Pendahuluan
B. Permasalahan
Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga
berada pada rentangan usia dini. Pada umumnya mereka masih melihat segala
sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir holistik) dan memahami hubungan antara
konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-
objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung. Dalam pelaksanaan
kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya mempelajari
materi yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahapan
perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan
(berpikir holistik), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah
akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan
membuat kesulitan bagi peserta didik. Atas dasar pemikiran di atas dan dalam
rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional
Pendidikan, maka pembelajaran terpadu sangat penting untuk dilaksanakan di
tingkat sekolah dasar, agar pembelajaran di kelas tidak monoton, menyenangkan
serta bermakna bagi kehidupan peserta didik.
C. Landasan Teori
a. Pengertian Pembelajaran [Kurikulum] Terpadu
Tujuan dari program ini adalah untuk membuat sekolah lebih relevan dan
menyenangkan sambil membangun keterampilan hidup yang dapat
dipindahtangankan. Sekolah tersebut menaikkan nilai tes rata-rata dua setengah
tingkat dalam matematika dan satu setengah tingkat dalam membaca. Pada tahun
1998, sebuah studi terhadap 15 sekolah mikrososial di enam negara bagian
menemukan bahwa pada dua pertiga sekolah, siswa membukukan keuntungan
pada tes membaca dan matematika standar yang jumlahnya 21 persen lebih besar
daripada rekan mereka (Wilgoren, 2001).
Dalam ketiga contoh ini, prestasi belajar siswa merupakan fokus utama.
Guru menjaga akuntabilitas saat merancang pengalaman belajar yang sesuai
dengan minat siswa. Menariknya, dua sekolah tersebut melayani populasi siswa
yang beragam. Dalam setiap kasus, para guru telah mengembangkan kurikulum
menarik yang mendorong melampaui batas-batas disiplin tradisional untuk
menghasilkan hasil yang positif.
1. Integrasi Multidisiplin
a) Pendekatan Intradisipliner
b) Fusi
Siswa mulai setiap minggu berjanji untuk bersikap damai, hormat, dan
bertanggung jawab. Mereka mengikuti daftar tanggung jawab dan belajar tentang
perdamaian di kelas mereka. Dalam membaca, misalnya, siswa menganalisis
karakteristik positif orang dalam cerita; Dalam studi sosial, mereka mempelajari
pentingnya budaya bekerja sama. Sekolah mencatat jumlah hari tanpa pertarungan
sebagai “hari damai”; guru menulis akumulasi jumlah hari perdamaian di papan
tulis di setiap kelas. Guru memakai tanda damai, dan siswa saling menyapa
dengan tanda perdamaian.
c) Belajar Layanan
Di Mott Hall Academy di New York City, para siswa mengerjakan proyek
interdisipliner yang mengintegrasikan komputer laptop. Mott Hall adalah
akademisi matematika, sains, dan teknologi untuk siswa kelas 4 sampai 8 yang
terutama Hispanik. Setiap siswa dan guru memiliki komputer laptop. Guru
mengintegrasikan penggunaan komputer ke dalam kurikulum, bukan
mengadaptasi kurikulum dengan penggunaan komputer. Di kelas 5 kelas Sandra
Skea, misalnya, siswa membangun layangan buatan tangan dari bahan seperti
kertas, sedotan, aluminium foil, tusuk sate, dan senar. Untuk melibatkan imajinasi
siswa, Skea memulai dengan membaca cerita tentang layang-layang.
3. Integrasi Transdisipliner
Guru dan siswa memilih topik studi berdasarkan minat siswa, standar
kurikulum, dan sumber daya lokal.
Guru mengetahui apa yang sudah diketahui siswa dan membantu mereka
menghasilkan pertanyaan untuk dijelajahi. Guru juga menyediakan sumber
daya bagi siswa dan kesempatan untuk bekerja di lapangan.
Siswa berbagi pekerjaan mereka dengan orang lain dalam aktivitas yang
berpuncak. Siswa menampilkan hasil eksplorasi dan peninjauan dan
evaluasi proyek.
Studi tentang program berbasis proyek menunjukkan bahwa siswa jauh
melampaui upaya minimum, membuat hubungan di antara bidang studi yang
berbeda untuk menjawab pertanyaan terbuka, mempertahankan apa yang telah
mereka pelajari, menerapkan pembelajaran terhadap masalah kehidupan nyata,
memiliki lebih sedikit masalah disiplin, dan memiliki Ketidakhadiran yang lebih
rendah (Curtis, 2002).
b. Negosiasikan Kurikulum
Perbedaan yang jelas akan terus ada sejauh yang dipilih oleh para pendidik
untuk berintegrasi dan untuk berapa lama. Pendidik akan terus mengalami
pendalaman koneksi karena mereka menjadi lebih berpengalaman di bidang ini.
Di era standar dan akuntabilitas, tidak ada satu pendekatan pun yang lebih disukai.
Perspektif multidisiplin, interdisipliner, dan transdisipliner menawarkan peta yang
berbeda untuk memulai proses perancangan. Guru dapat menggunakan salah satu
pendekatan di setiap tingkat pendidikan, di kelas tunggal atau dalam pendekatan
tim
sejarah
Bahasa IPS
Agama
Biologi IPA
Geografi
Kurikulum terpadu dapat disusun berdasarkan persistence life situation,
yaitu situasi-situasi hidup yang dihadapi peserta didik, baik dahulu, sekarang,
maupun masa yang akan datang. Kurikulum terpadu dapat juga disusun
berdasarkan minat, kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi psesrta didik,
seperti kesehatan, keuangan, pekerjaan, kegiatan sosial, pernikahan, agama,
moral, keluarga dan pendidikan. Integrasi ini dapat tercapai dengan memusatkan
pelajaran pada masalah tertentu yang pemecahannya memerlukan berbagai
disiplin atau mata pelajaran. Kurikulum terpadu memberikan peluang lebih besar
kepada peserta didik untuk melakukan kerja kelompok, mendorong belajar aktif
dan berfikir ilmiah, memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai sumber
belajar, memperhatikan perbedaan individual, dan melibatkan peserta didik dalam
perencaan pembelajaran karena kurikulum ini mengutamakan proses belajarnya
(Arifin, 2017).
E. Kesimpulan