Metode Penelitian Ahmad Risqillah
Metode Penelitian Ahmad Risqillah
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan kepada sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana
Strata 1 (S1) Teknik Sipil
Disusun oleh
Ahmad Risqillah
21601051158
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
jenis portal seperti ini mampu menahan pembebanan gravitasi sekaligus memiliki
ketahanan yang cukup terhadap beban lateral ke segala arah.
Sistem Dinding Geser : bangunan dengan dinding geser biasanya lebih kaku
dibanding bangunan dengan struktur portal. Lendutan akibat gaya lateral biasanya
bernilai kecil kecuali rasio tinggi-lebar dari dinding cukup besar sehingga
menyebabkan masalah guling. Guling (overturning) ini terjadi ketika terdapat bukaan
yang melebar pada dinding geser atau ketika rasio tinggi-lebar dari dinding melebihi
nilai 5. Pada beberapa kasus, jika kebutuhan fungsional mengijinkan, gaya lateral yang
bekerja pada gedung dapat ditahan seluruhnya oleh dinding geser. Efek pembebanan
gravitasi pada dinding tidaklah signifikan dan tidak berpengaruh dalam desain.
Sistem Kombinasi / sistem ganda : sistem portal dan sistem dinding geser
dapat digunakan secara bersama-sama dan membentuk sistem kombinasi. Ketika
portal dan dinding geser berinteraksi, sistem dapat dikatakan sistem kombinasi bila
portal sendiri mampu menahan 25% gaya geser nominal yang terjadi. Sistem
kombinasi juga biasa disebut sebagai dual, hybrid, atau sistem dinding-portal.
Sistem penahan gaya lateral akan dibahas pada bagian lain dari bab ini.
Гn = ; sn = Гn m φn (2.13)
respon struktur maksimum serta periode getarnya, yang diambil dari analisa riwayat
waktu (time-history analysis). Kekurangan dari analisa respon spektrum ialah kurva
respons spektrum tidak menunjukkan kapan terjadinya respons maksimum struktur,
kurva hanya menunjukkan nilai maksimum respons tersebut. Namun analisa respons
spektrum lebih banyak digunakan karena ilmu teknik sipil lebih concern ke nilai
maksimum. Berikut diberikan contoh kurva respon seismik bangunan sesuai dengan
SNI 03-1726-2002 untuk wilayah gempa 4 :
Nilai gaya geser pola ragam getar ke-n menurut analisa respon spektrum
menjadi
Vbn = Mn* . SAn (2.25)
Dan momen guling yang terjadi adalah
Mbn = h* Vbn (2.26)
Lendutan (u), gaya geser dasar (Vbn), dan momen guling (Mbn) yang
dihitung pada persamaan (2.23), (2.25), dan (2.26) adalah respons maksimum struktur
pada pola ragam getar ke-n yang dihitung dengan analisa spektrum respons (r).
Untuk mendapatkan respons maksimum total dari struktur, respons maksimum dari
tiap pola ragam getar ini dijumlahkan dengan beberapa metode yang berbeda. Metode
yang lazim digunakan ialah Sum of The Root of Sum Squares (SRSS) dan Complete
Quadratic Combination (CQC).
a. SRSS
SRSS adalah metode penjumlahan yang tidak mempertimbangkan
hubungan antara pola ragam getar dari suatu struktur bangunan MDOF. SRSS
cocok digunakan untuk bangunan yang memiliki keberaturan, yang periode getar
dari tiap pola getarnya terpisah cukup jauh. Ketika dipakai untuk menganalisis
bangunan tidak beraturan, akurasi metode SRSS jauh berkurang sehingga tidak
pantas digunakan. Kombinasi metode SRSS dirumuskan dengan
ro = ∑ !" (2.27)
dimana ro = jumlah respons maksimum total tiap pola getar dan rno =
respons maksimum pola getar ke-n.
b. CQC
CQC adalah metode penjumlahan yang mempertimbangkan hubungan antara
pola ragam getar dari suatu struktur bangunan MDOF. CQC cocok digunakan pada
bangunan beraturan maupun bangunan tidak beraturan dengan rentang periode getar
yang bervariasi. Kombinasi metode CQC dirumuskan dengan
ro = #∑
% ∑ $% !% ! (2.28)
sudah tidak berlaku lagi. Selain itu, untuk balok tanpa tulangan web, penambahan
ukuran penampang justru akan memperkecil kuat geser penampang. Hal ini dikenali
sebagai size effects.
Dalam perencanaan balok transfer (transfer beam), sangat penting diketahui
pula pola keruntuhan (modes of failure) dari balok transfer yang digunakan. Pola /
mekanisme keruntuhan ini sangat bergantung dari berbagai faktor antara lain : rasio
tulangan longitudinal, rasio tulangan transversal, rasio a/d, dan kuat tekan beton.
Beberapa pola keruntuhan balok transfer akibat kegagalan geser yang mungkin terjadi
ialah :
2.3.1.1 Diagonal Splitting Failure
Pola keruntuhan dimana retak diagonal terbentuk dari titik beban bekerja ke
titik perletakkan. Retak ini akan menganggu aliran gaya geser horizontal dari tulangan
longitudinal ke daerah kompresi beton dan perilaku balok akan berubah dari beam
action menjadi arch action. Pola keruntuhan paling umum ketika mekanisme ini
terjadi ialah gagalnya pengangkuran diujung tension tie balok. Kegagalan ini biasa
dialami oleh balok dengan rasio a/d sangat kecil (0-1).
belum tercapai. Kegagalan jenis ini biasa dialami oleh balok dengan nilai rasio a/d
1 – 2,5.
tertentu. Beton prategang adalah beton yang diberikan tegangan sebelum dibebani oleh
beban kerja. Pada elemen beton bertulang, tegangan ini diberikan dengan menarik
tulangan atau untaian kawat baja yang terdapat pada tendon yang dipasang. Prinsip-
prinsip dasar dari beton prategang yakni :
2.3.2.1 Konsep pertama : sistem prategang untuk mengubah beton menjadi
bahan yang elastis.
Konsep ini ialah konsep yang paling sering digunakan oleh kebanyakan insinyur
dimana beton yang tadinya bersifat getas menjadi bahan yang elastis dengan
pemberian tegangan awal. Beton yang tidak mampu menahan tarikan dan kuat
menahan tekan dibuat sedemikian rupa sehingga mampu menahan tegangan
tarik. Dari konsep ini, lahirlah kriteria “tidak ada tegangan tarik” pada beton.
Karena bersifat elastis, distribusi tegangan juga akan bersifat linier dan analisa
tegangan dapat menggunakan analisa tegangan elastis. Namun penerapan
konsep ini menjadikan beton prategang sangatlah konvensional (tidak
mengijinkan adanya tegangan tarik).
2.3.2.2 Konsep kedua : sistem prategang dengan kombinasi baja mutu tinggi
dan beton.
Konsep yang mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi baja mutu
tinggi dengan beton dimana baja menahan tarik dan beton menahan tekan.
Kedua gaya tersebut membentuk kopel untuk melawan momen eksternal.
Kelebihan pada balok prategang ialah, baja ditarik terlebih dahulu sehingga
mencapai suatu nilai tertentu di bawah kekuatan maksimalnya. Pada beton
bertulang biasa, seringkali beton sudah retak terlebih dahulu pada saat baja
belum mencapai kekuatan penuh. Inilah yang membedakan balok prategang dan
balok beton bertulang biasa.
Gambar 2.10 (a) Sebuah Bagian dari Penampang Balok Prategang, (b)
Bagian dari Balok Beton Bertulang
Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin – Ned H Burns
19
cs
45 :( =
dimana :
dimana :
∆fpA = kehilangan prategang akibat slip angkur (Mpa)
∆A = besarnya defleksi angkur (mm)
L = panjang segmen tendon (mm)
Eps = modulus elastis baja (Mpa)
fcs = tegangan beton pada elevasi titik berat tendon sesaat setelah transfer
(Mpa)
fcsd = tegangan beton pada elevasi titik berat tendon akibat beban mati
tambahan (Mpa).
2.3.2.9 Shrinkage Losses
Seperti halnya rangkak, susut (shrinkage) juga terjadi pada beton oleh karena
beberapa faktor antara lain proporsi campuran, tipe aggregat, tipe semen, waktu
curing, dan lain-lain. Pada umumnya, 80% susut terjadi pada tahun pertama dari waktu
bekerja struktur. Dalam balok prategang pasca-tarik, kehilangan akibat susut menjadi
sedikit berkurang oleh karena sedikit susut telah terjadi sebelum dilakukan penarikan
pada tendon. Kehilangan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
∆fpCR = 8,2 x 10-6 KSH EPS (1 – 0,06 V/S) (100 – RH) (2.39)
dimana :
∆fpCR = kehilangan prategang akibat susut (Psi)
KSH = koefisien yang bergantung pada lamanya waktu perendaman
EPS = modulus elastic baja prategang (Psi)
V = volume (in3) ; S = keliling (in)
RH = relative humidity.
akan dipaparkan adalah analisis penampang untuk menahan lentur. Andaikan ada
sebuah balok prategang dikenai gaya prategang sebesar F bekerja sejauh
eksentrisitas e dari titik berat, maka tegangan f yang terjadi di serat atas dan
bawah penampang ialah :
Q
f= +Q9I (2.40)
4 4
dimana
f = tegangan pada serat yang ingin ditinjau (Mpa)
F = gaya prategang yang terjadi (kN)
A = luas penampang netto beton (mm2)
e = eksentrisitas gaya F dari titik berat penampang (mm)
y = jarak titik yang ingin ditinjau dari titik berat penampang (mm) I
= momen inersia penampang netto (mm4)
Dalam analisis, dapat juga dicari solusi pendekatan dengan menggunakan
penampang bruto beton. Selain itu, analisis dapat dilakukan pada kondisi awal : gaya
prategang penuh dan gaya-gaya luar belum seluruhnya bekerja balok dan kondisi akhir
: gaya prategang sudah mengalami kehilangan dan gaya-gaya luar sudah bekerja
sepenuhnya pada balok.
Tegangan-tegangan yang terjadi pada komponen struktur prategang
dibatasi berdasarkan ACI 318M-08 :
Tabel 2-2 Tegangan yang Diizinkan pada Komponen Balok Prategang
Q= F: =
Mcr = T U + + (2.44)
4V V
dimana :
Mcr = momen yang mengakibatkan retak pertama pada serat bawah struktur
(kN m)
dimana :
Mn = momen nominal balok prategang (kN m)
Ap = luas tendon (mm2)
Fps = tegangan tendon pada sesaat sebelum gagal (Mpa) ; dapat dicari
dengan iterasi, cara grafis, dan persamaan ACI.
Desain pendahuluan penampang beton prategang untuk menahan lentur dapat
dibentuk dengan prosedur yang sederhana (Lin:1982). Dalam praktek, tinggi
penampang balok (h) biasanya sudah diketahui atau dasumsikan demikian juga
momen total MT pada penampang. Pada beban kerja (serviceability), lengan momen
untuk gaya-gaya dalam dapat bervariasi antara 0,3 h – 0,8 h dengan rata- rata 0,65 h.
oleh karena itu, gaya prategang yang efektif ialah :
F = T = MT / 0,65 h (2.46)
Jika tegangan efektif untuk baja adalah fse, maka luas baja yang diperlukan
yakni:
FQ
XY
Aps = = (2.47)
E,Z[ \ FXY
Gaya prategang total Aps fse sama dengan gaya C pada penampang beton.
Gaya ini akan menimbulkan tegangan satuan rata-rata pada beton yakni
] ^ 4_XFXY
= = (2.48)
4V 4V 4V
Tegangan serat rata-rata untuk desain pendahuluan dapat diambil kira- kira
50% tegangan maksimum fc’, dibawah beban kerja. Hal ini menghasilkan
4_XFXY 4 _XFXY
= 0,5 NW H ; aW = (2.49)
4V E,[ FVH
Pendekatan dalam desain pendahulan ini hanya terdapat pada koefisien 0,65
dan 0,5. Koefisien-koefisien ini sangat bervariasi, tergantung pada bentuk penampang.
Namun dengan pengalaman dan pengetahuan yang cukup,
pendekatan dapat diperbaiki tingkat akurasinya sehingga preliminary design
mendekati design akhir.
beberapa kerugian antara lain desain yang tercipta tidak ekonomis karena momen
sangat bervariasi sepanjang bentang dan terjadinya kehilangan akibat geser yang besar
karena perbedaan kelengkungan tendon.
Namun demikian, struktur balok menerus memberikan beberapa
keuntungan juga antara lain momen pada struktur menerus (struktur statis tak tentu)
akan lebih kecil dibanding pada struktur satu bentang. Selain itu, alat pengangkuran
yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit dan hal ini mengakibatkan pengurangan biaya
penarikan secara signifikan. Defleksi pada struktur juga lebih kecil karena nilai
momennya yang kecil dan menimbulkan ketahanan terhadap beban lateral yang baik
pada frame yang kaku.
Perbedaan paling mendasar dari balok prategang satu bentang dengan balok
prategang menerus ialah keberadaan reaksi yang menahan defleksi akibat prategang
(camber) pada struktur menerus. Reaksi ini kemudian menimbulkan secondary
moment atau momen sekunder pada struktur prategang.
Jika pada balok satu bentang, beban akibat berat sendiri balok prategang
tidak diperhitungkan, dan bila balok dikenai gaya prategang eksentrik, maka resultan
tegangan tekan (C-line) pada potongan penampang akan berhimpit dengan titik berat
baja prategang seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
defleksi ini ditahan oleh redundant perletakkan, dan reaksi perletakkan dari redundant
tersebut akan menimbulkan momen sekunder (secondary moment) pada balok.
Nilai momen total bisa didapatkan dengan menjumlahkan nilai momen primer dan
momen sekunder.
Gambar 2.14 (a) Balok Prategang Menerus ; (b) Lendutan yang Terjadi
apabila Reaksi di Tengah Bentang Diabaikan ; (c) Reaksi Perletakkan di Tengah
Bentang akibat Prestressing ; (d) Defleksi Balok yang Sebenarnya Akibat
Prestressing
Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson
Gambar 2.15 (a) Momen Primer Sebagai Hasil Perkalian Gaya Prategang
Dengan Eksentrisitas terhadap cgc ; (b) Momen Sekunder Akibat Reaksi
di Tengah Bentang ; (c) Momen Total
Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson
Pada balok menerus, letak C-line tidak akan berhimpit dengan cgs line oleh
karena keberadaan momen sekunder dan jarak antara kedua lokasi ini ditentukan
dengan rumus :
y = M2 / P (2.50)
dimana
y = jarak antara C-line dan cgs line (m)
M2 = momen sekunder (kN m)
P = besarnya gaya prategang (kN)
Gambar 2.16 Lokasi C-line dan cgs line pada Balok Menerus
Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson
e* = MTOTAL / P (2.51)
dimana
y = jarak antara C-line dan cgc line (m)
MTOTAL = momen sekunder (kN m)
P = besarnya gaya prategang (kN),
dan tegangan yang terjadi pada serat atas dan bawah potongan pada
kondisi service ialah (murni akibat prestressing) :
fatas = − 39 (1 − 9∗ Vb) (2.52)
4 :(
METODOLOGI PENELITIAN
31
32
mm, 1800 mm, dan 1600 mm. Perbedaan tinggi balok prategang (transfer beam)
diprediksi akan menimbulkan perbedaan pada respon struktur yang ditimbulkan:
3 0,5
4 0,6
5 0,7
6 0,8
Sumber : SNI 03-1726-2002
3.4 Skema Analisa Struktur
Dalam penelitian ini, output yang diharapkan berhasil didapatkan ialah
karakteristik dinamik dan respons struktur. Karakteristik dinamik berupa pola ragam
getar dan periode alami. Sedangkan respons struktur berupa displacement (u), gaya
geser dasar, dan tulangan Adapun skema penelitian dan skema analisis struktur yang
yakni :
START
NOT OK
OK