PENDAHULUAN
ada penurunan insiden demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik
paling parah adalah pada anak-anak dan dewasa muda ditahun tahun produktif
mereka.1
DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak
yang signifikan.2,3
Meskipun mekanisme patogen penyebab masih belum sepenuhnya
terakhir. Untuk membuat informasi ini tersedia bagi dokter dan petugas
reumatik dan PIR tetap harus ditaklukkan, namun hingga hal tersebut tercapai,
1
metode optimal untuk pencegahan dan manajemen tetap dibutuhkan
usaha telah dilakukan untuk membuat dokumen praktis dan pada saat
para dokter.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2
Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan
komplikasi dari faringitis streptokokus grup A yang disebabkan oleh respons imun
tertunda.
sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman Streptokokus beta hemolitik grup
A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau
lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan
2.2 Epidemiologi
250.000 kematian bayi premature setiap tahun dan penyebab umum kematian
November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per
100.000 penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara
prevalensi penyakit jantung rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak
sekolah.4
3
2.3 Etiologi
yang terjadi setelah infeksi Streptococcus grup A pada individu yang mempunyai
banyak mengenai katup mitral (76%), katup aorta (13%) dan katup mitral dan
katup aorta (97%). Insidens tertinggi ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun.1
menjadi lebih dari 130 tipe M yang berbeda yang bertanggung jawab pada
kebanyakan infeksi pada manusia. Selain itu, hanya faringitis yang disebabkan
2.4 Etiologi
4
ovum abnormal tersebut tidak diketahui. Bila fertilisasi dengan kondisi tersebut
chorion, amnion atau korda umbilikalis dan fetus juga tidak terbentuk. Sebaliknya
sel 5 trofoblast pembentuk plasenta akan berkembang pesat menjadi CMH. 4,5
Embrio atau janin pada PMH secara parsial berkembang tetapi biasanya tidak
kehamilan dianggap berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal terhadap ibu. 8,9 CMH
dapat berkembang setelah terjadinya abortus ataupun dari sisa-sisa sel trofoblast
inkubasi 2-4 hari, invasi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring
menghasilkan respon inflamasi akut yang berlangsung 3-5 hari ditandai dengan
faringitis menghilang, sehingga menjadi reservoir infeksi bagi orang lain. Kontak
langsung per oral atau melalui sekret pernafasan dapat menjadi media trasnmisi
penyakit. Hanya faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A saja yang dapat
5
Penyakit jantung rematik merupakan manifestasi demam rematik
berkelanjutan yang melibatkan kelainan pada katup dan endokardium. Lebih dari
60% penyakit rheumatic fever akan berkembang menjadi rheumatic heart disease.
Adapun kerusakan yang ditimbulkan pada rheumatic heart disease yakni kerusakan
katup jantung akan menyebabkan timbulnya regurgitasi. Episode yang sering dan
berulang penyakit ini akan menyebabkan penebalan pada katup, pembentukan skar
Sebagai dasar dari rheumatic heart disease, penyakit rheumatic fever dalam
berperan dalam patogenesis penyakit rheumatic fever antara lain faktor organisme,
penginfeksi memiliki peran penting dalam patogenesis rheumatic fever. Bakteri ini
complex kelas 2 (MHC kelas 2) yang akan berikatan dengan reseptor sel T yang
6
Antibodi yang paling sering adalah antistreptolisin-O (ASTO) yang tujuannya
untuk menetralisir toksin bakteri tersebut. Namun secara simultan upaya proteksi
tubuh ini juga menyebabkan kerusakan patologis jaringan tubuh sendiri. Tubuh
hemolyticus grup A dengan jaringan tubuh yang dikenali oleh antibodi adalah: 1)
Urutan asam amino yang identik, 2) Urutan asam amino yang homolog namun
tidak identik, 3) Epitop pada molekul yang berbeda seperti peptida dan karbohidrat
atau antara DNA dan peptida. Afinitas antibodi reaksi silang dapat berbeda dan
cukup kuat untuk dapat menyebabkan sitotoksik dan menginduksi sel–sel antibodi
reseptor permukaan. 5
Epitop yang berada pada dinding sel, membran sel, dan protein M dari
Nasetilglukosamin pada tubuh manusia. Molekul yang mirip ini menjadi dasar dari
lainnya dari laminin yang merupakan protein yang mirip miosin dan protein M
