Anda di halaman 1dari 46

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/317303303

Budidya Tanaman Tahunan

Book · September 2011

CITATIONS READS

0 8,235

3 authors, including:

Gusti Rusmayadi
Universitas Lambung Mangkurat
37 PUBLICATIONS   15 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Perfoman Genotip M7 pada Lokasi Pasang Surut Wilayah Monsoon Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Model Tanaman View project

Dinamika iklim pada Wilayah Tropikal Monsoon View project

All content following this page was uploaded by Gusti Rusmayadi on 28 June 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Kegiatan Belajar 5 - 6

Modul 2
(TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN LADA)

Dr.Ir. GUSTI RUSMAYADI, M.Si

I. PENGANTAR
Efisiensi budidaya dan peningkatan mutu produk harus dilakukan
Untuk dapat bersaing di pasar dunia. Dalam era globalisasi,
perdagangan komoditas pertanian menghadapi persaingan yang
semakin ketat. Akhir-akhir ini telah muncul pesaing-pesaing baru, baik
dari sesama ASEAN maupun dari negara-negara lainnya.
II. KOMPETENSI
Setelah membaca kegiatan belajar ini, standar kompetensi yang
harus dicapai adalah anda dapat:
Menjelaskan tentang pengelolaan tanaman tahunan lada. Sedangkan
kompetensi dasar yang diharapkan, anda dapat menjelaskan tanaman
lada, tentang:
❶ lingkungan tumbuh
❷ varietas
❸ sumber bahan tanam
❹ pembibitan
❺ persiapan tanam
❻ penanaman
❼ pemeliharaan
❽ kendala produksi (hama dan penyakit)
❾ panen dan pengplahan hasil
III. BAHAN DAN ALAT
LCD : 1 buah
Whiteboard : 1 buah
Bahan bacaan : Sejumlah peserta
Spidol : 1 lusin
Lembar kegiatan : Diberikan dalam bentuk digital
IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
LANGSUNG
(1) Kegiatan Awal (5 menit)
Menarik perhatian dengan mendiskusikan mengapa ada lada hitam,
lada putih dan lada hijau
Motivasi:
Apa yang membedakan panen lada berupa lada hitam, lada putih dan

70 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

lada hijau
(2) Kegiatan Inti (70 menit)
Dosen mengajar selangkah untuk meningkatkan pengetahuan
prosedural dan faktual mahasiswa. Pembelajaran ini diterapkan
dengan demonstrasi atau penjelasan yang dilakukan oleh Dosen dan
dilanjutkan dengan kerja mahasiswa terbimbing. Selanjutnya, umpan
balik diberikan sebelum memberi tugas yang diperluas.
Langkah-langkah pembelajaran:
 Dosen menyajikan pembelajaran berupa informasi prosedural
 Dosen mendemontrasikan kegiatan yang diharapkan dilakukan
oleh mahasiswa
 Mahasiswa mengerjakan tugas dan dibimbing dosen
 Dosen selanjutnya memeriksa pemahaman mahasiswa tentang
apa yang telah dipelajari
 Dosen memberikan latihan lanjutan kepada mahasiswa
 Dosen bersama mahasiswa melakukan refleksi dan membuat
kesimpulan
 Mahasiswa diberi kuis individual
 Dosen memberi PR
(3) Kegiatan Akhir (15 menit)
Umpan balik
(4) Asesmen
PR yang diberikan kepada mahasiswa
V. URAIAN MATERI

1. Pendahuluan

Lada (Pipper nigrum Linn.) merupakan tanaman memanjat, yang membutuhkan


intensitas cahaya matahari berkisar antara 50 – 75%. Produk lada utama yang
diperdagangkan adalah lada putih, lada hitam dan lada hijau dalam bentuk buah
utuh. Lada putih asal provinsi Bangka-Belitung yang dikenal dengan sebutan
Muntok White pepper dan lada hitam asal Lampung dengan sebutan Lampung
Black Pepper sudah dikenal di pasar dunia sejak abad ke 12. Saat ini di samping
kedua daerah tersebut, pertanaman lada terdapat di Kalimantan Barat, Selatan,
Timur dan Tengah; Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada tahun 2000, Indonesia
menjadi negara utama produsen lada, tapi saat ini telah digeser oleh Vietnam
yang pada tahun 1995 menduduki peringkat ke-empat.

71 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Fluktuasi harga dan keterbatasan modal petani menyebabkan fluktuasi


pemeliharaan pertanaman lada, sehingga rentan terhadap serangan hama dan
patogen penyakit yang menyebabkan produktivitas tanaman menjadi rendah.
Untuk dapat bersaing di pasar dunia maka harus dilakukan efisiensi budidaya dan
peningkatan mutu produk. Kehilangan hasil akibat serangan hama dan patogen
penyakit dapat dikendalikan dengan melakukan budidaya anjuran yang bersifat
ramah lingkungan dan berkesinambungan dengan benar dan tepat.

Produksi lada Indonesia pada tahun 1996 sebesar 39.200 m ton, sedangkan
ekspor lada pada tahun tersebut sebesar 34.000 m ton dengan nilai US$
98.988.000. Nilai tersebut merupakan yang tertinggi di antara negara-negara
penghasil lada lainnya, seperti India (US$ 77.420.000), Malaysia (US$ 39.271.000),
dan Brasil (US$ 36.564.000). Sementara itu, pada tahun 1997 produksi lada
Indonesia menurun sebesar 10,7% menjadi 35.000 m ton akibat pengaruh El Nino,
dan ekspor lada pada tahun tersebut sebanyak 32.835 m ton, menempati posisi
kedua sebagai setelah India (Intenational Pepper Community,1996; 1997; 1998).
Namun demikian, selama bulan Januari-September 2000 Indonesia kembali
mendominasi ekspor lada dunia dengan jumlah ekspor 41.131 m ton (33% total
ekspor lada dunia). Jumlah tersebut meningkat 75% dibandingkan tahun 1999
untuk periode yang sama (Intenational Pepper Community, 2000).

Pada dekade terakhir persaingan harga lada di pasar dunia sangat tinggi. Hal ini
selain disebabkan peningkatan produksi di negara-negara produsen lada, tetapi
juga disebabkan oleh negara-negara baru penghasil lada seperti Thailand,
Srilanka, dan Vietnam. Selama bulan Januari-September 2000 total ekspor lada
negara-negara produsen utama meningkat 17% dibanding tahun 1999. Sementara
itu, harga lada justru semakin menurun sebagai akibat biaya produksi yang tinggi
(Intenational Pepper Community, 2000). Di sisi lain, negara-negara konsumen
semakin kritis terhadap mutu lada turut memperkuat kekhawatiran akan
kelebihan produksi pada tahun 2001. Kondisi tersebut membuat persaingan
merebut pangsa pasar internasional menjadi semakin ketat. Untuk
mempertahankan produk lada sebagai salah satu komoditas ekspor non migas

72 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

andalan di masa mendatang, upaya antisipatif yang dilakukan tidak hanya pada
peningkatan produktivitas, melainkan lebih difokuskan pada perbaikan teknologi
budidaya dan mutu lada yang memiliki keunggulan dalam menekan biaya produksi
dan meningkatkan kualitas hasil.

Dalam konteks mutu produk pangan yang sesuai dengan tuntutan pasar global,
apabila produk pangan tersebut memenuhi standar atau pangan yang diproses
secara higienis, tidak mengandung atau tercemar bahan kimia yang berbahaya
sesuai dengan selera pasar lokal dan atau global. ISO 9000 merupakan seri standar
internasional untuk sistim mutu yang menspesifikasikan persyaratan-persyaratan
dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistim manajemen,
dengan tujuan menjamin bahwa pemasok memproduksi barang atau jasa sesuai
persyaratan yang ditetapkan. Seri standar tersebut direvisi setiap enam tahun
sekali. Pada September 2005 ISO telah merilis standar baru mengenai Food Safety
Management System ISO 22000 (FSMS ISO 22000). Standar ini mengatur
penanganan mulai dari lahan hingga menjadi makanan/minuman yang aman
untuk dikonsumsi. Aman berarti aman untuk diri sendiri, keluarga, teman,
lingkungan sekitar dan dunia (Info mutu, 2002; Hubeis, 1999; Kadarisman, 1994;
Thaheer, 2005 dalam Kurniawan, 2008).

2. LingkunganTumbuh

Pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan hasil interaksi dari berbagai


faktor biotik dan abiotik. Lingkungan tumbuh merupakan salah satu faktor abiotik
yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi lada perdu. Di
antara faktor lingkungan tumbuh yang paling dominan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi lada adalah iklim, elevasi dan tanah.

2.1. Ikim dan elevasi

Selama ini unsur-unsur iklim yang diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan


dan produksi lada perdu antara lain; curah hujan, penerimaan radiasi matahari,

73 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

suhu, dan kelembapan. Pada dasarnya kondisi iklim yang dikehendaki lada perdu
relatif sama dengan lada tiang panjat. Hasil penelitian Wahid & Suparman (1986)
menyebutkan bahwa curah hujan yang dikehendaki tanaman lada yaitu 2.000 –
3.000 mm/tahun dengan rata-rata curah hujan 2.300 mm/tahun. Jumlah hari
hujan dalam setahun rata-rata 177 hari dan tidak terdapat bulan-bulan kering
dengan curah hujan kurang dari 60 mm/bulan atau musim kemarau hanya 2 – 3
bulan/tahun. Hasil pengamatan di Lampung menunjukkan pertumbuhan tanaman
lada mulai tertekan apabila jumlah curah hujan setiap bulannya kurang dari 90
mm. Di samping itu, tanaman lada dapat tumbuh dan berproduksi baik apabila
ditanam pada elevasi kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl). Wahid et al.
(1988) telah menyusun batas kesesuaian lingkungan tanaman lada berdasarkan
curah hujan, bulan kering, hari hujan, dan elevasi seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Batas kesesuaian lingkungan untuk tanaman lada di Indonesia

Bulan
Curah hujan Elevasi Hari
kering (<90 Kendala Kesesuaian
(mm/tahun) (m dpl) hujan
mm/bulan)
2.000-2.500 <2 <500 110-150 Tidak ada Amat sangat sesuai
2.500-3.000 <2 <500 115-160 Tidak ada Sangat sesuai

2.000-3.000 3 <500 110-160 Tidak ada Sesuai


3.000-4.000 <2 <500 145-190 Curah hujan Agak sesuai
agak tinggi
1.500-2.000 <3 <500 90-135 Kekeringan Agak sesuai
1.500-4.000 4-5 <500 90-175 Kekeringan Kurang sesuai
periodik
- - >500 - Suhu rendah Tidak dianjurkan

<1.500 - - - Kurang air Tidak dianjurkan


>4.000 - - - Terlalu Tidak dianjurkan
basah,
cahaya
kurang
- >5 - - Kekeringan Tidak
dianjurkan
Sumber: dimodifikasi dari Wahid et al. (1988)

74 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Walaupun tanaman lada tergolong adaptif terhadap naungan, namun untuk


mendukung pertumbuhan dan produksinya memerlukan kisaran radiasi matahari
yang optimal. Menurut Syakir (1994) lada dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik pada tingkat intensitas radiasi minimal 50% atau setara dengan energi
radiasi rata-rata 251,8 kalori/cm2/hari. Lebih jauh Wahid et al. (1999a)
melaporkan bahwa di antara varietas-varietas lada perdu terdapat perbedaan
respon terhadap intensitas radiasi matahari. Pada intensitas radiasi 100% (cahaya
penuh) produksi lada perdu terbaik ditunjukkan oleh varietas Petaling 1.
Sedangkan pada intensitas radiasi 50 - 75% produksi terbaik ditunjukkan oleh
varietas Bengkayang. Secara umum lada perdu dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik pada kisaran intensitas radiasi matahari 50 – 75%.
Suhu dan kelembapan udara juga turut mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi lada. Suhu yang dikehendaki tanaman lada yaitu antara 20 oC (minimum)
– 34oC (maksimum) dengan kisaran terbaik antara 21-27 oC pada pagi hari, 26-32
o
C siang hari, dan 24-30 oC sore hari. Kelembapan nisbi udara yang dikehendaki
antara 50-100%, dengan kisaran optimal 60-80% (Wahid & Suparman, 1986).

2.2. Tanah
Lada perdu dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah, diantaranya Ultisol,
Inceptisol, Alfisol, dan Andisol. Namun demikian, umumnya tanaman lada di
Indonesia dikembangkan pada dua jenis tanah yaitu Ultisol dan Inceptisol. Lada
perdu menghendaki tanah dengan aerasi dan drainase baik. Oleh karena itu, lada
perdu yang dikembangkan pada tanah Ultisol ataupun Alfisol akan memiliki
pertumbuhan dan produksi yang lebih baik apabila tanah tersebut memiliki kelas
tekstur lempung liat berpasir atau liat berpasir. Sedangkan pada tanah Inceptisol,
lada perdu dapat tumbuh optimal apabila kelas tekstur tanah lempung atau
lempung berpasir. Menurut Zaubin (1979) pH tanah yang dikehendaki tanaman
lada berkisar antara 5,5 – 5,8.
Pengembangan lada perdu pada jenis tanah Ultisol, Inceptisol dan Alfisol tetap
memerlukan tambahan pupuk buatan dan organik, mengingat ketiga jenis tanah
tersebut umumnya memiliki tingkat kesuburan kimia tanah yang rendah sampai
sedang. Di samping itu, tanaman lada tergolong rakus hara, sehingga untuk

75 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

tumbuh dan berproduksi dengan baik memerlukan ketersediaan unsur hara yang
tinggi.

2.3. Potensi Ekonomi


Sebagai alternatif dalam budidaya lada potensi ekonomi lada perdu terletak pada
aspek agronomi, tempat teknologi budidaya yang diterapkan mampu menekan
biaya produksi sekaligus meningkatkan efisiensi usaha tani lada. Keunggulan-
keunggulan komparatif lada perdu terhadap lada tiang panjat antara lain: (1)
lebih efisien dalam penggunaan bahan tanaman untuk perbanyakan, (2) tidak
memerlukan tiang panjat, (3) populasi tanaman per satuan luas (4.000 – 4.500
tanaman/ha) lebih banyak, sehingga penggunan lahan lebih efisien, (4)
pemeliharaan dan panen lebih mudah, (5) dapat berproduksi lebih awal (umur 2
tahun), dan (6) dapat ditanam dengan polatanam campuran atau tumpang sari
dengan tanaman tahunan lainnya (Syakir & Zaubin, 1994; Dhalimi et al., 1998).

Wahid et al. (1999b) melaporkan bahwa berdasarkan analisis keuntungan sosial


bersih pada beberapa komoditas perkebunan, lada perdu menghasilkan manfaat
ekonomi paling besar, kemudian diikuti oleh lada tiang panjat mati, kelapa sawit,
kakao, kopi, dan karet. Di samping itu, analisis biaya sumber daya dalam negeri
(BSD) dan keunggulan komparatif lada perdu juga dilakukan terhadap komoditas-
komoditas perkebunan tersebut di atas seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis biaya sumber daya dalam negeri dan keunggulan komparatif lada
perdu terhadap beberapa komoditas perkebunan
Komoditas perkebunan
Uraian Lada Lada tiang Kelapa
Karet Kopi Kakao
perdu panjat sawit
Penerimaan (Rp) 22.978.080 28.103.560 5.258.790 9.701.535 7.139.950 8.339.720
Biayasosial Rp)
-dalam negeri 3.250.394 9.268.049 2.604.006 4.797.645 3.881.621 3.904.471
- asing 7.141.235 9.884.261 3.878.374 3.430.190 2.530.068 2.275.136
BSD 519,00 1.272,50 4.717,50 1.912,53 1.941,23 1.284,42
Keunggulan
0,208 0,509 1,887 0,765 0,7765 0,5129
komparatif
Keterangan: nilai tukar mata uang 1 US$ bulan Juni 1997 Rp. 2.500
Sumber: Wahid et al. (1999b)

76 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Analisis BSD merupakan variabel untuk mengukur besar biaya sumber daya dalam
negeri yang harus dikorbankan (dalam rupiah) untuk memperoleh satu satuan
devisa. Apabila BSD lebih kecil dibandingkan nilai tukar bayangan atau rasio
keduanya <1, maka investasi tersebut dikatakan efisien. Semakin kecil rasionya
menunjukkan komoditas tersebut makin memiliki keunggulan komparatif.

Hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa lada perdu memiliki nilai BSD dan
rasio yang paling kecil dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Dengan
demikian dari sudut korbanan dalam negeri, lada perdu merupakan usaha tani
yang paling efisien dan memiliki keunggulan komparatif paling besar.

Hasil penelitian Rosmeilisa et al. (1999) di Kabupaten Bangka juga menunjukkan


bahwa usaha tani lada perdu memiliki tingkat keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan lada tiang panjat mati. Walaupun produksinya lebih rendah, tetapi
biaya produksi lada perdu (Rp. 5.043.974/ha) jauh lebih rendah dibandingkan
biaya produksi lada tiang panjat mati (Rp. 9.609.711/ha). Tingkat keuntungan (Net
Present Value/NPV) lada perdu Rp. 5.252.917/ha, NPV lada tiang panjat mati Rp.
2.724.199/ha; kelayakan usaha tani (B/C rasio) lada perdu 2,04, B/C lada tiang
panjat mati 1,28; Internal Rate of Return (IRR) lada perdu 110%, IRR lada tiang
panjat mati 42% (Tabel 3).

Tabel 3. Analisis finansial usaha tani lada perdu dan lada tiang panjat mati (Rp/ha)
Tahun Lada perdu Lada tiang panjat mati
ke- Manfaat Biaya Manfaat ber- Manfaat Biaya Manfaat
DF 24% DF 24% sih DF 24% DF 24% DF 24% bersih DF 24%
1 0 2.879.839 -2.879.839 0 5.892.742 -5.892.742
2 2.934.443 828.756.5 2.105.687 0 839.945,4 -839.945,4
3 3.545.534 724.965.2 2.820.569 4.720.385 1.408.248 3.312.137
4 3.816.914 610.413.5 3.206.500 7.613.525 1.468.776 6.144.749
Total 10.296.891 .043.974 5.252.917 12.333.910 9.609.711 2.724.199
NPV : 5.252.917 NPV : 2.724.199
B/C : 2,04 B/C : 1,28
IRR : 110% IRR : 42%
Sumber: Rosmeilisa et al. (1999)

77 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

3. VARIETAS

Ketahanan beberapa varietas terhadap penyakit kuning, BPB, Hama penggerek


dan adaptasi terhadap cekaman air, kelebihan air serta produksinya telah diteliti,
yaitu varietas Petaling 1 (P1), Petaling 2 (P2), Natar 1 (N1), Natar 2 (N2),
Bengkayang, Lampung Daun Kecil (LDK- RS) dan Chunuk RS (Tabel 4).

