Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) kini merupakan suatu entitas penyakit
yang membutuhkan perhatian bagi kalangan luas, mengingat dampak yang
ditimbulkan jangka pendek berupa risiko kematian 6-10 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan bayi normal dan merupakan penyebab kedua terpenting
kematian perinatal setelah persalinan prematuritas. Dalam jangka panjang terdapat
dampak berupa hipertensi, arteriosklerosis, stroke, diabetes, obesitas, resistensi
insulin, kanker, dan sebagainya. Hal tersebut dikenal dengan Barker hipotesis
yaitu penyakit pada orang dewasa telah terprogram sejak dalam uterus. 1
Semakin meningkatnya kualitas pelayanan antenatal dan intrapartum serta
penatalaksanaan prematuritas, asfiksia, dan infeksi maka angka kematian perinatal
menjadi semakin berkurang, terutama negara maju. Namun insidensi PJT sebagai
penyebab kematian perinatal cenderung meningkat. Menurut Hellen Kay (2000),
sepertiga dari seluruh kasus bayi dengan berat di bawah 2500 gram mengalami
PJT dan 6-30 % bayi yang lahir dikategorikan dengan PJT. 2
Kini WHO menganjurkan agar kita memperhatikan masalah ini karena
memberikan beban ganda. Di negara berkembang, angka kejadian PJT berkisar
antara 2%-8% pada bayi dismature, pada bayi mature 5%, dan pada bayi
postmature 15%. Di Jakarta dalam suatu survei ditemukan bahwa pada golongan
ekonomi rendah, prevalensi PJT lebih tinggi (14 %) jika dibandingkan dengan
golongan ekonomi menengah atas (5 %). 1
Penyebab PJT adalah multifaktor. Pada kebanyakan komunitas barat,
insufisiensi plasenta merupakan penyebab utama PJT, sedangkan asupan gizi
maternal yang kurang dan infeksi malaria memegang peranan yang lebih besar
pada negara berkembang. 2
Bayi dengan gangguan pertumbuhan mempunyai risiko untuk terjadinya
aspirasi mekonium, polisitemia, hipoglikemia, masalah pertumbuhan, dan
perkembangan jangka panjang. Untuk mengurangi insidensi PJT diharapkan kita
dapat mengenali secara dini dengan cara skrining pada masa kehamilan melalui
pemeriksaan antenatal.2

1
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Pertumbuhan janin terhambat merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi
pola pertumbuhan janin. Yang terjadi pada PJT adalah proses patologi yang
menghambat janin mencapai potensi pertumbuhannya. PJT merupakan suatu
keadaan di mana janin tidak mampu berkembang sesuai dengan ukuran normal
akibat adanya gangguan nutrisi dan oksigenase, atau dengan kata lain suatu
keadaan yang dialami bayi dengan berat badan lahir di bawah batasan tertentu dari
umur kehamilannya. 2
Definisi PJT yang sering digunakan adalah bayi yang mempunyai berat badan
lahir di bawah persentil ke-10 dari kurva berat badan normal yang disesuaikan
dengan usia kehamilan. 2

Gambar 1. Bayi dengan PJT (kiri) dan bayi dengan pertumbuhan normal sesuai usia
gestasi (kanan)

2. Klasifikasi
Terjadinya PJT dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok: 2
1. PJT Tipe-1 (Simetris atau Proporsional)
Pada PJT tipe-1 dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil
akibat berkurangnya potensi pertumbuhan janin dan berkurangnya
proliferasi seluler semua organ janin. PJT tipe-1 ditandai dengan berat
badan, lingkar kepala, dan panjang badan berada di bawah persentil 10. PJT

2
simetris ini terjadi selama kehamilan trimester ke-1 dan trimester ke-2 dan
angka kejadian kira-kira 20-30 % dari seluruh bayi PJT.2
Menurut Martaadisoebrata et al. (2013), PJT simetris terjadi pada
kehamilan 0-20 minggu. Timbul gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbanyak sel (hiperplasia), umumnya karena kelainan kromosom atau
infeksi janin. Prognosisnya buruk. 8

2. PJT Tipe-2 (Asimetris atau Diproporsional)


PJT tipe-2 terjadi karena janin kurang mendapat nutrisi dan energi, sehingga
sebagian besar energi digunakan langsung untuk mempertahankan
pertumbuhan organ vital (seperti otak dan jantung). Hal ini umumnya terjadi
akibat insufisiensi plasenta. PJT asimetris mempunyai ukuran kepala normal
tetapi lingkar perut kecil. PJT tipe-2 memiliki berat badan yang kurang dari
persentil ke-10, sedangkan ukuran kepala dan panjang badan normal. PJT
asimetris terjadi pada trimester terakhir, yang disebabkan karena terjadinya
penurunan kecepatan pertumbuhan.2
Menurut Martaadisoebrata et al. (2013), PJT asimetris terjadi pada
kehamilan 28-40 minggu. Timbul gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbesar sel (hipertrofi), misalnya pada hipertensi dalam kehamilan yang
disertai insufisiensi plasenta. Prognosisnya baik. 8

Gambar 2. Perbandingan ukuran antara bayi PJT (kanan) dengan bayi normal (kiri)

3. PJT Tipe-3 (Kombinasi)


Kelainan di antara kedua tipe di atas ini terjadi pada kehamilan 20-28
minggu. Timbul gangguan potensi tubuh kombinasi antara gangguan

3
hiperplasia dan hipertrofi sel akibat malnutrisi ibu, kecanduan obat atau
keracunan. Prognosis dubia. 8
Bayi mungkin mengalami pemendekan skeletal, sedikit pengurangan
jaringan lunak. Jika malnutrisi terjadi dalam jangka waktu lama dan parah,
janin mungkin akan mengalami kemampuan untuk kompensasi sehingga
terjadi peralihan dari PJT kombinasi menjadi PJT tipe simetris.2

Tabel 1. Ciri-ciri PJT Simetris dan Asimetris 9

Karakteristik PJT Simetris PJT Asimetris

Periode Penyulit Awal kehamilan Akhir kehamilan


Insiden total kasus PJT 20% - 30% 70% - 80%
Penyakit genetik atau
Etiologi Insufisiensi utero-plasenta
infeksi intrinsik pada janin
Pemeriksaan Antenatal Semua secara - AC berkurang
HC, AC, BPD, dan FL proporsional berkurang - HC, BPD, dan FL normal
Jumlah sel Berkurang Normal
Ukuran sel Normal Berkurang
Postnatal antropometri - Berkurang pada berat
Berkurang pada semua
berat, panjang, dan - Panjang dan lingkar kepala
parameter
lingkar kepala normal (brain sparing growth)
Perbedaan antara
lingkar kepala dan dada Kurang dari 3 cm Lebih dari 3 cm
dalam istilah PJT
Ciri-ciri malnutrisi Kurang jelas Lebih jelas
Prognosis Buruk Baik

Lin dan Santolaya Forgas (1998), melaporkan proses pertumbuhan sel-sel


secara mitosis cepat pada organ-organ janin dan plasenta, dapat dibagi ke dalam 3
fase, yakni: 2
1) Fase Hiperplasia atau Proliferasi (penambahan jumlah sel)
Terjadi penggandaan sel-sel secara mitosis cepat pada organ-organ janin
dan peningkatan kandungan DNA. Hal ini terjadi sejalan permulaan
perkembangan janin sampai usia kehamilan 16 minggu.2
2) Fase Hiperplasia dan Hipertrofi
Terjadi penurunan mitosis sel dan peningkatan ukuran sel. Hal ini
berlangsung sampai usia 32 minggu.2

4
3) Fase Hipertrofi
Terjadi peningkatan kecepatan pertambahan ukuran sel, akumulasi jaringan
lemak, otot, dan jaringan ikat, yang mana puncak kecepatan pertambahan
ukuran sel terjadi pada usia kehamilan 33 minggu.2

Fase hiperplasia dimulai pada awal perkembangan janin, kemudian secara


bertahap terjadi pergeseran ke fase hipertrofi. Gangguan pertumbuhan pada
malnutrisi yang terjadi selama fase hiperplasia akan menyebabkan berkurangnya
jumlah sel yang sifatnya permanen (PJT simetris). Malnutrisi yang terjadi selama
fase hipertrofi akan menyebabkan berkurangnya ukuran sel yang sifatnya
reversibel (PJT asimetris). Apabila malnutrisi terjadi pada fase hiperplasia dan
hipetrofi akan menyebabkan berkurangnya jumlah dan ukuran sel (PJT
kombinasi). 2

3. Faktor Risiko dan Etiologi


1. Faktor Risiko 2
 Lingkungan sosio-ekonomi rendah
 Riwayat PJT dalam keluarga
 Riwayat obstetri yang buruk
 Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah
 Komplikasi obstetrik dalam kehamilan
 Komplikasi medik dalam kehamilan

2. Etiologi
Tabel 2.1 Etiologi Pertumbuhan Janin Terhambat 7

Faktor Maternal Faktor Fetus Faktor Plasenta

Demografik: Genetik Placenta:


Umur Maternal yang Ekstrem Trisomy 21, 18, 13 Placental abruption
Ras Turners syndrome Placenta accreta
Berat Badan Rendah Pre-pregnancy Delesi Kromosom 4, 5 Placental infarction
Kenaikan berat badan yang buruk pada Ibu Sindrom Genetik Circumvallate placenta
Obstetrik: Malformasi kongenital Confined placental mosaicism
Interval pendek kehamilan Penyakit jantung bawaan Placental hemangioma
Riwayat Kecil Masa Kehamilan sebelumnya (KMK) CDH Placental chorangioma
Perilaku/lingkungan: Abdominal wall defect Diffuse chronic villitis
Merokok Anencephaly Fetal villous obliteration
Alkohol Infeksi Umbilical cord:
Penggunaan obat TORCH Velamentous cord insertion
Penyakit sistemik: Malaria Single umbilical artery

5
Hipertensi (hipertensi kronis, preeklampsia) lainnya: Chlamydia, Mycoplasma, Listeria, TB
Diabetes Pregestasional Kehamilan ganda
Penyakit ginjal
Anemia
Penyakit paru-paru
Penyakit jantung bawaan
Penyakit autoimun
Sindrom antifosfolipid
Penyakit GI (penyakit Crohn, kolitis ulserativa, bypass
lambung, malabsorpsi)
Malnutrisi
Penerima transplantasi (ginjal)
Lainnya:
Teknologi reproduksi buatan (ART)
Faktor rahim (fibroid, anomali mullerian)
Obat-obatan (antikonvulsan, beta blocker)
Mutasi gen angiotensin

4. Patofisiologi
Penyebab multifaktor dari PJT ini disebabkan oleh tiga kemungkinan yaitu
gangguan fungsi plasenta, faktor ibu; di mana berkurangnya suplai oksigen atau
asupan gizi, faktor janin; di mana penurun kemampuan janin untuk menggunakan
asupan gizi. Plasenta memainkan peranan penting dalam dua kategori yang
pertama. Perkembangan abnormal, berkurangnya perfusi, dan disfungsi vili-vili
plasenta sering mengakibatkan PJT, khususnya pada tipe asimetris. 2
Pada plasenta dari ibu dengan hipereklamsi terjadi invasi sitotrofoblas yang
dangkal pada rahim dan diferensiasi sitotrofoblas yang abnormal. Kegagalan
invasi sitotrofoblas ini akan mencegah remodeling desidual distal menyebabkan
berkurangnya perfusi maternal-vili plasenta, hipoksia plasenta setempat yang akan
mengakibatkan terjadinya PJT. Disfungsi vili plasenta yang disebabkan oleh
apoptosis pada trofoblas, stres oksidatif, infark dan kerusakan sitokinin akan
mengakibatkan terjadinya angiogenesis yang tidak menentu pada plasenta,
sehingga menghambat pemulihan dari plasenta. 2

6
5. Skrining Janin
Walaupun pemeriksaan tunggal dengan biometri atau doppler dapat secara
tepat dalam membantu penegakkan diagnosa PJT, skrining dari PJT sangat
penting untuk mengidentifikasi janin dengan risiko tinggi. Secara umum skrinng
dilakukan dengan cara mengukur tinggi fundus uteri (TFU), yang dilakukan
secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal (PAN) sejak usia kehamilan 20
minggu sampai aterm. 3,4,5

