Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Populasi dan Sampel


Populasi berasal dari kata bahasa Inggris population, yang berarti jumlah
penduduk. Oleh karena itu, apabila disebutkan kata poulasi , orang kebanyakan
menghubungkannya dengan masalah-masalah kependudukan. Hal tersebut ada
benarnya juga, karena itulah makna kata populasi yang sesungguhnya.
Kemudian pada perkembangan selanjutnya, kata populasi menjadi amat
populer, dan digunakan diberbagai disiplin ilmu.
Dalam metode penelitian kata populasi amat populer, digunakan untuk
menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran
penelitian. Oleh karenanya, pengertian populasi dalam penelitian adalah
sekelompok orang, kejadian, atau benda yang dijadikan obyek penelitian. Jika
yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka
populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut.
Populasi merupakan wilayah generalis yang terdiri dari obyek atau subyek
yang menjadi kuantitas dan karakkteristik tertentu yng ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan disimpulkan (ridwan, 2004).
Jenis populasi terdiri dari 1) populasi terbatas (memiliki sumber data yang
jelas) dan 2) populasi tak terbatas/tak terhingga (populasi yang sumber datanya
tidak jelas). Sedangkan berdasarkan sifatnya populasi dibagi menjadi 1)
populasi homogen ( memiliki karakteristik yang sama sehingga tidak perlu
mempersoalkan jumlahnya secara kuantitas) Daan 2) populasi heterogen
(populasi yang memiliki karakteristik yang berbeda bedasehingga perlu
ditetapkan batas-batasnya baik secara kualitas maupun kuantitas.
Menurut Djawranto, populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari
satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan
satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat berupa orang-orang,
institusi-institusi, benda-benda, dst.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti, dipandang
sebagai suatu pendugaan terhadap populasi, namun bukan populasi itu sendiri.
Sampel dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili
keseluruhan gejala yang diamati. Bila populasi besar dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
kebatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi.
Menurut Djarwanto, sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang
karakteristiknya hendak diteliti. Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat
dikenakan pada populasi, adalah sampel yang bersifat representatif atau yang
dapat menggambarkan karakteristik populasi. Ada dua kriteria sampel yaitu
Kriteria inklusi (kriteria yang layak diteliti) dan Kriteria eksklusi (kriteria yang
tidak layak diteliti)

B. Rasional Penggunaan Sampel


Di dalam penelitian ilmiah, banyak masalah yang tidak dapat dipecahkan
tanpa memanfaatkan teknik sampling. Penelitian kesehatan/keperawatan
meliputi bidang yang sanat luas, yang terdiri dari berbagai sub bidang. Apabila
dilakukan penelitian tidak hanya dapat dilakukan terhadap unit atau sub
bidang tertentu saja. Oleh sebab itu agar dapat dilakukan penelitian terhadap
semua sub bidang dann dengan biaya yang murah, peneliti harus dapat
melakukan sampling terhadap objek yang ditelitinya. Kegunaan sampel dalam
penelitian yaitu :
1. Menghemat biaya
Proses penelitian memerlukan alat penelitian, pengumpulan data,
pengolahan data dan sebagainya dimana semua itu memerlukan biaya.
Apabila penelitian itu dilakukan terhadap seluruh objek yang diteliti sudah
barang tentu memerlukan lebih banyak biaya. Oleh sebab itu dengan
sampling, dalam arti penelitian hanya dilakukan terhadap sebagian populasi,
biaya tersebut dapat ditekan.
2. Mempercepat pelaksanaan penelitian
Penelitian yang dilakukan terhadap objek yang banyak (seluruh populasi)
jelas akan memakan waktu yang lama, bila dibandingkan dengan
hanya sebagian populasi saja (sampel). Oleh sebab itu jelas bahwa
penelitian yang hanya dilakukan terhadap sampel akan lebih cepat.
3. Menghemat tenaga
Pelaksanaan penelitian yang dilakukan terhadap seluruh populasi jelas akan
memerlukan tenaga yang lebih banyak bila dibandingkan dengan penelitian
yang hanya dilakukan pada sebagian populasi (sampel).
4. Memperkecil ruang lingkup penelitian
Pelaksanaan penelitian yang dilakukan terhadap seluruh objek akan
memakan waktu, tenaga, biaya dan fasulitas-fasilitas lain yang lebih besar.
Apabila penelitian dilakukan terhadap sampel, maka dengan waktu, tenaga
dan biaya yang sama dapat dilakukan penelitian yang lebih luas ruang
lingkupnya.
5. Memperoleh hasil yang lebih akurat.
Penelitian yang dilakukan terhadap populasi jelas akan menyita sumber
daya yang lebih besar, termasuk usaha-usaha analisis. Hal ini akan
berpengaruh terhadap keakuratan hasil penelitian. Dengan mempergunakan
sampel, maka dengan usaha yang sama akan diperoleh hasil analisis yang
lebih akurat.

C. Hubungan Populasi dan Sample


Sampel yang baik adalah sampel yang dapat mewakili sebanyak mungkin
karakteristik populasi. Kemampuan peneliti dalam memilih dan menyeleksi
sampel sangat menentukan validitas eekternal suatu penelitian. Validitas
eksternal berhubungan dengan kemampuan suatu hasil penelitian untuk
diterapkan pada populasi targetnya. Kesalahan dalam penentuan sampel
menyebabkan rendahnya validitas eksternal penelitian tersebut, seingga sulit
untuk diterapkan pada populasi.

D. Prosedur Pengambilan Sample


Langkah – langkah yang perlu ditempuh dalam pengambilan sampel dari
populasi antara lain:
1. Menentukan tujuan penelitian
2. Menentukan populasi penelitian
3. Menentukan jenis data yang diperlukan.
4. Menentukan teknik sampling
5. Menentukan besarnya sampel
6. Menentukan unit sampel yang diperlukan
7. Memilih sampel

E. Syarat Sampel
Pada dasarnya ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam menetapkan sampel
yaitu :
1. Representatif, adalah sampel yang dapat mewakili populasi yang ada.
Untuk memperoleh hasil dan kesimpulan penelitian yang menggambarkan
keadaan populasi penelitian, maka sampel harus mewakili populasi yang
ada.
2. Sampel harus cukup banyak, artinya jumlahnya harus memenuhi sehingga
perlu menggunakan rumus statistik. Sebenarnya tidak ada pedoman umum
yang digunakan untuk memnentukan besarnya sampel untuk suatu
penelitian, tetapi besar kecilnya jumlah sampel akan mempengaruhi
kevalidan dari hasil penelitian. Polit dan Hungler menyatakan (1993),
bahwa semakin besarnya sampel yang dipergunakan semakin baik dan
representatif hasil yang diperoleh. Prinsip umum yang berlaku adalah
sebaiknya dalam penelitian digunakan jumlah sampel sebanyak mungkin.
Namun demikian penggunaan sampel sebesar 10-20% untuk subjek dengan
jumlah lebih dari 1000 dipandang sudah cukup.

F. Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan jumlah sampel dari populasi memiliki aturan atau ada
tekniknya. Menggunakan teknik yang benar, sampel diharapkan dapat
mewakali populasi, sehingga kesimpulan untuk sampel dapat digeneralisasi
menjadi kesimpulan populasi. Pada dasarnya ada dua teknik pengambilan
sampel dari populasi yaitu :
1. Probability sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Teknik ini meliputi :
a. Simple random sampling
Teknik adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil
secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Misalnya : “Populasi adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah
500 orang. Jumlah sampel ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael
dengan tingkat kesalahan adalah sebesar 5% sehingga jumlah sampel
ditentukan sebesar 205.”
Jumlah sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa
memperhatikan kelas, usia dan jenis kelamin.

b. Proportionate Stratified Random Sampling


Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling namun
penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam
populasi.
Misalnya, populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan
rumus Slovin dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah
95. Populasi sendiri terbagi ke dalam tiga bagian (marketing, produksi
dan penjualan) yang masing-masing berjumlah :
Marketing : 15
Produksi : 75
Penjualan : 35
Maka jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masinng bagian
tersebut ditentukan kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml
populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang ditentukan
Marketing : 15 / 125 x 95 = 11,4 dibulatkan 11
Produksi : 75 / 125 x 95 = 57
Penjualan : 35 / 125 x 95 = 26.6 dibulatkan 27
Sehingga dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 =
95 sampel.
Teknik ini umumnya digunakan pada populasi yang diteliti adalah
heterogen (tidak sejenis) yang dalam hal ini berbeda dalam hal bidang
kerja sehingga besaran sampel pada masing-masing strata atau kelompok
diambil secara proporsional untuk memperoleh.

c. Disproportionate Stratified Random Sampling


Disproporsional stratified random sampling adalah teknik yang hampir
mirip dengan proportionate stratified random sampling dalam hal
heterogenitas populasi. Namun, ketidakproporsionalan penentuan sample
didasarkan pada pertimbangan jika anggota populasi berstrata namun
kurang proporsional pembagiannya.
Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang
berstrata berdasarkan tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2.
Namun jumlahnya sangat tidak seimbang yaitu :
SMP : 100 orang
SMA : 700 orang
DIII : 180 orang
S1 : 10 orang
S2 : 10 orang
Jumlah karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak
seimbang (terlalu kecil dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga
dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan sebagai sampel.

d. Cluster Sampling
Cluster sampling atau sampling area digunakan jika sumber data atau
populasi sangat luas misalnya penduduk suatu propinsi, kabupaten, atau
karyawan perusahaan yang tersebar di seluruh provinsi. Untuk
menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi
terlebih dahulu ditetapkan secara random, dan menentukan jumlah
sample yang digunakan pada masing-masing daerah tersebut dengan
menggunakan teknik proporsional stratified random sampling mengingat
jumlahnya yang bisa saja berbeda.
Contoh : Peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar
mengajar di tingkat SMU. Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh
Indonesia. Karena jumlahnya sangat banyak dan terbagi dalam berbagai
provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan dalam tahapan sebagai
berikut :
Tahap Pertama adalah menentukan sample daerah. Misalnya ditentukan
secara acak 10 Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.
Tahap kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi secara acak
yang selanjutnya disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari
Kabupaten/Kota, maka diambil secara acak SMU tingkat Kabupaten
yang akan ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten Sampel), dan
seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan sampel.
Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMU yang dijadikan sampel ini
diharapkan akan menggambarkan keseluruhan populasi secara
keseluruhan.

2. Non Probabilty Sampel


Non Probabilty Sampel adalah teknik pengambilan sampel yang tidak
memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi :
a. Sampling sistematis
Sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampil berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya,
penelitian tentang kinerja karyawan bagian marketing di suatu
perusahaan. Mak kita buat daftar nama karyawan lalu ambil sampel,
misalnya berdasarkan no. Ganjil, no. Genap, kelipatan 2,5 dan lain-lain.
b. Sampling Kuota
Adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi
yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang persepsi siswa terhadap
kemampuan mengajar guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel
kuota dapat ditetapkan masing-masing 10 siswa per sekolah.

c. Sampling Insidential
Insidential merupakan teknik penentuan sampel secara kebetulan, atau
siapa saja yang kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti yang
dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan akan
dijadikan sampel.Misalnya penelitian tentang kepuasan pelanggan pada
pelayanan Mall A. Sampel ditentukan berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15
tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut, maka siapa saja yang
kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang berusia di atas
15 tahun) akan dijadikan sampel.

d. Sampling Purposive
Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti
ingin meneliti permasalahan seputar daya tahan mesin tertentu. Maka
sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang mengetahui
dengan jelas permasalahan ini. Atau penelitian tentang pola pembinaan
olahraga renang. Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih
renang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini. Teknik ini
biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.

e. Sampling Jenuh,
Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya
dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Saya sendiri
lebih senang menyebutnya total sampling.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang kinerja guru di SMA XXX
Jakarta. Karena jumlah guru hanya 35, maka seluruh guru dijadikan
sampel penelitian.

f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula
kecil kemudian terus membesar ibarat bola salju (seperti Multi Level
Marketing). Misalnya akan dilakukan penelitian tentang pola peredaran
narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula adalah 5 orang Napi, kemudian
terus berkembang pada pihak-pihak lain sehingga sampel atau responden
teruuus berkembang sampai ditemukannya informasi yang menyeluruh
atas permasalahan yang diteliti. Teknik ini juga lebih cocok untuk
penelitian kualitatif.

G. Ukuran Besarnya Sampel


Beberapa pendapat ahli mengenai ukuran sampel adalah sebagai berikut :
1. Gay dan Diehl (1992) berpendapat bahwa sampel haruslah sebesar-
besarnya.
Pendapat Gay dan Diehl (1992) ini mengasumsikan bahwa semakin banyak
sampel yang diambil maka akan semakin representatif dan hasilnya dapat
digenelisir. Namun ukuran sampel yang diterima akan sangat bergantung
pada jenis penelitiannya.
a. Jika penelitiannya bersifat deskriptf, maka sampel minimunya adalah
10% dari populasi.
b. Jika penelitianya korelasional, sampel minimunya adalah 30 subjek
c. Apabila penelitian kausal perbandingan, sampelnya sebanyak 30 subjek
per group
d. Apabila penelitian eksperimental, sampel minimumnya adalah 15
subjek per group

2. Tidak jauh berbeda dengan Gay dan Diehl, Roscoe (1975) juga memberikan
beberapa panduan untuk menentukan ukuran sampel yaitu :
a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk
kebanyakan penelitian
b. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan
sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat
c. Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda),
ukuran sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam
penelitian
d. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen
yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran
sampel kecil antara 10 sampai dengan 20

3. Slovin (1960) menentukan ukuran sampel suatu populasi dengan formula


N = n/N(d)2 + 1
n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.
Misalnya, jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang
dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah :
N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95
4. Frankel dan Wallen (1993:92) menyarankan besar sampel minimum untuk :
a. Penelitian deskriptif sebanyak 100
b. Penelitian korelasional sebanyak 50
c. Penelitian kausal-perbandingan sebanyak 30/group
d. Penelitian eksperimental sebanyak 30/15 per group

5. Malhotra (1993) memberikan panduan ukuran sampel yang diambil dapat


ditentukan dengan cara mengalikan jumlah variabel dengan 5, atau 5x
jumlah variabel. Dengan demikian jika jumlah variabel yang diamati
berjumlah 20, maka sampel minimalnya adalah 5 x 20 = 100

Anda mungkin juga menyukai