ventrikel. Aktivitas listrik kemudian menjalar menuju nodus
AV, sebuah jembatan listrik yang terletak di antara bilik atas dan bilik bawah jantung,
menyebabkan ventrikel berkontraksi secara ritmik sehingga mampu memompa darah ke seluruh
tubuh maupun jantung itu sendiri2,3.
Aritmia merupakan kelainan sekunder akibat penyakit jantung atau ekstrakardiak yang
merupakan kelainan primer dengan mekanisme dan penatalaksanaan yang sama. Kelainan irama
jantung ini dapat terjadi pada pasien usia muda maupun usia lanjut.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Aritmia
1. DEFINISI
Aritmia adalah gangguan atau abnormalitas penjalaran impuls listrik ke miokardium.
Sistema konduksi jantung yang berawal dari otomatisitas sel-sel P di nodus SA, depolarisasi
atrium, depolarisasi nodus atrioventrikular (AV), propagasi impuls sepanjang berkas His dan
sistema putkinje hingga depolarisasi ventrikel merupakan rangkaian konduksi impuls yang
teratur dan presisi.5
Secara garis besar aritmia terdiri atas dua kelompok besar, yaitu bradiaritmia (laju jantung
kurang dari 60 kali per menit) dan takiaritmia (laju jantung lebih dari 100 kali per menit).
Masing-masing kelompok terdiri atas berbagai jenis aritmia.5
Supraventricular tachycardia (SVT) adalah takidisritmia yang ditandai dengan perubahan
denyut jantung yang mendadak bertambah cepat. Denyut jantung dengan SVT umumnya
menjadi 150 kali/menit sampai 250 kali/menit.6

2. EPIDEMIOLOGI
Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering
ditemukan. Angka kejadian SVT diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per 250.7 Insiden SVT
diperkirakan hampir 50% - 60%.8 SVT terjadi dengan struktur jantung normal dan hanya
15% SVT yang disertai dengan penyakit jantung, karena obat-obatan atau demam.9

3. Etiologi
i. Idiopatik, ditemukan hampir setengah jumlah inseden.
ii. Sindrom Wolf parkinson White (WPW) 10-20% terjadi setelah konversi menjadi
sinus arritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek
dan interval QRS yang lebar yang disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium
dan ventrikel melalui jaras tambahan.
iii. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali ebstein’s, single ventricle, L-TGA)
4. KLASIFIKASI
Barikut ini adalah jenis takikardia supraventrikular :
1) SVT yang melibatkan jaringan sinoatrial :
a. Sinus tachycardia
b. Inappropriate sinus tachycardia
c. Sinoatrial node reentrant tachycardia (SANRT)
2) SVT yang melibatkan jaringanatrial :
a. Atrial tachycardia (unifocal) (AT)
b. Multifocal atrial tachycardia (MAT)
c. Atrial fibrillation
d. Atrial flutter
3) SVT yang melibatkan jaringan nodus atrioventrikular :
a. AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT)
b. AV reentrant tachycardia (AVRT)
c. Junctional ectopic tachycardia

5. ELEKTROFISIOLOGI
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan
pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta
penghantar rangsang.
a. Gangguan pembentukan rangsang
Gangguan terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terjadi secara aktif
menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering
menimbulkan escape rhytm ( irama pengganti)
b. Gangguan konduksi
Kelainan irama jantung disebabkan oleh hambatan hantaran (konduksi) aliran
rangsang yang disebut blockade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya
aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang
untuk dimulainya kontraksi. Blockade ini dapat terjadi pada tiap bagian system
hantaran rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-
cabang jaras kanan kiri sampai pada percabangan purkinye dalam miokard.
c. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsang
Gangguan irama jantung terjadi sebagai karena gangguan pembentukan rangsang dan
gangguan hantaran rangsang

6. MEKANISME TERJADINYA SVT


Mekanisme supraventrikular takikardi adalah atrioventricular nodal reentrant tachycardia
(AVNRT), atrioventricular reentrant tachycardia (AVRT), dan atrial tachycardia (link, 2012).

1. Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)


AVNRT timbul karena adanya reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan
jaringan atrium. Nodus AV pada AVNRT memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur
konduksi cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar
dengan katup trikuspid, memungkinkan reentrant sebagai jalur impuls listrik baru melalui
jalur tersebut

Gambar 1. Proses terjadinya Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia dan gambaran


EKG yang timbul
2. Atrioventricular Reentrant Tachycardia (AVRT)
AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih jalur konduksi
aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung normal.jalur aksesori
merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu menghantarkan impuls listrik
antara atrium dan ventrikel pada suatu titik nodus AV. AVRT terjadi dalam dua bentuk
yaitu othrodomik dan antidromik. (Doniger & Sharieff, 2010)
Gambar 2. Proses terjadinya Atrioventricular Reentrant Tachycardia dan gambaran EKG
yang timbul
3. Atrial Tachycardia
Sekitar 10% dari semua SVT, namun SVT ini sukar diobati. Takikardi ini jarang
menimbulkan gejala akut. Penemuan biasanya karena pemeriksaan rutin atau karena ada
gagal jantung akibat aritmia yang lama.
Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah sirkuit reentrant
mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan oleh sebuah ritme reentry di
dalam atrium, yang menimbulkan laju detak jantung sekitar 300 kali/menit dan bersifat
regular atau iregular. Gambaran EKG akan tampak gelombang P dengan penampakkan
”sawtooth”. Perbandingan gelombang P dan QRS yang terbentuk biasanya berkisar 2:1
sampai 4:1. Karena rasio gelombang P terhadap QRS cenderung konsisten, atrial flutter
biasanya lebih reguler dibandingkan dengan atrial fibrillation. Atrial fibrillation dapat
menjadi SVT jika respon ventrikel yang terjadi lebih besar dari 100 kali/ menit. Takikardi
jenis ini memiliki ritme ireguler-ireguler baik depolarisasi atrium maupun ventrikel
(Doniger & Sharieff, 2010).

Gambar 3. Proses terjadinya atrial tachycardia dan gambaran EKG yang timbul.

7.MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis supraventrikular takikardi biasanya dibawa karena mendadak gelisah,
bernafas cepat, tampak pucat, muntah-muntah, laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 per
menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata.
Supraventrikular takikardi pada pasien serangan awal disebabkan oleh sindromWPW,
baik yang manifes maupun yang tersembunyi sering menyebabkan pasien dibawa ke
dokter karena rasa berdebar dan perasaan tidak enak.
Gejala klinis lain SVT dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah, pusing, nyeri
dada, nafas pendek, dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri
kepala dan rasa tidak enak ditenggorokan.
Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan SVT tapi
risikonya meningkat pada neonatus.

8. DIAGNOSIS
Diagnosis SVT berdasarkan gejala dan tanda sebagai berikut:
a. Sulit minum, muntah, mudah mengantuk, mudah pingsan, keringat berlebihan. Bila
gagal jantung, maka dapat menjadi pucat, batuk distress respirasi dan sianosis.
b. Palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pingsan.
c. Palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pucat, keringat berlebihan, mudah
lelah, toleransi fisik menurun, kecemasan meningkat, pingsan.
d. Denyut nadi : 150-250 kali/menit
e. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi; nadi mungkin tidak teratur; deficit nadi;
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,
berkeringat; edema; urin menurun bila curah jantung menurun berat.
f. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
g. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah
h. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi)
i. Demam, kemerahan kulit (reaksi obat), inflamasi, eritema, edema (thrombosis
superfisialis); kehilangan tonus oto/kekuatan
j. EKG :
(1) AVNRT : gelombang P yang menghilang atau timbul segera setelah kompleks
QRS timbul sebagai pseudo r’ dalam VI atau pseudo s dalam lead inferior.
(2) AVRT orthodromik : gelombang P yang mengikuti setiap kompleks QRS yang
sempit karena adanya konduksi retrograde
(3) AVRT antidromik : kompleks QRS melebar
(4) Atrial tachycardia : Rasio gelombang P : QRS berkisar 2:1 sampai 4:1.

9. PENATALAKSANAAN
Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
penatalaksanaan segera dan penatalaksanaan jangka panjang.
1) Penatalaksanaan segera
a. Direct current synchronized cardioversion
Setiap kegagalan yang jelas dan termonitor dengan baik dianjurkan penggunaan
direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar
0,25watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang di berikan
perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada gelombang
T dapat memicu fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum
dilakukan DC shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi
ventrikel.
b. manuver vagal
c.
d. Pemberian adenosine
e. Verapamil
f. Prokainamid
g. Digoksin
h. Phenylephrine
i. Flecainide dan sotalol
j. Beta blocker
k.
2) Penatalaksanaan jangka panjang
10. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.8
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam
tidak pernah dilaporkan.5,9
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
No. CM : 402189
Nama : Tn. J.M
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Inobonto II Dusun II
Tanggal masuk : 28 november 2019
Jam masuk : 22.00

II. ANAMNESA
Autoanamnesa dan aloanamnesa dilakukan pada tanggal 28 november 2019 pukul 22.00

A. Keluhan Utama

Jantung berdebar

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Datoe Binangkang diantar oleh keluarga dengan
keluhan jantung berdebar yang dialami sejak 3 hari yang lalu, dirasakan mendadak.
Jantung berdebar dirasakan terus menerus, saat beraktivitas maupun istirahat.
Keluhan tidak disertai nyeri dada, namun pasien sedikit merasa sesak. Pasien juga
mengeluh sulit tidur malam sejak 3 hari yang lalu dan sering berkeringat dingin.
Nafsu makan pasien berkurang dan lemah badan dirasakan pasien 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Menurut pengakuan pasien 1 hari yang lalu pasien mengalami
mual dan muntah. Muntah dialami pasien setiap kali mau makan, volume kira2
sebanyak ¼ gelas aqua dan berisi air.
Keluhan batuk disangkal, pasien juga tidak memiliki keluhan demam, diare
ataupun perdarahan. BAB dan BAK lancar. Pasien sudah tidak bekerja dan hanya
melakukan aktivitas ringan dirumah.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini
Hipertensi, kolesterol, asam urat, DM tidak diketahui

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi, kolesterol, asam urat, DM tidak diketahui

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : kompos mentis
Tanda vital : T: 140/90 mmHg N: 174
R: 28 Sb: 36,5
a. Kepala :
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : tidak ada
Rambut : warna hitam, sukar dicabut

b. Mata :
Eksoptalmus/Enoptalmus : tidak ada
Gerakan : ke segala arah (normal)
Kelopak Mata : edema tidak ada, hiperemis tidak ada, ptosis tidak ada
Konjungtiva : anemis tidak ada
Sklera : ikterus tidak ada
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor, uk ϴ2,5 ODS
c. Telinga :
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : tidak ada
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : tidak ada
d. Hidung :
Perdarahan : tidak ada
Sekret : tidak ada
e. Mulut :
Bibir : pucat tidak ada, kering ada
Lidah : kotor ada, tremor ada,tepi hiperemis
Tonsil : T1 – T1, hiperemis tidak ada
Faring : hiperemis tidak ada
Gigi geligi : caries dentis tidak ada
Gusi : hiperemis tidak ada
f. Leher :
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : tidak ada
Tumor : tidak ada
g. Dada :
Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri = kanan, normochest
Pembuluh darah : bendungan vena sentral tidak ada
Sela iga : dalam batas normal
h. Paru :
Palpasi :
Fremitus raba : kesan normal
Nyeri tekan : tidak ada
Massa tumor : tidak ada
Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor.
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,
Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-
i. Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak relatif
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dexter
Kiri atas : ICS II linea midclavicularis sinistra
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi
tambahan tidak ada
j. abdomen :
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas, massa tumor tidak ada
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal.
Palpasi : Nyeri tekan ada pada epigastrium, massa tumor tidak ada,
Hepar dan Lien tidak teraba pembesaran
Perkusi : timpani

k. Alat Kelamin :
Tidak dilakukan pemeriksaan

l. Anus dan Rektum :


Tidak dilakukan pemeriksaan
m. Punggung :
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, Massa tumor tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
Auskultasi : BP: vesikuler
Gerakan : dalam batas normal
n. Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2”
Edema (-)
o. Laboratorium :
Tanggal Jenis Item Hasil Nilai rujukan Satuan
Pemeriksaan
28/11/2019 Hematologi WBC 7,80 4.00-10.00 10^3/uL
rutin RBC 4,24 4.00-6.00 10^6/uL
HGB 13,8 12.0-16.0 gr/dL
HCT 41,0 37.0-48.0 %
PLT 333 150-400 10^3/uL

III. EKG

Kesan : Atrial Flutter


V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Datoe Binangkang diantar oleh keluarga dengan
keluhan jantung berdebar yang dialami sejak 3 hari yang lalu, dirasakan mendadak.
jantung berdebar dirasakan terus menerus, saat beraktivitas maupun istirahat. Keluhan
tidak disertai nyeri dada, namun pasien sedikit merasa sesak. Pasien juga mengeluh sulit
tidur malam sejak 3 hari yang lalu dan sering berkeringat dingin. Nafsu makan pasien
berkurang dan lemah badan dirasakan pasien 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut
pengakuan pasien 1 hari yang lalu pasien mengalami mual dan muntah. Muntah dialami
pasien setiap kali mau makan, volume kira2 sebanyak ¼ gelas aqua dan berisi air.
Keluhan batuk disangkal, pasien juga tidak memiliki keluhan demam, diare
ataupun perdarahan. BAB dan BAK lancar. Pasien sudah tidak bekerja dan hanya
melakukan aktivitas ringan dirumah.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum tampak sakit sedang, kompos
mentis dan gizi kesan baik. Tanda vital: T:140/90mmHg N:174x/menit, RR:28x/menit,
SB:36,5 oC.
EKG kesan : Atrial Flutter