Pada wanita yang mempunyai risiko untuk terjadinya PJT sebaiknya dilakukan
pemeriksaan USG serial sepanjang kehamilannya. Pemeriksaan skrining PJT
terutama dilakukan pada kehamilam trimester ke-2 (18 minggu-20 minggu) untuk
evaluasi ada tidaknya malformasi, dan kehamilan ganda. Pemeriksaan ulang
sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu sampai 32 minggu untuk
mendeteksi gangguan pertumbuhan, pertumbuhan asimetris dan retribusi darah ke
organ penting, antara lain otak, jantung dan kelenjar adrenal. 3,4,5
Pengukuran TFU, secara normal dilakukan dalam 3 minggu, pada usia
kehamilan 20 minggu sampai 38 minggu. Jika TFU kurang dari atau sama dengan
3 cm lebih rendah dari yang diharapkan pada usia kehamilan tertentu, maka kita
mulai mencurigai adanya PJT. 3,4,5

6. Diagnosis
1. Penentuan Usia Kehamilan
Langkah pertama dalam diagnosis janin dengan hambatan pertumbuhan
adalah menetapkan penentuan usia kehamilan yang akurat. Usia kehamilan
dapat dihitung dari tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT) pada wanita
yang siklus haidnya teratur.3
2. Identifikasi Faktor Risiko dan Etiologi
Setelah penetapan tanggal yang akurat, identifikasi faktor risiko dengan
memperoleh riwayat medis sangat penting untuk mengidentifikasi PJT (Tabel
1). Riwayat medis terperinci dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi penyakit
sistemik ibu, yang dapat memengaruhi pertumbuhan janin. Penyakit ibu yang
tidak terkontrol dengan baik, seperti hipertensi, penyakit ginjal, diabetes
pregestasional lama dengan vaskulopati, dan penyakit sistemik lainnya, dapat
memengaruhi pertumbuhan janin secara signifikan. Identifikasi faktor-faktor

7
risiko yang dapat dimodifikasi, seperti merokok dan penggunaan obat-obatan
terlarang, dapat berguna dalam intervensi pencegahan.3
Berdasarkan riwayat dan penilaian berbasis risiko, pemeriksaan risiko
penyakit infeksius, termasuk serologi untuk IgG dan IgM ibu untuk CMV,
toksoplasmosis, dan HSV dapat dipertimbangkan. Kekebalan rubela juga harus
diuji dengan laboratorium prenatal rutin. Tidak ada bukti yang cukup untuk
menguji secara rutin trombofilia; namun, pengujian APS (ACA IgG dan IgM,
antikoagulan lupus, beta-2 microglobulin IgG dan IgM) dapat dilakukan untuk
mengelola kehamilan saat ini dan untuk kehamilan selanjutnya.3
3. Pemantauan Berat Badan Ibu
Pemantauan kenaikan berat badan pada kunjungan prenatal dapat
mengidentifikasi nutrisi ibu.3

Tabel 3. Kenaikan Berat Badan Ibu Hamil

4. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU)


Pengukuran tinggi simfisis-fundus (TFU) memberikan ukuran yang
membantu untuk menilai pertumbuhan janin selama kunjungan. Cara ini sangat
mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada kehamilan kecil. Caranya
dengan menggunakan pita pengukur yang di letakkan dari simpisis pubis
sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada pengukuran di dapat panjang
fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter di bawah ukuran normal untuk
masa kehamilan itu maka kita dapat mencurigai bahwa janin tersebut
mengalami hambatan pertumbuhan. Cara ini tidak dapat diterapkan pada
kehamilan ganda, hidramnion, dan janin letak lintang.3
5. USG Fetomaternal
USG yang diukur adalah diameter biparietal atau cephalometry angka
kebenarannya mencapai 43-100%. Bila pada USG ditemukan cephalometry
yang tidak normal maka dapat kita sebut sebagai simetris PJT. Selain itu

8
dengan lingkar perut kita dapat mendeteksi apakah ada pembesaran organ intra
abdomen atau tidak, khususnya pembesaran hati. Tetapi yang terpenting pada
USG ini adalah perbandingan antara ukuran lingkar kepala dengan lingkar
perut (HC/AC) untuk mendeteksi adanya asimetris PJT.3
Pada USG kita juga dapat mengetahui volume cairan amnion,
oligohidramnion biasanya sangat spesifik pada PJT asimetris dan biasanya ini
menunjukkan adanya penurunan aliran darah ke ginjal.3
6. Doppler Velocimetry
Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya bunyi end-
diastolik yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini menandakan bahwa
adanya PJT.3
7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan gula darah, bila ada indikasi diabetes mellitus
b. Skrining penyakit infeksi, waspada infeksi TORCH, Syphilis
c. Pengukuran kadar enzim transaminase, waspada Hepatitis B dan C.3

7. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang
mempunyai risiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah
membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat.
Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada
pasien-pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.5
Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang
paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia
dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang
harus dilakukan adalah :5
a. Tatalaksana umum :
 Istirahat
Mungkin merupakan satu-satunya terapi yang paling sering
direkomendasikan. Secara teori istirahat akan menurunkan aliran darah ke
perifer dan meningkatkan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta, yang
diduga dapat memperbaiki pertumbuhan janin. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Laurin Dkk, menunjukkan bahwa rawat inap di rumah sakit

9
tidak bermanfaat, tidak terdapat perbedaan berat badan lahir antara pasien
yang dirawat inap dengan rawat jalan.5
 Suplementasi Nutrisi Ibu
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa kurangnya nutrisi ibu memilki
sedikit efek pada berat lahir. Kekurangan kalori yang berat hingga lebih
kecil 1500 kalori per hari dihubungkan dengan penurunan berat bayi lahir
rata-rata hampir 300 gram. Terdapat data yang menunjukkan bahwa
suplementasi nutrisi dalam bentuk asupan kalori oral dan atau suplemen
protein memilki sedikit efek dalam meningkatkan berat badan lahir.5
Defisiensi beberapa logam pada asupan makanan ibu juga dihubungkan
dengan PJT. Walles Dkk. membuktikan bahwa kadar seng pada leukosit
perifer, yang merupakan indikator sensitif keadaan seng jaringan, menurun
pada ibu dengan janin dengan PJT. 5
Asam eikosapentanoid yang terdapat pada minyak ikan, diduga dapat
meningkatkan berat lahir dan dapat digunakan dalam pencegahan dan terapi
PJT. Asam ini bekerja secara kompetisi dengan asam arakhidonat yang
merupakan substrat dari enzim siklooksigenase. Zat vasoaktif, tromboksan
A2 (TxA2) dan prostasiklin I2 (PGI2) telah diteliti sebagai mediator yang
dapat menurunkan aliran uteroplasenta pada PJT idiopatik. Prostasiklin
merupakan vasodilator, dan tromboksan merupakan vasokonstriktor yang
kuat. Keseimbangan antara dua zat ini menghasilkan tonus vaskuler pada
uteroplasenta. Konsumsi minyak ikan diduga menghasilkan penurunan
sintesis tromboksan dan meningkatkan konsentrasi prostasiklin. Perubahan
rasio ini akan menghasilkan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan
aliran darah utreroplasenta dan meningkatkan berat lahir, sehingga berguna
dalam pencegahan dan terapi PJT.5
b. Tatalaksana farmakologis :

 Aspirin dan Dipiridamol


Aspirin atau asam asetilsalisilat, menghambat enzim siklooksigenase
secara ireversibel. Pemberian aspirin dosis rendah 1-2 mg/kg/hari
menghambat aktifitas siklooksigenase dan menghasilkan penurunan sintesis
tromboksan. Pemberian aspirin dosis rendah berkaitan dengan peningkatan

10
berat lahir rata-rata sebesar 516 gram. Juga ditemukan peningkatan yang
bermakna pada berat plasenta. 5
Dipiridamol, merupakan inhibitor enzim fosfodiesterase, dapat
menghambat penghancuran cyclic adenosine monophosphate (cAMP). Ini
akan meningkatkan konsentrasi cAMP yang dapat menyebabkan trombosit
lebih sensitif terhadap efek prostasiklin dan juga merangsang sintesis
prostasiklin yang menghasilkan vasodilatasi.5
 Beta mimetik
Obat ini memilki berbagai efek pada aliran daerah uteroplasenta. Salah
satunya adalah merangsang adenilat siklase miometrium yang menyebabkan
relaksasi uterus. Relaksasi ini akan menurunkan resistensi aliran darah
uterus dan meningkatkan perfusi. Efek vasodilatasi langsung pada arteri
uterina juga meningkatkan perfusi uterus. Secara teori hal ini bermanfaat
pada pengobatan PJT.5

8. Persalinan pada PJT


Beberapa keadaan di mana janin dengan PJT harus dilahirkan, adalah : 2
 Janin dengan kromosom normal dengan usia kehamilan lebih dari 36 minggu
lengkap
 Oligohidramnion pada kehamilan 36 minggu atau lebih
 Deselerasi lambat berulang pada usia kehamilan berapapun
 Tidak terdapat pertumbuhan pada pemeriksaan USG dalam jangka waktu 3
minggu

Sedangkan pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu, persalinan harus


dipikirkan pada keadaan berikut ini :
 Tidak terdapatnya pertumbuhan janin dalam jangka waktu 3 minggu dan
memiliki paru yang matang
 Anhidramnion pada kehamilan 30 minggu atau lebih
 Terdapat AEDF (absent umbilical artery end diastolic flow) dan REDF
(reversed umbilical artery end distolic flow)
 Pola denyut jantung janin yang abnormal menetap

11
9. Komplikasi
PJT yang tidak segera diberi tindakan penanganan dokter dapat menyebabkan
bahaya bagi janin hingga menyebabkan kematian. Kondisi ini disebabkan karena
terjadinya kondisi asupan nutrisi dan oksigenasi yang tidak lancar pada janin. Jika
ternyata hambatan tersebut masih bisa ditangani, kehamilan bisa dilanjutkan
dengan pantauan dokter, sebaliknya jika sudah tidak bisa ditangani maka dokter
akan mengambil tindakan dengan memaksa bayi untuk dilahirkan melalui operasi
meski belum pada waktunya. Komplikasi pada PJT dapat terjadi pada janin dan
ibu: 6
1. Janin
Antenatal: gagal nafas dan kematian janin
Intranatal: hipoksia dan asidosis
Setelah lahir:
a. Langsung
• Asfiksia
• Hipoglikemi
• Aspirasi mekonium
• DIC
• Hipotermi
• Perdarahan pada paru
• Polisitemia
• Hiperviskositas sindrom
• Gangguan gastrointestinal

b. Tidak langsung
Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari
sejak kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana
terdapat kelainan neurologis dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk
ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom.6

2. Ibu

Preeklampsia

Penyakit jantung

12

Malnutrisi 6

10. Pencegahan
Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor
seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah
komplikasi yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti
nasihat dari dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok,
minum alkohol dan menggunakan narkotika; mengurangi stress; berolahraga
teratur; serta istirahat dan tidur yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin,
mineral, serta minyak ikan juga baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari
anemia serta pencegahan dan tatalaksana dari penyakit kronik pada ibu maupun
infeksi yang terjadi harus baik. 5

11. Prognosis
Prognosis PJT (terutama tipe asimetris) lebih baik daripada bayi lahir kurang
bulan, tetapi sering anak ini memperlihatkan juga gangguan pertumbuhan setelah
lahir. Prognosis PJT tipe simetris (terutama dengan kelainan kongenital multiple)
buruk. 8
Bayi dengan PJT memiliki komplikasi jangka pendek dan jangka panjang,
sehingga menjadi neonatus berisiko tinggi. Masalah jangka pendek termasuk
asfiksia perinatal, aspirasi mekonium, hipertensi paru persisten, hipotermia,
hipoglikemia, hiperglikemia, hipokalsemia, polisitemia, jaundice, kesulitan
makan, intoleransi makan, enterokolitis nekrotikans, sepsis onset lambat,
perdarahan paru. Masalah jangka panjang termasuk pertumbuhan fisik abnormal
dan hasil perkembangan saraf yang buruk ketika mereka mencapai usia sekolah
dan dewasa. Mereka juga lebih rentan terserang penyakit awitan dewasa saat
masih bayi dan remaja. 9
Menurut IDAI (2016), Pertumbuhan janin terhambat berhubungan dengan
risiko kelahiran preterm dan bayi berat lahir rendah. Kondisi ini dapat
menimbulkan masalah neonatal akut antara lain: asfiksia, penyakit membran
hialin, perdarahan intrakranial, hipotermia, gangguan metabolik dan infeksi
neonatal. Sedangkan komplikasi jangka panjang antara lain: gangguan

13
pendengaran dan penglihatan, retinopati prematuritas, gangguan neurologis,
retardasi mental dan risiko menderita penyakit kronik non-infeksi saat dewasa
(non-communicable disease). Angka kematian bayi meningkat dan tumbuh
kembang anak terganggu, yang lambat laun akan mempengaruhi kualitas bangsa.
10

KESIMPULAN

14
Pertumbuhan janin terhambat tetap menjadi masalah yang menantang bagi
dokter khususnya di Indonesia yang merupakan negara berkembang karena angka
kejadian PJT lebih tinggi dari negara maju. PJT diklasifikasikan menjadi PJT
simetris, asimetris, dan kombinasi keduanya. PJT dipengaruhi oleh beberapa
etiologi yaitu ibu, janin, dan plasenta serta juga beberapa faktor risiko lain.
Dengan diketahuinya hal-hal tersebut maka kita dapat melakukan pemeriksaan
antenatal (PAN) dengan pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan
penunjang. USG sebagai cara untuk melakukan skrining janin sehingga kita dapat
mencegah terjadinya PJT. Edukasi pasien juga merupakan salah satu hal yang
penting, terutama jika sudah mengetahui etiologi dan faktor risiko dari PJT.
Sampai saat ini belum ada terapi yang paling efektif, namun ada beberapa
penanganan yang dapat dilakukan dengan tujuan dapat melahirkan bayi yang
sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan dapat mencegah terjadinya
komplikasi. Bayi dengan PJT memiliki komplikasi jangka pendek dan jangka
panjang, sehingga menjadi neonatus berisiko tinggi. Diharapkan bagi dokter untuk
dapat memahami etiologi, faktor risiko, patofisologi, serta PAN yang baik
sehingga dapat melakukan diagnosis yang benar, sehingga dapat melakukan
penatalaksanaan yang tepat pada PJT.

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Abdul Bari Saifuddin, Triatmojo Rachimhadhi, Wikojosastro H. Gulardi.
Ilmu Kebidanan, edisi ke 4. Jakarta; Balai Penerbit PT. BINA PUSTAKA
SARWANO PRAWIROHARDJO. 2010: 696-700.
2. Hasibuan, Dessy S. Volume dan Sekresi Ginjal pada Pertumbuhan Janin
Terhambat dan Normal dengan Pemeriksaan Ultrasonografi. Departemen
Obstetri dan Ginekologi FK USU. Medan. 2009.
3. Cunningham FG, Mac Donald PC et al. Williams Obstetrics. 21st ed. Prentice
Hall Inc, USA, 2001: 1111-39.
4. Karsono B. Pertumbuhan Janin Terhambat. Kursus dasar Ultrasonografi dan
Kardiotokografi. Pra PIT XIII. Malang, Juni 2002.
5. POGI. Panduan pengelolaan kehamilan Dengan Pertumbuhan Janin
Terhambat di Indonesia. Kelompok kerja Penyusunan Panduan Pengelolaan
Kehamilan Dengan pertumbuhan Janin terhambat di Indonesia. Edisi I.
Himpunan FM POGI, 2008: 1-24.
6. Editorial. Pertumbuhan janin terhambat. Edisi 2012. Diunduh dari
https://edoc.site/download/iugr-pertumbuhan-janin-terhambat-pdf-free.html?
reader. Diakses tanggal: 22 Juni 2019.
7. Suhag A. & Berghella V. Intrauterine Growth Restriction (IUGR): Etiology
and Diagnosis. Curr Obstet Gynecol Rep (2013) 2:102–111.
8. Martaadisoebrata et al. 2013. Obstetri Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi
Edisi 3. EGC: Jakarta. h. 55-56.
9. Sharma D, Shastri S, Sharma P. Intrauterine Growth Restriction: Antenatal
and Postnatal Aspects. Clinical Medicine Insights: Pediatrics 2016:10 67–83
doi: 10.4137/CMP ed. S40070. h. 68-69; 74.
10. IDAI. Kiat Membuat Anak Sehat, Tinggi, dan Cerdas. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan XIII Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta. 2016.
h. 2.

16

Anda mungkin juga menyukai