Tabel 4. Karakteristik sifat-sifat penting tujuh varietas lada

3.1. Sumber Bahan Tanaman

3.1.1. Lada biasa

Lada biasa (memanjat dengan tajar). Sumber bahan tanaman (stek) yang paling
baik adalah sulur panjat, berasal dari tanaman yang berumur kurang dari 3 tahun
(belum berproduksi), bebas serangan hama dan pathogen penyakit. Sulur panjat
yang dipilih sebaiknya sudah berkayu tetapi tidak terlalu tua (Gambar 1).

3.1.2. Lada perdu (tanpa tajar) sebagai tanaman sela

Perbanyakan lada perdu dengan bahan dari (1) cabang primer yang membawa
satu buku sulur panjat (stek bertapak) dan (2) cabang buah (sekunder dan
seterusnya), terdiri dari 2 – 3 buku yang berdaun. Daun sebaiknya dihilangkan
setengah bagian secara vertikal (Gambar 2).

78 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 1. (A) Bahan tanaman dari sulur panjat; (B) Sulur panjat yang terdapat di
bagian atas (→) tempat pemotongan; (C) Sulur panjat 7 ruas.

Gambar 2. (A) Stek bertapak (ada akar) dan (B) stek cabang buah. (inzet) keratan
untuk mempercepat perakaran.

4. PEMBIBITAN
4.1. Lada biasa (memanjat dengan tajar)

Stek panjang 5 – 7 buku yang diakarkan terlebih dahulu, dapat langsung ditanam
di lapang (Gambar 3).

79 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 3. Pengakaran stek panjang, (A) sebelum dan (B) setelah ditutup tanah.

Stek satu buku berdaun tunggal harus dibibitkan terlebih dahulu sampai terbentuk
5 - 7 buku, dibawah naungan yang dapat ditembus cahaya matahari sebesar 60 –
70%. Kemudian dilakukan beberapa kegiatan sbb:

i. Stek satu buku tersebut direndam dalam larutan gula pasir (1-2%) selama
½ - 1 jam
ii. Stek kemudian disemai dalam polibag yang terdiri dari campuran tanah
(top soil), pupuk kandang dan pasir kasar atau sekam dengan
perbandingan 2:1:1 atau 1:1:1 dan telah dibiarkan selama 7-10 hari
(ditandai dengan rumput-rumput halus tumbuh di permukaan tanah dalam
polibag tersebut).
iii. Untuk mempertahankan kelembapan lingkungan maka diperlukan sungkup
plastik dengan kerangka bambu atau kayu setinggi ± 1 m. Penyiraman
dilakukan setiap 2 hari dengan menggunakan embrat. Sungkup dibuka
setiap pagi selama ± 1 jam (pukul 9.00-10.00), kemudian ditutup kembali.
iv. Apabila telah terbentuk 2-3 daun baru, setiap bibit harus diberi tegakan
bambu agar terbentuk akar lekat. Secara bertahap sungkup dibuka dan
apaapabila stek telah kuat maka sungkup tidak diperlukan lagi. Bibit siap
tanam pabila stek telah tumbuh mencapai 5-7 buku (Gambar 4).

80 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

4.1. Lada perdu (tanpa tajar) sebagai tanaman sela

Tahapan pembibitan untuk memproduksi lada perdu sama seperti pembibitan


lada biasa (yang telah diuraikan di atas). Bibit siap tanam apabila telah kelihatan
rimbun (lebih dari 7 daun) (Gambar 5).

Gambar 4. (A) Bibit lada yang dipotong satu ruas, (B dan C) Bibit lada satu ruas
ditumbuhkan di dalam polibag dan disungkup, dan (D) Bibit lada yang
telah mempunyai 5-7 buku.

81 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 5. (A) Pembibitan lada perdu dan (B) Bibit yang siap ditanam.

5. PERSIAPAN TANAM
5.1. Lada biasa (memanjat dengan tajar)

Jarak tanam lada 2,5 x 2,5 m atau 3,0 x 3,0 m dan sebagai panjatan, gunakan
tanaman hidup (tajar) dengan kriteria sbb:

i. Jenis tajar yang disarankan adalah gamal (Gliricidia maculata) atau dadap
cangkring (Erythrina fusca Lour). Tanaman tersebut diperbanyak dengan
stek batang. Panjang stek batang 2 m, diameternya 5 cm (tidak terlalu tua
dan juga tidak terlalu muda). Stek tersebut ditanam ± 10 cm di sebelah barat
lubang tanam, dengan menancapkan pangkalnya sedalam ± 30 cm (Gambar
6).
ii. Pada tahun pertama tajar diwiwil (dibuang tunas-tunasnya). Pada tahun ke 2
dilakukan pemangkasan 2 kali/tahun.

82 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 6. (A) Penanaman tajar, dengan bagian ujung dibentuk runcing (inzet) dan
(B) Lubang tanam dapat dibuat setelah tajar tumbuh.

Ukuran lubang tanam lada 45 x 45 x 45 cm sampai 60 x 60 x 60 cm (panjang x


lebar x dalam) ± 10 cm disebelah timur tajar. Tanah galian dibiarkan ± 40 hari
sebelum dilakukan penanaman, tanah yang berasal dari bagian atas/top soil
dicampur pupuk organik atau pupuk kandang (5 - 10 kg) yang telah diinfestasi
dengan Trichoderma harzianum. Kemudian dibuat guludan berukuran panjang 90
cm, lebar 60 cm dan tinggi 25 – 30 cm (Gambar 7).

Gambar 7. (A) Posisi lubang dari tajar dan (B) Lubang ditutup dengan campuran
tanah, pupuk kandang dan Trichoderma, kemudian dibuat guludan

Buat saluran drainase 30 x 20 cm (lebar x dalam) dan parit keliling yang berukuran
lebar 40 cm, dalam 30 cm (Gambar 8).

83 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 8. Pembuatan parit keliling


5.2. Lada perdu (tanpa tajar) sebagai tanaman sela

Jarak tanam yang dipergunakan adalah 1 x 1,5 m atau 1 x 2,0 m. Ukuran lubang
tanam 40 x 40 x 60 cm. Tanah galian dibiarkan 2 - 3 minggu sebelum dilakukan
penanaman. Tanah yang berasal dari bagian atas dicampur dengan pupuk
kandang 5 - 10 kg yang telah diinfestasi dengan T. harzianum, lalu dibuat guludan
diameter ± 50 cm, tinggi ± 20 cm.

6. PENANAMAN
6.1. Lada biasa (memanjat dengan tajar)

Stek 5-7 buku yang sudah berakar ditanam dengan cara diletakan miring (30 –
45:) mengarah ke tajar, 3-4 buku stek bagian pangkalnya (tanpa daun)
dibenamkan mengarah ke tajar, sedang 2-3 ruas sisanya (berdaun) disandarkan
dan diikat pada tajar (Gambar 9). Kemudian, tanah di sekelilingnya dipadatkan.
Hal yang sama juga dilakukan apabila menggunakan bibit lada yang ditumbuhkan
dalam polybag, Polibag dibuka dan dibuang sebelum penanaman (Gambar 10).

84 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 9. (A) Penanaman stek dengan tiga atau empat ruas yang dibenamkan,
dan (B) Stek diikat pada tajar untuk mempercepat stek menempel
tajar.

Gambar 10. Penanaman bibit berasal dari stek satu buku. (A) Polibag dibuang
(bibit siap tanam), (B) Tiga atau empat buku tanpa daun
dibenamkan, (C) Tanah dipadatkan

Setelah ditanam, tanah sekelilingnnya dipadatkan, agar tanaman tidak rebah.


Kemudian diberi naungan agar terlindungi dari teriknya sinar matahari. Naungan
yang umum dan mudah diperoleh adalah alang-alang atau tanaman hutan lainnya
yang tahan lama (Gambar 11). Naungan diangkat apabila tanaman telah kuat.

85 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 11. (A) Bibit yang sudah ditanam, dan (B) Setelah diberi naungan alang-
alang.
6.2. Lada perdu (tanpa tajar) sebagai tanaman sela
Pengembangan lada perdu dalam bentuk polatanam, khususnya di bawah
tegakan tanaman tahunan memiliki beberapa keuntungan, diantaranya (a) dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, (b) mampu memberikan nilai tambah
yang cukup signifikan dan (c) risiko kematian tanaman akibat cekaman
kekeringan relatif lebih kecil dibandingkan penanaman secara monokultur (tanpa
naungan). Berdasarkan kebutuhan intensitas radiasi matahari, lada perdu
sebaiknya dikembangkan di bawah tegakan tanaman tahunan yang dapat
meloloskan radiasi matahari 50 – 75%. Kelapa merupakan tanaman yang
potensial dan sering dipolatanamkan dengan lada perdu. Hal ini disebabkan
terdapat kesesuaian lingkungan antara prasyarat tumbuh tanaman kelapa dan
kondisi lahan di bawahnya dengan prasyarat tumbuh lada perdu (Tabel 5).

Bibit lada perdu ditanam dengan membenakan 2 ruas ke dalam guludan,


kemudian diberi naungan untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari.
Naungan dikurangi sesuai dengan kondisi tanaman (Gambar 12).

86 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Tabel 5. Prasyarat tumbuh tanaman kelapa dan lada perdu

No. Prasyarat tumbuh Kelapa Lada perdu


1
1. Elevasi (m dpl) 0 – 500 0 – 500 4
1
2. Curah hujan (mm/tahun) 1.300 – 3.500 2.000 – 3.000 4
3. Suhu udara (oC) 25 – 35 2 20 – 34 5
4. Kelembapan (%) 80 – 90 2 60 – 80 5
5. Intensitas radiasi (%) 20 – 50 *1 50 – 75 6
3
6. Perakaran efektif (cm) 30 – 150 0 – 30 7
7. Potensi lahan (%)* 80 2 -
Keterangan: *di antara tanaman kelapa
Sumber: 1Darwis (1988); 2Syakir et al. (1998); 3Kuswah (1979, dalam Darwis
1988) dan Nair (1983); 4Wahid et al. (1988); 5Wahid dan Suparman
(1986); 6Wahid et al. (1999a); 7Pujiharti et al. (1995)

Gambar 12. (A) Lubang untuk lada perdu (lebih kecil), (B) Penanaman lada perdu,
dengan dua ruas buku dibenamkan ke dalam tanah, dan (C) Pola
tanam lada perdu di antara kelapa. Lada perdu yang sudah
menghasilkan (inzet).

87 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

7. PEMELIHARAAN
7.1. Lada biasa (memanjat dengan tajar)

7.1.1. Pengikatan sulur panjat dan pembentukan kerangka tanaman lada

i. Apabila tanaman lada muda telah tumbuh mencapai 8-9 buku (umur 5 - 6
bulan), maka dilakukan pemangkasan pada ketinggian 25-30 cm dari
permukaan tanah (di atas 2 buku yang telah melekat kuat pada tajar)
dengan tujuan untuk merangsang pembentukan 3 sulur panjat baru. Sulur
baru tersebut harus dilekatkan dan diikatkan pada tajar. Pemangkasan
berikutnya dilakukan apaapabila telah mencapai 7 - 9 buku (± 12 bulan)
yaitu pada buku yang tidak mengeluarkan cabang buah. Selanjutnya
pemangkasan dilakukan pada umur 24 bulan (2 tahun). (Gambar 13),
sehingga akan terbentuk kerangka tanaman yang mempunyai banyak
cabang produktif.

Gambar 13. (A) Pemangkasan pertama sulur panjat, (B) Pemangkasan ke dua (± 3
bulan setelah pangkas pertama) dan (C) tanaman lada tanpa
pemangkasan dengan tajar dadap di desa Mangkauk (Rusmayadi,
1990).

ii. Hasil pangkasan sulur panjat tersebut dapat digunakan sebagai sumber
bahan tanaman.

88 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

iii. Pembungaan yang terjadi sebelum tanaman berumur 2 tahun sebaiknya


dibuang, karena akan mengganggu pertumbuhan vegetatif tanaman yang
mengakibatkan tidak dapat berproduksi secara optimal. Tanaman
dibiarkan berbunga setelah berumur 2 tahun.

7.1.2. Pemangkasan sulur gantung dan sulur cacing/tanah

i. Sulur gantung adalah sulur panjat yang tumbuhnya tidak melekat pada
tajar, karena tidak dilakukan pengikatan.
ii. Sulur cacing atau sulur tanah adalah sulur panjat yang tidak melekat pada
tajar dan tumbuh menjalar di permukaan tanah.
iii. Kedua sulur tersebut (sulur gantung dan cacing) tidak produktif tapi ikut
mengambil makanan/nutrisi, oleh sebab itu harus dibuang/dipangkas.
Pemangkasan kedua sulur tersebut harus dilakukan secara rutin (Gambar
14).

Gambar 14. (A) Sulur gantung dan (B) Sulur cacing

89 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

iv. Cabang-cabang yang menutupi tanah pada pangkal batang yang


menghalangi sinar matahari dan sirkulasi udara harus dipangkas/atau
diikatkan ke cabang di atasnya untuk mengurangi kelembapan pangkal
batang agar terhindar dari serangan patogen penyakit busuk pangkal
batang.

7.1.3. Pemupukan dan pemangkasan tajar

Tanaman lada memerlukan pupuk organik dan anorganik. Jumlah pupuk


anorganik yang diperlukan adalah 1.600 g NPKMg (12-12-17-2)/tanaman/tahun
untuk tanaman stadia produktif. Pemberian pupuk displit/dibagi 3-4 kali per tahun
(Tabel 6).

Tabel 6. Waktu pemberian dan dosis pupuk anorganik untuk tanaman lada
produktif.

i. Tajar dipangkas 7 – 10 hari sebelum dilakukan pemupukan, agar tidak


terjadi kompetisi hara dan memaksimalkan masuknya sinar matahari
(Gambar 15 A).
ii. Pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) 5 – 10 kg/tanaman/tahun
iii. Pemberian pupuk dilakukan dengan mengikis (mengangkat) permukaan
tanah di sekitar tanaman, pupuk disebarkan kemudian ditutup kembali
dengan tanah kikisan ditambah tanah dari sekitar tanaman (Gambar 15 B).

90 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

iv. Tanaman lada berumur < 12 bulan, dosis pupuk anorganik 1/8 total (200 g)
NPKMg. Pemberiaan pupuk di split 2 kali/tahun (Tabel 7).

Gambar 15. (A) Pemangkasan tajar dan (B) Pemberian pupuk

Tabel 7. Waktu pemberian dan dosis pupuk anorganik untuk tanaman lada
berumur < 12 bulan

v. Tanaman berumur 13 - 24 bulan diberikan ¼ dosis total (400


g/tanaman/tahun) dengan interval 2 kali dan agihan pupuk 3 : 7 (120 dan
280 g) selama ada hujan, ditambah 5 kg pupuk kandang pada waktu
pemberian pertama (Tabel 8).

91 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Tabel 8. Waktu pemberian dan dosis pupuk anorganik untuk tanaman lada
berumur 13 - 24 bulan

7.1.4. Penyiangan terbatas/bobokor

Penyiangan/bobokor dilakukan secara rutin yaitu membersihkan sekitar tanaman


lada. Areal dalam radius lebih kurang 60 cm di sekitar pangkal batang tanaman
lada harus disiang bersih (Gambar 16).

Gambar 16. Bobokor dilakukan di sekeliling tanaman.

92 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

7.2. Lada perdu (tanpa tajar) sebagai tanaman sela

7.2.1. Pemupukan

Pemberian pupuk kandang 10 kg/tanaman/tahun berpengaruh baik untuk


pertumbuhan lada perdu. Pemberian NPKMg (12-12-17-2) pada tanaman
umur 1, 2 dan 3 tahun masingmasing 50, 100 dan 200 g/tanaman dengan
frekuensi pemberian 2 kali setahun.

7.2.2. Penyiangan terbatas/bobokor

Penyiangan/bobokor dilakukan secara rutin yaitu membersihkan sekitar


tanaman lada. Seperti lada biasa, areal dalam radius lebih kurang 60 cm di
sekitar pangkal batang tanaman lada harus disiang bersih.

8. KENDALA PRODUKSI (HAMA DAN PENYAKIT)


8.1. Jenis hama tanaman lada

Hama yang menyerang tanaman lada terdiri dari penggerek batang, penghisap
buah dan penghisap bunga.

i. Hama penggerek batang (Lophobaris piperis) tersebar hampir di seluruh


daerah pertanaman lada di Indonesia. Diantara ketiga hama tersebut,
penggerek batang merupakan hama yang paling merugikan. Larva hama
penggerek batang merusak cabang dan batang; pada tingkat serangan
berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Serangga dewasanya
menyerang bagian tanaman seperti pucuk, bunga dan buah, sehingga
dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi.
ii. Hama penghisap bunga (Diconocoris hewetti) dikenal dengan sebutan
nyamuk lada, enduk-enduk, kapal terbang atau fuikhicong (Bangka). Stadia
nimfa maupun dewasa merusak bunga dan tandan bunga. Serangan ringan
menyebabkan tandan rusak, salah bentuk dan buah hanya sedikit,
serangan berat, seluruh bunga rusak, tangkai hitam dan gugur sebelum
waktunya. Hama ini juga memakan buah muda (Gambar 17 A).