VI. DIAGNOSIS KERJA


Atrial Flutter

VII. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. O2 nasal 2-4 lpm
2. IVFD RL 18tpm
3. Inj.Omeprazole 40mg/12jam iv
4. Inj.Ondancentron 4mg/8jam iv
5. Bisoprolol 2,5mg 2 tablet dihancurkan (SL)
6. Bolus pelan Diltiazem 25 mg iv
7. Rawat ruangan ICCU
Monitoring
Monitor EKG dan Vital sign

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Follow Up
29 november 2019 S: nyeri dada (+) hilang timbul P : O2 nasal 2-4 lpm
Tidur (-) IVFD RL 18tpm
Sesak nafas berkurang Inj.Omeprazole 40mg/12jam iv
Mual muntah (+) Inj.Ondancentron 4mg/8jam iv
O: KU cukup Kes Cm Bisoprolol 5mg 1-0-0 po
T: 100/60 N : 73x/m CPG 75 mg 1x1 po
R : 26x/m Sb : 36o Valisanbe 5mg 0-0-1 po
Kep : conj an -/-, skl ikterik -/- Spironolactone 25mg 1-0-0 po
Tho : cor : Bj I-II n, bising – Inj. Furosemide / 24 jam iv
Pulmo : Sp ves, Rh-/-, Wh-/- Antasida syr 3 x CI
Abd : datar, lemas, Bu(+)N, Lactulose syr 1 x CII
NTE -, NTSp – Digoxin 0,25 mg 0-1/2-0
Ext : akral hangat, edema (-)
A: Atrial Flutter

20.00 OS mengeluh dada berdebar-debar


diberikan bisoprolol 5mg (ekstra)
Gambaran EKG :

Pemeriksaan lab : as. Urat 6,7 mg/dl, kolesterol total : 121mg/dl,


trigliserida: 126mg/dl
30 november 2019 S : nyeri dada berkurang, Tidur (+), P : IVFD RL 18tpm
Sesak nafas (-), Mual muntah (-) Digoxin 0,25 mg 0-1/2-0 po
O : KU cukup Kes Cm Inj.Omeprazole 40mg/12jam iv
T: 100/60 N : 85x/m Inj.Ondancentron 4mg/8jam iv
R : 24x/m Sb : 36o Bisoprolol 5mg 1-0-0 po
Kep : conj an -/-, skl ikterik -/- CPG 75 mg 1x1 po
Tho : cor : Bj I-II n, bising – Valisanbe 5mg 0-0-1 po
Pulmo : Sp ves, Rh-/-, Wh-/- Spironolactone 25mg 1-0-0 po
Abd : datar, lemas, Bu(+)N, Inj. Furosemide / 24 jam iv
NTE -, NTSp – Antasida syr 3 x CI
Ext : akral hangat, edema (-) Atorvastatin 10mg 0-0-1 po
A : Atrial Flutter

EKG :
1 desember 2019 S : nyeri dada (-), Tidur (+), Sesak P : IVFD RL 18tpm
nafas (-), Mual muntah (-) Digoxin 0,25 mg 0-1/2-0 po
O: KU cukup Kes Cm Lansoprazole 2x1 po
T: 100/60 N : 85x/m Inj.Ondancentron 4mg/8jam iv
R : 24x/m Sb : 36o Bisoprolol 5mg 1-0-0 po
Kep : conj an -/-, skl ikterik -/- CPG 75 mg 1x1 po
Tho : cor : Bj I-II n, bising – Valisanbe 5mg 0-0-1 po
Pulmo : Sp ves, Rh-/-, Wh-/- Spironolactone 25mg 1-0-0 po
Abd : datar, lemas, Bu(+)N, Inj. Furosemide 1-1-0 iv
NTE -, NTSp – Antasida syr 3 x CI
Ext : akral hangat, edema (-) Atorvastatin 10mg 0-0-1 po
A : Atrial Flutter Bila keadaan stabil pindah
ruangan biasa

EKG
2 desember 2019 S: nyeri dada (-) P : IVFD RL 10tpm
O: KU cukup Kes Cm Digoxin 0,25 mg 0-1/2-0 po
T: 100/70 N : 68x/m Lansoprazole 2x1 po
R : 20x/m Sb : 36,4o Atorvastatin 10mg 0-0-1 po
Kep : conj an -/-, skl ikterik -/- Bisoprolol 5mg 1-0-0 po
Tho : cor : Bj I-II n, bising – CPG 75 mg 1x1 po
Pulmo : Sp ves, Rh-/-, Wh-/- Valisanbe 5mg 0-0-1 po
Abd : datar, lemas, Bu(+)N, Spironolactone 25mg 1-0-0 po
sNTE -, NTSp – Inj. Furosemide 1-0-0 iv
Ext : akral hangat, edema (-) Antasida syr 3 x CI
A: Atrial flutter paroxysmal Pro : rawat jalan besok
3 desember 2019 S: nyeri dada (-) P : IVFD RL 10tpm (aff infus)
O: KU cukup Kes Cm Digoxin 0,25 mg 0-1/2-0 po
T: 100/70 N : 68x/m Lansoprazole 2x1 po
R : 20x/m Sb : 36,4o Atorvastatin 10mg 0-0-1 po
Kep : conj an -/-, skl ikterik -/- Bisoprolol 5mg 1-0-0 po
Tho : cor : Bj I-II n, bising – CPG 75 mg 1x1 po
Pulmo : Sp ves, Rh-/-, Wh-/- Valisanbe 5mg 0-0-1 po
Abd : datar, lemas, Bu(+)N, Spironolactone 25mg 1-0-0 po
NTE -, NTSp – Furosemide 20mg 1-0-0 po
Ext : akral hangat, edema (-) Antasida syr 3 x CI
A: Atrial flutter paroxysmal Rawat jalan
BAB IV
PEMBAHASAN

Temuan pada kasus Diskusi


Pada anamnesis pasien mengeluhkan: Umumnya gejala dari Atrial Flutter adalah
 jantung berdebar yang dialami sejak 3  jantung berdebar-debar
hari yang lalu, pasien merasakan  sesak napas
jantung berdebar saat beraktivitas  mudah lelah
maupun istirahat. Keluhan dirasakan  rasa tidak nyaman di dada
mendadak.  pusing
 Pasien juga mengeluh sulit tidur malam
sejak 3 hari yang lalu Ada kemungkinan bahwa orang-orang dengan
 sering berkeringat dingin. atrial flutter mungkin merasa tidak memiliki
 Nafsu makan pasien berkurang dan gejala sama sekali.
 lemah badan dirasakan pasien 2 hari
sebelum masuk rumah sakit.
 pasien mengalami mual dan muntah 1
hari SMRS
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Sinyal listriklah yang menyebabkan atrial
 tensi 140/90 flutter beredar secara teratur, pola yang dapat
 nadi 174 kali/menit diprediksi. Artinya bahwa orang yang
 respi 28 mengalami atrial flutter biasanya akan terus
memiliki detak jantung yang stabil, meskipun
lebih cepat dari biasanya.
Diberikan terapi : (advis dr. Destria T, SP.JP)  Pada pasien ini tidak dilakukan vagal
1. O2 nasal 2-4 lpm maneuver karena usia pasien yang sudah
2. IVFD RL 18tpm tua, karena ditakutkan pasien memiliki
3. Inj.Omeprazole 40mg/12jam iv penyakit aterosklerosis. Jika pasien dengan
4. Inj.Ondancentron 4mg/8jam iv aterosklerosis dilakukan vagal maneuver
5. Bisoprolol 2,5mg 2 tablet dihancurkan akan menyebabkan terjadinya pelepasan
(SL) pemberian pertama(22.37) sehingga bisa menyebabkan pasien stroke.
Pemberian kedua (23.05)  Tidak diberikan adenosine karena tidak
6. Bolus pelan Diltiazem 25 mg iv tersedia.
Rawat ruangan ICCU  Diberikan beta blocker ( bisoprolol) 5mg
secara sublingual. obat ini digunakan untuk
menurunkan denyut jantung dengan
memperlambat konduksi melalui nodus AV
dan memiliki efek anti-aritmia langsung
pada atrium.
 Diberikan Calsium channel blocker
(diltiazem) diencerkan dengan Nacl 0,9%
dan dibolus perlahan dengan pantuan
monitor. obat ini digunakan untuk
memperlambat denyut jantung dengan
memperlambat konduksi melalui nodus AV.
Monitor EKG setelah 20menit pemberian Monitor EKG setelah 30menit pemberian
pertama bisoprolol 5mg (SL) (23.04) kedua bisoprolol 5mg (SL) (23.47)
Monitor EKG saat diltiazem dibolus perlahan

Setelah di bolus perlahan diltiazem 25mg


DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai