Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny.

N DENGAN GANGGUAN
SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELITUS TIPE II DIPAVILIUN YOSEF II
KAMAR 19.4 RUMAH SAKIT RK. CHARITAS PALEMBANG

DISUSUN OLEH
Ezra Elia Natalia Br. Purba
30.01.13.0.16

Pembimbing Ruangan
Kristina Rotua Sinaga, Amd.Kep

Pembimbing Pendidikan
Sri Indaryati, S.Kep, Ners, M.Kep
Vincentius Surani, S.Kep, Ners

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERDHAKI CHARITAS


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PALEMBANG
2015
KATA PENGHANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan asuhan keperawatan yang berjudul ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. N DENGAN GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN: DIABETES MELITUS TIPE II DI PAVILIUN YOSEF II
KAMAR 19.4 RUMAH SAKIT RK. CHARITAS PALEMBANG.
Adapun tujuan penulis dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini untuk memenuhi
persyaratan dalam praktik komprehensif II.
Dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini, penulis mendapat banyak bimbingan
dan bantuan baik secara teoritis dipendidikan maupun dipraktek dan dilapangan, maka dari
itu penulis mengucapkan terimakasig kepada:
1. Ketua STIKes Perdhaki Charitas beserta staf karyawan.
2. Ketua Program Study SI Keperawatan.
3. Dosen pembimbing pendidikan, ibu Sri Indaryati, S.Kep, Ners, M.Kep dan bapak
Vincentius Surani, S.Kep, Ners.
4. Kepala RS. RK. Charitas Palembang beserta staf karyawan.
5. Kepala ruangan pavilion Yoseph II beserta perawat yang bertugas.
6. Pembimbing ruang (CI), Kristina Rotua beserta rekan-rekannya.
7. Teman-teman seangkatan dan rekan satu tim di pavilion Yoseph II.
Penulis menyadari dalam penyusunan asuhan keperawatan ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi materi, tata bahasa maupun sistem penyusunan. Hal ini disebabkan
karena keterbatasan pengetahuan, waktu yang tersedia maupun sumber-sumber yang ada,
maka penulis dengan rendah hati mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan asuhan keperawatan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi pelayanan sesama yang membutuhkan.

Palembang, Juni 2015

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
2. Anatomi Fisiologi
3. Etiologi
4. Klasifikasi
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinis
7. Komplikasi
8. Pemeriksaan Diagnostik
9. Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Keperawatan
4. Pelaksanaan Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
6. Discharge Planning
C. Patoflow Diagram Teori
BAB III : TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
B. Patoflow Diagram Kasus
C. Analisa Data
D. Diagnosa Keperawatan
E. Rencana Keperawatan
F. Pelaksanaan Keperawatan
G. Evaluasi Keperawatan

BAB IV : PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Keperawatan
D. Pelaksanaan Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai
oleh kadar glukosa darah melebih normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatife
maupun absolut. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe I
(tergantung insulin), dan diabetes tipe II (tidak tergatung insulin). Ada pula diabetes
dalam kehamilan, dan diabetes akibat malnutrisi. Diabetes tipe I biasanya dimulai
pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe II dimulai pada usia dewasa pertengahan
(40-50 tahun). Kasus diabetes dilaporkan mengalami peningkatan diberbagai negara
berkembang termasuk Indonesia. Diabetes mellitus tipe II yang dulu disebut Diabetes
Mellitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM)
yang merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang
tinggi dalam konteks resistensi insulin dan difisiensi insulin relatife. Penyakit
Diabetes Mellitus jenis ini merupakan penyakit kebalikan dari Diabetes Mellitus tipe
I, yang mana terdapat defisiensi insulin mutlak akibat rusaknya sel beta di pankreas.
Jumlah panderita Diabetes Mellitus (DM) didunia dari tahun ketahun
mengalami peningkatan . berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada
tahun 2003, jumlah penderita DM mencapai 194 juta jiwa dan diperkirakan meningkat
menjadi 333 juta jiwa di tahun 2025 mendatang, dan setengah dari angka tersebut
terjadi dinegara berkembang, termasuk Negara Indonesia. Angka kejadian DM di
Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa.
Diabetes Mellitus (DM) jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan
timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal,
pembuluh darah kaki, syaraf dan lain-lain. Penderita DM dibandingkan dengan
penderita non DM mempunyai kecenderungan 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi
penyakit jantung koroner, 7 kali terjadi gagal kronik, dan 5 kali menderita ulkus
diabetik. Komplikasi menahun DM di Indonesia terdiri atas neuropati 60%. Penyakit
jantung koroner 20,5%, ulkus diabetik 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%.
Diabetes Mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh Organisasi
Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Jumlah penderita DM ini
meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari WHO (2006), diperkirakan terdapat
171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan diprediksi akan
meningkat menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030. Sekitar 4,8 juta orang di
dunia telah meninggal akibat DM. Setengah dari penderita DM ini tidak terdiagnosis.
Sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia pada tahun 2000
adalah India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan
Bangladesh. Pada tahun 2030 India, Cina, dan Amerika diprediksikan tetap
menduduki posisi tiga teratas negara dengan prevalensi DM tertinggi. Sementara,
Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar negara dengan
prevalensi DM tertinggi pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, et al, 2004).
Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika dalam
prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah
sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3
juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak hanya tinggi di
negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara
nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan adanya
gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil pengukuran
kadar gula darah pada penduduk umur lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan
adalah sebesar 5,7% (Depkes, 2008).
Berdasarkan beberapa uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk menyusun
Laporan Asuhan Keperawatan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada pasien
Ny. N dengan Gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Mellitus tipe II di Paviliun
Yoseph II kamar 19.4 Rumah Sakit RK. Charitas Palembang.”

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah Mempelajari dan memberikan
pemahaman tentang asuhan keperawatan pada Ny.N dengan gangguan Diabetes
Millitus tipe II di pavilion yosef II RS. RK. Charitas Palembang.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini yaitu penulis mampu :
a) Melakukan pengkajian pada pasien diabetes mellitus.
b) Merumuskan analisa yang sesuai pada pasien diabetes mellitus.
c) Merumuskan diagnosa yang muncul pada diabetes mellitus.
d) Menentukan intervensi keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
e) Melakukan implementasi keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
f) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
g) Mampu mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada pasien
diabetes melitus.

C. Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun asuhan keperawatan ini
adalah metode deskriptif yaitu metode yang bersifat menggambarkan suatu keadaan
secara obyektif selama mengamati klien, mulai dari pengumpulan data sampai dengan
melakukan evaluasi yang disajikan dalam bentuk naratif.
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam asuhan keperawatan ini
penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Penulis melakukan wawancara lansung kepada pasien dengan mengajukan
pertanyaan yang bersifat terbuka, sehingga terjadi interaksi antara perawat dan
pasien.
2. Observasi
Penulis mengadakan pengamatan langsung terhadap respon pasien untuk
memperoleh data obyektif.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara langsung meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
4. Study kepustakaan
Dalam penyusunan asuhan keperawatan serta konsep dasar tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus tipe II, penulis menggunakan
beberapa buku sumber yang dijadikan sebagai acuan teoritis.
5. Study dokumentasi
Untuk melengkapi data penulis mendapatkan data dari informasi status kesehatan
pasien serta pemeriksaan diagnostic yang dilakukan di Rumah Sakit.
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan asuhan keperawatan ini terdiri dari lima bab yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang, tujuan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini penulis menjelaskan tentang landasan teori medis dan konsep dasar
asuhan keperawatan.
BAB III TINJAUAN KASUS
Bab ini merupakan penerapan asuhan keperawatan secara langsung pada
pasien dengan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan
dan evaluasi keperawatan.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang kesenjangan yang terjadi dalam teori dan kasus yang
dikaji penulis dari setiap asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
BAB V PENUTUP
Bab ini meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar medik


1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat
(Price dan Wilson, 1995).

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan


metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada berbagai organ dan system tubuh seperti mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, dan lain-lain (Mansjoer, 1999).

Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth,
2002).

Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidaseimbangan antara


tuntutan dan suplai insulin (H. Rumahorbo, 1999).

2. Anatomi fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus
limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang
lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior
berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut
processus unsinatis pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau


langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh
darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni
selalfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel
terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel
B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin
membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam
bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau
agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel
B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula
yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah
(Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel
mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel
mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
b. Fisiologi Pankreas
Fungsi pankreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
1) Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk
getah penkreas berisi enzin dari pankreas adalah :
a) Amylase : mengurangi tepung menjadi maltose atau maltose dijadikan
polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan
monosakarida.
b) Lipase : mengurangi lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak
dan gliserol gliserin.
2) Fungsi endokrin atau kelenjar endokrin berfungsi membentuk hormon
dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar
antar alveoli-alveoli pankreas terpisah dan tidak mempunyai saluran. Oleh
karena itu, hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung
diserap kedalam kapiler darah untuk dibawah ketempat yang
membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh
pankreas adalah insulin dan glukagon.

Fisiologi Insulin
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan
pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama
pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah.
Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin
bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan,
insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan
transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).

3. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan
faktor herediter memegang peranan penting.
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille
Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadar gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus
IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari
lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh
lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM. Virus atau
mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang
membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune,
dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga
dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002)
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran
terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset
melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM
sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak
insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup
menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin
menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien
dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan
utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder
berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak
selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-
tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan,
lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan
normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan
peningkatan gula darah (Brunner & Suddart, 2002).

4. Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 dan
Departement of Health and Human Service USA (2007) terbagi dalam 3 bagian yaitu
Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2, dan Diabetes Gestational. Namun, menurut American
Diabetes Association (2009), klasifikasi DM terbagi 4 bagian dengan tambahan Pra‐
Diabetes.
a. Diabetes tipe 1 DM tipe 1 merupakan bentuk DM parah yang sangat lazim
terjadi pada anak remaja tetapi kadang‐kandang juga terjadi pada orang dewasa,
khususnya yang non‐obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia
tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme
yang disebabkan hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi darah, glukagon
plasma meningkat dan sel‐sel ß pankreas gagal merespons semua stimulus
insulinogenik. Oleh karena itu diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar
glukosa darah (Karam, 2002). Gejala penderita DM tipe 1 termasuk peningkatan
ekskresi urin (poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan
terganggu, lelah, dan gejala ini dapat terjadi sewaktu‐waktu (tiba‐tiba) (WHO,
2008).
b. Diabetes tipe 2 DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang lebih ringan, terutama
terjadi pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang
dari normal atau secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya
penyebab gangguan kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada
DM tipe ini dan sebagian besar pasien dengan DM tipe 2 bertubuh gemuk. Selain
terjadinya penurunan kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi
respons sel ß pankreas terhadap glukosa (Karam, 2002). Gejala DM tipe 2 mirip
dengan tipe 1, hanya dengan gejala yang samar. Gejala bisa diketahui setelah
beberapa tahun, kadang‐kadang komplikasi dapat terjadi. Tipe DM ini umumnya
terjadi pada orang dewasa dan anak‐anak yang obesitas.
c. Diabetes Gestational DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada
kehamilan (WHO, 2008). Wanita hamil yang belum pernah mengalami DM
sebelumnya namun memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan
menderita DM gestational. DM gestational biasanya terdeteksi pertama kali pada
usia kehamilan trimester II atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan
umumnya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Diabetes gestational
terjadi pada 3‐5% wanita hamil (Anonim, 2009). Mekanisme DM gestational
belum diketahui secara pasti. Namun, besar kemungkinan terjadi akibat hambatan
kerja insulin oleh hormon plasenta sehingga terjadi resistensi insulin. Resistensi
insulin ini membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3
kali dari normal. DM gestational terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan
menggunakan seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin,
glukosa tidak dihantarkan ke jaringan untuk dirubah menjadi energi, sehingga
glukosa meningkat dalam darah yang disebut dengan hiperglikemia (Anonim,
2009).
d. Pra‐Diabetes Pra‐diabetes merupakan DM yang terjadi sebelum berkembang
menjadi DM tipe 2. Penyakit ini ditandai dengan naiknya KGD melebihi normal
tetapi belum cukup tinggi untuk dikatakan DM. Di Amerika Serikat ±57 juta
orang menderita pra‐diabetes. Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa
beberapa kerusakan jangka panjang khususnya pada jantung dan sistem sirkulasi,
kemungkinan sudah terjadi pada pra‐diabetes, untuk mencegahnya dapat
dilakukan dengan diet nutrisi dan latihan fisik (Anonim, 2009).

5. Patofisiologi
a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pancreas menghasilkan insulin
karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan
hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial. Dengan tingginya
konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam
darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia). Defesiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat
badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain
yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan
terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan
mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000)
b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang
dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang
dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah
DM tipe II (Corwin, 2000)

6. Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan
menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan
secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)
f. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa-sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin.Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

7. Komplikasi
a. Akut
1) Hipoglikemia
2) Ketoasidosis
3) Diabetik.
b. Kronik
1) Makroangiopati mengenal pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
2) Mikroangiopati mengenal pembuluh darah kecil retinopati diabetic, nefropati
diabetik
3) Neuropati diabetik.

8. Pemeriksaan diagnostik
a. Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi) yang
tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes.
b. Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosadalam darah
dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).
1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3) Osmolitas serum 300 m osm/kg.
4) Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negative
(Bare & suzanne, 2002)

9. Penatalaksanaan medic dan keperawatan


Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai
berikut:
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi
baik yaitu:
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani.
Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus
Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan:
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori
basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut
sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan
komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu:
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama
30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat
jogging.
c. Obat Hipoglikemik
1. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara:
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid
kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena
resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid.
Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau
ginjal.
2. Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt
27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea.
3. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah:
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan
diet (perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis
rendah dan dinaikkan perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah
pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis
maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan
penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.

Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan


mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare &
Suzanne, 2002)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi :
a. Biodata
b. Riwayat Kesehatan
c. Keluhan Utama
d. Sifat Keluhan
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
f. Pemeriksaan Fisik
g. Pola Kegiatan Sehari-hari

Adapun hal yang perlu dikaji pada klien Diabetes Mellitus :


1. Pola Aktivitas dan istirahat :
a. Gejala: Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur.
b. Tanda: Takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
2. Pola Sirkulasi
a. Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah.
b. Tanda: Takikardi, perubahan tekanan darah postural, denyut nadi
menurun, disritmia, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.
3. Pola Eliminasi
a. Gejala: Diare, nyeri tekan abdomen, rasa terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi).
b. Tanda: Poliuri, nokturi, perut kembung, dan pucat.
4. Pola Nutrisi
a. Gejala: Hilangnya nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan, dan
haus.
b. Tanda: kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen.
5. Pola Neurosensori
a. Gejala: Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah.
b. Tanda: Kesemutan, lemah otot, disorientasi, latergi, koma, dan bingung.
6. Pola Pernafasan
a. Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum, purulen
atau tergantung adanya infeksi atau tidak.
b. Tanda: Batuk dengan atau tanpa sputum, purulen (infeksi), frekuensi
Pernafasan.
7. Pola Keamanan
a. Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
b. Tanda: Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, kulit rusak lesi,
demam, diaphoresis.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan deuresis osmotik.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insuli, penurunan masukan oral.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa dan elektrolit.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya mengingat kesalahan interpretasi informsi.

3. Rencana Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan deurisis osmotic.
Tujuan: Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba baik, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
pengeluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
1.) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia.
2.) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional: Merupakan indikator dari tinggkat dehidrasi, atau volume
sirkulasi yang adekuat.
3.) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4.) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti.
5.) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional: Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respons pasien secara individual.

b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan : Mencerna jumlah kalori /nutrien yang tepat menunjukkan tingkat
energi biasanya berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
1.) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
tubuh terapeutik.
2.) Timbang berat bdan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbs
dan utilisasi.
3.) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik
atau cultural.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pusing.
4.) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada
keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
5.)Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional: Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan
cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia.
Tujuan : Mengindentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
infeksi. Mendemostrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1.) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional: Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya
telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami
infeksi nosokomial.
2.) Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3.) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invansif.
Rasional: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media
terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4.) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh
Rasional: Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit
dan infeksi.
5.) Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional: Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan
memobilisasi sekret.

d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.Mengenali dan
mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
1.) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional: Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal.
2.) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhan.
Rasional: Menurunkan kebingungan dan membantu untuk
mempertahankan kontak dengan realitas.
3.) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk
melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional: Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas
dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4.) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pda
paha/kaki.
Rasional: Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang
berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai
resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dangangguan
keseimbangan.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. Mengidentifikasi
hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan
gejala dengan faktor penyebab.Dengan benar melakukan prosedur
yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi :
1.) Ciptakan lingkungan saling percaya.
Rasional: Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum
pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2.) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup .
3.) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu
pasien dalam merencanakan makan.
4.) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional: Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.
4. Implementasi Keperawatan
Setalah rencana keperawatan disusun, selanjutnya diterapkan tindakan yang
nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa kurangnya atau hilangnya
masalah pasien. Tahap ini terdiri dari validasi rencana keperawatan, menulis atau
mendokumentasikan rencana keperawatan data, melanjutkan pengumpulan data.

5. Evaluasi Keperawatan
Pada evaluasi perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan dari
pasien dan menilai sejauh mana masalah dapat diatasi.

6. Discharge Planning
a. Harus memberikan terapi insulin jika gula darah naik.
b. Memberikan informasi verbal kepada pasien dengan orang terdekat tentang
hal berikut :
1) Pentingnya mengatasi Diabetes Mellitus dengan penanganan dokter dan
perawat.
2) Membantu pasien untuk selalu berkomunikasi dengan tim kesehatan atau
keluarga.
c. Mandiri pemeriksaan gula darah dengan Glukometer dan penggunaan obat
(Insulin Pen).
d. Jangan mengubah dosis obat tanpa seizin dari dokter.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan
Dari pengkajian tanda dan gejala yang ada pada teori adalah Kelemahan, susah
berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, Riwayat hipertensi,
penyakit jantung seperti nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, Diare, nyeri tekan
abdomen, rasa terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Hilangnya nafsu makan,
mual/muntah, penurunan berat badan, dan haus, Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum, purulen atau
tergantung adanya infeksi atau tidak, Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Sedangkan tanda
dan gejala yang ditemukan pada pasien adalah nyeri pada kaki kanannya dan
rusaknnya kulit telapak kaki sebelah kanan karena adanya ulkus. Gejala pada teori
yang ditemukan pada pasien hampir sama, karena pengkajian dilakukan pada hari
ketiga pasien dipindah ke pavilion Yosef II dan telah dilakukan tindakan medic
ataupun asuhan keperawatan di pavilion Yosef I untuk mengatasi masalah yang ada
pada pasien.

B. Diagnosa Keperawatan
Daignosa yang diangkat pada pasien terdapa pada teori, diagnose pada teori
yaitu kekurangan voleme cairan, kerusakan integritas jaringan, nyeri akut, kedua
diagnose kerusakan integritas jaringan dan neri akut terdapat pada pasien.

C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan yang disusun pada kasus disesuaikan dengan tingkat perubahan
patologis yang terjadi pada pasien. Perencanaan ditujukan pada masalah keperawatan
nyeri dan kerusakan integritas kulit karena keduanya penting untuk keselamatan
pasien. Semua masalah tersebut harus diatasi dengan perencanaan lebih disusun
sedemikian rupa agar dapat mengatasi masalah yang ada.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun
sebelumnya yaitu mengkaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien,
mengobservasi TTV dan keadaan umum pasien serta jelaskan pada pasien tentang
sebab-sebab timbulnya nyeri,menciptakan lingkungan yang tenang,mengajarkan
teknik relaksasi dan distraksi, mengatur posisi pasien senyaman mungkin,melibatkan
keluarga dalam mendampingi pasien, melakukan messege dan kompres luka dengan
BMC saat merawat luka, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic.

E. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi semua masalah yang ada pada pasien semuanya teratasi
maka intervensi dihentikan.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus adalah kelainan metabolic yang disebabkan oleh banyak
faktor, dengan sistoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein.
Tujuan utama dari pengobatan Diabetes Mellitus adalah untuk
mempertahankan kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk
dipertahankan.

B. Saran
Adapun saran bagi pembaca dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Selalu menjaga pola hidup. Sering berolahraga dan istirahat yang cukup.
2. Jaga pola makan anda. Jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terlalu manis. Karena itu, dapat menyebabkan kadar gula melonjak
tinggi. Jangan pula terlalu membatasi makan manis, karena dapat menyebabkan
kadar gula darah yang menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2001. Rencana Asuhan


Keperawatan, (Edisi III). EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai