PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia
yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan berupa pembiayaan
dalam bentuk penyaluran dana kemasyarakat baik bersifat produktif maupun
konsumtif atas dasar hukum gadai.1 Perum pegadaian tidak pernah lepas dari masalah
kredit. Besarnya jumlah kredit yang diberikan akan sangat mempengaruhi dalam
menentukan keuntungan dalam suatu pegadaian.2 Gadai termasuk kepada
penggolongan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan yang mana selalu
tertuju kepada orang lain yang dalam hal ini yaitu terhadap benda bergerak. Gadai ini
merupakan suatu perjanjian yang memerlukan adanya suatu perbuatan yaitu
penyerahan kepemilikan terhadap barang yang digadaikan, atau jaminan terhadap
suatu barang. Penyerahan ini dilakukan oleh debitur ataupun orang ketiga yang atas
nama debitur kepada kreditur atau penerima jaminan atau gadai.
Pegadaian bertugas memberi kredit secara hukum gadai kepada masyarakat
yang membutuhkan dana pinjaman diwajibkan menyerahkan harta kepada kantor
cabang pegadaian disertai pemberian hak untuk melakukan penjualan lelang bila
setelah waktu perjanjian kredit habis, nasabah tidak menebus barang tersebut. Hasil
lelang digunakan untuk melunasi pokok pinjaman disertai bunga ditambah dengan
biaya lelang. Sisa dikembalikan kepada nasabah pemilik barang semula. 3 Di samping
itu, kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan
1
Y. Sri Susilo dan Sigit Triabadi dan A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, (Jakarta: PT. Salemba Empat, 2000), h. 79
2
Kasmir, Managemen Perbankkan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet. ke II, h. 71
3
Faried wijaya, Lembaga-Lembaga Keuanngan dan Bank, (Yogyakarta: BPFE, April 2009),
cet. ke I, h. 373
1
perusahaan karena tidak ada yang lebih penting bagi perusahaan kecuali
menempatkan masalah pelayanan nasabah sebagai salah satu komitmen bisnisnya.4
Sebagian umat Islam di Indonesia yang mampu mensyukuri nikmat Allah itu
mulai memanfaatkan peluang tersebut dengan mendukung berdirinya bank syariah,
asuransi syariah, dan reksadana syariah dalam bentuk menjadi pemegang saham,
menjadi penabung dan nasabah, menjadi pemegang polis, menjadi investor, dan
sebagainya. Lebih dari itu banyak pula yang secara kreatif mengembangkan ide untuk
berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah bukan bank lainnya seperti: modal
ventura, leasing, dan pegadaian. Dari pengalaman mendirikan bank syariah dan
asuransi syariah, serta reksadana syariah, diperlukan pengkajian yang mendalam
terlebih dahulu, sehingga dengan demikian untuk berdirinya pegadaian syariah pun
diperlukan pengkajian terhadap berbagai aspeknya secara luas dan mendalam
pegadaian syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari pegadaian syariah ?
2. Apa landasan hukum dari pegadaian syariah ?
3. Apa saja rukun dan syarat dari pegadaian syariah ?
4. Bagaimana persamaan dan perbedaan gadai syariah dan gadaian
konvensinal ?
5. Bagaimana kasus korupsi yang terjadi di pegadaian cabang Lambaro,
Banda Aceh ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui definisi dari pegadaian syariah.
2. Untuk Mengetahui landasan hukum dari pegadaian syariah.
3. Untuk Mengetahui rukun dan syarat dari pegadaian syariah.
4
Mukti Sumarni, Managemen Pemasaran Bank, (Yogyakarta : Uberty, 2002), cet. ke II, h. 64
2
4. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan gadai syariah dan gadaian
konvensinal.
5. Untuk mengetahui kasus korupsi yang terjadi di pegadaian syariah cabang
Lambaro, Banda Aceh.
3
BAB II
PEMBAHASAN
5
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet ke-2, (Yogyakarta: Ekonisia,
2008), h.126
6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Cet. Ke-1, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002),
h.105
7
Muhammad Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h.51
8
Ibid., h.105
9
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, … … … … … … … … … … h.126
4
tersebut apabila pihak yang mengadaikan tidak dapat membayar hutang tepat pada
waktunaya. Pegadaian syariah menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai syariah,
untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan mententramkan.
5
“Rasulullah saw. pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara
menangguhkan pembayarannya, lalu beliau menyerahkan baju besi beliau
sebagai jaminan”. (Shahih muslim)10
3. Ijma’ Ulama
Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga
berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini.
Jumhur ulama berpendapat bahwa disyari’atkan pada waktu tidak bepergian
maupun pada waktu bepergian, berdasarkan kepada perbuatan Rasulullah Saw
dalam hadits di atas.11
10
Al-Mundziri, Ringkasan Sahih Muslim, No.970, Cet.2 (Bandung: Jabal, 2013) h. 372
11
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat) (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2004), Edisi 1 cet ke-2, h.261
12
Ibid, h. 255.
6
sebagai berikut: 13
1. Syarat Aqid, baik rahin dan murtahin adalah harus ahli tabarru’ yaitu orang
yang berakal, tidak boleh anak kecil, gila, bodoh dan orang yang terpaksa.
Seperti tidak boleh seorang wali.
2. Marhun Bih (utang)
a. Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin.
b. Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat
dimanfaatkan, maka tidak sah.
c. Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya.
3. Marhun (Barang)
a. Harus berupa harta yang dapat dijual dan nilainya seimbang dengan
Marhun Bih.
b. Marhun harus mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan.
c. Harus jelas dan spesifik.
d. Marhun itu sah dimiliki oleh rahin.
e. Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat.
13
Amin Ma’ruf, Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005)
h. 25
14
Ibid., h. 30
7
tempo yaitu sama-sama 120 hari. Jika setelah 120 hari si peminjam tidak dapat
membayar hutangnya, maka barang jaminan akan dijual atau dilelang. Tetapi nasabah
diberi waktu tambahan selama 2 hari karena sebelum dilelang dibuat dahulu panitia
lelang. Pada saat pelelangan, nasabah masih diberi kesempatan dan tambahan waku
selama 2 jam jika ingin menebus barang jaminannya. Jika tidak ditebus maka barang
jaminan tersebut dilelang. Uang pelelangan tersebut di gunakan untuk membayar
hutang rahin. Jika hasil lelang tersebut mengalami kelebihan akan dikembalikan oleh
nasabah, tetapi ung kelebihan tersebut tidak diambil dalam waktu satu tahun, maka
uang kelebihan tersebut akan dimasukkan ke dalam dana ZIS (Zakat, Infak dan
Sadaqah) pegadaian syariah, sedangkan pada pegadaian konvensional uang kelebihan
yang tidak diambil akan menjadi milik pegadaian. Dan apabila dari hasil lelang
tersebut ternyata kurang untuk membayar hutang, maka nasabah diharuskan
membayar sisa hutangnya.
Sedangkan perbedaan mendasar antara pegadaian syariah dengan
konvensional adalah dalam pengenaan biayanya. Gadai konvensional memungut
biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda. Sedangkan
pada gadai syariah tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan,
pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Jadi singkatnya gadai syariah lebih kecil
dan hanya sekali dikenakan.15 Jadi sudah jelas bahwa Rahn boleh dilakukan, karena
kegiatan tersebut sudah pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.
15
Ibid., h. 35
8
Aceh Kombes Pol Moffan melalui Kepala Satreskrim Polresta Banda Aceh Kompol
Supriadi SH MH pada Jumat mengatakan tersangka bernama Muhammad Taufik.
“Tersangka Muhammad Taufik merupakan orang dalam, pengelola unit syariah di
kantor pegadaian Beurawe dan Keutapang, Banda Aceh,” ungkap Kompol Supriadi.
Kasus tersebut berawal dari laporan Toni Azhar, kepala Kantor PT Pegadaian
(Persero) Syariah Cabang Lambaro, Aceh Besar. Yang bersangkutan melapor karena
ada dugaan penggelapan uang pegadaian pada 2013-2014. Berdasarkan laporan
tersebut, sebut dia, jajaran Satreskrim Polresta Banda Aceh menyelidikinya. Hasilnya,
ditemukan bukan penggelapan, tetapi tindak pidana korupsi.16
Tersangka Muhammad Taufik yang jabatannya pengelola unit kantor Beurawe
dan Keutapang diduga membuat kredit fiktif serta pinjaman tanpa jaminan utuh.
“Maksud tanpa jaminan utuh ini seperti BPKB ada, tetapi tidak disertai fisik mobil.
Kalau di pegadaian, kan jaminannya fisik mobil,” ungkap Kompol Supriadi. Akibat
perbuatannya tersebut, kata dia, PT Pegadaian dirugikan mencapai Rp1,8 miliar.
Kerugian tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Aceh. “Berkas perkara beserta tersangka dan barang bukti
kasus ini sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum, Selasa (26/8). Adapun barang
bukti dua unit minibus Toyota Innova BL 764 JE dan BL 708 JR, serta minibus
Toyota Avanza BL 777 DR,” kata kata Kompol Supriadi.17
2. Sidang Pimpinan Cabang Pegadaian Syariah Aceh
Pemimpin Cabang (Pimcab) PT Pegadaian Syariah di Lambaro, Banda Aceh,
Toni Azwar, menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dalam kasus Pencairan
Kredit Gadai (RAHN) fiktif tanpa barang jaminan senilai Rp 1.845 609.000. Sidang
yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh,
Kamis (16/4), dipimpin Samsul Qamar MH didampingi hakim anggota Said Husein
16
M. Haris, Polisi ungkap korupsi Pegadaian Aceh Rp1,8 miliar, http://www.Antaranews.
com/berita/450921/polisi-ungkap-korupsi-pegadaian-aceh-rp18-miliar, diakses tanggal 5 Desember
2019, Pukul 20.00 wib.
17
Ibid.
9
SH dan Syaiful Has’ari SH. Dalam sidang itu, Toni didakwa ikut terlibat dalam
pencairan dana tersebut, karena tidak menjalankan tugas dan fungsi pengawasannya
sebagai pimpinan, sehingga Muhammad Taufik (sudah divonis enam tahun penjara)
selaku pengelola pada Unit Pegadaian Syariah (UPS) Beurawe, Banda Aceh dan
pengelola Unit Persero Keutapang, Aceh Besar, bisa mencairkan uang tersebut tanpa
sepengetahuannya. Pencairan dana itu dilakukan dalam rentang waktu Juli-Desember
2013.18
“Terdakwa tidak melakukan pengawasan seperti tidak melakukan
pemeriksaan hitungan, taksiran, dan isi, sehingga apabila terjadi penyimpangan tidak
dapat diketahui dan dicegah secara dini,” baca Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari
Banda Aceh Lena Rosdiana Aji SH. Kasus itu juga menyeret Elfina (berkas terpisah)
selaku nasabah di pegadaian tersebut yang juga masih dalam proses persidangan.
Dalam sidang kemarin, Lena antara lain menyebutkan, Toni Azwar selaku Pimcab
tidak merahasiakan password username kepala cabang dalam penggunaan sistem
komputerisasi menyangkut proses kredit pada bawahannya. Sehingga tidak ada
pengendalian darinya terhadap kegiatan operasional administrasi dan keuangan Unit
Pegadaian Syariah (UPS).19
Selain itu, Toni juga tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pekerjaan pengelola unit, bahkan menyetujui langsung setiap pemberian kredit.
Sehingga, membuat Muhammad Taufik (saat menjabat sebagai pengelola unit)
leluasa mengeluarkan dana pinjaman tanpa agunan terhadap 11 nasabah di UPS
Beurawe, dan empat nasabah di UPS Keutapang. Padahal, Pimcab Pegadaian Syariah
Lambaro yang membawahi beberapa unit mempunyai tugas dan tanggung jawab di
antaranya, merencanakan, menyelenggarakan dan mengendalikan operasional,
adminintrasi dan keuangan kantor cabang dan UPC. Juga mengendalikan pengelolaan
kredit dan barang jaminan bermasalah (NPL, taksiran tinggi, barang palsu, dan
18
Bakri, Pimcab Pegadaian Syariah Disidang, http://aceh.tribunnews.com/
2015/04/17/pimcab-pegadaian-syariah-disidang, diakses Tanggal 5 Desember 2019, Pukul 20.25 wib.
19
Ibid.
10
barang polisi) termasuk pengelolaan BSL dan AYD/KPYD, serta menetapkan
besarnya taksiran dan uang pinjaman kredit sesuai dengan batas kewenangannya.
Berdasarkan hasil audit Badan Pembangunan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Perwakilan Aceh, perbuatan Toni Azwar bersama Taufik dan Elfina telah merugikan
keuangan negara sebesar Rp 1.845 609.000. Terkait hal itu, JPU mendakwa Toni
Azwar dengan Pasal 2 (memperkaya diri sendiri) dan Pasal 3 (menyalahi wewenang)
Undang-Undang Tipikor. Sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung Kamis, 23
April 2015.20
3. Sidang Nasabah Terdakwa Kasus Korupsi 1,8 Milyar
Terdakwa Elfina mengaku tak pernah meminjam uang menggunakan agunan
mobil fiktif pada Unit Pegadaian Syariah (UPS) Beurawe. Tapi, terdakwa meminjam
uang pada Muhammad Taufik yang saat itu bekerja sebagai karyawam Pegadaian dan
peminjaman itu tanpa dilengkapi dengan tanda terima. Pengakuan itu disampaikan
pengacara terdakwa, Najmuddin SH dalam nota pembelaan (pleidoi) pada sidang
lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Senin (15/6).
Pembelaan itu disampaikan pengacara menanggapi dakwaan jaksa terhadap kliennya
terkait kasus dugaan korupsi dana milik UPS Beurawe senilai Rp 1,8 miliar dengan
cara memberi agunan mobil fiktif. “Pinjaman itu hanya didasarkan pada kepercayaan
saja. Terhadap adanya kerugian pada PT Pegadaian, yang bertanggung jawab adalah
Muhammad Taufik. Namun, bila terdakwa ingin membayar pinjaman, harus kepada
Muhammad Taufik, bukan kepada PT Pegadaian,” jelas Najmuddin.21
Selain itu, tambah Najmuddin, menurut keterangan saksi ahli dari Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, Hasbullah SE,
terdakwa Elfina pernah meminjam uang langsung kepada Muhammad Taufik. Namun
terdakwa tidak mengetahui uang itu diambil dari Pegadaian oleh Muhammad Taufik.
20
Ibid.
21
Bakri, Terdakwa Mengaku Tak Pernah Pinjam Uang di Pegadaian, http://aceh.tribunnews.
com/2015/06/17/terdakwa-mengaku-tak-pernah-pinjam-uang-di-pegadaian, diakses Tanggal 5
Desember 2019, Pukul 20.45 wib
11
Karena itu, dia menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa
sungguh sangat tidak beralasan. Begitupun, unsur dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara juga tidak terpenuhi. “Untuk itu terdakwa harus
dibebaskan dari unsur tersebut,” katanya di hadapan JPU Kejari Banda Aceh. Usai
mendengar pembacaan nota pembelaan terdakwa, majelis hakim yang dipimpin
Samsul Qamar MH didampingi hakim anggota Said Husein SH dan Syaiful Has’ari
SH menunda sidang hingga Senin, 22 Juni mendatang.22
4. Analisis Kasus Korupsi di Pegadaian Syariah Cabang Lambaro Banda
Aceh
• Kasus tersebut disebabkan oleh terjadinya kekurangan pada 2 faktor
utama dalam perusahaan yaitu:
1) Faktor sistem pengendalian intern,
2) Faktor manusia
4. Kemudian, dari faktor-faktor tersebut dijabarkan dalam beberapa unsur
kesalahan yang luar biasa, yaitu:
1) Tidak adanya pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin cabang.
Entah disengaja atau tidak. Menurut Saya, sudah seharusnya
seseorang yang bekerja menjadi pimpinan itu komitmen terhadap
kompetensi dan tanggung jawabnya. Terlebih lagi, kantor yang
dipimpin adalah kantor Pegadaian Syariah yang dianggap oleh
masyarakat awam sebagai tempat yang amanah dalam melaksanakan
transaksi dan mengelola hasilnya.
2) Tidak adanya kepedulian yang dilakukan oleh pemimpin cabang yang
dibuktikan dari tindakan tidak adanya kerahasiaan password dan
username. Di zaman sekarang yang serba canggih ini, password dan
username memegang peranan penting dalam banyak kegiatan. Dalam
usaha, kedua hal tersebut dapat diartikan sebagai pihak yang
22
Ibid.
12
membuat, bertanggung jawab, mengotorisasi, memiliki wewenang
dan hak, menjalankan kewajiban, dan lainnya. Jika kedua hal tersebut
dengan bebasnya diketahui oleh orang lain, maka tindakan ini bisa
diartikan bahwa si pemilik tidak peduli dengan tanggung jawabnya.
3) Penyalahgunaan wewenang dan tindakan egois yang dilakukan oleh
pengelola. Hal ini terbukti dari terjadinya tindakan kejahatan tersebut.
Pengelola dapat menggunakan akses dan wewenang sebagai
pemimpin cabang dalam transaksi. Hal ini merupakan kesalahan besar
yang dapat berujung pada kerugian.
5. Tidak adanya sistem pengendalian intern yang mampu mencegah
tindakan yang menyimpang dan merugikan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian dan hasil penelitian yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1. Rahn adalah menahan barang jaminan pemilik, baik yang bersifat materi
atau manfaat tertentu, sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
2. Landasan hukum dari pegadaian syariah ada quran surat Al-Baqaarah: 283.
3. Rukun gadai (aqid, marhun, marhun bin dan sighat), dan syarat dari gadai
(syarat aqid, marhun bin, marhun dan sighat)
4. Persamaan antara gadai syariah dan gadai konvensional adalah jangka
waktu tempo yaitu sama- sama 120 hari. Jika setelah 120 hari si peminjam
tidak dapat membayar hutangnya, maka barang jaminan akan dijual atau
dilelang. Dan, perbedaan antara pegadaian syariah dengan konvensional
adalah dalam pengenaan biayanya. Gadai konvensional memungut biaya
dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda.
Sedangkan pada gadai syariah tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya
penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran.
B. Saran
Berdasarkan uraian-uraian dan hasil penelitian yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka penulis mencoba memberikan beberapa saran, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Pegadaian syariah harus lebih mengoptimalkan kinerjanya sesuai dengan
prinsip syariah dan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan agar tidak
terjadi kecurangan dalam kegiatan operasionalnya.
2. Pegadaian syariah harus lebih meningkatkan kualitas sumber daya insane
yang dimiliki.
14
DAFTAR PUSTAKA
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet ke-2, Yogyakarta:
Ekonisia, 2008.
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Cet. Ke-1, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2002.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), Edisi 1
cet ke-2, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004.
Y. Sri Susilo dan Sigit Triabadi dan A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Salemba Empat, 2000.
15