2
Klien merasa nyaman dengan kebohongan dan keyakinanya.
Ia juga menganggap bahwa semua orang sama, yaitu mereka akan
mempercyainya dan mendukungnya. Keyakinan ini sering disertai
halusinasi dan terjadi ketika klien menyendiri dari lingkunganya.
Pada tahap selanjutnya, klien sering menyendiri dan menghindari
interaksi sosial ( isolasi sosial).
f. Fase Peningkatan (Improfing)
Ketiadaan konfrontasi dan upaya-upaya koreksi dapat
meningkatkan keyakinan yang salah pada klien. Tema waham yang
sering muncul adalah seputar pengalaman traumatic masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ).
Isi waham memang bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi.
Akan tetapi, penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien
dengan cara konfrontasi dan memperkaya keyakinan relegius.
3. Tipe-Tipe Waham
3
Klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Contoh, “saya sakit kanker”.
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengataka bahwa ia sakit
kanker.)
e. Waham Nihilistik ( Nihilistic )
Klien meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada
didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
dengan kadaan nyata. Misalnya, “Ini kan alam kubur ya, semua
yang ada disini adalah roh-roh.”
f. Waham Bizar ( Bizarre )
1) Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain
yang dsisipkan di dalam pikiran yang disampaikan secara
berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Sisip pikir : klien yakin bahwa orang lain
mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun dia tidak
menyatakan kepada orang tersebut, diucapkan beulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
3) Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh
kekuatan dari luar.
4
Menarik diri
( Sumber : Struart, 2013 )
5
1) Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil
yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal
yang jelas
2) Mood klien konsisten dengan isi wahamnya
3) Pada waham curiga didapatkannya perilaku
pencuriga
4) Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan
tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan
khusus dengan orang yang terkenal
5) Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan
merasakan adanya kualitas depresi ringan.
6) Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi
yang menonjol/menetap., kecuali pada klien dengan waham
raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan
halusinasi dengar.
B. Pengkajian
Pada pengkajian, factor penyebab terjadinya gangguan waham
digolongkan menjadi beberapa factor, yaitu faktor predisposisi, faktor
biologis, dan faktor psikodinamik
1. Faktor Predisposisi ( predisposing factor )
6
Faktor predisposisi terdiri dari tiga factor, yaitu factor biologis.
Factor psikologis dan factor psikodinamik
a. Faktor biologis
Waham diyakini karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel diotak, atau perubahan kortikal dan lindik. Abnormalitas
otak yang disebabkan respon neurologis yang maladaftif yang
baru mulai dipahami. Hal ini termasuk hal-hal berikut:
1) Penelitian pencintraan otak sudah mulai
menunjukan keterlibatan otak yang luas dan dalam
perkembangan skizofrenia. Hal yang paling berhubungan
dengan perilaku psikotik adalah adanya lesi pada area frontal,
temporal dan limbic
2) Beberapa senyawa kimia otak dikaitkan dengan
skizofrenia. Hasil penelitian menunjukan : Kadar dopamine
neurotranmiter yang berlebihan, ketidak seimbangan antara
dopamine dan neuro transmitter lain, masalah-masalah
yang terjadi pada sitem dopamine.
b. Faktor psikologis
Teori psikodinamika mempelajari terjadinya respon
neurobiology yang maladaftif belum didukung oleh penelitian.
Teori psikologi terdahulu menyalahkan keluarga sebagai
penyebab gangguan ini, sehingga menimbulkan kurangnya rasa
percaya ( keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa professional).
Waham ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan perilaku dari
keluarga. Missal saja, sosok ibu adalah tipe pencemas, sedang
sosok ayah adalah tipe yang kurang atau tidak peduli.
c. Faktor social budaya
Secara tehnis, kebudayaan merupakan ide atau tingkah laku
yang dapat dilihat maupun tidak terlihat. Kebudayaan turut
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
seseorang, missal melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku
dalam kebudayaan tersebut. Unsur-unsur dari factor social budaya
7
dapat mencakup kestabilan keluarga, polamengasuh anak, tingkat
ekonomi, perumahan (perkotaan lawan pedesaan), maslah
kelompok minoritas yang mempengaruhi prasangka, fasilitas
kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang memadai,
pengaruh rasial dan agama, serta nilai-nilai ( Yosep,2009). Disisi
lain, timbulnya waham dapat disebabkan oleh perasaan
terasingdari lingkungan dan kesepian ( Direja, 2011 )
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis
yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik
otak yang mengatur perubahan isi informasi dan abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
Pada pasien dengan waham, pemeriksa MRI menunjukkan bahwa
derajat lobus temporal tidak simetris. Akan tetapi perbedaan ini
sangat kecil, sehingga terjadinya waham kemungkinan
melibatkan komponen degeneratif dari neuron. Waham somatic
terjadi kemungkinan karena disebabkan adanya gangguan sensori
pada sistem saraf atau kesalahan penafsiran dari input sensori
karena terjadi sedikit perubahan pada saraf kortikal akibat
penuaan (Boyd 2008 dalam Purba dkk, 2008).
b. Stres Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres
yang berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan prilaku.
c. Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis
yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan,
8
sikap dan prilaku individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur,
infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh
kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres
gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan,
pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.
Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif,
dan mekanisme ego spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan.
Klien dengan waham menggunakan mekanisme pertahanan reaksi
formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi,
digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan,
ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan
ketergantungan ditransformasikan mejadi kemandirian yang
kokoh.Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran
akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk
melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat di terima
dari dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas
telah dihipotesiskan telah menyebabkan reaksi formasi dan
proyeksi waham dan suporioritas.Waham juga dapat muncul dari
hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi
sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka.
(kalpan dan Sadock 2009).
3. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
4. Psikopatologi
Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan
mekanisme ego spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien
9
dengan waham, menggunakan mekanisme pertahanan reaksi formasi,
penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan sebagai
pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan
cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi
kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk menghindari
kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan
untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima
didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas,
telah dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham
kebesaran dan superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil
pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara
untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran
merupakan regresi perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana
perasaan akan kekuatan yang tidak dapat disangkal dan dihilangkan
(Kaplan dan Sadock, 2009).
Cameron, dalam Kaplan dan Sadock, (2009) menggambarkan 7
situasi yang memungkinkan perkembangan waham, yaitu : peningkatan
harapan, untuk mendapat terapi sadistik, situasi yang meningkatkan
ketidakpercayaan dan kecurigaan, isolasi sosial, situasi yang
meningkatkan kecemburuan, situasi yang memungkinkan menurunnya
harga diri (harga diri rendah), situasi yang menyebabkan seseorang
melihat kecacatan dirinya pada orang lain, situasi yang meningkatkan
kemungkinan untuk perenungan tentang arti dan motivasi terhadap
sesuatu.
Psikopatologi waham, Proses terjadinya waham dapat diuraikan
sebagai berikut ;
a. Seseorang merasa terancam oleh orang lain atau oleh
dirinya sendiri, mempunyai pengalaman kecemasan dan timbul
perasaan bahwa sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi.
10
b. Seseorang kemudian berusaha terhadap persepsi diri dan
obyek realita melalui manifestasi, lisan terhadap suatu kejadian
ayau suatu keadaan.
c. Dilanjutkan dengan memperoykesikan pikiran dan
perasaaan lingkungannya, sehingga pikiran, perasaan, dan
keinginan yang negatif, dan tidak dapat diterima akan terlihat
datangnya dari dirinya.
d. Akhirnya orang tersebut berusahan untuk memberikan
alasan atau rasional tentang interpretasi personal ( diri sendiri )
terhadap realita kepada diri sendiri dan orang lain.
C. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data yang diperoleh, ditetapkan bahwa diagnosis
keperawatan waham adalah : Gangguan proses pikir: Waham
Gambar. Pohon Masalah Diagnosis Gangguan Proses Pikir : Waham
11
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi
ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi :
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang
aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien
sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional : Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien,
maka akan memudahkan perawat untuk mengarahkan
kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya
memikirkannya.
Tindakan :
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak
terpenuhi.
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum
terpenuhi perawat dapat merencanakan untuk
memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien
tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman.
Tindakan :
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
12
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
Tujuan : Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa
realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien
sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada.
Tindakan :
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
Tujuan : Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan
mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan
efek dan efek samping obat.
Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
Tujuan : Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional : Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien
akan mambentu proses penyembuhan klien.
Tindakan :
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang :
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up
obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
13
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada
penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (2008),
Kaplan dan Sadock (2009) antara lain :
a. Anti Psikotik
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi
gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang
teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara
intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat
pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari
kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang
paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi
ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan
terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian
sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :
1) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan
mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal :
3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal,
dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
2) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik
menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan
sampai 50 mg/hari.
3) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik,
psikosis,dan mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.
b. Anti parkinson
Triheksipenydil (Artane), untuk semua bentuk
parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal
akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari, Difehidamin,
Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari
14
c. Anti Depresan
Amitriptylin, untuk gejala depresi, depresi oleh karena
ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.Imipramin,
untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi
neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75
mg/hari.
d. Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan
somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk
meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas.
Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
1) Fenobarbital : 16-320 mg/hari
2) Klodiazepoksida : 15- 100 mg/hari.
3) Meprobamat : 200-2400 mg/hari
2. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan
saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok.
Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak
boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat
waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang
dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan
klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan
permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat
dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan
wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu
kehidupan konstruktif.
Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat
meningkatkan tes realitas.Sehingga terapis perlu bersikap empati
terhadap pengalaman internal klien, dan harus mampu menampung
semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti
merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui
setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan
15
klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki
keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku,
perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat
timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki
terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas
terpeutik dapat dilakukan.
3. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga
klien, sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan
memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu
perawatan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Ns. Mustofa, Ali. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa Untuk Praktisi dan
Mahasiswa Keperawatan.
16
Sunaryo. 2008. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
17