yang terdapat pada endotelium jantung dan dikenali oleh sel T anti miosin dan anti
7
Streptococcus beta hemolyticus grup A mengalami reaksi silang dengan jaringan
disease. Gen HLA kelas II yang terletak pada kromosom 6 berperan dalam kontrol
imun respon. Molekul HLA kelas II berperan dalam presentasi antigen pada
reseptor T sel yang nantinya akan memicu respon sistem imun selular dan
humoral. Dari alel gen HLA kelas II, HLA-DR yang paling berhubungan dengan
rheumatic heart disease pada lesi-lesi valvular. Lesi valvular pada rheumatic fever
akan dimulai dengan pembentukan verrucae yang disusun fibrin dan sel darah
yang terkumpul di katup jantung. Setelah proses inflamasi mereda, verurucae akan
veruccae baru akan terbentuk didekat veruccae yang lama dan bagian mural dari
endokardium dan korda tendinea akan ikut mengalami kerusakan. Kelainan pada
valvular yang tersering adalah regurgitasi katup mitral (65- 70% kasus). 5
volume yang masuk dan proses inflamasi ventrikel kiri akan membesar akibatnya
atrium kiri akan berdilatasi akibat regurgitasi darah. Peningkatan tekanan atrium
8
kiri ini akan menyebabkan kongesti paru diikuti dengan gagal jantung kiri. Apabila
kelainan pada mitral berat dan berlangsung lama, gangguan jantung kanan juga
dapat terjadi. 5
Kelainan katup lain yang juga sering ditemukan berupa regurgitasi katup
aorta akibat dari sklerosis katup aorta yang menyebabkan regurgitasi darah ke
ventrikel kiri diikuti dengan dilatasi dan hipertropi dari ventrikel kiri. Di sisi lain,
dapat terjadi stenosis dari katup mitral. Stenosis ini terjadi akibat fibrosis yang
terjadi pada cincin katup mitral, kontraktur dari daun katup, corda dan otot
papilari. Stenosis dari katup mitral ini akan menyebabkan peningkatan tekanan dan
2.6 Diagnosis
9
kepribadian seperti gangguan neuropsikiatri autoimun terkait dengan infeksi
Streptococcus, difungsi motorik, dan riwayat rheumatic fever sebelumnya.
2.7 Gambaran klinis
beberapa kali. Kriteria ini membagi gambaran klinis menjadi dua, yaitu
2.7.1 Karditis
10
Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling sering terjadi
Pada stadium lanjut, pasien mungkin mengalami dipsnea ringan-sedang, rasa tak
nyaman di dada atau nyeri pada dada pleuritik, edema, batuk dan ortopnea. Pada
pemeriksaan fisik, karditis paling sering ditandai dengan murmur dan takikardia
Gangguan Manifestasi
- Aktivitas ventrikel kiri meningkat
- Bising pansistolik di apeks,
Regurgitasi Mitral menyebar aksila dan punggung
- Murmur mid-diastolik (carrey combs
murmur) di apeks
- Aktivitas ventrikel kiri meningkat
- Bising diastolik di ICS II kanan/kiri,
menyebar ke apeks
Regurgitasi Aorta
- Tekanan nadi sangat lebar (sistolik
tinggi, sedangkan diastolik sangat
rendah bahkan hingga 0 mmHg)
- Aktivitas ventrikel kiri negative
Stenosis Mitral - Bising diastolik di daerah apeks,
dengan S1 mengeras
yang parah atau miokarditis, yang ditandai dengan adanya takipnea, ortopnea,
distensi vena jugularis, ronki, hepatomegali, irama gallop, dan edema perifer.
11
Friction rub pericardial menandai perikarditis. Perkusi jantung yang
redup, suara jantung melemah, dan pulsus paradoksus adalah tanda khas efusi
pada sekitar 70% pasien rheumatic fever. Gejala ini muncul 30 hari setelah infeksi
Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi aktif ditandai
dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa sendi. Nyeri saat istirahat
yang semakin hebat pada gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas. Sendi
yang paling sering terkena adalah sendi-sendi besar seperti sendi lutut,
pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Gejala ini bersifat asimetris dan
spontan beberapa jam sesudah serangan namun muncul pada sendi yang lain. Pada
sebagian besar pasien dapat sembuh dalam satu minggu dan biasanya tidak
kali lebih sering pada perempuan. Gejala ini muncul pada fase laten yakni
mencerminkan keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal,
dan nukleus kaudatus otak. Periode laten dari chorea ini cukup lama, sekitar tiga
minggu sampai tiga bulan dari terjadinya rheumatic fever. Gejala awal biasanya
emosi yang lebih labil dan iritabilitas. Kemudian diikuti dengan gerakan yang
12
tidak disengaja, tidak bertujuan, dan inkoordinasi muskular. Semua bagian otot
dapat terkena, namun otot ekstremitas dan wajah adalah yang paling mencolok.
Gejala ini semakin diperberat dengan adanya stress dan kelelahan, namun
terjadi kurang dari 10% kasus. 12 Ruam berbentuk anular berwarna kemerahan
dan ekstremitas.1,5
2.7.5 Pengelolaan Mola Hidatidosa
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus
terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut, dan
persendian kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala bagian oksipital dan di
atas kolumna vertebralis. Nodul berupa benjolan berwarna terang keras, tidak
nyeri, tidak gatal, mobile, dengan diameter 0,2-2 cm. Nodul subkutan biasanya
terjadi beberapa minggu setelah rheumatic fever muncul dan menghilang dalam
waktu sebulan. Nodul ini selalu menyertai karditis rematik yang berat.
2.7.6 Kriteria Minor
Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal dalam
waktu 2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni nyeri sendi tanpa
akut pada 9 pemeriksaan darah umumnya tidak spesifik, yaitu LED dan CRP
13
umumnya meningkat pada rheumatic fever. Pemeriksaan dapat digunakan untuk
mendukung diagnosis dari rheumatic fever dan rheumatic heart disease adalah :
a. Pemeriksaan Laboratorium
bukti non spesifik untuk penyakit yang aktif. Pada rheumatic fever
14
muncul. Tes antibodi antistreptokokus yang biasa digunakan adalah
minggu ke 3-6 setelah infeksi. Titer ASO naik > 333 unit pada anak-
anak, dan > 250 unit pada dewasa. Sedangkan anti-DNase B mulai
kongesti pulmonal sebagai tanda adanya gagal jantung kronik pada karditis.
PR yang bersifat tidak spesifik. Nilai normal batas atas interval PR uuntuk
usia 3-12 tahun = 0,16 detik, 12-14 tahun = 0,18 detik , dan > 17 tahun = 0,20
detik.
15
c. Pemeriksaan Ekokardiografi
pada rheumatic fever dengan karditis sedang dan berat memiliki regurgitasi
posterolateral.
untuk gagal jantung kongestif. Setelah lewat fase akut, terapi bertujuan untuk
komplikasi serta gejala sisa dari rheumatic heart disease kronis pada saat dewasa.
16
Selain terapi medikamentosa, aspek diet dan juga aktivitas pasien harus dikontrol.
Selain itu, ada juga pilihan terapi operatif sebagai penanganan kasus-kasus parah.
oral adalah obat pilihan untuk terapi Streptococcus beta hemolyticus grup A faring
pada pasien tanpa riwayat alergi terhadap penisilin. Setelah terapi antibiotik
lambung. Namun terapi dengan penisilin G benzathine lebih dipilih pada pasien
yang tidak dapat menyelesaikan terapi oral 10 hari, pasien dengan riwayat
rheumatic fever atau gagal jantung rematik, dan pada mereka yang tinggal di
17
lingkungan dengan faktor risiko terkena rheumatic fever (lingkungan padat
18
2.9.2 Terapi Anti Inflamasi
merespon cepat terhadap terapi anti inflamasi. Anti inflamasi yang menjadi lini
utama adalah aspirin. Untuk pasien dengan karditis yang buruk atau dengan
Kortikosteroid juga menjadi pilihan terapi pada pasien yang tidak membaik
diagnosis rheumatic fever ditegakan. Pada anak-anak dosis aspirin adalah 100-
19
dapat diturunkan menjadi 15 60-70 mg/kg/hari untuk 3-6 minggu. Pada pasien
kali sehari. Setelah terapi 2-3 minggu dosis diturunkan 20-25% setiap minggu.
dosis 30 mg/kg/hari. Durasi terapi dari anti inflamasi berdasarkan respon klinis
terhadap terapi.
tirah baring, restriksi cairan, dan terapi kortikosteroid, namun pada beberapa
pasien dengan gejala yang berat, terapi diuterik, ACE-inhibitor, dan digoxin bisa
dengan diuretik. Apabila hal ini tidak efektif, bisa ditambahkan ACE Inhibitor
20
Tabel 4 Obat untuk gagal jantung pada RHD
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus mengalami
a. Stenosis Mitral: pasien dengan stenosis mitral murni yang ideal, dapat
21
b. Regurgitasi Mitral: Rheumatic fever dengan regurgitasi mitral akut
disease yang tak teratasi dengan obat, perlu segera dioperasi untuk reparasi
c. Stenosis Aortik: stenosis katut aorta yang berdiri sendiri amat langka.
banyak dikerjakan.
2.10 Prognosis
serangan awal, namun risiko karditis dan kerusakan katup lebih besar.
minggu. Insiden RHD setelah 10 tahun adalah sebesar 34% pada pasien
dengan tanpa serangan rheumatic fever berulang, tetapi pada pasien dengan
60%.
22
DAFTAR PUSTAKA
23