93 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 17. (A) Gejala tanaman terserang penggerak batang, (B) Batang yang
terserang penggerek, dan (C) Larva penggerek di dalam batang.

iii. Hama penghisap buah (Dasynus piperis) dikenal dengan berbagai nama
seperti kepik, kepinding, walangsangit sedang di Bangka disebut
semunyung, atau apabilahu (Belitung, Kalimantan). Stadia nimfa maupun
serangga dewasa menghisap cairan buah. Apabila menyerang buah muda
menyebabkan tandan buah banyak yang kosong, sedang serangan pada
buah tua menyebabkan buah menjadi hampa, kering dan gugur (Gambar
18 B).

8.2. Jenis penyakit tanaman lada

Penyakit utama tanaman lada adalah busuk pangkal batang, penyakit kuning
dan penyakit kerdil/keriting.

i. Penyakit busuk pangkal batang (BPB), disebabkan oleh serangan jamur


Phytophthora capsici. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Lampung
Selatan pada tahun 1885. Di antara ketiga penyakit utama tersebut,
penyakit busuk pangkal batang merupakan kendala produksi yang
paling ditakutkan petani, karena menyebabkan kematian tanaman
dalam waktu singkat.

94 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 18. (A) Diconocoris pada bunga lada, dan (B) Dasynus pada buah lada.

ii. Sebenarnya, jamur P. capsici dapat menyerang seluruh bagian tanaman


lada. Serangan yang paling membahayakan apaapabila terjadi pada
pangkal batang atau akar. Gejala serangan dini sulit diketahui,
sedangkan gejala yang nampak seperti kelayuan tanaman
menunjukkan serangan telah lanjut.
iii. Serangan P. capsici pada daun menyebabkan gejala bercak daun pada
bagian tengah, atau tepi daun. Sepanjang tepi bercak tersebut
terdapat bagian gejala berwarna hitam bergerigi seperti renda yang
akan nampak jelas apabila gejala masih segar; bagian tersebut tidak
nampak apaapabila daun telah mengering atau pada gejala lanjut
(Gambar 19).

95 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 19. (A) Gejala tanaman terkena BPB, (B) Daun yang terserang
Phytophthora, dan (C) Pangkal batang yang terkena Phytophthora.

iv. Apaapabila serangan jamur terjadi pada satu tanaman dalam suatu kebun,
maka dapat diperkirakan 1-2 bulan kemudian penyakit akan menyebar ke
tanaman di sekitarnya. Penyebaran penyakit akan lebih cepat pada musim
hujan, terutama pada pertanaman lada yang disiang bersih. Apaapabila
dijumpai tanaman terserang penyakit, maka tanaman sakit tersebut
dimusnahkan. Tanah bekas tanaman itu disiram dengan bubur bordo
kemudian diberi Trichoderma. Penyulaman dapat dilakukan setelah
dibiarkan minimal selama 6 bulan.

96 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

v. Penyakit kuning merupakan salah satu penyakit yang sangat merusak


pertanaman lada terutama di daerah Bangka dan Kalimantan Barat.
Penyakit ini disebabkan oleh keadaan yang sangat kompleks yaitu
serangan nematode (Radopholus similis dan Meloidogyne incognita),
jamur (Fusarium oxysporum), kesuburan tanah yang rendah, serta
kelembapan tanah atau kadar air tanah yang rendah.

Di lapang serangan kedua nematoda tersebut berlangsung secara


bersamaan. Luka-luka akibat serangan nematode akan memudahkan
terjadinya infeksi jamur F. oxysporum, di samping itu menyebabkan
tanaman peka terhadap kekeringan dan kekurangan unsur hara.

Secara umum gejala penyakit kuning terdiri dari gejala di atas permukaan
tanah dan gejala di bawah permukaan tanah. Tanaman terserang
pertumbuhannya terhambat, daun menjadi kuning kaku dan tergantung
tegak lurus dan makin lama akan makin mengarah ke batang. Daun-daun
yang menguning tidak layu, tetapi sangat rapuh sehingga secara bertahap
daun-daun tersebut gugur. Buah-buah akan lebih lama bertahan melekat
pada tangkainya, dibandingkan daun. Cabang-cabang secara bertahap juga
akan gugur sebagian demi sebagian, sehingga tanaman semakin gundul.

Apabila bagian akar tanaman terserang digali, tampak sebagian akar


rambut sudah rusak. Pada akar tersebut terdapat lubang-lubang kecil dan
bintil-bintil akar. Lubang-lubang pada akar adalah gejala serangan R. similis
sedangkan akar yang membengkak merupakan gejala serangan M.
incognita. Di dalam jaringan akar yang luka dan membengkak tersebut
terdapat kumpulan nematoda.

Umumnya serangan penyakit kuning terjadi secara berkelompok, sehingga


pada satu areal kebun yang terserang terdapat kelompok tanaman yang
masih sehat dan kelompok tanaman sakit pada berbagai stadia.

97 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

vi. Penyakit kerdil/keriting saat ini telah terdapat hampir di seluruh daerah
pertanaman lada di Indonesia. Penyakit ini tidak mematikan tanaman, tapi
menghambat pertumbuhan tanaman, sehingga menjadi kerdil dan
menurunkan produktivitas. Pada serangan berat, tanaman menjadi tidak
berbuah.

Penyebab penyakit kerdil ada beberapa macam virus Pepper Yellow Mottle
Virus (PYMV) dijumpai di Bangka dan Lampung, di samping itu berdasarkan
identifikasi contoh tanaman sakit yang berasal dari Bangka juga ditemukan
adanya virus CMV (Cucumber Mosaik Virus) (Gambar 20A).

Gejala penyakit kerdil ditandai dengan kemunculan daun daun muda yang
abnormal, berukuran lebih kecil seringkali bergelombang atau belang-
belang. Pada serangan berat pertumbuhan ruas menjadi memendek,
akibatnya tanaman menjadi kerdil. Pada beberapa tanaman seringkali
terjadi pertumbuhan cabang yang berlebihan dengan daun yang kecil-kecil
atau tidak berdaun (Gambar 20B).

Tanaman yang terserang ringan tetap dapat berproduksi, tetapi tandan


buahnya menjadi pendek, tandan buah tidak penuh, dan ukuran buah
lebih kecil. Pada tanaman yang terserang berat, tanaman mejadi sangat
kerdil dan tidak berbuah

Tanaman yang telah menunjukkan gejala penyakit ini walaupun


nampaknya pada stadia ringan, tidak boleh dijadikan sebagai sumber bibit.
Apaapabila pada pembibitan dijumpai bibit dengan gejala kerdil,
disarankan agar bibit/tanaman tersebut dimusnahkan.

Penyebaran penyakit ini seringkali dipercepat melalui alat pertanian yang


dipakai bekas tanaman sakit. Oleh sebab itu, dianjurkan untuk
membersihkan terlebih dahulu alat tersebut sebelum digunakan pada
tanaman sehat.

98 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Mengendalikan vektor penyakit seperti Aphis sp. dan Planococcus citri.


Menghindari memakai bahan tanaman yang berasal dari tanaman sakit.

Gambar 20. (A) Penyakit kuning, dan (B) Penyakit kerdil.


8.3. Pengendalian hama dan penyakit terpadu.

Sering terjadinya fluktuasi harga lada yang cukup tajam, bahkan harga jual
sering kali sangat rendah membuat petani lada tidak dapat membeli sarana
produksi. Oleh sebab itu, dianjurkan dalam budidaya lada untuk menyertakan
kegiatan lainnya misalnya diintegrasikan dengan ternak, disertai penanaman
penutup tanah (A. pintoi). Cara tersebut selain membuat sistem usahatani
lada menjadi lebih efisien juga merupakan usaha Pengendalian Hama
(temasuk penyakit) Terpadu (PHT) yang ramah lingkungan dan
berkesinambungan. Pengendalian menggunakan pestisida kimiawi dilakukan
pada saat populasi hama atau intensitas serangan patogen penyakit tinggi,
dengan tujuan menekan perkembangan hama dan patogen, setelah itu diikuti

99 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

aplikasi pengendalian secara hayati mempergunakan musuh alaminya.


Komponen budidaya yang perlu diperhatikan dalam budidaya lada yang efisien
dan ramah lingkungan, sebagai berikut:

8.3.1. Pengendalian secara kultur teknik

Bahan tanaman. Bahan tanaman seringkali menjadi sumber inokulum bagi


hama - penyakit lada dan juga dapat menjadi sumber penyebaran ke daerah
yang masih baru. Oleh karena itu, seleksi bahan tanaman yang sehat
merupakan hal yang penting. Selain itu, pemilihan varietas yang akan
digunakan harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena sampai saat ini
belum ada varietas yang tahan terhadap semua jenis hama dan penyakit.

Jenis tiang panjat dan pemanfaatan biomas pangkasan. Penggunaan tajar


sangat dianjurkan karena budidaya lada dengan tegakan mati merupakan
budidaya yang intensif dan membutuhkan input (biaya) tinggi. Pada saat harga
lada rendah dan pemupukan tidak dapat dilakukan. Tanaman menjadi lemah
dan peka terhadap serangan hama dan patogen. Biomas hasil pangkasan tajar
(dadap cangkring/gliricidae) apaapabila dibenamkan dalam tanah akan
meningkatkan kesuburan tanah, merangsang pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme tanah yang bermanfaat. Hal ini akan lebih
baik apaapabila disertai dengan menyertakan pupuk kandang, sehingga proses
pembusukan akan lebih cepat dan dapat menghambat perkembangan
pathogen berbahaya di dalam tanah.

Saluran drainase dan pemangkasan bagian tanaman lada. Kebun lada yang
baik harus mempunyai saluran drainase, sehingga tidak ada air yang tergenang
di dalam kebun; karena air yang tergenang merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan patogen BPB.

Pemeliharaan tanaman lada meliputi pemangkasan/pembuangan sulur cacing


dan sulur gantung yang tidak berguna, bekas pangkasan tersebut ditutup

100 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

dengan teer/vaselin/lilin atau insektisida. Pembuangan sulur cacing juga akan


mengurangi kemungkinan terinfeksinya tanaman lada oleh P. capsici dari
tanah.

Pemupukan dan komposisinya. Pemupukan tanaman lada bertujuan


meningkatkan produksi dan kesehatan tanaman. Di samping dosis juga harus
memperhatikan komposisi dan saat aplikasinya. Pupuk anorganik juga
diperlukan di samping pupuk organik, seperti pupuk kandang atau sisa
tanaman.

Pengendalian hayati penyakit BPB dapat dilakukan dengan pemberian kotoran


ternak dicampur alang-alang dan agen hayati (T. harzianum). Aplikasi pupuk
kandang dapat dilakukan bersama-sama dengan aplikasi alang-alang dan agen
hayati (T. harzianum) untuk menekan terjadinya serangan P. capsici.
Pemberian bahan organik tersebut harus dibenamkan ke dalam tanah di
bawah tajuk tanaman, agar berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi tanaman,
menggemburkan tanah, dan meningkatkan populasi mikroorganisme
antagonis. Alang-alang sebagai sumber bahan organik dapat diberikan sebagai
penutup tanah (mulching) untuk mengendalikan penyakit kuning; Apaapabila
ditujukan untuk pengendalian BPB, maka alang-alang harus dibenamkan.
Pengendalian penyakit kuning dengan aplikasi P. penetrans juga akan lebih
efektif apaapabila diikuti dengan pemberian bahan organik.

Penyiangan terbatas. Penyiangan terbatas “bobokor” hanya dilakukan di


sekitar tanaman lada sebatas kanopi tanaman. Sebaiknya tidak dilakukan
penyiangan bersih. Untuk meningkatkan populasi parasitoid hama penggerek
batang sebaiknya dilakukan penamanan tanaman sela yang banyak
memproduksi bunga seperti kopi, kumis kucing atau penutup tanah A. pintoi.
Adanya tanaman sela atau penutup tanah yang mampu membentuk bunga
(banyak berbunga) selain dapat untuk mengkonservasi parasitoid, juga
menghambat penyebaran propagul patogen BPB pada waktu musim hujan.

101 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Pemanfaatan agen hayati dan konservasinya. Apabila dipilih jenis varietas yang
rentan terhadap serangan penyakit kuning atau BPB; maka agen hayati
pengendali patogen tersebut harus diaplikasikan sejak awal penanaman lada
dan aplikasi diulang pada setiap awal musim hujan.

Membuat pagar keliling. Pagar keliling dengan tanaman hidup (rumput gajah)
dianjurkan dengan tujuan agar jalan masuk kebun dibatasi jumlahnya dan
bukan merupakan jalan umum. Di samping itu rumput gajah/tanaman hidup
dapat sebagai sumber pakan ternak. Ternak peliharaan tidak dibiarkan bebas
berkeliaran di dalam kebun.

Monitoring hama dan penyakit harus dilakukan secara rutin, dilanjutkan


dengan tindakan pengendaliannya.

Pencegahan penyebaran serangan hama dan pathogen penyakit dilakukan


seawal mungkin. Pengendalian secara mekanis terhadap hama dan patogen
penyakit dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman terserang ringan
atau memusnahkan tanaman yang terserang berat. Peralatan yang
dipergunakan harus dibersihkan apaapabila akan digunakan pada tanaman
lada yang lain.

Lalu lalang manusia dan hewan dari areal terserang penyakit harus dibatasi
agar tidak menyebarkan penyakit. Pembuatan parit pemisah antara tanaman
sakit dan sehat diperlukan. Peralatan yang dipergunakan harus dibersihkan
apaapabila akan digunakan pada tanaman lada yang lain.

9. PANEN DAN PENGOLAHAN HASIL

Panen buah dilakukan tergantung tujuan produk yang akan dihasilkan yaitu
lada hitam, lada putih atau lada hijau. Sejak terbentuk bunga sampai buah
masak memerlukan waktu cukup lama. Buah muda berwarna hijau muda,

102 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

berubah menjadi hijau tua dan masak berwarna kuning sampai kemerah-
merahan.

9.1. Lada hitam

Lada hitam yang baik berasal dari buah lada yang dipanen pada umur 6-7
bulan. Pada saat itu buah berwarna hijau tua/hijau gelap. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dan Balai Besar Pasca Panen (BB Pasca
Panen) telah merekayasa alat pengolahan lada hitam yang terdiri dari alat
perontok buah, blanching dan pengering.

Proses pengolahan lada hitam dari buah lada segar cukup sederhana yaitu
dengan cara memisahkan buah lada dari tangkainya (dengan alat perontok)
kemudian dilakukan blanching (celup dalam air panas selama 2,5 menit) agar
diperoleh warna hitam mengkilap dan seragam serta aromanya lebih baik.
Setelah itu, lada dikeringkan dengan alat pengering (Gambar 21). Tahap-tahap
pengolahan lada hitam adalah sebagai berikut:

i. Perontokan
Untuk mempercepat perontokan atau pelepasan gagang buah lada atau
dompolan, maka buah lada yang baru dipetik ditumpuk pada lantai
beralas tikar dengan ketebalan tumpukan antara 30 cm sampai ±1
meter selama 2 - 3 hari. Tumpukan tersebut ditutup dengan karung.
Setelah itu, lada dipisahkan dari dompolan atau gagang dengan
menggunakan saringan anyaman bambu dan ditempatkan agak tinggi
serta dibawahnya ditaruh suatu wadah penampung buah lada.
Tangkai atau gagang dari buah yang tertinggal pada saringan bambu
dipisahkan dan ditampung pada wadah khusus.

103 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Gambar 21. Pengolahan lada hitam

ii. Pengeringan.
Buah lada yang sudah terpisah dari gagangnya, kemudian dijemur
dibawah sinar matahari selama 3 - 7 hari. Pengeringan buah lada
mempergunakan tikar, tampah atau plastik. Untuk meningkatkan
efisiensi pengeringan dan mencegah pengotoran lada, digunakan lantai
pengeringan yang dibuat lebih tinggi dari tanah. Pada waktu
pengeringan, tumpukan lada dibolak-balik atau ditipiskan dengan
ketebalan tumpukan 10 cm menggunakan garuk dari kayu agar
pengeringan lebih cepat dan merata. Penentuan akhir dari pengeringan
lada dapat dilakukan secara organoleptik yaitu dengan diraba atau
dipijat dengan jari tangan dan lada dianggap kering apaapabila dipijat
memberikan suara menggeretak dan pecah. Di samping itu, dapat juga
dilakukan dengan alat pengukur kadar air.
iii. Pembersihan dan Sortasi

104 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Lada kering kemudian ditampi dengan tampah, yaitu untuk membuang


bahan-bahan yang ringan serta benda asing lainnya seperti tanah, pasir,
daun kering, gagang, serat-serat dan juga sebagian lada enteng.
iv. Pengemasan dan Penyimpanan
Lada kering yang telah bersih kemudian dimasukkan dalam karung atau
wadah penyimpanan lain yang kuat dan bersih. Karung tersebut
kemudian disimpan diruangan penyimpanan yang kering dan tidak
lembap (± 70 %), dengan diberi alas dari bambu atau kayu setinggi ± 15
cm dari permukaan lantai sehingga bagian bawah karung tidak
berhubungan langsung dengan lantai.

Untuk pengolahan hasil lada hitam, dari 100 kg lada basah yang masih
bergagang diperoleh lada basah tanpa gagang antara 70 - 80 kg atau rata-
rata 80 kg serta selanjutnya akan diperoleh lada hitam kering sebanyak
antara 25 - 33 kg atau rata-rata 31 kg. Bagan alir pengolahan lada hitam
sbb (Gambar 22):

Gambar 22. Bagan alir pengolahan lada hitam

105 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

9.2. Lada putih


Lada putih yang baik berasal dari buah lada yang dipanen pada umur 8-9
bulan. Pada saat itu buah berwarna kuning kemerahan. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dan Balai Besar Pasca Panen (BB Pasca
Panen) telah merekayasa alat pengolahan lada putih yang terdiri dari perontok
buah, pengupas, pengering dan sortasi lada. Tahap-tahap pengolahan hasil
lada putih adalah sebagai berikut:

9.2.1. Perendaman.
Buah lada masak yang baru dipetik dimasukkan dalam karung goni direndam
dalam bak yang airnya mengalir selama 7 - 10 hari atau rata-rata 8 hari untuk
melunakkan kulit buah supaya mudah terlepas dari biji. Pada tahap ini perlu
diperhatikan, bahwasannya air rendaman harus bersih dan mengalir, agar
dihasilkan lada yang baik (putih bersih). Penggunaan air rendaman yang kotor
dan tidak mengalir akan menghasilkan lada putih yang kurang baik (kotor,
warna abu-abu atau kecoklatan).

