Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH TIGA PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH ORGANISME

(JAMUR)

Disusun oleh
NENENG MILDAYANI

AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN BINA INSANI SAKTI


SUNGAI PENUH
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Infeksi jamur pada kulit ada 4, yaitu tinea pedis, tinea korporis, tinea capitis, dan
tinea cruris. Dari keempat jamur tersebut dapat mengganggu sistem integument manusia.
Ada banyak factor resiko yang dapat menyebabkan kulit terinfeksi keemppat jamur tersebut.
Masing-mmasing infeksi jamur itu memiliki cirikas yang berbeda.
Tinea pedia atau ringworn of the foot adalah infeksi dermatifia pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit menular
yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Tinea capitis adalah infeksi superfisial
yang disebabkan oleh jamur dermatophyta (biasanya spesies Microsporum dan
Trichophyton), menyerang folikel rambut di kulit kepala dan sekitar kulit. Tinea Cruris
adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat
akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit.
Oleh karena banyaknya jamur yang dapat menginfeksi kulit sehingga
mengganggu kesehatan system integument maka penulis tertarik untuk memberi judul
asuhan keperawatan infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea capitis, dan tinea cruris.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan tinea
cruris?
2. Bagaimanakah etiologi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan
tinea cruris?
3. Bagaimanakah patofisiologi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis,
dan tinea cruris?
4. Bagaimanakah woc dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan tinea
cruris?
5. Apa-apa sajakah manifestasi klinis dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris?
6. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis,
tinea kapitis, dan tinea cruris?

2
7. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis,
tinea kapitis, dan tinea cruris?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris?
9. Bagaimanakah pencegahan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis,
dan tinea cruris?
10. Bagaimana Asuhan kepeawatan pasien dengan infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis,
tinea kapitis, dan tinea cruris?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis,
dan tinea cruris
2. Untuk mengetahui etiologi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis,
dan tinea cruris
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris
4. Untuk mengetahui woc dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan
tinea cruris
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis,
tinea kapitis, dan tinea cruris
7. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris
9. Untuk mengetahui pencegahan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris
10. Untuk mengetahui Asuhan kepeawatan pasien dengan infeksi jamur tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Infeksi Jamur Tinea Pedis
A. Defenisi
Tinea pedia atau ringworn of the foot adalah infeksi dermatifia pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang
paling sering terjadi. Penyebabnya yang paling sering adalah Trichophyton rubrum
yang memberikan kelainan menahun. Paling banyak ditemukan diantar jari ke-4 dan
ke-5, dan sering kali meluas kebawah jari dan sela-sela jari lain. Oleh karena daerah
ini lembab, maka sering terlihat maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Jika bagian
kulit yang mati ini di bersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya
juga telah diserang jamur.
Jamur dapat tumbuh jika ada faktor kelembaban. Sedangkan jari jari kaki sangat
mudah terkena infeksi janur dikarenakan kaki lebih mudah berkeringat, memakai
sepatu tertutup dalam keseharian, serta kaus kaki kurang dijaga kebersihannya, jadi
infeksi jamur memang berhubungan dengan kebersihan dan keringat (Budimulya,
2006)

B. Etiologi
Epidermophyton, trichophyton, microsporum, dan C. albicans yang
ditularkan secara kontak langsung atau tidak langsung. (Siregar, 2005)
C. Patofisiologi
Spesies jamur penyebab tinea pedis tersering adalah trichophyton
rubrum, trichophyton mentagrophytes dan epidermophyton floccosum. penyebaran
jamur jamur tersebut tergantung dari sumber infeksi yaitu berasal dari manusia lain,
hwan, tanah.

4
Pada manusia T. Rubrum memiliki sifat sifat anthropophilic, ectothirx
dan tes urease negatif.selain itu, T.rubrum juga menghasilkan keratinase yang dapat
meliliskan lapisan keratin pada stratum kaoneum kulit sehingga dapat timbul skuama.
Kerusakan yang terjadi pada startum koeneum ini, maka jamur akan dapat dengan
mudah masuk menginvasi pada jaringan yang lebih dalam dan dapat menyebabkan
reaksi peradangan lokal, yang menimbulkan pula beberapa gejala tambahan lain
seperti deman, gatal kemerahan dan nyeri. Gejala dapat pula di perparah dengan
infeksi sekunder karena bakteri.
Tinea pedis menyukai bagian kulit yang sering lembab dan basah. Serta
beberapa faktor lain yaitu memakai sepatu tertutup dalam waktu lama yang
menyebabkan keringat berlebih sehinga menambah kelembababn di daerah sekitar
kaki. Selain itu, pemakaian kaus kaki, khususnya kaus kaki yang bersala dari bahan
yang tidak mudah menyerap keringat juga dapat menambah kelembaban.
Kondisi ekonomi rendah diikuti status gizi buruk serta daya tahan tubuh
terhadap penyakit merupakan faktor pendukung yang saling berpengaruh pada
infeksi jamur. Selain itu faktor kebersihan pribadi yang kurang di jaga ikut
mendukung timbulnya infeksi jamur karena jamur dapat tumbuh.
D. Manifestasi Klinis
Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering ditemukan
adalah:
1. Bentuk interdigitalis yang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi serta
erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih, dapat
berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat meluas ke
bawah jari dan telapak kaki.
2. Bentuk hiperkeratosis menahun yaitu terjadi penebalan kulit disertai sisik
terutama pada tumit, telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi dapat
berupa bercak dengan skuama putih agak mengkilat, melekat, dan relative tidak
meradang. Lesi umumnya setempat, akan tetapi dapat bergabung sehingga
mengenai seluruh telapak kaki, sering simetris dan disebut moccasin foot.
3. Bentuk vesikular subakut yaitu kelainan timbul pada daerah sekitar jari kemudian
meluas ke punggung kaki atau telapak kaki, disertai rasa gatal yang hebat. Bila

5
vesikel pecah akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut koloret. Bila
terjadi infeksi akan memperberat keadaan sehingga terjadi erysipelas.
D. Komplikasi
a. Selulitis
Infeksi tinea pedis, terutam , a tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis.
Selulitis dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan
infeksi bakteri pada daerah subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi
sekunder pada luka. Faktor predisposisi selulitis adalah trauma, ulserasi dan
penyakit pembuluh darah perifer. Antibiotik yang dapat digunakan berupa
ampisillin, golongan beta laktam ataupun golongan kuinolon.
b. Tinea Ungium
Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan biasanya
dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum
merupakan jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal,
pecah-pecah, dan tidak berwarna yang merupakan dampak dari infeksi jamur
tersebut.
c. Dermatofid
Dermatofid juga dikenal sebagai reaksi “id”, merupakan suatu penyakit
imunologik sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan vesikel atau erupsi pustular di daerah infeksi sekitar palmaris dan
jari-jari tangan. Reaksi dermatofid bisa saja timbul asimptomatis dari infeksi
tinea pedis. Komplikasi ini biasanya terkena pada pasien dengan edema kronik,
imunosupresi, hemiplegia dan paraplegia, dan juga diabetes. Tanpa perawatan
profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali.(4,12)
E. WOC
(terlampir)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tinea menurut Mansjoer Arief (2000).
a. Diagnosis yang tepat
b. Penentuan obat dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan,
daerah yang terkena yakni lokasi dan luas lesi. Stadium penyakit (akut atau

6
kronis), jamur penyebab, karena adanya perbedaan kepekaan terhadap obat,
serta harga sehingga dapat ditentukan apakah akan diberikan obat oral, topikal,
atau pun kombinasi.
c. Mengefektifkan cara penggunaan obat :
Obat-obat sistemik dan topikal yang digunakan antara lain :
Sistemik :
1) Griseofulvin
Bersifat pungistatik dan bekerja hanya terhadap dermatofit.Dosis 0,5 -1 gram
untuk orang dewasa dan 0,25 -0,5 gram untuk anak-anak sehari atau 10-25
mg/ kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyebab, dan
keadaan komunitas.Obat diberikan sampai gejala klinis membaik. Biasanya
lebih kurang 1 bulan. Efeksampingnya ringan,misalnya sakit kepala mual
atau diare dan reakasi fotosensitifitas pada kulit.
2) Golongan asol
Ketokonasol efektif untuk dermatofitosis.Pada kasus-kasus resisten
terhadap griseofulfin, obat tersebut dapat diberikan 200mg /hari selama 3-4
minggu pada pagi hari setelah makan.Ketokonasal merupakan kontra
indikasi untuk pasien kelainan hati.. Pada tinea ungulium dengan dosis 400
mg perhari selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan
Penatalaksanaan keperawatan:
a. Menghilangkan atau mencegah fakto predisposisi. Fakttor tersebut antara lain
adalah kelembabapan karena keringat atau lingkungan yang panas, iritasi oleh
baju, orang sakit yang berbaring lama, friksi lipatan kulit pada orang gemuk,
imunitas rendah.
b.Manghilangkan sumber penularan baik dari manusia, hewan,tanah maupun
benda disekeliling yang mengandung elemen jamur. Spora dermatofit dapat
bertahan hidup dalam waktu yang lama.
c. Mengoptimalkan kepatuhan pasien dengan menerangkan perjalan penyakitnya,
pemilihan obat yang tepat dapat diterima oleh pasien, dan bila dianggap perlu
diterangkan juga tentang biaya pengobatan.
2.2 Teori Infeksi Jamur Tinea Korporis

7
A. Definisi Tinea Corporis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk,misalnya stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku yang disebabkan
jamur golongan dermatofita. Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit menular
yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Penyakit kulit ini mempunyai
banyak sekali nama lain, yaitu tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte,
kurap, herpes sircine trichophytique, atau ringworm of the body. ( Dr. Fransisca S.
K. 2009).
Tinea Corporis mengacu pada infeksi jamur superfisial pada daerah kulit
halus tanpa rambut, kecuali telapak tangan, telapak kaki. Dinamakan Tinea Corporis
karena berdasarkan bagian tubuh yang terkena, yaitu di badan dan anggota badan;
disebabkan oleh golongan jamur Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum.
B. Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas
fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp,
Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa
menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling umum adalah Trichophyton
Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes. (Saraswati, hal. 2)
Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapatmenyebabkan
radang yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antaralain adalah Microsporum
gypseum dan Microsporum fulvum. Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada
hewan (Tjioe Chiang Weng. 2012).

C. Patofisiologi

8
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama
perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk
bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban,
kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan
asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik. Yang kedua
penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan spora harus
berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat
daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan
enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi
juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru
muncul ketika m=begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.
Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi
dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan
peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita.pada pasien yang belum
pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal
dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan
skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan
bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-
tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin
dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi
sembuh.
D. WOC
Terlampir
E. Manifestasi Klinis
1. Penderita merasa gatal, kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam
effloresensi kulit (polimorfi).

9
2. Bagain tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan) tampak lebih jelas dari pada
bagian tengah.
3. Lesi bulat atau lonjong berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-
kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi.
4. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif
yang sering disebut dengan central healing.
5. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.
6. Kelainan pada sela paha.
7. Lesi berbentuk bulat dengan pinggir meninggi dan bersisik, bagian tengah agak
cekung dan sering bebas dari peradangan.
8. Sangat gatal, terutama saat berkeringat
9. Pada kepala : Lesi berupa bercak-bercak kebotakan kadang-kadang meradang
jelas, kadang-kadang tidak meradang
10. Pada kuku : Penebalan kuku/jaringan dibawah kuku, lama-lama kuku akan rusak
dan lepas

F. Penatalaksanaan
a. Umum
1. Menjaga kebersihan badan.
2. Memakai pakaian yang menyerap keringat.
b. Khusus
Sistemik
1) Antihistamin
2) Griseofulvin,dosis anak-anak: 15-20 mg/Kg berat badan/hari.dosis dewasa:
500-1000 mg per hari selama 3-4 minggu.
3) Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu.
4) Ketokonazol 200 mg/hari selama 3 minggu.
5) Terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu.

10
2.3 Teori Infeksi Jamur Tinea Kapitis
A. Definisi Tinea Capitis
Tinea capitis adalah infeksi superfisial yang disebabkan oleh jamur
dermatophyta ( biasanya spesies Microsporum dan Trichophyton), menyerang folikel
rambut di kulit kepala dan sekitar kulit (Higgins et al, 2000). Penyakit ini juga sering
dikenal dengan istilah ringworm of the scalpatau fungal infection of the scalp.
Penyakit ini terbentuk dari mikosis superficial atau dermatofitosis. Dermatofitosis
adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk yang disebabkan oleh
jamur golongan dermatofita. Ringkasnya, tinea kapitis adalah dermatofitosis pada
scalp dan rambut.
B. Epidemiologi dan Insidensi Tinea Capitis
Kenaikan prevalensi kejadian Tinea Capitis dilaporkan di banyak pada
daerah urban, terutama sekali pada anak-anak keturunan afro-karibian. Walaupun
jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi penyebab
lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom. Kasus – kasus di
perkotaan biasanya didapatkan dari teman bermain atau anggota keluarga.
Kepadatan penduduk, hygiene yang buruk dan malnutrisi protein memudahkan
seseorang mendapatkan penyakit ini.
Tinea capitis adalah penyakit yang dominan dialami oleh anak-anak,
sementara pada orang dewasa kasus ini jarang terjadi meskipun kejadiannya
mungkin dapat dijumpai pada pasien – pasien tua. Insidensi Tinea capitis paling
sering di jumpai pada anak anak usia 3 sampai 14 tahun. Sementara itu, Tinea kapitis
terjadi lebih dari 92,5 % dari dermatofitosis pada anak – anak berumur kurang dari
10 tahun. Di Indonesia sendiri angka insidensi dermatofitosis yang tercatat melalui
Rumah Sakit Pendidikan sangat bervariasi, dimulai dari prosentase terendah sebesar
4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari
seluruh kasus dermatomikosis.
C. Etiologi Tinea Capitis
Tinea Capitis disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus
Trichophyton dan Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T.
mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii, M. canis, M. ferrugineum. Penyebab tinea

11
capitis ini berbeda – beda berdasarkan letak geografis. Di Amerika Serikat penyebab
terbanyak ialah Trichophyton tonsuran dan Microsporum canis. Di Eropa, Amerika
Selatan, Australia, Asia, dan Afrika Utara, tinea kapitis umumnya disebabkan
M.canis. Sementara itu T.violaceummenjadi penyebab tinea kapitis terbanyak di
India , sebagian Eropa dan Afrika, sedangkan M.ferrugineum adalah penyebab
terbanyak di Jepang, Cina, Korea, dan Afrika Selatan. Di Indonesia sendiri tinea
kapitis terbanyak disebabkan T. Rubrum dan T. Mentagrophytes. (Budimuljia,2004)
D. Patofisiologi dan Patogenesis Tinea Capitis ( WOC terlampir )
Tinea Capitis disebabkan oleh jamur dari spesies Trichophyton dan
Microsporum. Tinea Capitis merupakan infeksi dermatofit yang paling umum terjadi
pada anak-anak di seluruh dunia. Agen penyebab tinea capitis termasuk jamur
keratinofilik dermatofit. Jamur ini biasanya ada pada lapisan tanduk kulit yang sudah
mati dan kandang-kadang mampu menembus lapisan kulit yang paling dalam,
stratum korneum, atau bagian bagian kulit yang telah terkeratinisasi lainnya yang
diturunkan dari kulit, seperti rambut dan kuku.
Menurut elewski (1996) jamur penyebab tinea kapitis secara invivo
hidup pada keratin yang terbentuk lengkap pada bagian rambut yang sudah mati.
Jamur menyebabkan keratolisis karena adanya enzim keratinase, walaupun banyak
juga jamur penghasil keratinase yang tidak menyebabkan tinea kapitis
(Epidermophyton floccosum, T.concentricum dll). Rockman (1990) mengemukakan
bahwa insiden tinea kapitis pada anak prapubertas terjadi karena menurunnya asam
lemak dalam sebum. Infeksi dimulai dengan invasi dermatofita melalui perifolikuler
stratum korneum, hifa tumbuh kedalam folikel dan berkembang membentuk
rangkaian spora dan berhenti tiba – tiba pada pertemuan antar sel yang berinti dan
yang mempunyai keratin tebal.(Budimulja, 2004)
E. Manifestasi Klinis Tinea Capitis
Tinea kapitis mempunyai gejala klinis bervariasi mulai dari karier
asimptomatik, alopesia tanpa peradangan, alopesia dengan blackdot, kerion dengan
peradangan dan alopesia yang mirip furunkulosis bakterial, serta gambaran seperti
dermatitis seboroik (Budimulja, 2001). Gejala klinis ini bervariasi tergantung pada

12
agen etiologisnya. Namun secara umum, tanda dan gejala Tinea Kapitis yang
mungkin timbul adalah :
1. Benjolan atau gumpalan berisi nanah
2. Kerontokan rambut pada daerah yang terkena
3. Rasa gatal di sekitar daerah yang terkena
4. Ruam berwarna merah dan bersisik pada kulit kepala

Gambar 1. Gejala Tinea Capitis


F. Pemeriksaan Klinis Tinea Capitis
1. Pengambilan specimem
Daerah yang terinfeksi di kerok mengunakan skalpel tumpul sampai pada
daerah rambut yang terinfeksi, akar rambut yang patah dan kulit kepala yang
terinfeksi.
2. Pemeriksaan mikroskopis dan Kultur
Pahan rambut yang rontok beserta akarnya dan kerokan kulit kepala
dimasukkan ke dalam larutan potasium hidrosxida 10-30% dan di lihat
dibawah cahaya mikroskop hasil positif apabila pada specimen tersebut terlihat
hifa atau spora.
3. Pemeriksaan Lampu Wood
Biasanya digunakan untuk infeksi ectothrix misalnya yang disebabkan
oleh M.canis, M.rivaliery dan M.audouinii, yang menyebabkan rambut terlihat
berwarna hijau terang dibawah lampu wood. Apabila terinfeksi T.schoenleinii
menunjukkan warna hijau muda atau biru keputihan
4. Pemeriksaan Histologi

13
Pemeriksaan ini menggunakan cara biopsi kulit pada rambut yang
terinfeksi menggunakan bahan histokimia untuk memudahkan identifikasi
jamur penyebab.
G. Penatalaksanaan dan Pencegahan Tinea Capitis
Tujuan dari penanganan tinea capitis ini adalah untuk mencapai klinis
dan micology obat secepat mungkin. Secara umum pada gangguan ini digunakan dua
jenis penatalaksanaan, yaitu :
1. Topikal
Penanganan secara topical saja tidak direkomendasikan untuk pengobatan tinea
tinea capitis. Namun hal tersebut mungkin dapat mengurangi penularan kepada
orang lain dalam tahap awal pengobatan secara sistemik. Selenium sulfide dan
providone iodine shampoo di gunakan 2 kali seminggu, dapat mengurangi spora
dan diasumsikan dapat mengurangi infektivitas
2. Oral
a. Griseofulvin
merupakan fungistatik, dan menghambat sintesis asam nukleat, menghambat
pembelahan sel pada metafase dan mempengaruhi sintesis dinding sel jamur.
Juga merupakan antiinflamasi
b. Terbinafine
bekerja pada membran sel jamur dan merupakan fungisida. Efektif terhadap
semua dermatofit. Obat ini sama efektifnya dengan gliserofulvin, aman bagi
pengobatan ruam pada kulit kepala yang disebabkan oleh Trichophyton sp.
c. Flukonazol
d. Ketokonazol.
e. Pengobatan tambahan
Steroid / antibiotik / antihistamin, penggunaan kortikosteroid(baik secara
oral atau topikal) untuk varietas inflamasi,misalnya kerions, reaksi inflamasi
hebat controversial untuk digunakan, tapi dapat membantu mengurangi gatal dan
ketidaknyamanan.
2.4 Teori Infeksi Jamur Tinea Cruris
A. Pengertian tinea cruris

14
Menurut Budimulja (1999), Siregar R.S. (2004), Graham-Brown (2008),
Murtiastutik (2009), dan Berman (2011) Tinea kruris adalah penyakit
dermatofitosis (penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk) yang
disebabkan infeksi golongan jamur dermatofita pada daerah kruris (sela paha,
perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Tinea kruris merupakan salah satu bentuk mikosis superfisialis yang
tergolong ke dalam kelompok dermatofitosis. Istilah dermatofitosis didefinisikan
sebagai sebuah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis (epidermomikosis), rambut (trikomikosis), serta
kuku (onikomikosis). Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum
dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada
daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus
dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005).
Berikut ini adalah gambar predileksi terjadinya Tinea kruris :

Siregar R.S., 2004) Gambar 2.1. Predileksi Tinea Kruris


B. Etiologi tinea cruris
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan
jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin (Budimulja, 1999). Menurut
Emmons (1934) dalam Budimulja (1999), dermatofita termasuk kelas Fungi
imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton
floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2004).

15
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai
daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat
menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis (Boel, 2003).
C. Patofisiologi

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.


Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat
ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini
menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan
timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit
semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi
peradangan.Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit
adalah:
a.Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu
dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian
dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian
dalam.
b.Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.Faktor suhu dan kelembapan

16
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha,
sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.
d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah
sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e.Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
D. Woc
Terlampir
E. Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesis, tinea kruris umumnya ditandai dengan adanya
keluhan gatal. Sifat keluhan dapat terjadi secara akut, namun umumnya subakut
atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, kelainan yang ditemui memiliki batas
yang tegas dan terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit / polimorfik. Lesi
awal dapat berupa lesi eritematosa kecil beserta vesikel dan skuama yang menyebar
hingga umumnya berupa plak eritematosa / hiperpigmentasi / kecoklatan berukuran
besar, berbatas tegas, disertai skuama. Predileksi awal adalah pada paha bagian atas
sisi dalam kemudian mennyebar ke paha bagian bawah, perineum, serta anus,
namun jarang untuk mengenai skrotum.
Di samping itu, ditemukan pula gambaran central healing, dengan
bagian tepi lesi cenderung akan lebih aktif dibandingkan bagian tengahnya, yaitu
dalam bentuk tanda peradangan yang lebih jelas ataupun papul dan pustul. Bila
penyakit terjadi secara menahun, dapat ditemukan gambaran bercak hitam disertai
skuama. Apabila lesi digaruk, dapat pula muncul temuan erosi diikuti pengeluaran
cairan dan apabila terjadi secara kronik dapat terjadi perubahan ke arah liken
simpleks kronikus.

17
Gambaran Klinis Tinea Kruris

F. Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang
lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi
kulit.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi topikal
Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen
yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan
perbaikan klinik yang tinggi.Berikut obat yang sering digunakan :
a) Topical azol terdiri atas: Econazol 1 %, Ketoconazol 2 %, Clotrimazol
1%, Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara
menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol
membran sel jamur.
b) Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan
ergosterol membran sel jamur, yaitu naftifine 1%, butenafin 1%.
Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan
hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
c) Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal
dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.
1.2,4,9,10
2. Terapi sistemik
a) Griseofulvin.

18
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis
adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan
topikal tidak ada perbaikan.
b) Ketokonazol.
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari –
2 minggu pada pagi hari setelah makan
c) Flukonazol.
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
d) Itrakonazol.
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas,
bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik
maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat
diminum bersama dengan makanan.
e) Amfoterisin B. Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi
oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah
akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan
sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang
membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol. 1.2,4,9,10

19
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Pedis
A. Pengkajian
1) Anamnesa
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering
terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran
kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada keluhan
yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana, ada lesi
pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan apa yang
sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu perawat yang
mengkaji.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
4. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2) Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan
i. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
ii. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
iii. Lingkungan yang kurang sehat
iv. Hygiene personal yang kurang
b. Pola Nutrisi /Metabolik
i. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali sehari
makan
ii. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas

20
iii. Jenis makanan yang disukai.
c. Pola Eliminasi
i. Sering berkeringat
ii. Tanyakan pola perkemihan
d. Pola Aktifitas dan Latihan
i. Pemenuhan sehari –hari terganggu
e. Pola Kognitif – Persepsi
i. Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
ii. Mimpi buruk
f. Pola istirahat tidur
i. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
g. Pola persepsi dan konsep diri
i. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
h. Pola peran hubungan
i. Frekuensi interaksi berkurang
i. Pola seksual
i. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
ii. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
j. Nilai kepercayaan
i. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. Diagnosa keperawatan
NO NANDA NOC NIC
1. Kerusakan Integritas Jaringan :Kulit Pengawasan Kulit
Integritas Kulit b.d dan Membran Mukosa  Amati
adanya lesi  Sensasi IER warna,kehangatan(suhu)
 Data  Pigmentasi IER ,bengkak,getaran,tekstur
penunjang  Warna IER ,edema,dan nanah pada
:Turgor kulit  Tekstur IER ekstremitas
jelek,tampak Penyembuhan luka:  Periksa
ada Tujuan Primer kemerahan,perubahan
lesi,pustule. suhu yang ekstrim,atau

21
 Klien  Pengeringan drainase dari kulit dan
mengatakan Purulensi membrane mukosa
bahwa kulit  Pengeringan serosa  Pantau infeksi,
kepalanya dari luka khususnya pada daerah
gatal,dan  Pengurangan drainase edematous
memerah dari luka  Pantau kelainan
 Pengeringan kekeringan dan
seroanginosa dari kelembaban kulit
luka  Catat perubahan kulit
Penyembuhan luka: tujuan atau membrane mukosa
sekunder Perawatan luka
 Pengeringan purulensi  Cukur rambut
 Pengeringan serosa sekitar area yang
 Pengurangan drainase rusak

 Pengeringan Seroanginosa  Bersihkan dengan

 Pengurangan area kuit sabun antibakterial

kemerahan  Bersihkan area yang

 Bau Luka rusak pada air

 Ukuran Luka mengalir


 Gunakan salep kulit
dengan tepat
2 NYERI AKUT KONTROL NYERI MANAJEMEN NYERI
 Menilai factor penyebab
 Lakukan penilaian nyeri
 Recognize lamanya
Nyeri secara komprehensif
 Gunakan ukuran
dimulai dari lokasi,
pencegahan
 Penggunaan mengurangi karakteristik, durasi,
nyeri dengan non
frekuensi, kualitas,
analgesic
 Penggunaan analgesic intensitas dan penyebab.
yang tepat
 Gunakan tanda –tanda
vital memantau
perawatan

22
 Laporkan tanda / gejala  Pastikan pasien
nyeri pada tenaga
kesehatan professional mendapatkan perawatan
 Gunkan sumber yang dengan analgesic
tersedia
 Menilai gejala dari nyeri  Pertimbangkan pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Tentukan dampak nyeri
terhadap kehidupan sehari-
hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood,
hubungan sosial,
performance kerja dan
melakukan tanggung jawab
sehari-hari
 Tentukan tingkat kebutuhan
pasien yang dapat
memberikan kenyamanan
pada pasien dan rencana
keperawatan
 Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri, bagaimana
kejadiannya, mengantisipasi
ketidaknyamanan terhadap
prosedur
 Kontrol faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada
pasien (suhu ruangan,
pencahayaan, keributan)

23
3.2 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Korporis
A. Pengkajian
1) Anamnesa
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang
sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran
kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada
keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana,
ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu
perawat yang mengkaji.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
4. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
b) Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan
i. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
ii. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
iii. Lingkungan yang kurang sehat
iv. Hygiene personal yang kurang
b. Pola Nutrisi /Metabolik
i. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali
sehari makan
ii. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
iii. Jenis makanan yang disukai.
c. Pola Eliminasi

24
i. Sering berkeringat
ii. Tanyakan pola perkemihan
d. Pola Aktifitas dan Latihan
i. Pemenuhan sehari –hari terganggu
e. Pola Kognitif – Persepsi
i. Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
ii. Mimpi buruk
f. Pola istirahat tidur
i. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
g. Pola persepsi dan konsep diri
i. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
h. Pola peran hubungan
i. Frekuensi interaksi berkurang
i. Pola seksual
ii. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
iii. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
j. Nilai kepercayaan
ii. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. NANDA, NOC dan NIC
NO NANDA NOC NIC
1. Kerusakan Integritas Jaringan :Kulit Pengawasan Kulit
Integritas Kulit b.d dan Membran Mukosa  Amati
adanya lesi  Sensasi IER warna,kehangatan(suhu)
 Data  Pigmentasi IER ,bengkak,getaran,tekstur
penunjang  Warna IER ,edema,dan nanah pada
:Turgor kulit  Tekstur IER ekstremitas
jelek,tampak Penyembuhan luka:  Periksa
ada Tujuan Primer kemerahan,perubahan
lesi,pustule.  Pengeringan suhu yang ekstrim,atau
 Klien Purulensi drainase dari kulit dan
mengatakan membrane mukosa

25
bahwa kulit  Pengeringan serosa  Pantau infeksi,
kepalanya dari luka khususnya pada daerah
gatal,dan  Pengurangan drainase edematous
memerah dari luka  Pantau kelainan
 Pengeringan kekeringan dan
seroanginosa dari kelembaban kulit
luka  Catat perubahan kulit
Penyembuhan luka: tujuan atau membrane mukosa
sekunder Perawatan luka
 Pengeringan purulensi  Cukur rambut
 Pengeringan serosa sekitar area yang
 Pengurangan drainase rusak
 Pengeringan Seroanginosa  Bersihkan dengan
 Pengurangan area kuit sabun antibakterial
kemerahan  Bersihkan area yang
 Bau Luka rusak pada air

 Ukuran Luka mengalir


 Gunakan salep kulit
dengan tepat
2. Gangguan Konsep Body image positif Peningkatan Citra Diri
Diri (body image) b.d a. Mampu  Tentukan harapan
perubahan mengidentifikasi gambaran diri pasien
penampilan kekuatan personal berdasarkan tahapan
b. Mendiskripsikan perkembangan
secara faktual  Gunakan bimbingan
perubahan fungsi antisipasi untuk
tubuh mempersiapkan pasien
c. Mempertahankan terhadap perubahan
interaksi sosial tubuh yang dapat di
prediksi

26
d. Adaptasi terhadap  Pantau apakah pasien
kemampuan fisik bisa melihat perubahan
e. Penghargaan diri bagian tubuh
f. Klien menilai  Monitor frekuensi
keadaan dirinya statement diri yang kritis
terhadap hal-hal yang  binHubungan saling
realistik tanpa percaya antara perawat-
menyimpang klien
g. Klien dapat Body image enhancement
menyatakan dan  Kaji secara verbal dan
menunjukkan nonverbal respon klien
peningkatan konsep terhadap tubuhnya
diri  Monitor frekuensi
h. Klien dapat mengkritik dirinya
menunjukkan
adaptasi yang baik
dan menguasai
kemampuan diri.

3.3 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Kapitis

A. Pengkajian
1) Anamnesa
5. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang
sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran
kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien. Keluhan Utama
6. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada
keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana,
ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan

27
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu
perawat yang mengkaji.
7. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
8. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
b) Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan
i. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
ii. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
iii. Lingkungan yang kurang sehat
iv. Hygiene personal yang kurang
b. Pola Nutrisi /Metabolik
i. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali
sehari makan
ii. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
iii. Jenis makanan yang disukai.
c. Pola Eliminasi
i. Sering berkeringat
ii. Tanyakan pola perkemihan
d. Pola Aktifitas dan Latihan
i. Pemenuhan sehari –hari terganggu
e. Pola Kognitif – Persepsi
i. Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
ii. Mimpi buruk
f. Pola istirahat tidur
i. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
g. Pola persepsi dan konsep diri
i. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
h. Pola peran hubungan

28
i. Frekuensi interaksi berkurang
i. Pola seksual
ii. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
iii. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
k. Nilai kepercayaan
iii. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. NANDA, NOC dan NIC
NO NANDA NOC NIC
1. Kerusakan Integritas Jaringan :Kulit Pengawasan Kulit
Integritas Kulit b.d dan Membran Mukosa  Amati
adanya lesi  Sensasi IER warna,kehangatan(suhu)
 Data  Pigmentasi IER ,bengkak,getaran,tekstur
penunjang  Warna IER ,edema,dan nanah pada
:Turgor kulit  Tekstur IER ekstremitas
jelek,tampak Penyembuhan luka:  Periksa
ada Tujuan Primer kemerahan,perubahan
lesi,pustule.  Pengeringan suhu yang ekstrim,atau
 Klien Purulensi drainase dari kulit dan
mengatakan  Pengeringan serosa membrane mukosa
bahwa kulit dari luka  Pantau infeksi,
kepalanya  Pengurangan drainase khususnya pada daerah
gatal,dan dari luka edematous
memerah  Pengeringan  Pantau kelainan

seroanginosa dari kekeringan dan

luka kelembaban kulit

Penyembuhan luka: tujuan  Catat perubahan kulit


sekunder atau membrane mukosa

 Pengeringan purulensi Perawatan luka

 Pengeringan serosa
 Pengurangan drainase

29
 Pengeringan Seroanginosa  Cukur rambut
 Pengurangan area kuit sekitar area yang
kemerahan rusak
 Bau Luka  Bersihkan dengan
 Ukuran Luka sabun antibakterial
 Bersihkan area yang
rusak pada air
mengalir
 Gunakan salep kulit
dengan tepat
1.4 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Cruris
1. Pengkajian keperawatan
a. Pengumpulan Data
 Aktivitas/ istirahat
Tanda: klien tampak gelisah
 Integritas ego
Gejala: klien mengatakan stress terhadap penyakit
Tanda: tampak murung
 Hygiene
Gejala:
- klien mengatakan kurang dalam merawat kebersihan dirinya
- klien mengatakan lukanya memerah dan bau
Tanda: klien nampak kotor dan bau, lesi nampak berisik
 Integritas kulit
Gejala: klien mengatakan gatal pada lukanya
Tanda: tampak adanya pustule eritema, lesi nampak kasar
 Kenyamanan
Gejala: klien mengatakan malu dengan kondisi badannya
Tanda: nampak sering menutup daerah lukanya
 Pengetahuan/ pemahaman
Gejala: klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya.

