Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
A. Latar Belakang
TBC adalah infeksi penyebab kematian nomor satu di Indonesia dalam
kategori penyakit menular. Namun, jika dilihat dari penyebab kematian umum,
TBC menempati posisi ke-3 setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut di semua kalangan usia.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI), Dr. M. Arifin Nawas, SpP(K), MARS mengungkapkan bahwa setiap
jam ada 8 kasus kematian akibat TBC. Sekitar 140.000 kematian akibat TBC
terjadi setiap tahunnya.
Kemenkes melaporkan ada 351.893 kasus TBC di Indonesia per tahun
2016, meningkat dari tahun 2015 sebesar 330.729 kasus. Angka penderita TBC
di Indonesia selalu bertambah sekitar seperempat juta kasus baru setiap
tahunnya.
TBC lebih banyak menyerang laki-laki (60%) daripada perempuan
(40%). Proporsi kasus tuberkulosis terbanyak ditemukan pada kelompok usia
produktif (25-34 tahun), yaitu sebesar 18,07%, diikuti kelompok umur 45-54
tahun sebesar 17,25 persen. Kasus TBC juga paling banyak ditemukan pada
golongan penduduk yang tidak bekerja dan yang tidak sekolah.
Meski begitu, setiap orang pada dasarnya bisa terkena tuberkulosis
apabila Anda memiliki faktor risikonya — sistem imun lemah, kebersihan diri
yang tidak terjaga baik, dan tingkat keterpaparan alias seberapa intens dan dekat
kontak langsung Anda dengan pasien TBC.
Kemenkes menetapkan standar minimal persentase keberhasilan
pengobatan TBC secara nasional sebesar 90 persen, tidak berbeda jauh dari
WHO yang mematok angka di 85% untuk setiap negara yang rentan TBC.
Tingkat keberhasilan pengobatan TBC sepanjang tahun 2008-2009
pernah mencapai 90%, namun kemudian terus turun dan berubah-ubah hingga
data terakhir pada tahun 2016 tercatat di angka 85 persen. Persentase
kesembuhan TBC paling rendah pernah terjadi di tahun 2013, yaitu sekitar 83
persen.
Tingkat keberhasilan pengobatan TBC secara nasional per tahun 2016
dipegang oleh Kalimantan Selatan (94,2%) dan terendah Papua Barat (56,9%).
Dikutip dari website Departemen Kesehatan Republik Indonesia, setidaknya
ada tiga faktor yang menyebabkan tingginya kasus TBC di Indonesia, yaitu:
Waktu pengobatan yang relatif lama, yakni sekitar 6-8 bulan menjadi penyebab
orang dengan TBC menghentikan pengobatan di tengah jalan setelah merasa
sehat padahal masa pengobatan belum selesai. Hal ini akan membuat bakteri
tetap hidup dan terus menginfeksi tubuh serta orang terdekatnya. Adanya
peningkatan orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Virus HIV dapat melemahkan
kekebalan tubuh. Oleh karena itu, orang dengan HIV akan mudah terinfeksi
penyakit lain termasuk TB. Orang yang terinfeksi HIV/AIDS berisiko 20
sampai 30 kali lebih mungkin untuk terinfeksi TBC. Sekitar 400 ribu ODHA di
dunia meninggal akibat TB pada tahun 2016, lapor WHO.
Munculnya permasalahan TB-MDR atau resistensi antibiotik. Bakteri
penyebab TBC dilaporkan kebal terhadap beberapa jenis antibiotik, yang akan
menyulitkan proses penyembuhan.
Selain ODHA, anak-anak, lansia, penderita kanker, diabetes, ginjal, dan
penyakit autoimun lainnya berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi TBC karena
sistem imunnya tidak mampu melawan pertumbuhan bakteri TBC yang ganas.
Berdasarkan pemaparan di atas, risiko untuk tertular TBC bisa
meningkat apabila daya tahan tubuh sedang lemah atau mengalami kekurangan
gizi. Kekurangan gizi akan melemahkan daya tahan tubuh Anda secara
keseluruhan. Padahal, semakin kuat sistem imun Anda, semakin kecil risiko
Anda tertular TBC. Karena perlu dibuat sistem secara nasional guna mencegah
semakin banyaknya masyarakat yang tertular TB.
B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka