Modul 2 BDTLADA PbAKTIF REV
Modul 2 BDTLADA PbAKTIF REV
net/publication/317303303
CITATIONS READS
0 8,235
3 authors, including:
Gusti Rusmayadi
Universitas Lambung Mangkurat
37 PUBLICATIONS 15 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Perfoman Genotip M7 pada Lokasi Pasang Surut Wilayah Monsoon Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Model Tanaman View project
All content following this page was uploaded by Gusti Rusmayadi on 28 June 2017.
Modul 2
(TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN LADA)
I. PENGANTAR
Efisiensi budidaya dan peningkatan mutu produk harus dilakukan
Untuk dapat bersaing di pasar dunia. Dalam era globalisasi,
perdagangan komoditas pertanian menghadapi persaingan yang
semakin ketat. Akhir-akhir ini telah muncul pesaing-pesaing baru, baik
dari sesama ASEAN maupun dari negara-negara lainnya.
II. KOMPETENSI
Setelah membaca kegiatan belajar ini, standar kompetensi yang
harus dicapai adalah anda dapat:
Menjelaskan tentang pengelolaan tanaman tahunan lada. Sedangkan
kompetensi dasar yang diharapkan, anda dapat menjelaskan tanaman
lada, tentang:
❶ lingkungan tumbuh
❷ varietas
❸ sumber bahan tanam
❹ pembibitan
❺ persiapan tanam
❻ penanaman
❼ pemeliharaan
❽ kendala produksi (hama dan penyakit)
❾ panen dan pengplahan hasil
III. BAHAN DAN ALAT
LCD : 1 buah
Whiteboard : 1 buah
Bahan bacaan : Sejumlah peserta
Spidol : 1 lusin
Lembar kegiatan : Diberikan dalam bentuk digital
IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
LANGSUNG
(1) Kegiatan Awal (5 menit)
Menarik perhatian dengan mendiskusikan mengapa ada lada hitam,
lada putih dan lada hijau
Motivasi:
Apa yang membedakan panen lada berupa lada hitam, lada putih dan
lada hijau
(2) Kegiatan Inti (70 menit)
Dosen mengajar selangkah untuk meningkatkan pengetahuan
prosedural dan faktual mahasiswa. Pembelajaran ini diterapkan
dengan demonstrasi atau penjelasan yang dilakukan oleh Dosen dan
dilanjutkan dengan kerja mahasiswa terbimbing. Selanjutnya, umpan
balik diberikan sebelum memberi tugas yang diperluas.
Langkah-langkah pembelajaran:
Dosen menyajikan pembelajaran berupa informasi prosedural
Dosen mendemontrasikan kegiatan yang diharapkan dilakukan
oleh mahasiswa
Mahasiswa mengerjakan tugas dan dibimbing dosen
Dosen selanjutnya memeriksa pemahaman mahasiswa tentang
apa yang telah dipelajari
Dosen memberikan latihan lanjutan kepada mahasiswa
Dosen bersama mahasiswa melakukan refleksi dan membuat
kesimpulan
Mahasiswa diberi kuis individual
Dosen memberi PR
(3) Kegiatan Akhir (15 menit)
Umpan balik
(4) Asesmen
PR yang diberikan kepada mahasiswa
V. URAIAN MATERI
1. Pendahuluan
Produksi lada Indonesia pada tahun 1996 sebesar 39.200 m ton, sedangkan
ekspor lada pada tahun tersebut sebesar 34.000 m ton dengan nilai US$
98.988.000. Nilai tersebut merupakan yang tertinggi di antara negara-negara
penghasil lada lainnya, seperti India (US$ 77.420.000), Malaysia (US$ 39.271.000),
dan Brasil (US$ 36.564.000). Sementara itu, pada tahun 1997 produksi lada
Indonesia menurun sebesar 10,7% menjadi 35.000 m ton akibat pengaruh El Nino,
dan ekspor lada pada tahun tersebut sebanyak 32.835 m ton, menempati posisi
kedua sebagai setelah India (Intenational Pepper Community,1996; 1997; 1998).
Namun demikian, selama bulan Januari-September 2000 Indonesia kembali
mendominasi ekspor lada dunia dengan jumlah ekspor 41.131 m ton (33% total
ekspor lada dunia). Jumlah tersebut meningkat 75% dibandingkan tahun 1999
untuk periode yang sama (Intenational Pepper Community, 2000).
