Anda di halaman 1dari 4

Terapi Nutrisi pada Luka Bakar

A. Nutrisi pada Luka Bakar

Perencanaan terapi nutrisi yang efektif pada luka bakar harus didasari pemahaman tentang
fisiologi dan gangguan metabolic pada saat trauma, karena sudah ada bukti terjadinya perbaikan
kesembuhan sangat signifikan pada kasus luka bakar yang hebat sekalipun bila pasien dilakukan
pengelolaan infeksi secara berkesinambungan, dilakukan tindakan eksisi dan grafting lebih awal
disertai dukungan nutrisi yang agresif. Beberapa langkah spesifik dalam pemberian nutrisi pada
penderita luka bakar adalah sebagai berikut:

a. Menentukan status nutrisi pasien saat masuk dan risikonya.


b. Memantau secara ketat: adekuat atau tidaknya asupan nutrisi yang masuk.
c. Menentukan berapa jumlah energy dan kebutuhan proteinnya(termasuk factor metabolic
yang bisa merangsang pembentukan makronutrien, factor klinis yang mempengaruhi
asupan energy yang dibutuhkan perlu tidaknya menggunakan calorimeter indirek dan
menaksir berapa protein yang dibutuhkan).

B. Kebutuhan Nutrisi Luka Bakar


1. Kebutuhan Energi(karbohidrat)
Setiap gram karbohidrat menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Dalam diet,
karbohidrat tersedia dalam 2 bentuk yaitu:
a. Karbohidrat yang dapat dicerna, diabsorbsi dan digunakan oleh tubuh.
b. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna seperti serat. Glukosa digunakan
oleh sebagian besar sel tubuh termasuk susunan saraf pusat, saraf tepi dan
sel-sel darah.

Kelebihan glukosa pada pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan akumulasi


glukosa dihati berupa glikogen dan lemak. Meskipun turnover glukosa meningkat
pada kondisi stress, metabolism oksidatif tidak meningkat dalam proporsi yang
sama. Oleh karena itu kecepatan pemberian glukosa pada pasien dewasa
maksimal 5mg/kgbb/menit.

Pemberian nutrisi pada luka bakar bertujuan untuk menjamin kecukupan energy, tapi juga
menghindari masalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding syndrome seperti
uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal nafas hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-
ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia. Level yang baik untuk memulai pemberian
nutrisi(energy) pada pasien luka bakar adalah 25kkal/kgBBideal per hari, jika pemberian nutrisi
kelebihan dan kekurangan bisa menyebabkan kerugian pada pasien. REE(Resting Energy
Expenditure bervariasi dan dapat meningkat sampai 40% dan menurun 30% tergantung kondisi
pasien, sedang BEE(Basal Energi Expenditure) pasien luka bakar dapat berubah setiap saat,
dengan puncaknya 2-6minggu tergantung berat derajat ringan luka bakar dan komplikasi yang
terjadi.

Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat pada fase akut sangat penting untuk meningkatkan
penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. BMR (Basal Metabolik Rate) mungkin 40-100%
lebih tinggi dari normalnya tergantung pada luas luka bakar. Respon ini berakibat pada
hipotalamus dan adrenal yang menyebabkan peningkatan produksi panas. BMR dapat turun bila
luka telah ditutup. metabolism glukosa berubah setelah mengalami luka bakar, mengakibatkan
hiperglikemia. Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energy dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan akifitas.

Formulasinya:

(25kcal x BB(kg) + (40kcalx%LB)= kcal/hari

Dukungan nutrisi yang agresif umunya diindikasikan untuk klien luka bakar dengan 30% atau
lebih, adapun metode pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral, maupun
parenteral atau kombinasi.

2. Kebutuhan Protein
Kebutuhan protein pada pasien kritiskarna luka bakar bisa mencapai 1,5 -2 gram
protein/kgBB/hari, seperti pada keadaan kehilangan protein dari fistula
pencernaan, luka bakar, dan inflamasi yang tidak terkontrol. Hasil penelitian
Elwyn yang hanya menggunakan dekstrosa 5% menunjukkan bahwa perbedaan
kecepatan kehilangan nitrogen berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit.
Keseimbangan nitrogen negative lebih tinggi 8 kali pada asien dengan luka bakar,
dan 3 kali lipat pada sepsis berat apabila dibandingkan dengan individu normal.
Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi
nutrisi. Saat terjadi luka bakar hebat terjadi pemecahan asam amino tubuh pada
otot rangka sangat dominan, oleh karna tubuh sangat memerlukan asam amino,
yang bertujuan untuk:
a. Perbaikan jaringan,
b. Produksi protein pada fase akut
c. Imunitas seluler, dan
d. Glukoneogenesis

Keseimbangan nitrogen tubuh bisa diperbaiki, bila diberi asupan protein 0,2
g/kgBB/hari sampai 1,25g/kgBB atau 2-3 kali kebutuhan minimum orang sehat.
3. Kebutuhan Mikronutrien
Pasien luka bakar membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1(tiamin), B3(tiasin),
B6(piridoksin), vitamin C, asam pantotenat, dan asam folat yang lebih banyak
dibandingkan kebutuhan normal sehari-harinya. Khusus tiamin, asam folat dan
vitamin K mudah terjadi defisiensi pada Total Parenteral Nutrition(TPN). Dialysis
ginjal bisa menyebabkan kehilangan vitamin-vitamin yang larut dalam air. Selain
defisiensi besi yang sering terjadi pada pasien sakit kriis dapat juga terjadi
defisiensi selenium, zinc, mangan, dan copper.
4. Nutrisi Tambahan
Adalah beberapa komponen sebagai tambahan pada larutan nutrisi untuk
memodulasi respon metabolic dan system imun. Nutrisi-nutrisi tambahan yang
dimaksud adalah:
a. Glutamine
Memiliki gugus amin yang berfungsi sebagai tempat donor nitrogen, untuk
sintesa purin dan pirimidin. Glutamine juga berperan sebagai sumber
energy utama, tercepat saat oksidasi, pembelahan sel, termasuk enterosit.
Glutamine juga berperan sebagai precursor glutation(anioksidan yang
kuat).
b. Arginin
Saat stress jaringan tubuh kita akan mengalami deplesi arginin, begitu pula
pasien dengan luka bakar, bahkan arginin dikondisikan menjadi asam
amino semi esensial saat luka bakar. Eningkatan uptake ekstrahepatik
menyebabkan peningkatan akselerasi produksi urea pada pasien luka bakar
lebih tinggi dibandingkan kehilangan secara eksaserbasi. Hal ini yang
mendasari penggunaan arginin pada luka bakar yaitu untuk mempercepat
penyembuhan luka meningkatkan imunitas seller dan peningkatan
imunitas melalui jalur nictric oxside.
c. Mikronutrien
Secara intuitif berkurangnya absorpsi saluran cerna, meningkatnya
pengeluaran urin, gangguang distribusi akan mengacaukan konsentrasi
pembentukan protein pada pasien luka bakar yang berat yang berakibat
defisiensi mikronutrien dan hal ini sebaiknya disulementasi dari luar.
5. Pemilihan jalur nutrisi
Melalui jalur nutrisi secara enteral sangat direkomendasikan pada pasien luka
bakar dan pasien kritis lainnya. Pemberian secara enteral mampu mencegah efek
hipermetabolik dan merangsang produksi IgA serta menjaga integritas mukosa
intestinal. Bila jalur enteral tidak memungkinkan, jalur parenteral bisa dipiih.
Penggunaan slang nasogastrik, perencanaan kalori harian yang baik dan
penggunaan secara konsisten makanan dari diet local terbukti bisa menurunkan
secara signifikan lama rawat inap dan banyaknya tindakan medis lain yang harus
dilakukan pada luka bakar dengan Total Body Surface Area(TBSA) 20-39%, dan
secara bermakna juga menurunkan angka mortalitas.
Pada pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan daripada oral, kecuali
pada keadaan fraktur basis crania dimana bisa terjadi resiko penetrasi ke
intracranial.

Anda mungkin juga menyukai