9.2.2. Pembersihan atau Pencucian


Lada hasil rendaman, dikeluarkan dari karung dan dimasukkan dalam tampah
atau ember, lalu kulitnya dipisahkan dari biji dengan menggunakan tangan.
Kemudian lada tersebut dimasukkan dalam karung atau bakul pada air
mengalir sambil digoyang-goyang supaya kulit hanyut atau terbuang ke luar.
Setelah biji bersih dari kulit dan tangkai buah, kemudian lada ditiriskan sampai
airnya tidak menetes lagi.

9.2.3. Pengeringan.
Buah lada bersih kemudian dijemur dibawah sinar matahari selama 3 - 7 hari,
sampai cukup kering. Pengeringan buah lada dilakukan dengan
mempergunakan tikar, tampah, plastik atau lantai penjemuran yang dibuat
lebih tinggi agar lebih efektif. Pada waktu pengeringan, tumpukan lada
dibolak-balik atau ditipiskan dengan garuk dari kayu agar pengeringan lebih
cepat dan merata. Lada kering apaapabila dipijit memberikan suara
menggeretak dan pecah.

106 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

9.2.4. Pembersihan dan sortasi.


Setelah lada cukup kering, kemudian lada ditampi dengan tampah, yaitu untuk
membuang bahan-bahan yang ringan serta benda asing lainnya seperti tanah,
pasir, daun kering, gagang, serat-serat dan juga sebagian lada enteng.

9.2.5. Pengemasan dan Penyimpanan.


Selanjutnya lada yang telah kering dan bersih ini dimasukkan dalam karung
atau wadah penyimpanan lain yang kuat dan bersih.

Hasil kemasan kemudian disimpan diruangan simpan yang kering dan tidak
lembap (Rh ± 70%), dengan diberi alas dari bambu atau kayu setinggi ± 15 cm
dari permukaan lantai sehingga bagian bawah karung tidak berhubungan
langsung dengan lantai. Bagan alir pengolahan lada putih sbb (Gambar 23):

Gambar 23. Bagan alir pengolahan lada putih


9.3. Diversifikasi Hasil Lada

Lada enteng yang diperoleh dari sisa hasil sortasi, dapat dimanfaatkan menjadi
produk lain berupa minyak lada dan oleoresin. Ekstraksi minyak lada dapat
dilakukan dengan cara penyulingan. Penyulingan adalah proses pemisahan

107 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

komponen berupa cairan atau padatan dari dua campuran atau lebih
berdasarkan perbedaan titik uapnya. Proses ini dapat dilakukan terhadap
minyak lada karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Sedangkan ekstraksi
oleoresin dilakukan dengan cara “Solvent extraction”. Untuk mempermudah
proses ekstraksi, sebelumnya dilakukan perlakuan terhadap bahan. Perlakuan
pendahuluan yang biasa dikerjakan untuk mempermudah ekstraksi minyak
atsiri yaitu pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Lada hitam yang
berkadar air sekitar 14 % sudah cukup kering untuk proses ekstraksi.

Pengecilan ukuran bertujuan untuk mempercepat penetrasi uap atau bahan pelarut
ke dalam bahan yang akan di ekstrak, sehingga dalam waktu yang lebih singkat
rendemen minyak yang akan diperoleh lebih tinggi. Penghancuran lada enteng dapat
dilakukan dengan alat penghancur biji. Hancuran biji lada ini kemudian dilewatkan
pada saringan 50 mesh untuk menyeragamkan ukuran bahan. Sebenarnya semakin
kecil ukuran bahan (makin luas permukaan bahan) semakin banyak minyak yang
dapat diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan banyak
minyak yang menguap selama penghancuran.

9.3.1. Lada Hijau

Lada hijau adalah produk olahan dari lada, dimana warna hijaunya
dipertahankan. Lada hijau memiliki flavor yang khas, warna dan
kenampakannya alami sehingga dapat digunakan sebagai bahan hiasan
(garnish) pada makanan dan dapat dipakai langsung pada makanan yang
dihidangkan.

Berdasarkan cara pengolahannya dikenal beberapa bentuk lada hijau, yaitu, (i)
lada hijau dalam bentuk kering, (2) lada hijau dalam larutan garam, (3) lada
hijau dalam bentuk beku.

Lada dalam larutan garam dan dalam bentuk beku dapat dipakai langsung pada
makanan yang dihidangkan, sedang lada hijau kering dapat digunakan langsung
maupun sebagai rempah didalam pembuatan makanan. Lada hijau kering bisa

108 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

digunakan sebagai pikel lada hijau. Bahan baku pikel lada hijau adalah buah yang
dipanen belum matang dan warnanya masih hijau.

9.3.2. Ekstraksi Minyak Lada


Minyak lada terutama digunakan sebagai pemberi aroma dan rasa pada
berbagai macam industri makanan dan juga dipakai dalam industri kosmetika
dan farmasi. Bahan baku untuk peyulingan minyak lada adalah lada gugur,
lada enteng, lada menir, debu, asal, dan tangkai lada.

9.3.3. Ekstraksi Oleoresin


Untuk mendapatkan oleoresin, maka ampas sisa penyulingan diekstraksi
dengan menggunakan pelarut mudah menguap (‘solvent extraction’). Pelarut
yang dapat digunakan antara lain heksan, etanol, etilen chorida, dan lain-lain.
Ekstraksi oleoresin dapat juga dilakukan secara langsung dari lada enteng,
tanpa pemisahan minyak lada dengan penyulingan. Tetapi cara ini mempunyai
kelemahan, yaitu pada proses pemisahan pelarut dari campuran oleoresin dan
minyak lada, selalu sebagian minyak lada ikut terbawa pelarut.

109 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

VI. Rangkuman
Produk lada utama yang diperdagangkan adalah lada putih, lada
hitam dan lada hijau. Di antara faktor lingkungan yang paling
dominan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi lada
adalah iklim, elevasi dan tanah.
Ketahanan beberapa varietas terhadap penyakit kuning, BPB, Hama
penggerek dan adaptasi terhadap cekaman air, kelebihan air serta
produksinya telah diteliti, yaitu varietas Petaling 1 (P1), Petaling 2
(P2), Natar 1 (N1), Natar 2 (N2), Bengkayang, Lampung Daun Kecil
(LDK- RS) dan Chunuk RS.
Sumber bahan tanaman (stek) terbaik adalah sulur panjat, berasal
dari tanaman yang berumur kurang dari 3 tahun (belum
berproduksi), bebas serangan hama dan pathogen penyakit. Sulur
panjat yang dipilih sebaiknya sudah berkayu tetapi tidak terlalu tua.
Perbanyakan lada perdu dengan bahan dari (a) cabang primer yang
membawa satu buku sulur panjat (stek bertapak) dan (b) cabang
buah (sekunder dan seterusnya), terdiri dari 2 – 3 buku yang
berdaun. Daunnya dihilangkan setengah bagian secara vertikal.
Pembibitan menggunakan bahan stek panjang 5 – 7 buku yang
diakarkan terlebih dahulu, dapat langsung ditanam di lapang. Stek
satu buku berdaun tunggal harus dibibitkan sampai terbentuk 5 - 7
buku, dibawah naungan yang dapat ditembus cahaya matahari
sebesar 60 – 70%.
Persiapan tanam meliputi jarak tanam 2,5 x 2,5 m atau 3,0 x 3,0 m
dan tajar hidup sebagai panjatan. Ukuran lubang tanam 45 x 45 x 45
cm sampai 60 x 60 x 60 cm ± 10 cm di sebelah timur tajar. Untuk lada
perdu jarak tanam yang dipergunakan adalah 1 x 1,5 m atau 1 x 2,0
m. Ukuran lubang tanam 40 x 40 x 60 cm.
Penanaman stek 5-7 buku yang berakar dengan cara diletakan
miring (30 – 45:) mengarah ke tajar, 3-4 buku stek bagian pangkalnya
(tanpa daun) dibenamkan mengarah ke tajar, sedang 2-3 ruas sisanya
(berdaun) disandarkan dan diikat pada tajar. Bibit lada perdu
ditanam dengan membenakan 2 ruas ke dalam guludan, kemudian
diberi naungan untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari.
Pemeliharaan tanaman lada meliputi, pengikatan sulur,
pemangkasan tajar dan lada, pemupukan dan penyiangan terbatas.
Hama yang menyerang lada adalah hama penggerek batang, hama
pengisap bunga dan buah. Sementara itu, penyakit yang menyerang
adalah penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning.
Panen buah dilakukan tergantung tujuan produk yang akan
dihasilkan yaitu lada hitam, lada putih atau lada hijau. Sejak
terbentuk bunga sampai buah masak memerlukan waktu cukup
lama. Buah muda berwarna hijau muda, berubah menjadi hijau tua
dan masak berwarna kuning sampai kemerah-merahan.

110 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

VII. Lembar Kerja

Petunjuk:
A. Jawablah dengan singkat
1. Bentuk produk utama tanaman lada yang diperdagangankan
adalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2. Sebutkanlah sumber bahan tanaman untuk stek lada! Bahan
tanam manakah yang terbaik?
3. Mengapa jarak tanam untuk lada perdu berbeda dengan lada
biasa yang menggunakan tajar?
4. Sebutkanlah hama dan penyakit yang sangat merusak dari
tanaman lada!
5. Jelaskan perbedaan pengolahan lada putih, lada hitam dan lada
hijau. Sebutkan pula bentuk diversifikasi lada yang telah
dikembangkan!
B. Gambarkan tanaman lada secara utuh. Pilah dan uraikan masing-
masing bagian tanaman lada menurut fungsinya!

111 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1984. “Pedoman Pengolahan Hasil Ikutan/Limbah Tanaman Perkebunan”


Dalam : Kerjasama Ditjen. Perkebunan dengan IPB, Bogor.
Anonim, 2000. “Pedoman Pengolahan Lada Putih dengan Mesin” Dalam:
Kerjasama Pemerintah Daerah Kab. Bangka dengan Badan Litbang Kehutanan
Dan Perkebunan dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor
Anonim, 2000. “Pedoman Pengolahan Lada Putih dengan Mesin” Dalam:
Kerjasama Pemerintah Daerah Kab. Bangka dengan Badan Litbang Kehutanan
Dan Perkebunan dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
Anonim, 2001. Diversifikasi Produk Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan
Teknologi Tanaman Rempah dan Obat Vol. XIII No.1. 2001. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Perkebunan.
Barus, J. 1998. Pengaruh ukuran lubang tanam dan komposisi bahan organik
terhadap pertumbuhan dan produksi lada perdu. Jurnal Littri III(5-6):159-
162.
Darwis, SN. 1988. Tanaman sela di antara kelapa. Seri Pengembangan No.2.
Puslitbang Tanaman Industri. Bogor.
Das, V., Rao, R & Malakandalah, N. 1976. Phytochemical activities of chloroplast
from plants with and without bundle sheath in leaves. Turrialba 26(1):14-17.
Deciyanto, S. & Suprapto. 1996. Penggerek batang lada dan cara pengendaliannya.
Monograf Tanaman Lada (1):150-160. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat, Bogor.
Dhalimi, A., Syakir M & Surmaini, E. 1998. Peningkatan efisiensi pemberian hara
lada perdu di bawah tegakan kelapa melalui aplikasi ZPT. Prosiding
Konperensi Nasional Kelapa IV, Bandar Lampung 21-23 April 1998:527-532.
Puslitbangtri, Bogor.
Hubeis, M. 1999. Sistim Jaminan mutu pangan. Pelatihan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi
– IPB dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Bogor.
Info mutu. 2002. Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000. Info mutu edisi
Desember 2002.
Intenational Pepper Community. 1996. 21th peppertech meeting. Meeting of The
Permanent Panel in Techno-economic Studies, Kucing, Serawak, Malaysia 22
July 1996.
Intenational Pepper Community. 1997. Pepper statistic yearbook 1995/1996.
International Pepper Community.
Intenational Pepper Community. 1998. Report of the 23 rd peppertech meeting,
Kuta, Bali, Indonesia 26 October 1998. International Pepper Community.
Intenational Pepper Community. 2000. Pepper export declined. Market Review-
September 2000. International Pepper Community.
Kadarisman. 1994. Sistim Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Singkat dalam Bidang
Teknologi Pangan, Angkatan II. Kerjasama FATETA IPB – PAU Pangan dan Gizi

112 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

IPB dengan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan/BULOG Sistim Jaminan


Mutu Pangan, Bogor.
Nair, PKR. 1983. Agroforestry with coconuts and other tropical plantation crops.
Plant Research and Agroforestry:79-102.
Nurdjanah, N & Risfaheri.1992. Pengolahan Lada Hijau dan Penyulingan Minyak
Lada. Prosiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Pramudya, A. 2000. Pengembangan data base zone agroekologi dalam
mendukung pembangunan hutan rakyat. Laporan Hasil Penelitian Puslitbang
Tanaman Perkebunan. Tidak dipublikasi.
Pujiharti, Y, Dwiwarni, I & Muchlas. 1995. Prospek pengembangan lada perdu
untuk ekspor dalam meningkatkan pendapatan petani. Jurnal Litbang
Pertanian XIV(4):79-86.
Purseglove, JW. 1969. Tropical crops dicotyledon 2:441-450. Longmans 2nd ed.
Rosmeilisa, P, Syakir, M & Surmaini, E. 1999. Rentabilitas budidaya lada perdu dan
lada tiang panjat mati. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 5(1):18-24.
Rusmayadi, G. 1990. Cara pemeliharan tanaman lada (Piper nigrum Linn) di desa
Mangkauk kecamatan Pengaron kabupaten Banjar: Suatu Observasi. Laporan
Penelitian-Fakultas Pertanian. Banjarbaru: 36 hal.
Sarpian, T, 2001. “Lada, Mempercepat Berbuah, Meningkatkan Produksi, dan
Memperpanjang Umur”. Penebar Swadaya.
Syakir, M. 1994. Pengaruh naungan, unsur hara P dan Mg terhadap iklim mikro,
indeks pertumbuhan dan laju tumbuh tanaman lada. Bul. Littro 9(2):106-
114.
Syakir, M & Zaubin, R. 1994. Pengadaan bahan tanaman lada perdu. Prosiding
Simposium II Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Syakir, M, Wiroatmodjo, J & Rasnasari, E. 1994. Pengaruh kondisi pohon induk dan
waktu pengamapabilan stek terhadap pertumbuhan stek cabang buah. Tidak
dipublikasi.
Syakir, M. 1996. Budidaya lada perdu. Monograf Tanaman Lada (1):93-104. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Syakir, M, Rosmeilisa, P, & Wahid, P. 1998. Nilai tambah pengembangan lada
perdu di antara tanaman kelapa. Konperensi Nasional Kelapa IV. Bandar
Lampung, 21-23 April 1998:462-472. Puslitbang Tanaman Industri. Bogor.
Syakir, M, Zaubin, R, Rini Pribadi, E & Hoerudin, 1999. Pengaruh berbagai
kombinasi tanaman sela terhadap efisiensi pemberian hara, pertumbuhan,
dan produksi lada perdu. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor. Tidak dipublikasi.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP di dalam Kurniawan W. (2008).
Urgensi penerpan ISO 9000, ISO 14000 dan Hazards Analytical Critical
Control Point pada agroindustri kelapa sawit. Prosiding Seminar Nasional
Manajemen Teknologi VII. Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari
2008.
Waard, PWF de. 1964. Pepper cultivation in Sarawak. World Crops 16(3):24-31.

113 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada


Kegiatan Belajar 5 - 6

Wahid, P. & Suparman, U. 1986. Teknik budidaya untuk meningkatkan


produktivitas tanaman lada. Edisi Khusus Littro II(1):1-11. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Wahid, P, Las, I & Zaubin, R. 1988. Penetapan kesesuaian iklim beberapa daerah
untuk pengembangan tanaman lada. Simposium II Meteorologi Pertanian:1-
15.
Wahid, P., Zaubin, R, Syakir, M, Suparman, U, Soetopo, D, Manohara, D &
Rosmeilisa, P. 1995. Peningkatan produktivitas dan efisiensi teknik budidaya
lada. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor.
Wahid, P, Joefri, MHB, Syakir, M, Rosmelisa, P, Pitono, J, Hermanto, & Surmaini, E.
1999a. Tanggap beberapa varietas lada perdu terhadap serapan hara di
bawah ragam intensitas radiasi matahari. Dalam Manipulasi agronomik
dalam upaya meningkatkan daya saing dan keunggulan komparatif lada
perdu. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV. Kantor Menteri Riset dan
Teknologi. Jakarta.
Wahid, P, Joefri, MHB, Syakir, M, Rosmelisa, P, Pitono, J, Hermanto, & Surmaini, E.
1999b. Analisis keunggulan komparatif budidaya lada dalam bentuk lada
perdu. Dalam Manipulasi agronomik dalam upaya meningkatkan daya saing
dan keunggulan komparatif lada perdu. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV.
Kantor Menteri Riset dan Teknologi. Jakarta.
Wahid, P, Joefri, MHB, Syakir, M, Rosmelisa, P, Pitono, J, Hermanto, & Surmaini, E.
1999c. Studi aspek pemberian hara lada perdu pada berbagai tingkat dan
frekuensi pemberian air. Dalam Manipulasi agronomik dalam upaya
meningkatkan daya saing dan keunggulan komparatif lada perdu. Laporan
Riset Unggulan Terpadu IV. Kantor Menteri Riset dan Teknologi. Jakarta.
Winters, HF & Muzik, TJ. 1963. Rooting and growth of fruiting branches of black
pepper. Trop. Agric. Trinidad 40(3):247-252.
Yuhono, JT, Syakir, M, Kemala, S & Zaubin, R. 1994. Keragaan usaha tani lada
perdu di Desa Gelatang, Kabupaten Ciamis. Tidak dipublikasi.
Zaubin, R. 1979. Pengaruh kemasaman tanah terhadap pertumbuhan tanaman
lada. Pemberitaan Littro (33):27-36.

114 Gusti Rusmayadi BDT Tahunan Lada

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai