Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.

2, 2011, halaman 144-155 ISSN : 1410-0177

ANALISIS ASPEK FARMAKOKINETIKA KLINIK PASIEN GAGAL GINJAL


PADA IRNA PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Henny Lucida, Riah Trisnawati dan Muslim Suardi


Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang

ABSTRACT

A study on the evaluation of clinical pharmacokinetic aspect to in-patient with renal


failure at internal Ward Dr. M. Djamil hospital Padang has been conducted. The aspect
studied was dosage individualization bades on patient’s patophysiological condition. The
study aimed at comparing the dosage regimen given to the renal failure patient with that
calculated using pharmacokinetic equations. This study was observasionaly prospective by
using cross-sectional method. In the period of June – September 2010, 48 renal failure
patients includes in inclusion criterion. Results showed that medications which mainly renal
excreted or potentially nephrotoxic given to patients are ciprofloxacin, digoxin, ranitidin,
metformin, captopril, furosemide and hydrochlortiazide. Patients treated with those
medications were evaluated in terms of dosage regimens and clinical response. There were 4
cases of higher dose than recommended included 1 of 8 cases of captopril use, 2 of 9 cases of
ciprofloxacin use and 1 of case of metformin use. It uses also found that hydrochlortiazide
which should be avoided to patients with Clcr < 30 ml/min (4 cases)

Keywords : gagal ginjal, nefrotoksik

PENDAHULUAN kronik merupakan penurunan fungsi yang


progresif selama beberapa bulan hingga
Ginjal merupakan organ vital yang bertahun-tahun yang ditandai berubahnya
berperan dalam mempertahankan bentuk serta fungsi dari ginjal normal
kestabilan biologis dalam tubuh. Ginjal secara bertahap (Joy, Kshirsagar &
berperan penting dalam pengaturan cairan Franceschini, 2008).
tubuh, keseimbangan elektrolit,
pengeluaran hasil metabolit dan eksresi Sebagian besar obat yang larut air
obat dari dalam tubuh (Shargel, Wu-Pong dieksresikan dalam jumlah tertentu dalam
& Yu, 2005). Berdasarkan hal tersebut, bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat–
diperlukan perhatian yang cukup besar obattersebut, terutama yang memiliki kisar
agar organ tersebut tetap berfungsi dengan terapetik sempit (narrow therapeutic
baik. window drugs) butuh penyesuaian yang
hati–hatiapabila diresepkan pada pasien
Terdapat dua macam istilah umum gagal dengan fungsi ginjal menurun (Baeur,
ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal 2006). Akumulasi kadar obat dalam
ginjal kronik. Gagal ginjal akut, terjadinya plasma dapat terjadi dan level toksik
penurunan fungsi ginjal secara tiba–tiba minimum dapat terlewati apabila dosis
yang dapat disebabkan oleh kerusakan, tidak dihitung berdasarkan fungsi ginjal
sirkulasi yang buruk atau penyakit ginjal pasien. Sebagian besar obat juga memiliki
lainnya(Frizzell, 2001). Gagal ginjal efek merusak ginjal (nefrotoksik),
144
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

sehingga dosisnyajuga harus disesuaikan Dalam RSUP DR. M. Djamil


pada pasien yang mengalami penurunan Padang.Subjek dari penelitian ini adalah
fungsi ginjal (Hewlet, 2004). pasien dengan diagnosis gagal ginjal, baik
gagal ginjal akut maupun kronik yang
Strategi penyesuaian dosis pada pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
gagal ginjal dapat membantu dalam terapi Jumlah subjek penelitian dibatasi
obat individu dan dapat mencegah berdasarkan periode waktu penelitian.
penurunan kualitas hidup pasien lebih
lanjut (Falconnier etal.,2001). Metode Penelitian dilakukan dengan rancangan
yang direkomendasikan dalam mengatur studi observasional menggunakan
penyesuaian dosis adalah dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan
mengurangi dosis, memperpanjang interval data pasien dilakukan secara prospektif
dosis atau kombinasi keduanya (Munar & pada populasi terbatas di Irna Penyakit
Singh, 2007). Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang.

Penelusuran literatur menunjukkan bahwa Kriteria inklusi :


penelitian mengenai penyesuaian dosis a. Pasien dengan diagnosis gangguan ginjal
pasien gagal ginjal telah dilakukan di baik akut maupun kronik.
beberapa Rumah Sakit di Indonesia. Salah b. Pasien dengan nilai bersihan kreatinin
satunya penelitian yang dilakukan di Ilmu <80 mL/menit.
Penyakit Dalam Perjan RS Hasan Sadikin c. Pasien yang mendapatkan terapi obat
Bandung periode Februari–April 2005 yang dieliminasi terutama melalui ginjal.
dimana terdapat 50,39% dosis berlebih
yang diterima pasien gagal ginjal Kriteria eksklusi :
(Mulyani, 2005). Penelitian terkait juga Pasien yang menjalani hemodialisis.
telah dilakukan di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta pada periode September- Parameter dan Variabel yang diamati
November 2007 yang hasilnya a) Identitas Pasien :Nama, jenis
menunjukkan 16,1% dosis antibiotik tidak kelamin, umur, berat badan, tinggi
disesuaikan pada pasien gagal ginjal badan.
(Yulianti, Hakim & Putranti, 2007). b) Data pengobatan : Obat-obat yang
digunakan selama rawat inap.
Penelitian terkait penyesuaian dosis obat c) Data Laboratorium : Kreatinin serum,
pada pasien gagal ginjal belum dilakukan kreatinin urin.
di RSUP DR. M. Djamil Padang.
Penelitian ini dilakukan untuk Protokol Penelitian
menganalisis kesesuaian dosis obat yang
diterima pasien gagal ginjal dengan dosis a. Pencatatan data pasien.
individu yang dihitung dengan persamaan Pasien dengan diagnosis gangguan
farmakokinetika dengan menggunakan ginjal dicatat identitasnya, data
data bersihan kreatinin sebagai parameter pengobatan beserta data laboratorium.
penyesuaian dosis. Selanjutnya dihitung nilai bersihan
kreatinin dengan persamaan yang
METODE PENELITIAN cocok dengan data yang tersedia dan
kondisi umum pasien. Metoda yang
Pengambilan data dilakukanpada bulan digunakan dalam penghitungan
Juni–September 2010di Irna Penyakit bersihan kreatinin antara lain:

145
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

Essfemale = IBW[25,1-(0,175 x umur)]

Ess adalah nilai eksresi kreatinin,


1. Menggunakan Rumus Cockcroft & IBW adalah bobot badan ideal dalam
Gault (Bauer, 2006) kg dan umur dalam tahun.
Setelah didapatkan nilai Ess,
CrClest = (140-umur) BW dilakukan perhitungan terhadap nilai
72 x SCr koreksi produksi kreatinin dengan
rumus :
Esscorrected = Ess[1,035 – (0,0337 x Scrave)]
untuk laki-laki
E = Esscorrected – 4IBW (Scr2 – Scr1)
0.85 (140-umur) BW ∆t
CrClest =
72 x SCr
CrCl (in mL/min/1.73m2) = E/(14,4 x Scrave)

untuk perempuan Scrave adalah nilai rata-ratadua


kreatininserum yang ditentukan dalam
CrClest adalah bersihan kreatinin mg/dL, Scr1 adalah kreatinin serum
dalam mL/min, umur dalam tahun, pertama dan Scr2 adalah kreatinin
BW (Body Weight) adalah bobot serum kedua, keduanya dalam mg/dL,
badan pasien dalam kg, SCr adalah dan∆t selisih waktu antara pengukuran
kreatinin serum. Nilai 0,85 adalah Scr1 dan Scr2.
faktor koreksi untuk perempuan
karena perempuan memiliki massa 3. Menggunakan Rumus Salazar &
otot yang lebih kecil dari pada laki- Corcoran (Bauer, 2006).
laki. Persamaan ini hanya berlaku
untuk pasien dengan bobot badan yang Pasien yang obesitas, diukur bersihan
normal, memiliki usia diatas 18 tahun kreatininnya dengan menggunakan
dan memiliki kreatinin serum yang persamaan Salazar & Corcoran
stabil. sebagai berikut :
2. Menggunakan Rumus Jellife & Jellife
(Bauer, 2006). (139 – umur) [(0,285 x Wt) + (12,1 x Ht2)]
CrClest(males) =
Pasien yang memiliki konsentrasi 51 x SCr
kreatininserum yang tidak stabil,
bersihan kreatininnya dihitung dengan (146 – umur) [(0,287 x Wt) + (9,47 x Ht2)]
CrClest(females) =
persamaan Jeliffe & Jeliffe, sebagai
berikut : 60 x SCr

umur dalam tahun, Wt adalah bobot


Essmale = IBW[29,3-(0,203 x umur)] badan dalam kg, Ht tinggi dalam meter,
dan SCr adalah kreatininserum dalam
atau mg/dL.

146
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

4. Perhitungan Penyesuaian Dosis dengan adalah dosis pada pasien


(Shargel, et al, 2005). dengan penurunan fungsi ginjal dan
adalah dosis pada pasien dengan fungsi
Setelah bersihan kreatinin dihitung dengan ginjal normal. Penyesuaian dosis juga
persamaan yang sesuai, dilakukan dapat dilakukan dengan mengubah interval
perhitungan penyesuaian dosis untuk obat pemberian obat dengan persamaan:
yang dieksresikan terutama melalui ginjal,
golongan obat yang bersifat nefrotoksik
maupun golongan obat dengan indeks
terapi sempit yang dieksresikan melalui
ginjal. Metode yang dapat digunakan dengan τu adalah interval untuk pasien
dalam penyesuaian dosis adalah Metode uremia dan τN adalah interval pada fungsi
fraksi eksresi obat dalam bentuk utuh. ginjal normal.

Penyesuaian dosis dihitung dengan 5. Menganalisisdosis yang diterima


menggunakan rumus Guisti–Hayton Pasien dengan gangguan fungsi
dengan menggunakan data nilai fraksi obat Ginjal di Irna Penyakit Dalam RSUP
yang dieksresikan dalam bentuk utuh( ) Dr. M. Djamil Padang dengan dosis
untuk masing-masing obat yang perlu yang dihitung dengan persamaan
penyesuaian. Untuk sebagian besar obat, farmakokinetik.
nilai telah ada dalam literatur.
Setelah penghitungan penyesuaian dosis
Rasio bersihan kreatinin pada ginjal dilakukan dengan rumus farmakokinetik,
normal dan ginjal yang terganggu hasil yang diperoleh dibandingkan dengan
fungsinyadihitung dengan persamaan, dosis yang diterima pasien gagal ginjal di
Irna penyakit dalam RSUP DR. M.
Djamil Padang. Selanjutnya,
=Q perbandingan kedua dosis tersebut
dianalisis dan dibahas.
adalah rasio bersihan kreatininpada
ginjal yang terganggu fungsinya dengan HASIL DAN DISKUSI
ginjal yang normal, adalah fraksi obat Data dari rekam medik pasien Irna
yang dieksresikan dalam bentuk utuh, Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil
adalah nilai bersihan kreatinin pada pasien Padang dan data laboratorium pada rentang
dengan gangguan fungsi ginjal dan waktu Juni – September 2010menunjukkan
adalah nilai bersihan kreatinin pada ginjal 48 orang pasien dengan gangguan fungsi
normal. ginjal yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Dari penelitian lain yang
Dosis dihitung dengan menggunakan rasio dilakukan selama periode September-
bersihan kreatinin. Penyesuaian dosis Oktober 2007 di RSUD Dr. Moewardi
berdasarkan dosis awal Surakarta ditemukan 103 pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (Yulianti, Hakim &
Putranto, 2007). Hal ini menunjukkan
jumlah pasien gangguan fungsi ginjal di
RSUP DR. M. Djamil periode Juni-
September 2010 lebih sedikit di
147
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

bandingkan dengan di RSUD Dr. mengalami beban yang berlebih akibat


Moewardi Surakarta periode September- peingkatan kadar obat dalam plasma
Oktober 2007. Dari 48 orang pasien (Munar & Singh, 2007; Shargel et al,
tersebut 17 orang pasien berada pada 2005). Efek terapi setiap obat akan
gangguan ginjal stadium III, 8 orang berbeda-beda pada setiap individu terkait
pasien pada stadium IV dan 23 orang dengan fisiologis individu tersebut dan
pasien lainnya berada pada stadium V proses kinetika obat. Efek terapi yang
(Gambar 1). Klasifikasi stadium gangguan optimal diperoleh dengan
ginjal ini dibuat berdasarkan klasifikasi mempertimbangkan respon klinis secara
gagal ginjal oleh National Kidney farmakodinamik dengan menggunakan
Foundation’s. dosis minimal terapi (dosis minimal yang
memberikan efek optimal). Perhitungan
Dari data penggunaan obat ke-48 pasien dosis berdasarkan prinsip farmakokinetik
tersebut terdapat 8 jenis obat yang merupakan salah satu pedoman dalam
merupakan obat yang dieksresikan menetapkan dosis paling tepat pada terapi
sebagian besar melalui ginjal dalam bentuk pasien terutama pasien-pasien populasi
tidak berubah yaitu furosemide (fe = khusus seperti pasien gagal ginjal.
66+7%; 22 kasus), captopril (fe = 40-50%;
8 kasus), ceftriaxone (fe 40-65%; 31 Salah satu obat yang dieksresikan sebagian
kasus), ciprofloxacin(fe= 40-50% oral; besar melalui ginjal dalam bentuk tidak
>70% iv; 9 kasus), digoxin (fe = 60 + berubah yang ditemukan dari hasil
11%; 1 kasus), hydrochlorothiazide (fe = penelitian adalah captopril. Captopril
95%; 4 kasus), ranitidin(fe = 30% oral; dieksresikan sebagian besar melalui urin,
70% iv; 1 kasus)dan metformin (fe 90%; 1 40-65% dalam bentuk tidak berubah.
kasus). Berdasarkan literatur, dari Sebesar 30% dari obat ini terikat dengan
kedelapan jenis obat tersebut 2 diantaranya protein plasma (Duchin, McKinstry,
penyesuaian dosis tidak dihitung Cohen, & Migdalof, 1988). Pada pasien
berdasarkan fungsi ginjal pasien dengan gagal ginjal, konsentrasi puncak captopril
persamaan farmakokinetik, melainkan didalam plasma akan mengalami
penyesuaian dosis berdasarkan respon peningkatan 2,5 kali dibandingkan pada
klinis saja. Dua obat tersebut antara lain pasien dengan fungsi ginjal yang normal
furosemide dan hydrochlorothiazide, (Drummer, Workman, Miach, Jarrot &
sedangkan untuk 5 obat lainnya yaitu Louis, 1987).Efek toksik lain berupa
captopril, ciprofloxacin, ranitidin, hiperkalemia juga sering terjadi pada
digoksin, dan metformin, dosis untuk pasien gagal ginjal (Ashley & Currie,
pasien gagal ginjal harus disesuaikan dan 2009). Untuk menghindari efek tersebut,
dihitung berdasarkan fungsi ginjal pasien dosis captopril harus disesuaikan
yang dihitung dengan persamaan berdasarkan fungsi ginjal pada pasien
farmakokinetika sedangkan untuk gagal ginjal terutama pasien dengan
ceftriaxone dinilai cukup aman untuk bersihan kreatinin <30 mL/menit
penggunaan pada pasien gagal ginjal (Katzung, 2001).
terutama untuk pasien yang memiliki
bersihan kreatinin diatas 10mL/menit. Dari hasil penelitian ditemukan 8 kasus
penggunaan captopril dengan 1 kasus dosis
Penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal yang melebihi dosis yang dihitung
bertujuan untuk mendapatkan terapi yang berdasarkan fungsi ginjal pasien dengan
optimaldan agar ginjal pasien tidak persamaan farmakokinetika (Tabel 1).
148
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

Dosis yang di dapatkan pasien dengan Dari data farmakokinetik, 40-50% dari
kode nama B adalah 2x25mg/hari dosis oral ciprofloxacin akan dieksresikan
sedangkan dosis individual tidak melebihi dalam bentuk tidak berubah melalui ginjal,
7,63mg bid/tid perhari (Tabel 2). sedangkan untuk dosis parenteral lebih dari
Berdasarkan penelitian yang dilakukan 70% dieksresikan dalam bentuk tidak
Lowey & Jackson (2008) captopril berubah melalui ginjal (Vance-Bryan,
termasuk dalam obat dengan indeks terapi Kyle, David & Rotschafer, 1990). Pada
seharusnya lebar, namundosis yang lebih data hasil penelitian 4 dari 9 kasus
besar ini sebaiknya dihindari agar tidak penggunaan ciprofloxacin diberikan dalam
terjadi peningkatan kadar obat dalam bentuk oral dan 5 kasus lainya di berikan
plasma terutama apabila obat digunakan secara intravena. Ciprofloxacin merupakan
dalam waktu yang lama. Berdasarkan obat dengan indeks terapi lebar yang
penelitian yang telah ada, efek toksik memiliki tingkat keamanan yang cukup
berupa ruam pada kulit dan dysgeusia tinggi, namun dosis ciprofloxacin pada
terjadi pada pasien gagal ginjal yang pasien gagal ginjal sebaiknya disesuaikan,
menggunakan captopril akibat dari dosis terutama pasien dengan bersihan kreatinin
yang berlebih (dosis tidak disesuaikan) < 50 mL/menit untuk menghindari
(Jenkinset al, 1985). peningkatan kadar obat dalam darah yang
akan memperberat kerja ginjal (Olivera et
Obat lain yang dieksresikan melalui ginjal al, 2010; Katzung, 2001).
dalam bentuk tidak berubah yang
ditemukan dari hasil penelitian adalah Data hasil penelitian menunjukkan 2 dari 9
ciprofloxacin. Ciprofloxacin merupakan kasus penggunaan ciprofloxacin melebihi
antibiotik golongan flouroquinolon yang dosis yang dihitung berdasarkan fungsi
dikenal memiliki efek nefrotoksik. Dari ginjal pasien yang menggunakan
hasil penelitian yang ada, terjadi sekitar persamaan farmakokinetika (Tabel 1). Hal
5,8% kasus dari reaksi efek yang tidak ini seharusnya dihindari terutama apabila
diinginkan dari ciprofloksasin. Efek terapi dilakukan dalam jangka waktu yang
samping berupa gangguan saluran lama agar tidak memperparah kerusakan
pencernaan dan reaksi pada sistem saraf ginjal pasien.Penyesuaian dosis
pusat juga terjadi pada penggunaan ciprofloxacin dapat dilakukan dengan
ciprofloxacin (Raja, Miller, McMillan & memperpanjang interval penggunaan obat.
Mason, 1998). Berdasarkan hasil penelitian Cara penyesuaian dosis obat ini lebih
lain, peningkatan nilai kreatinin serum juga direkomendasikan dibandingkan
terjadi pada sebagian pasien yang pengurangan dosis dengan interval tetap.
menggunakan ciprofloxacin. Beberapa Metode penyesuaian dosis ini juga berlaku
kasus menunjukkan bahwa penggunaan untuk semua antibiotik yang dose-
jangka panjang ciproflokasin (1-8 minggu dependent (Czock&Rasche, 2005)
penggunaan berkelanjutan) menyebabkan
gagal ginjal pada pasien yang Untuk digoksin, ranitidin dan metformin,
mendapatkan terapi ini (Lomaesto, 2000). masing-masingnya ditemukan 1 kasus dari
Akibat efek nefrotoksik yang dimiliki data hasil penelitian. Hanya 1 kasus
ciprofloxacin ini, dosis pada pasien gagal metformin yang dosisnya melebihi dosis
ginjal harus disesuaikan pada pasien gagal yang dihitung berdasarkan persamaan
ginjal untuk mengurangi risikotoksisitas farmakokinetik (Tabel 1).
akibat penggunaan ciprofloxacin.

149
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

Digoksin dieksresikan dalam bentuk tidak efek asidosis laktat (BNF, 2009).
berubah melalui ginjal sekitar 50-70% dan Asidosislaktatmerupakankondisiklinisterja
digoksin juga memiliki indeks terapi dinyapeningkatan ion H+ yang
sempit yaitu sekitar 0,5-2µg/L, dengan ditandaidengankadarlaktatdalamdarah>5
kadar toksik >3µg/L (Iisalo, 1977; mMdan pH cairan arterial <7,25.Pada data
Doherty, De-Soyza, Kane, Bisset & hasil penelitian, pasien yang menggunakan
Murphy, 1978). Dari hasil penelitian yang metformin memiliki bersihan kreatinin
ada, waktu paruh eliminasi dari digoksin 17,97mL/menit. Pasien tersebut
akan mengalami perpanjangan pada pasien seharusnya sudah tidak lagi diberikan
gagal ginjal dan kemungkinan toksisitas metformin karena kontraindikasi terhadap
akan lebih meningkat sehingga penurunan fungsi ginjalnya (BNF, 2009).
dosis dan monitoring kadar obat dalam
plasma harus dilakukan untuk menghindari Dari hasil penelitian yang telah ada,
sensitifitas efek toksik dari digoksin asidosis laktat merupakan efek buruk yang
(Aronso, 1983; Matzke & Freye, 1997). serius dari penggunaan metformin
walaupun kasus ini jarang terjadi. Angka
Digoksin harus diberikan secara hati-hati kejadian berkisar 1-8 % kasus dalam 1000
terutama apabila digunakan untuk terapi pasien dalam satu tahun. Hampir semua
melebihi 3 minggu. Efek toksik yang pasien yang mengalami asidosis
terjadi pada penggunaan digoksin sangat laktatdiakibatkan penggunaan metformin
erat kaitannya dengan kadar obat tersebut yang kontraindikasi dengan pasien gagal
dalam plasma. Dari data pada Tabel 2, ginjal (Bailey, 1992; Hermann &
pasien H dengan bersihan kreatinin Melander, 1992).
10,59mL/menit mendapatkan terapi
digoksin dengan dosis 0,125mg/hari. Dosis Penggunaan ranitidin ditemukan 1 kasus
tersebut masih sesuai dengan dosis yang dari hasil penelitian. Dari hasil perhitungan
dihitung untuk pasien dengan bobot badan farmakokinetika, dosis yang diberikan
40 kg yang memiliki bersihan kreatinin dokter tidak melebihi batas dosis yang
10,59mL/menit yang sudah termasuk dihitung berdasarkan fungsi ginjal pasien
dalam gagal ginjal stadium V. Menurut yang dihitung dengan persamaan
literatur, dosis yang direkomendasikan farmakokinetik. Ranitidin dieksresikan
untuk pasien gagal ginjal tidak lebih dari melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah
10 mikrogram/kg BB artinya untuk pasien sekitar 30% untuk dosis oral dan 70%
dengan bobot badan 40 kg, dosis tidak untuk dosis intravena (Sweetman, 2009).
melebihi 400 mikrogram (0,4 mg) Berdasarkan penelitian yang telah ada
(Aronson, 1983). sebelumnya, ranitidin akan mengalami
perpanjangan waktu paruh eliminasi pada
Metformin dieksresikan dalam bentuk pasien gagal ginjal di bandingkan dengan
tidak berubah melalui ginjal sekitar 90% pasien yang memiliki fungsi ginjal yang
dalam waktu 12 jam (Bailey & Turner, normal. Perpanjangan waktu paruh
1996). Pemberian metformin pada pasien eliminasi ranitidin ini akan proporsional
gagal ginjal harus diperhatikan terutama dengan tingkat kerusakan ginjal yang
pada pasien dengan bersihan kreatinin digambarkan dengan nilai laju filtrasi
dibawah 45mL/menit, sedangkan untuk glomerulus (bersihan kreatinin)(Dixon,
pasien dengan bersihan kreatinin dibawah Borg-Cotanzi, Langley, Lacey & Toon,
30mL/menit penggunaan metformin 1994). Berdasarkan hal tersebut
dihindari untuk menghindari terjadinya direkomendasikan untuk mengurangi dosis
150
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

ranitidin pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal dan 2,3 ± 0,4 jam
gagal ginjal. Dalam informasi tersebut pada pasien sirosis (Brater, 1998).
dinyatakan bahwa pasien dengan bersihan Walaupun waktu paruh furosemide
kreatinin kurang dari 50mL/menit dosis mengalami perpanjangan pada pasien
oral yang direkomendasikan adalah gagal ginjal, penyesuaian dosis furosemide
150mg/hari, dengan pengawasan dosis untuk pasien gagal ginjal tidak dihitung
dapat ditingkatkan menjadi 150mg/12jam dengan persamaan farmakokinetik,
sedangkan untuk dosis intravena beberapa melainkan berdasarkan respon klinis
negara memiliki rekomendasi yang pasien (Anderson, 2002).
berbeda. Di Inggris, dosis intravena yang
direkomendasikan adalah 25mg/hari Sama halnya dengan furosemide,
dengan frekuensi yang disesuaikan, penyesuaian dosis hidrochlorothiazide
sedangkan di Amerika Serikat dosis tidak dihitung dengan persamaan
intravena yang direkomendasikan adalah farmakokinetika melainkan berdasarkan
50mg untuk 18-24jam dan dapat respon klinis pada pasien (Anderson,
ditingkatkan menjadi setiap 12 jam dengan 2002). Walaupun penyesuaian dosis
pengawasan yang ketat dan dapat lebih hydrochlorothiazide pada pasien gagal
ditingkatkan lagi apabila memang sangat ginjal tidak dihitung secara
dibutuhkan. farmakokinetik, namun untuk pasien
dengan bersihan kreatinin<30ml/menit
Data penelitian juga menunjukkan terdapat penggunaan hydrochlorothiazide
22 kasus penggunaan furosemide (Lasix®) seharusnya dihindari karena
dengan dosis yang diberikan dokter 20mg- hidrochlorothiazide dan diuretik golongan
100mg/hari. Berdasarkan literatur, thiazide lainnya sudah tidak efektif lagi
furosemide diindikasi sebagai diuretik namun dapat tetap diberikan apabila
untuk udem dan hipertensi dengan dosis dikombinasikan dengan obat golongan
20-40mg/ hari untuk udem, 80-120mg/hari diuretik loop (Aronoff, Berns & Brier,
untuk udem resisten dan 40-80mg/hari 1999).
untuk terapi hipertensi (BNF, 2009). Untuk
pasien yang mengalami gagal ginjal, dosis Hydrochlorothiazide dieksresikan hampir
furosemide lebih besar, yaitu 40mg- 95% melalui ginjal terutama dalam bentuk
200mg/hari (Brater, 1998; 1993). Hal ini tidak berubah. Bioavaibilitas oralnya
disebabkan karena pada pasien gagal ginjal 17±15% pada individu normal, akan
akan terjadi penurunan bioavaibilitas dari mengalami peningkatan apabila
furosemide (Siu-Kim & Chan, 2009). penggunaan bersama dengan
Penggunaan furosemide dengan dosis antikolinergik dan penurunan pada
tinggi (5–10 mg/kg/hari) pada dewasa individu dengan gagal jantung dan pasca
dengan riwayat gagal ginjal kronik dapat pembedahan saluran pencernaan
menyebabkan penurunan 40% bersihan (Beermann &Groschinsky-Grind, 1980).
kreatinin yang artinya akan memperparah
penyakit ginjal pasien (Cotter, et al, 1997). Dari hasil penelitian ditemukan 4 kasus
penggunaan hydrochlorothiazide dengan
Sekitar 66±7% furosemide dieksresikan dosis 12,5 mg (3 kasus) dan 50 mg (1
dalam bentuk bebas melalui ginjal kasus). Berdasarkan literatur, dosis
(Shargelet al, 2005) dengan waktu paruh hydrochlorothiazide yang digunakan
0,3-1,5 jam pada pasien dengan fungsi adalah 12,5mg-50mg/hari untuk terapi
ginjal normal, 1,9 ± 0,1 jam pada pasien hipertensi dan 25-200mg/hari untuk terapi
151
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

udem (Anderson, 2002). Dari data hasil memiliki bersihan kreatinin dibawah
penelitian, pada ke-4 kasus penggunaan 10mL/menit.
hydrochlorothiazide semua pasien
memiliki bersihan kreatinin dibawah KESIMPULAN
30mL/menit. Seharusnya keempat pasien
tersebut sudah tidak lagi diberikan diuretik 1. Dari 48 pasien gagal ginjal yang
golongan thiazide karena sudah diambil sebagai data penelitianjenis
tidakefektif lagi (pemberian dalam bentuk obat yang diterima pasien yang
tunggal). Untuk mengatasi kasus tersebut, memperberat fungsi ginjaladalah
diuretik golongan thiazide masih dapat furosemide(fe = 66+7%; 22 kasus),
digunakan apabila dikombinasi dengan captopril(fe = 40-50%; 8 kasus),
diuretik loop. ceftriaxone(fe 40-65%; 31 kasus),
ciprofloxacin(fe= 40-50% oral; >70%
Obat lain yang dieksresikan sebagian besar iv; 9 kasus), digoxin(fe = 60+11%; 1
melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah kasus), hydrochlorothiazide(fe = 95%;
yang banyak ditemukan dari data hasil 4 kasus), ranitidin (fe = 30% oral; 70%
penelitian adalah Ceftriaxone. Dari 48 iv; 1 kasus)dan metformin(fe 90%; 1
orang pasien, 31 diantaranya menggunakan kasus).
ceftriaxone dengan dosis 2g/hari dengan 2. Sebanyak 7,84 % penggunaan obat
pemberian secara intravena ditemukan melebihi dosis individual
(bolus).Ceftriaxone dieksresikan 40-65% yang dihitung secara farmakokinetik
melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah. yang meliputi 1 dari 8 kasus
Ceftriaxone mempunyai profil penggunaan captopril, 2 dari 9 kasus
farmakokinetik nonlinear dose-dependent penggunaan ciprofloxacin dan 1 dari 1
karena ikatan proteinnya. Sekitar 85-95% kasus penggunaan metformin.
terikat dengan protein plasma tergantung 3. Terdapat 4 kasus penggunaan
pada konsentrasi Ceftriaxone (Yuk, Hidroklorothiazid pada pasien dengan
Nightingale, & Quintiliani, 1989). bersihan kreatinin <30 mL/menit, yang
Farmakokinetik Ceftriaxone tidak seharusnya dihindari karena sudah
mengalami perubahan yang berarti pada tidak efektif lagi.
gagal ginjal stadium rendah (mild) sampai
stadium sedang (moderate) namun waktu SARAN
paruhnya dapat mengalami perpanjangan
pada gagal ginjal stadium parah (severe) 1. Fungsi ginjal pasien masih ditetapkan
hingga gagal ginjal stadium akhir. berdasarkan kadar kreatinin serum
Penyesuaian dosis diperlukan untuk pasien pasien, seharusnya ditetapkan
gagal ginjal parah (severe) terutama yang berdasarkan data bersihan kreatinin
memliki bersihan kreatinin kurang dari (ClCr) pasien yang dihitung
10mL/menit yaitu dengan dosis yang tidak berdasarkan kriteria sesuai
melebihi 2g/hari (Patel, et al, 1984). 2. Pemilihan jenis obat dan penetapan
dosis obat perlu menjadi perhatian
Dari 31 kasus penggunaan Ceftriaxone serius semua pihak terkait untuk
yang ditemukan dari hasil penelitian, mencegah penurunan kualitas hidup
semua pasien diberikan dengan dosis 2 pasien
gram secara intravena. Artinya tidak ada
dosis Ceftriaxone yang melebihi dosis DAFTAR PUSTAKA
individual terutamauntuk pasien yang
152
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

Anderson, P. O. 2002. Drug Monograph. heart failure. Clin Pharmacol


In Philip O. A, James E.K, Ther, 62, 187–193.
William G. T. Handbook of Czock, D., Rasche, F. M. 2005. Dose
Clinical Drug Data. United Adjustment Of Ciprofloxacin In
States: The McGraw-Hill Renal Failure: Reduce the Dose or
Companies. Prolong the Administration
Anonymous. 2009. British National Interval? Eur J Med Res, 10, 145-
Formulary. London: BMJ Group 148.
and RPS Publishing. Dixon, J. S., Borg-Contanzi, J. M.,
Aronoff, G. R., Berns, J. S., Brier, M. E. Langley, S. J., Lacey, L. F., Toon,
1999. Drug prescribing in renal S. 1994. The effect of renal
failure. Dosing guidelines for function on the pharmacokinetics
adults. 4thed. of ranitidine.Eur J
Philadelphia:ACCP. ClinPharmacol, 46, 167–171.
Aronson, J. K. 1983. Clinical Doherty, J. E., De-Soyza, N., Kane, J. J.,
pharmacokinetics of cardiac Bisset, J. K., Murphy, M. L.
glycosides in patients with renal 1978.Clinical pharmacokinetics of
dysfunction. Clin digitalis
Pharmacokinet, 8, 155–78. glycosides.ProgCardiovasc Dis,
Ashley, C., Currie, A. 2009. Renal Drug 21, 141–158.
Handbook 3rd ed. New York: Drummer, O. H., Workman, B. S., Miach,
Radcliffe Publishing. P. J., Jarrot, B., Louis, W. J. 1987.
Bauer, L. A. 2006. Clinical The pharmacokinetics of captopril
Pharmacokinetics Handbook. and captopril disulfide conjugates
Washington: McGram Hill. in uraemic patients on
Bailey, C. J., Turner, R. C. 1996. maintenance dialysis: comparison
Metformin. New England with patients with normal renal
Journal of Medicine, 334, 575- function. Eur J ClinPharmacol,
579. 32, 267–271.
Beermann, B., Groschinsky-Grind, M. Duchin, K. L., McKinstry, D. N., Cohen,
1980. Clinical pharmacokinetics A. I., Migdalof, B. H. 1988.
of diuretics. Clin Pharmacokinet, Pharmacokinetics of captopril in
5, 221–45. healthy subjects and in patients
Brater, D. C. 1998 . Diuretic therapy. N with cardiovascular diseases. Clin
Engl J Med, 339, 387–95. Pharmacokinet, 14, 241–259.
Brater, D. C. 1993. Resistance to diuretics: Falconnier, A. D., Haefeli, W. E.,
mechanisms and clinical Schoenenberger, R. A., Surber,
implications. Adv Nephrol C., Martin-Facklam, M. 2001.
Necker Hosp, 22, 349–369. Drug Dosing in Patient with
Cotter, G., Weissgarten, J., Metzkor, E., Renal Failure Optimized by
Moshkovitz, Y., Litinski, I., Immediate Concurrent Feedback.
Tavori, U., Perry, C., Zaidenstein, JGIM, 16, 369–375.
R., Golik, A. 1997 Increased Frizzel, J.P. 2001. Handbook of
toxicity of high-dose furosemide Pathophysiology. Philadelphia:
versus low-dose dopamine in the Springhouse Corporation.
treatment of refractory congestive Hermann, L. S., Melander, A. 1992.
Biguanides: basic aspects and
153
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

clinical uses. In: Alberti BagianIlmuPenyakitDalamPerjan


KGMM, DeFronzo RA, Keen H, RumahSakitHasanSadikin
Zimmet P, eds. International Bandung (Tesis). Bandung: ITB.
textbook of diabetes mellitus. Munar, M.Y, Singh, H. 2007. Drug Dosing
Vol. 1. Chichester, England: Adjustment in Patients with
John Wiley, 773-795. Chronic Kidney Disease.
Hewlet, T. 2004. Nephrotoxic Drug. American Academy of Family
Canadian Family Phycisian, 50, Physician, 75, 10, 1487–1496.
5, 709–711. Olivera, M. E., Manzo, R. H., Junginger,
Iisalo, E. 1977. Clinical pharmacokinetics H. E., Midha, K. K., Shah, V. P.,
of digoxin. Clin Pharmacokinet, Stavchansky, S., Dressman, J. B.,
2, 1–16. Barends, D.M. 2010. Biowaiver
Jenkins, A. C., Dreslinki, G. R., Tadros, S. Monographs for Immediate
S., Groel, J. T., Fand, R., Herczeg, Release Solid OralDosage Forms:
S. A. 1985. Captopril in Ciprofloxacin Hydrochloride.
hypertension: seven years later. J Journal of Pharmaceutical
Cardiovasc Pharmacol, 7 (suppl Sciences, 10, 1-12.
1), 96–101. Patel, I. H., Sugihara, J. G., Weinfeld, R.
Joy, S.M., Kshirsagar, A., Franceschini, N. E., Wong, E. G., Siemsen, A. W.,
2008. Chronic Kidney Disease. In Berman, S. J. 1984. Ceftriaxone
Gary R. Matzke. pharmacokinetics in patients with
Pharmacotheraphy : A various degrees of renal
Pathophysiology Approach. impairment. Antimicrob Agents
United State: The McGraw-Hill Chemother; 25, 438–442.
Companies, Inc. Raja, N., Miller, W. E., McMillan, R,
Katzung, B. G. 2001. Basic and Clinical Mason, J. R. 1998. Ciprofloxacin-
Pharmacokinetics. United States: associated Acute Renal Failure in
The McGraw-Hill Companies. Patients Undergoing High-Dose
Lomaestro, B.M. 2000. Fluoroquinolone- Chemotherapy and Autologous
induced renal failure. Drug Safety, Stem Cell Rescue. Bone Marrow
22, 479–485. Transplantation, 21, 1283–1284.
Lowey A. R., JacksonM. N. 2008. A Sweetman, C. S. 2009. Martindale,
survey of extemporaneous The Complete Drug Reference. Thirty-six
dispensing activity in NHS trusts editon. London-Chicago:
inYorkshire, the North-East and Pharmaceutical Press.
London. Hosp Pharmacist,15, Shargel, L., Wu-Pong, S., Yu, A. B. C.
217–219 2005. Applied Biopharmaceutics
Matzke, G. R., Frye, R. F. 1997. Drug and Pharmacokinetics. Fifth
administration in patients with edition. United States : The
renal insufficiency: minimising McGraw-Hill Companies.
renal and extrarenal toxicity. Siu-Kim, C., Chan, L. K. 2009. Drug Dose
Drug Safety,16, 205–231. in Patient with Rena Impairment.
Mulyani, Y. 2005. In Kar Neng Lai. A Practical
EvaluasiPenggunaanObatpadaPe Manual of Renal Medicine.
nderitaGangguanFungsiGinjal, Hongkong: World Scientific.
UsiaLanjut, Hipertensidan Vance-Bryan, K., Kyle, G., David, R. P.,
Diabetes Melitus di Rotschafer, J. C. 1990. Clinical
154
Henny L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

pharmacokinetics of Yulianti, T., Hakim, L., Putranto, W.


ciprofloxacin. Clin 2007.EvaluasiPenggunaanAntibioti
Pharmacokinet; 19, 434–461. kpadaPasienPenyakitGinjalKronik
Yuk, J-H., Nightingale, C. H., Quintiliani, RawatInap di RSUD DrMoewardi
R. 1989. Clinical Surakarta Periode September-
pharmacokinetics of ceftriaxone. November 2007 (Tesis).
Clin Pharmacokinet,17, 223–235. Yogyakarta: UGM.

155

Anda mungkin juga menyukai