30
b.Pengelompokkan Data
 Data Subyektif
- klien mengatakan gatal pada lukanya
- klien mengatakan malu dengan kondisi badannya
- klien mengatakan lukanya memerah dan bau
- klien mengatakan kurang dalam merawat kebersihan dirinya
- Klien mengatakan kurang mengetahui tentan penyakitnya
 Data Obyektif
- klien tampak gelisah
- tampak murung
- klien tampak kotor dan bau
- lesi tampak kasar
- lesi tampak bersisik
- tampak adanya pustule, erytema, lesi
c. Pengkajian Fisik
Pengkajian Kulit
a. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan yang terang dan hangat, pemeriksa menggunakan
penlight untuk menyinari lesi sehingga pemeriksa akan melihat apakah keadaan
kulit pasien, meliputi: Warna kulit, kelembaban kulit, tekstur kulit, lesi,
vaskularisasi, mobilitas kondisi rambut serta kuku. Turgor kulit, edema, warna
kebiruan, sianosis (hipiksia seluler) dapat dilihat pada ekstremitas dan dasar
kuku, bibir, membran mukosa. Ikterus (kulit yang menguning) akibat kenaikan
bilirubin, skelera membran mukosa, perubahan vaskular (petekie), ekimosis.
b. Palpasi
Dalam melakukan tindakan ini pemeriksa harus menggunakan sarung tangan,
guna melindungi dari terpaparnya penyakit pasien. Tindakan ini dimaksudkan
untuk memeriksa: Turgor kulit, edem, elastisitas kulit
2 . Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC
No. NANDA NOC NIC

31
1. Perubahan Tujuan: Intervensi yang dilakukan :
kenyamanan (nyeri, Pasien akan  Teliti keluhan nyeri
gatal) mempertahankan tingkat tentang lokasi, intensitas
kenyamanan selama khusus (skala 0-10).
dalam perawatan Catat faktor peningkatan
Kriteria hasil: nyeri. Beri lingkungan
Pasien akan menunjukan tenang
nyeri dan gatal berkurang  Dorong teknik relaksasi
setelah tindakan (bimbingan imajinasi,
keperawatan 1 x 24 jam. visualisasi) aktivitas
hiburan (radio & TV)
 Pertahankan perawatan
kulit, dengan teknik
septik aseptik
 Kolaborasi untuk
pemberian analgetik
(memperidin)
2. Gangguan integritas Tujuan: Intervensi yang dilakukan :
kulit berhubungan  Kaji, catat: warna,
Menunjukkan regenerasi
dengan kerusakan kedalaman, luas luka.
jaringan.
permukaan kulit,  Berikan perawatan luka
karena Kriteria hasil: secara cepat, dan
destruksinlapisan kulit kontrol infeksi (balutan
Mencapai penyembuhan
basah, topical)
tepat waktu pada area luka
 Kolaborasi untuk insisi
bakar.
(bila terdapat abses/
furunkel)
 Mencegah perluasan
infeksi
 Pendidikan kesehatan

32
33
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Infeksi jamur pada kulit ada 4, yaitu tinea pedis, tinea korporis, tinea capitis, dan
tinea cruris. Masing-masing infeksi jamur tersebut memiliki etiologi, anifes, komplikasi
dan patofisiologi yang berbed-beda meskipun mereka sejenis
Tinea pedia atau ringworn of the foot adalah infeksi dermatifia pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit
menular yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Tinea capitis adalah infeksi
superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatophyta (biasanya spesies Microsporum
dan Trichophyton), menyerang folikel rambut di kulit kepala dan sekitar kulit. Tinea
Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. infekssi
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit..

4.2 Saran

Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas penulis ingin memberikan


beberapa saran sebagai berikut:
1. Agar perawat sebagai insan kesehatan dapat memahami apa itu infeksi jamur
tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris, penyebabnya, pejalanan
penyakitnya, tanda dan gejalanya serta penatalaksaan medisnya.
2. Kepada teman-teman mahasiswa keperawatan agar dapat menggali pengetahuan
lebih dalam lagi mengenai apa itu infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris, penyebabnya, pejalanan penyakitnya, tanda dan
gejalanya serta penatalaksaan medisnya.

34

Anda mungkin juga menyukai