RANTAI INFEKSI
DI SUSUN OLEH
NENENG MILDAYANI
A. Latar Belakang
Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang
memantau untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja
keperawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan beresiko terkena
infeksi karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius, meningkatnya
pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
prosedur invasif dalam fasilitas perawatan akut atau ambulatory, klien dapat terpajan pada
mikroorganisme baru atau berbeda,yang beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat saja
resisten terhadap banyak antibiotik. Dengan cara mempraktikan teknik pencegahan dan
penembalian infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap
klien.
D. Infeksi Nosokomial
Kata nosokomial berasal dari kata dalam bahasa yunani Nosokomien yang artinya
rumah sakit atau tempat perawatan. Kata itu sendiri berasal dari Norus artinya penyakit,
komeion berarti merawat. Nosokomial diartikan segala sesuatu yang berasal atau
berhubungan dengan rumah sakit atau tempat perawatan.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem
pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di sumber pelayanan kesehatan,
baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya.
Penyebab Infeksi Nosokomial akan menjadi kuman yang berada di lingkungan Rumah
Sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman Endogen. Dari
bahasan ini dapat disimpulkaan bahwa kejadian Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang
secara potensial dapat dicegah atau sebaliknya dapat juga merupakan infeksi yang tidak
dapat dicegah.
Infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal
dari proses penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik melalui :
1. Pasien
Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebarkan infeksi kepada pasien
lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan alat kesehatan yang lainnya.
2. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung yang dapat
menularkan berbagai kuman ke tempat lain.
3. Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan
rumah sakit, atau sebaliknya yang dapat dari dalam rumah sakit keluar rumah sakit.
4. Sumber Lainnya
Yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi lingkungan umum
atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang ada dirumah sakit yang dibawa oleh
pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan sebaliknya.
E. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahncuran semua bentuk kehidupan
mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Strelisisasi
juga dapat dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman pathogen atau apatogen
beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merembus,
menggunakan panas tinggi, atau bahan kimia. Sterilisasai adalah tahap awal yang penting
dari proses pengujian mikrobiologi. Ada 5 metode umum sterilisasi yaitu :
1. Sterilisasi Uap
Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air dalam tekanan
sebagai pensterilnya. Bila ada kelembapan (uap air) bakteri akan terkoagulasi dan
dirusak pada temperature yang lebih rendah dibandingkan bila tidak ada kelembapan.
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi
dan koagulasi beberapa protein esensial dari organism tersebut :
Prinsip cara kerja autoklaf yaitu untuk mensterilkan berbagai macam alat & bahan
yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 121° C. Untuk cara kerja
penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan. Suhu dan tekanan tinggi yang
diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih
besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan
media digunakan suhu 121° C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit.
Alasan digunakan suhu 121° C atau 249,8° F adalah karena air mendidih pada suhu
tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di
permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu 100° C, sedangkan untuk autoklaf
yang diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan
memdididh pada suhu 121° C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika
dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu
disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka
tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 121° C untuk mendidihkan air.
Semua bentuk kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 121° C dan tekanan 15
psi selama 15 menit.
Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan
mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah
semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga
tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai,
maka proses sterilisasi dimulai dantimer mulai menghitung waktu mundur. Setelah
proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan
hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.
Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat digunakan
mikroba pengguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus
stearothermophillus, lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore
strip. Kertas spore strip ini dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses
sterilisai lalu ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening maka menunjukkan
autoklaf telah bekerja dengan baik.
2. Sterilisasi Panas Kering
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan menggunakan oven pensteril
karena panas kering kurang efektif untuk membunuh mikroba dibandingkan dengan uap
air panas maka metode ini memerlukan temperature yang lebih tinggi dan waktu yang
lebih panjang. Sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan pada temperature 160-1700C
dengan waktu 1-2 jam.
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak
efektif untuk disterilkan dengan uap air panas, karena sifatnya yang tidak dapat
ditembus atau tidak tahan dengan uap air.Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak
lemak, gliserin (berbagai jenis minyak), dan serbuk yang tidak stabil dengan uap
air.Metode ini juga efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah.
Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak dapat
digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan (contoh:alat ukur) dan
penutup karet atau plastik.
3. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang mudah
rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile). Cairan yang disterilisasi
dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum)
yang berpori dengan diameter yang cukup kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak
akan tersaring dengan metode ini.
4. Sterilisasi gas
Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh
mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori
dan serbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme yang
terkristal akan dibunuh. Sterilisasi gas biasanya digunakan untuk bahan yang tidak bisa
difiltrasi, tidak tahan panas dan tidak tahan radiasi atau cahaya.
5. Sterilisasi dengan radiasi
Radiasi sinar gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk mensterilkan
jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar. Untuk jaringan yang dikeringkan
secara liofilisasi, sterilisasi radiasi dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan
tidak mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk
membunuh mikroba dan virus sampai batas tertentu. Sterilisasi jaringan beku dilakukan
pada suhu -40o Celsius. Teknologi ini sangat aman untuk diaplikasikan pada jaringan
biologi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi, di antaranya:
a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih dan masih berfungsi.
b. Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan
menyebutkan jenis peralatan, jumlah, tanggal pelaksanaan steril.
c. Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril.
d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril
selesai.
e. Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril.
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka
harus dilakukan sterilisasi ulang.
6. Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek
yang tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri. Desinfeksi juga
dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan
apatogen tetapi tidak dengan membunuh spora yang terdapat pada alat perawatan
ataupun kedokteran. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan
melalui cara mencuci, mengoles, merendam dan menjemur dengan tujuan mencegah
terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat dalam keadaan siap pakai.
Kemampuan desinfeksi ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan objek,
kandungan rat organik, tipe dan tingkat kontaminasi mikroba, konsentrasi dan waktu
pemaparan, kealamian objek, suhu, dan derajat keasaman (pH).
Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan
bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau
menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan
pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya
tergantung dari toksisitasnya.
Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal dari
peralatan maupun dari staf medis yang ada di RS dan juga membantu mencegah
tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Disinfektan dapat membunuh
mikroorganisme patogen pada benda mati.
a. Kriteria desinfeksi yang ideal:
- Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar
- Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan
kelembaban
- Tidak toksik pada hewan dan manusia
- Tidak bersifat korosif
- Tidak berwarna dan meninggalkan noda
- Tidak berbau/ baunya disenangi
- Bersifat biodegradable/ mudah diurai
- Larutan stabil
- Mudah digunakan dan ekonomis
- Aktivitas berspektrum luas
b. Tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi adalah:
- Mencegah terjadinya infeksi
- Mencegah makanan menjadi rusak
- Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry
- Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan
biakan murni.
c. Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
- Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.
- Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.
- Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.
- Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.
- Struktur fisik benda.
- Suhu dan PH dari proses desinfeksi
d. Terdapat 3 tingkat desinfeksi:
- Desinfeksi tingkat tinggi : Membunuh semua organisme dengan perkecualian
spora bakteri.
- Desinfeksi tingkat sedang : Membunuh bakteri kebanyakan jamur kecuali spora
bakteri.
- Desinfeksi tingkat rendah : Membunuh kebanyakan bakteri beberapa virus dan
beberapa jamur tetapi tidak dapat membunuh mikroorganisme yang resisten
seperti basil tuberkel dan spora bakteri.
F. Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi merupakan bagian esensial dari asuhan lengkap yang yang di
berikan kepada klien untuk melindungi petugas kesehatan itu sendiri.
1. Prinsip Pencegahan infeksi
a. Antiseptik
Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
b. Aseptik
Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi.
Tujuannya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik
pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat
digunakan dengan aman.
c. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas
kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung
tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara
memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda - benda
tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh
d. Desinfeksi
Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme penyebab
penyakit dari benda mati.
e. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa endospora
bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan desinfektan
kimia.
f. Mencuci dan membilas
Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah, dan
bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah besar
mikro organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau
menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau
deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara seksama).
g. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada
benda-benda mati atau instrument.
2. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi :
a. Pencucian tangan.
b. Penggunaan sarung tangan.
c. Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit.
d. Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas, desinfeksi tingkat
tinggi atau sterilisasi).
e. Pembuangan sampah.
3. Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien:
a. Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dengan pasien
b. Jenis dan jumlah prosedur invasive
c. Terapi yang diterima
4. Lamanya perawatan Penyebab infeksi nosokomial meliputi:
a. Traktus urinarius:
- Pemasangan kateter urine
- Sistem drainase terbuka
- Kateter dan selang tdk tersambung
- Obstruksi pada drainase urine
- Tehnik mencuci tangan tidak tepat
b. Traktus respiratorius:
- Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi
- Tidak tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction
- Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat
- Tehnik mencuci tangan tidak tepat
c. Luka bedah/traumatik:
- Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan
- Tehnik mencuci tangan tidak tepat
- Tidak memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka
- Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi
d. Aliran darah :
- Kontaminasi cairan intravena saat penggantian
- Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena
- Perawatan area insersi yg kurang tepat
- Jarum kateter yg terkontaminasi
- Tehnik mencuci tangan tidak tepat
5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
a. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh
vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi
kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya
tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
c. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan
petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
A. Kesimpulan
Proses keperawatan terhadap infeksi yaitu pengkajian keperawatan, diagnosis
keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaaan keperawatan dan evaluasi
keperawatan. Dalam pelaksanaan keperawatan terhadap infeksi seperti dengan mencuci
tangan, menggunakan sarung tangan, menggunakan masker, dan desinfeksi.
B. Saran
Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian infeksi ini,
Sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana cara mencegah infeksi
agar tidak terjadi penularan, dan perawat diharapkan juga dapat menanggulangi penyakit
infeksi tersebut dengan intensif.
DAFTAR PUSTAKA