Pada dekade terakhir persaingan harga lada di pasar dunia sangat tinggi. Hal ini
selain disebabkan peningkatan produksi di negara-negara produsen lada, tetapi
juga disebabkan oleh negara-negara baru penghasil lada seperti Thailand,
Srilanka, dan Vietnam. Selama bulan Januari-September 2000 total ekspor lada
negara-negara produsen utama meningkat 17% dibanding tahun 1999. Sementara
itu, harga lada justru semakin menurun sebagai akibat biaya produksi yang tinggi
(Intenational Pepper Community, 2000). Di sisi lain, negara-negara konsumen
semakin kritis terhadap mutu lada turut memperkuat kekhawatiran akan
kelebihan produksi pada tahun 2001. Kondisi tersebut membuat persaingan
merebut pangsa pasar internasional menjadi semakin ketat. Untuk
mempertahankan produk lada sebagai salah satu komoditas ekspor non migas
andalan di masa mendatang, upaya antisipatif yang dilakukan tidak hanya pada
peningkatan produktivitas, melainkan lebih difokuskan pada perbaikan teknologi
budidaya dan mutu lada yang memiliki keunggulan dalam menekan biaya produksi
dan meningkatkan kualitas hasil.
Dalam konteks mutu produk pangan yang sesuai dengan tuntutan pasar global,
apabila produk pangan tersebut memenuhi standar atau pangan yang diproses
secara higienis, tidak mengandung atau tercemar bahan kimia yang berbahaya
sesuai dengan selera pasar lokal dan atau global. ISO 9000 merupakan seri standar
internasional untuk sistim mutu yang menspesifikasikan persyaratan-persyaratan
dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistim manajemen,
dengan tujuan menjamin bahwa pemasok memproduksi barang atau jasa sesuai
persyaratan yang ditetapkan. Seri standar tersebut direvisi setiap enam tahun
sekali. Pada September 2005 ISO telah merilis standar baru mengenai Food Safety
Management System ISO 22000 (FSMS ISO 22000). Standar ini mengatur
penanganan mulai dari lahan hingga menjadi makanan/minuman yang aman
untuk dikonsumsi. Aman berarti aman untuk diri sendiri, keluarga, teman,
lingkungan sekitar dan dunia (Info mutu, 2002; Hubeis, 1999; Kadarisman, 1994;
Thaheer, 2005 dalam Kurniawan, 2008).
2. LingkunganTumbuh
suhu, dan kelembapan. Pada dasarnya kondisi iklim yang dikehendaki lada perdu
relatif sama dengan lada tiang panjat. Hasil penelitian Wahid & Suparman (1986)
menyebutkan bahwa curah hujan yang dikehendaki tanaman lada yaitu 2.000 –
3.000 mm/tahun dengan rata-rata curah hujan 2.300 mm/tahun. Jumlah hari
hujan dalam setahun rata-rata 177 hari dan tidak terdapat bulan-bulan kering
dengan curah hujan kurang dari 60 mm/bulan atau musim kemarau hanya 2 – 3
bulan/tahun. Hasil pengamatan di Lampung menunjukkan pertumbuhan tanaman
lada mulai tertekan apabila jumlah curah hujan setiap bulannya kurang dari 90
mm. Di samping itu, tanaman lada dapat tumbuh dan berproduksi baik apabila
ditanam pada elevasi kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl). Wahid et al.
(1988) telah menyusun batas kesesuaian lingkungan tanaman lada berdasarkan
curah hujan, bulan kering, hari hujan, dan elevasi seperti pada Tabel 1.
Bulan
Curah hujan Elevasi Hari
kering (<90 Kendala Kesesuaian
(mm/tahun) (m dpl) hujan
mm/bulan)
2.000-2.500 <2 <500 110-150 Tidak ada Amat sangat sesuai
2.500-3.000 <2 <500 115-160 Tidak ada Sangat sesuai
2.2. Tanah
Lada perdu dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah, diantaranya Ultisol,
Inceptisol, Alfisol, dan Andisol. Namun demikian, umumnya tanaman lada di
Indonesia dikembangkan pada dua jenis tanah yaitu Ultisol dan Inceptisol. Lada
perdu menghendaki tanah dengan aerasi dan drainase baik. Oleh karena itu, lada
perdu yang dikembangkan pada tanah Ultisol ataupun Alfisol akan memiliki
pertumbuhan dan produksi yang lebih baik apabila tanah tersebut memiliki kelas
tekstur lempung liat berpasir atau liat berpasir. Sedangkan pada tanah Inceptisol,
lada perdu dapat tumbuh optimal apabila kelas tekstur tanah lempung atau
lempung berpasir. Menurut Zaubin (1979) pH tanah yang dikehendaki tanaman
lada berkisar antara 5,5 – 5,8.
Pengembangan lada perdu pada jenis tanah Ultisol, Inceptisol dan Alfisol tetap
memerlukan tambahan pupuk buatan dan organik, mengingat ketiga jenis tanah
tersebut umumnya memiliki tingkat kesuburan kimia tanah yang rendah sampai
sedang. Di samping itu, tanaman lada tergolong rakus hara, sehingga untuk
tumbuh dan berproduksi dengan baik memerlukan ketersediaan unsur hara yang
tinggi.
Tabel 2. Analisis biaya sumber daya dalam negeri dan keunggulan komparatif lada
perdu terhadap beberapa komoditas perkebunan
Komoditas perkebunan
Uraian Lada Lada tiang Kelapa
Karet Kopi Kakao
perdu panjat sawit
Penerimaan (Rp) 22.978.080 28.103.560 5.258.790 9.701.535 7.139.950 8.339.720
Biayasosial Rp)
-dalam negeri 3.250.394 9.268.049 2.604.006 4.797.645 3.881.621 3.904.471
- asing 7.141.235 9.884.261 3.878.374 3.430.190 2.530.068 2.275.136
BSD 519,00 1.272,50 4.717,50 1.912,53 1.941,23 1.284,42
Keunggulan
0,208 0,509 1,887 0,765 0,7765 0,5129
komparatif
Keterangan: nilai tukar mata uang 1 US$ bulan Juni 1997 Rp. 2.500
Sumber: Wahid et al. (1999b)
Analisis BSD merupakan variabel untuk mengukur besar biaya sumber daya dalam
negeri yang harus dikorbankan (dalam rupiah) untuk memperoleh satu satuan
devisa. Apabila BSD lebih kecil dibandingkan nilai tukar bayangan atau rasio
keduanya <1, maka investasi tersebut dikatakan efisien. Semakin kecil rasionya
menunjukkan komoditas tersebut makin memiliki keunggulan komparatif.
Hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa lada perdu memiliki nilai BSD dan
rasio yang paling kecil dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Dengan
demikian dari sudut korbanan dalam negeri, lada perdu merupakan usaha tani
yang paling efisien dan memiliki keunggulan komparatif paling besar.
Tabel 3. Analisis finansial usaha tani lada perdu dan lada tiang panjat mati (Rp/ha)
Tahun Lada perdu Lada tiang panjat mati
ke- Manfaat Biaya Manfaat ber- Manfaat Biaya Manfaat
DF 24% DF 24% sih DF 24% DF 24% DF 24% bersih DF 24%
1 0 2.879.839 -2.879.839 0 5.892.742 -5.892.742
2 2.934.443 828.756.5 2.105.687 0 839.945,4 -839.945,4
3 3.545.534 724.965.2 2.820.569 4.720.385 1.408.248 3.312.137
4 3.816.914 610.413.5 3.206.500 7.613.525 1.468.776 6.144.749
Total 10.296.891 .043.974 5.252.917 12.333.910 9.609.711 2.724.199
NPV : 5.252.917 NPV : 2.724.199
B/C : 2,04 B/C : 1,28
IRR : 110% IRR : 42%
Sumber: Rosmeilisa et al. (1999)
3. VARIETAS
Lada biasa (memanjat dengan tajar). Sumber bahan tanaman (stek) yang paling
baik adalah sulur panjat, berasal dari tanaman yang berumur kurang dari 3 tahun
(belum berproduksi), bebas serangan hama dan pathogen penyakit. Sulur panjat
yang dipilih sebaiknya sudah berkayu tetapi tidak terlalu tua (Gambar 1).
Perbanyakan lada perdu dengan bahan dari (1) cabang primer yang membawa
satu buku sulur panjat (stek bertapak) dan (2) cabang buah (sekunder dan
seterusnya), terdiri dari 2 – 3 buku yang berdaun. Daun sebaiknya dihilangkan
setengah bagian secara vertikal (Gambar 2).
Gambar 1. (A) Bahan tanaman dari sulur panjat; (B) Sulur panjat yang terdapat di
bagian atas (→) tempat pemotongan; (C) Sulur panjat 7 ruas.
Gambar 2. (A) Stek bertapak (ada akar) dan (B) stek cabang buah. (inzet) keratan
untuk mempercepat perakaran.
4. PEMBIBITAN
4.1. Lada biasa (memanjat dengan tajar)
Stek panjang 5 – 7 buku yang diakarkan terlebih dahulu, dapat langsung ditanam
di lapang (Gambar 3).
Gambar 3. Pengakaran stek panjang, (A) sebelum dan (B) setelah ditutup tanah.
Stek satu buku berdaun tunggal harus dibibitkan terlebih dahulu sampai terbentuk
5 - 7 buku, dibawah naungan yang dapat ditembus cahaya matahari sebesar 60 –
70%. Kemudian dilakukan beberapa kegiatan sbb:
i. Stek satu buku tersebut direndam dalam larutan gula pasir (1-2%) selama
½ - 1 jam
ii. Stek kemudian disemai dalam polibag yang terdiri dari campuran tanah
(top soil), pupuk kandang dan pasir kasar atau sekam dengan
perbandingan 2:1:1 atau 1:1:1 dan telah dibiarkan selama 7-10 hari
(ditandai dengan rumput-rumput halus tumbuh di permukaan tanah dalam
polibag tersebut).
iii. Untuk mempertahankan kelembapan lingkungan maka diperlukan sungkup
plastik dengan kerangka bambu atau kayu setinggi ± 1 m. Penyiraman
dilakukan setiap 2 hari dengan menggunakan embrat. Sungkup dibuka
setiap pagi selama ± 1 jam (pukul 9.00-10.00), kemudian ditutup kembali.
iv. Apabila telah terbentuk 2-3 daun baru, setiap bibit harus diberi tegakan
bambu agar terbentuk akar lekat. Secara bertahap sungkup dibuka dan
apaapabila stek telah kuat maka sungkup tidak diperlukan lagi. Bibit siap
tanam pabila stek telah tumbuh mencapai 5-7 buku (Gambar 4).
Gambar 4. (A) Bibit lada yang dipotong satu ruas, (B dan C) Bibit lada satu ruas
ditumbuhkan di dalam polibag dan disungkup, dan (D) Bibit lada yang
telah mempunyai 5-7 buku.
Gambar 5. (A) Pembibitan lada perdu dan (B) Bibit yang siap ditanam.
5. PERSIAPAN TANAM
5.1. Lada biasa (memanjat dengan tajar)
Jarak tanam lada 2,5 x 2,5 m atau 3,0 x 3,0 m dan sebagai panjatan, gunakan
tanaman hidup (tajar) dengan kriteria sbb:
i. Jenis tajar yang disarankan adalah gamal (Gliricidia maculata) atau dadap
cangkring (Erythrina fusca Lour). Tanaman tersebut diperbanyak dengan
stek batang. Panjang stek batang 2 m, diameternya 5 cm (tidak terlalu tua
dan juga tidak terlalu muda). Stek tersebut ditanam ± 10 cm di sebelah barat
lubang tanam, dengan menancapkan pangkalnya sedalam ± 30 cm (Gambar
6).
ii. Pada tahun pertama tajar diwiwil (dibuang tunas-tunasnya). Pada tahun ke 2
dilakukan pemangkasan 2 kali/tahun.
Gambar 6. (A) Penanaman tajar, dengan bagian ujung dibentuk runcing (inzet) dan
(B) Lubang tanam dapat dibuat setelah tajar tumbuh.
Gambar 7. (A) Posisi lubang dari tajar dan (B) Lubang ditutup dengan campuran
tanah, pupuk kandang dan Trichoderma, kemudian dibuat guludan
Buat saluran drainase 30 x 20 cm (lebar x dalam) dan parit keliling yang berukuran
lebar 40 cm, dalam 30 cm (Gambar 8).
Jarak tanam yang dipergunakan adalah 1 x 1,5 m atau 1 x 2,0 m. Ukuran lubang
tanam 40 x 40 x 60 cm. Tanah galian dibiarkan 2 - 3 minggu sebelum dilakukan
penanaman. Tanah yang berasal dari bagian atas dicampur dengan pupuk
kandang 5 - 10 kg yang telah diinfestasi dengan T. harzianum, lalu dibuat guludan
diameter ± 50 cm, tinggi ± 20 cm.
6. PENANAMAN
6.1. Lada biasa (memanjat dengan tajar)
Stek 5-7 buku yang sudah berakar ditanam dengan cara diletakan miring (30 –
45:) mengarah ke tajar, 3-4 buku stek bagian pangkalnya (tanpa daun)
dibenamkan mengarah ke tajar, sedang 2-3 ruas sisanya (berdaun) disandarkan
dan diikat pada tajar (Gambar 9). Kemudian, tanah di sekelilingnya dipadatkan.
Hal yang sama juga dilakukan apabila menggunakan bibit lada yang ditumbuhkan
dalam polybag, Polibag dibuka dan dibuang sebelum penanaman (Gambar 10).
Gambar 9. (A) Penanaman stek dengan tiga atau empat ruas yang dibenamkan,
dan (B) Stek diikat pada tajar untuk mempercepat stek menempel
tajar.
Gambar 10. Penanaman bibit berasal dari stek satu buku. (A) Polibag dibuang
(bibit siap tanam), (B) Tiga atau empat buku tanpa daun
dibenamkan, (C) Tanah dipadatkan
Gambar 11. (A) Bibit yang sudah ditanam, dan (B) Setelah diberi naungan alang-
alang.
6.2. Lada perdu (tanpa tajar) sebagai tanaman sela
Pengembangan lada perdu dalam bentuk polatanam, khususnya di bawah
tegakan tanaman tahunan memiliki beberapa keuntungan, diantaranya (a) dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, (b) mampu memberikan nilai tambah
yang cukup signifikan dan (c) risiko kematian tanaman akibat cekaman
kekeringan relatif lebih kecil dibandingkan penanaman secara monokultur (tanpa
naungan). Berdasarkan kebutuhan intensitas radiasi matahari, lada perdu
sebaiknya dikembangkan di bawah tegakan tanaman tahunan yang dapat
meloloskan radiasi matahari 50 – 75%. Kelapa merupakan tanaman yang
potensial dan sering dipolatanamkan dengan lada perdu. Hal ini disebabkan
terdapat kesesuaian lingkungan antara prasyarat tumbuh tanaman kelapa dan
kondisi lahan di bawahnya dengan prasyarat tumbuh lada perdu (Tabel 5).
Gambar 12. (A) Lubang untuk lada perdu (lebih kecil), (B) Penanaman lada perdu,
dengan dua ruas buku dibenamkan ke dalam tanah, dan (C) Pola
tanam lada perdu di antara kelapa. Lada perdu yang sudah
menghasilkan (inzet).
7. PEMELIHARAAN
7.1. Lada biasa (memanjat dengan tajar)
i. Apabila tanaman lada muda telah tumbuh mencapai 8-9 buku (umur 5 - 6
bulan), maka dilakukan pemangkasan pada ketinggian 25-30 cm dari
permukaan tanah (di atas 2 buku yang telah melekat kuat pada tajar)
dengan tujuan untuk merangsang pembentukan 3 sulur panjat baru. Sulur
baru tersebut harus dilekatkan dan diikatkan pada tajar. Pemangkasan
berikutnya dilakukan apaapabila telah mencapai 7 - 9 buku (± 12 bulan)
yaitu pada buku yang tidak mengeluarkan cabang buah. Selanjutnya
pemangkasan dilakukan pada umur 24 bulan (2 tahun). (Gambar 13),
sehingga akan terbentuk kerangka tanaman yang mempunyai banyak
cabang produktif.
Gambar 13. (A) Pemangkasan pertama sulur panjat, (B) Pemangkasan ke dua (± 3
bulan setelah pangkas pertama) dan (C) tanaman lada tanpa
pemangkasan dengan tajar dadap di desa Mangkauk (Rusmayadi,
1990).
ii. Hasil pangkasan sulur panjat tersebut dapat digunakan sebagai sumber
bahan tanaman.
i. Sulur gantung adalah sulur panjat yang tumbuhnya tidak melekat pada
tajar, karena tidak dilakukan pengikatan.
ii. Sulur cacing atau sulur tanah adalah sulur panjat yang tidak melekat pada
tajar dan tumbuh menjalar di permukaan tanah.
iii. Kedua sulur tersebut (sulur gantung dan cacing) tidak produktif tapi ikut
mengambil makanan/nutrisi, oleh sebab itu harus dibuang/dipangkas.
Pemangkasan kedua sulur tersebut harus dilakukan secara rutin (Gambar
14).
Tabel 6. Waktu pemberian dan dosis pupuk anorganik untuk tanaman lada
produktif.
iv. Tanaman lada berumur < 12 bulan, dosis pupuk anorganik 1/8 total (200 g)
NPKMg. Pemberiaan pupuk di split 2 kali/tahun (Tabel 7).
Tabel 7. Waktu pemberian dan dosis pupuk anorganik untuk tanaman lada
berumur < 12 bulan
Tabel 8. Waktu pemberian dan dosis pupuk anorganik untuk tanaman lada
berumur 13 - 24 bulan
7.2.1. Pemupukan
Hama yang menyerang tanaman lada terdiri dari penggerek batang, penghisap
buah dan penghisap bunga.
Gambar 17. (A) Gejala tanaman terserang penggerak batang, (B) Batang yang
terserang penggerek, dan (C) Larva penggerek di dalam batang.
iii. Hama penghisap buah (Dasynus piperis) dikenal dengan berbagai nama
seperti kepik, kepinding, walangsangit sedang di Bangka disebut
semunyung, atau apabilahu (Belitung, Kalimantan). Stadia nimfa maupun
serangga dewasa menghisap cairan buah. Apabila menyerang buah muda
menyebabkan tandan buah banyak yang kosong, sedang serangan pada
buah tua menyebabkan buah menjadi hampa, kering dan gugur (Gambar
18 B).
Penyakit utama tanaman lada adalah busuk pangkal batang, penyakit kuning
dan penyakit kerdil/keriting.
Gambar 18. (A) Diconocoris pada bunga lada, dan (B) Dasynus pada buah lada.
Gambar 19. (A) Gejala tanaman terkena BPB, (B) Daun yang terserang
Phytophthora, dan (C) Pangkal batang yang terkena Phytophthora.
iv. Apaapabila serangan jamur terjadi pada satu tanaman dalam suatu kebun,
maka dapat diperkirakan 1-2 bulan kemudian penyakit akan menyebar ke
tanaman di sekitarnya. Penyebaran penyakit akan lebih cepat pada musim
hujan, terutama pada pertanaman lada yang disiang bersih. Apaapabila
dijumpai tanaman terserang penyakit, maka tanaman sakit tersebut
dimusnahkan. Tanah bekas tanaman itu disiram dengan bubur bordo
kemudian diberi Trichoderma. Penyulaman dapat dilakukan setelah
dibiarkan minimal selama 6 bulan.
Secara umum gejala penyakit kuning terdiri dari gejala di atas permukaan
tanah dan gejala di bawah permukaan tanah. Tanaman terserang
pertumbuhannya terhambat, daun menjadi kuning kaku dan tergantung
tegak lurus dan makin lama akan makin mengarah ke batang. Daun-daun
yang menguning tidak layu, tetapi sangat rapuh sehingga secara bertahap
daun-daun tersebut gugur. Buah-buah akan lebih lama bertahan melekat
pada tangkainya, dibandingkan daun. Cabang-cabang secara bertahap juga
akan gugur sebagian demi sebagian, sehingga tanaman semakin gundul.
vi. Penyakit kerdil/keriting saat ini telah terdapat hampir di seluruh daerah
pertanaman lada di Indonesia. Penyakit ini tidak mematikan tanaman, tapi
menghambat pertumbuhan tanaman, sehingga menjadi kerdil dan
menurunkan produktivitas. Pada serangan berat, tanaman menjadi tidak
berbuah.
Penyebab penyakit kerdil ada beberapa macam virus Pepper Yellow Mottle
Virus (PYMV) dijumpai di Bangka dan Lampung, di samping itu berdasarkan
identifikasi contoh tanaman sakit yang berasal dari Bangka juga ditemukan
adanya virus CMV (Cucumber Mosaik Virus) (Gambar 20A).
Gejala penyakit kerdil ditandai dengan kemunculan daun daun muda yang
abnormal, berukuran lebih kecil seringkali bergelombang atau belang-
belang. Pada serangan berat pertumbuhan ruas menjadi memendek,
akibatnya tanaman menjadi kerdil. Pada beberapa tanaman seringkali
terjadi pertumbuhan cabang yang berlebihan dengan daun yang kecil-kecil
atau tidak berdaun (Gambar 20B).
Sering terjadinya fluktuasi harga lada yang cukup tajam, bahkan harga jual
sering kali sangat rendah membuat petani lada tidak dapat membeli sarana
produksi. Oleh sebab itu, dianjurkan dalam budidaya lada untuk menyertakan
kegiatan lainnya misalnya diintegrasikan dengan ternak, disertai penanaman
penutup tanah (A. pintoi). Cara tersebut selain membuat sistem usahatani
lada menjadi lebih efisien juga merupakan usaha Pengendalian Hama
(temasuk penyakit) Terpadu (PHT) yang ramah lingkungan dan
berkesinambungan. Pengendalian menggunakan pestisida kimiawi dilakukan
pada saat populasi hama atau intensitas serangan patogen penyakit tinggi,
dengan tujuan menekan perkembangan hama dan patogen, setelah itu diikuti
Saluran drainase dan pemangkasan bagian tanaman lada. Kebun lada yang
baik harus mempunyai saluran drainase, sehingga tidak ada air yang tergenang
di dalam kebun; karena air yang tergenang merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan patogen BPB.
Pemanfaatan agen hayati dan konservasinya. Apabila dipilih jenis varietas yang
rentan terhadap serangan penyakit kuning atau BPB; maka agen hayati
pengendali patogen tersebut harus diaplikasikan sejak awal penanaman lada
dan aplikasi diulang pada setiap awal musim hujan.
Membuat pagar keliling. Pagar keliling dengan tanaman hidup (rumput gajah)
dianjurkan dengan tujuan agar jalan masuk kebun dibatasi jumlahnya dan
bukan merupakan jalan umum. Di samping itu rumput gajah/tanaman hidup
dapat sebagai sumber pakan ternak. Ternak peliharaan tidak dibiarkan bebas
berkeliaran di dalam kebun.
Lalu lalang manusia dan hewan dari areal terserang penyakit harus dibatasi
agar tidak menyebarkan penyakit. Pembuatan parit pemisah antara tanaman
sakit dan sehat diperlukan. Peralatan yang dipergunakan harus dibersihkan
apaapabila akan digunakan pada tanaman lada yang lain.
Panen buah dilakukan tergantung tujuan produk yang akan dihasilkan yaitu
lada hitam, lada putih atau lada hijau. Sejak terbentuk bunga sampai buah
masak memerlukan waktu cukup lama. Buah muda berwarna hijau muda,
berubah menjadi hijau tua dan masak berwarna kuning sampai kemerah-
merahan.
Lada hitam yang baik berasal dari buah lada yang dipanen pada umur 6-7
bulan. Pada saat itu buah berwarna hijau tua/hijau gelap. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dan Balai Besar Pasca Panen (BB Pasca
Panen) telah merekayasa alat pengolahan lada hitam yang terdiri dari alat
perontok buah, blanching dan pengering.
Proses pengolahan lada hitam dari buah lada segar cukup sederhana yaitu
dengan cara memisahkan buah lada dari tangkainya (dengan alat perontok)
kemudian dilakukan blanching (celup dalam air panas selama 2,5 menit) agar
diperoleh warna hitam mengkilap dan seragam serta aromanya lebih baik.
Setelah itu, lada dikeringkan dengan alat pengering (Gambar 21). Tahap-tahap
pengolahan lada hitam adalah sebagai berikut:
i. Perontokan
Untuk mempercepat perontokan atau pelepasan gagang buah lada atau
dompolan, maka buah lada yang baru dipetik ditumpuk pada lantai
beralas tikar dengan ketebalan tumpukan antara 30 cm sampai ±1
meter selama 2 - 3 hari. Tumpukan tersebut ditutup dengan karung.
Setelah itu, lada dipisahkan dari dompolan atau gagang dengan
menggunakan saringan anyaman bambu dan ditempatkan agak tinggi
serta dibawahnya ditaruh suatu wadah penampung buah lada.
Tangkai atau gagang dari buah yang tertinggal pada saringan bambu
dipisahkan dan ditampung pada wadah khusus.
ii. Pengeringan.
Buah lada yang sudah terpisah dari gagangnya, kemudian dijemur
dibawah sinar matahari selama 3 - 7 hari. Pengeringan buah lada
mempergunakan tikar, tampah atau plastik. Untuk meningkatkan
efisiensi pengeringan dan mencegah pengotoran lada, digunakan lantai
pengeringan yang dibuat lebih tinggi dari tanah. Pada waktu
pengeringan, tumpukan lada dibolak-balik atau ditipiskan dengan
ketebalan tumpukan 10 cm menggunakan garuk dari kayu agar
pengeringan lebih cepat dan merata. Penentuan akhir dari pengeringan
lada dapat dilakukan secara organoleptik yaitu dengan diraba atau
dipijat dengan jari tangan dan lada dianggap kering apaapabila dipijat
memberikan suara menggeretak dan pecah. Di samping itu, dapat juga
dilakukan dengan alat pengukur kadar air.
iii. Pembersihan dan Sortasi
Untuk pengolahan hasil lada hitam, dari 100 kg lada basah yang masih
bergagang diperoleh lada basah tanpa gagang antara 70 - 80 kg atau rata-
rata 80 kg serta selanjutnya akan diperoleh lada hitam kering sebanyak
antara 25 - 33 kg atau rata-rata 31 kg. Bagan alir pengolahan lada hitam
sbb (Gambar 22):
9.2.1. Perendaman.
Buah lada masak yang baru dipetik dimasukkan dalam karung goni direndam
dalam bak yang airnya mengalir selama 7 - 10 hari atau rata-rata 8 hari untuk
melunakkan kulit buah supaya mudah terlepas dari biji. Pada tahap ini perlu
diperhatikan, bahwasannya air rendaman harus bersih dan mengalir, agar
dihasilkan lada yang baik (putih bersih). Penggunaan air rendaman yang kotor
dan tidak mengalir akan menghasilkan lada putih yang kurang baik (kotor,
warna abu-abu atau kecoklatan).
9.2.3. Pengeringan.
Buah lada bersih kemudian dijemur dibawah sinar matahari selama 3 - 7 hari,
sampai cukup kering. Pengeringan buah lada dilakukan dengan
mempergunakan tikar, tampah, plastik atau lantai penjemuran yang dibuat
lebih tinggi agar lebih efektif. Pada waktu pengeringan, tumpukan lada
dibolak-balik atau ditipiskan dengan garuk dari kayu agar pengeringan lebih
cepat dan merata. Lada kering apaapabila dipijit memberikan suara
menggeretak dan pecah.
Hasil kemasan kemudian disimpan diruangan simpan yang kering dan tidak
lembap (Rh ± 70%), dengan diberi alas dari bambu atau kayu setinggi ± 15 cm
dari permukaan lantai sehingga bagian bawah karung tidak berhubungan
langsung dengan lantai. Bagan alir pengolahan lada putih sbb (Gambar 23):
Lada enteng yang diperoleh dari sisa hasil sortasi, dapat dimanfaatkan menjadi
produk lain berupa minyak lada dan oleoresin. Ekstraksi minyak lada dapat
dilakukan dengan cara penyulingan. Penyulingan adalah proses pemisahan
komponen berupa cairan atau padatan dari dua campuran atau lebih
berdasarkan perbedaan titik uapnya. Proses ini dapat dilakukan terhadap
minyak lada karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Sedangkan ekstraksi
oleoresin dilakukan dengan cara “Solvent extraction”. Untuk mempermudah
proses ekstraksi, sebelumnya dilakukan perlakuan terhadap bahan. Perlakuan
pendahuluan yang biasa dikerjakan untuk mempermudah ekstraksi minyak
atsiri yaitu pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Lada hitam yang
berkadar air sekitar 14 % sudah cukup kering untuk proses ekstraksi.
Pengecilan ukuran bertujuan untuk mempercepat penetrasi uap atau bahan pelarut
ke dalam bahan yang akan di ekstrak, sehingga dalam waktu yang lebih singkat
rendemen minyak yang akan diperoleh lebih tinggi. Penghancuran lada enteng dapat
dilakukan dengan alat penghancur biji. Hancuran biji lada ini kemudian dilewatkan
pada saringan 50 mesh untuk menyeragamkan ukuran bahan. Sebenarnya semakin
kecil ukuran bahan (makin luas permukaan bahan) semakin banyak minyak yang
dapat diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan banyak
minyak yang menguap selama penghancuran.
Lada hijau adalah produk olahan dari lada, dimana warna hijaunya
dipertahankan. Lada hijau memiliki flavor yang khas, warna dan
kenampakannya alami sehingga dapat digunakan sebagai bahan hiasan
(garnish) pada makanan dan dapat dipakai langsung pada makanan yang
dihidangkan.
Berdasarkan cara pengolahannya dikenal beberapa bentuk lada hijau, yaitu, (i)
lada hijau dalam bentuk kering, (2) lada hijau dalam larutan garam, (3) lada
hijau dalam bentuk beku.
Lada dalam larutan garam dan dalam bentuk beku dapat dipakai langsung pada
makanan yang dihidangkan, sedang lada hijau kering dapat digunakan langsung
maupun sebagai rempah didalam pembuatan makanan. Lada hijau kering bisa
digunakan sebagai pikel lada hijau. Bahan baku pikel lada hijau adalah buah yang
dipanen belum matang dan warnanya masih hijau.
VI. Rangkuman
Produk lada utama yang diperdagangkan adalah lada putih, lada
hitam dan lada hijau. Di antara faktor lingkungan yang paling
dominan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi lada
adalah iklim, elevasi dan tanah.
Ketahanan beberapa varietas terhadap penyakit kuning, BPB, Hama
penggerek dan adaptasi terhadap cekaman air, kelebihan air serta
produksinya telah diteliti, yaitu varietas Petaling 1 (P1), Petaling 2
(P2), Natar 1 (N1), Natar 2 (N2), Bengkayang, Lampung Daun Kecil
(LDK- RS) dan Chunuk RS.
Sumber bahan tanaman (stek) terbaik adalah sulur panjat, berasal
dari tanaman yang berumur kurang dari 3 tahun (belum
berproduksi), bebas serangan hama dan pathogen penyakit. Sulur
panjat yang dipilih sebaiknya sudah berkayu tetapi tidak terlalu tua.
Perbanyakan lada perdu dengan bahan dari (a) cabang primer yang
membawa satu buku sulur panjat (stek bertapak) dan (b) cabang
buah (sekunder dan seterusnya), terdiri dari 2 – 3 buku yang
berdaun. Daunnya dihilangkan setengah bagian secara vertikal.
Pembibitan menggunakan bahan stek panjang 5 – 7 buku yang
diakarkan terlebih dahulu, dapat langsung ditanam di lapang. Stek
satu buku berdaun tunggal harus dibibitkan sampai terbentuk 5 - 7
buku, dibawah naungan yang dapat ditembus cahaya matahari
sebesar 60 – 70%.
Persiapan tanam meliputi jarak tanam 2,5 x 2,5 m atau 3,0 x 3,0 m
dan tajar hidup sebagai panjatan. Ukuran lubang tanam 45 x 45 x 45
cm sampai 60 x 60 x 60 cm ± 10 cm di sebelah timur tajar. Untuk lada
perdu jarak tanam yang dipergunakan adalah 1 x 1,5 m atau 1 x 2,0
m. Ukuran lubang tanam 40 x 40 x 60 cm.
Penanaman stek 5-7 buku yang berakar dengan cara diletakan
miring (30 – 45:) mengarah ke tajar, 3-4 buku stek bagian pangkalnya
(tanpa daun) dibenamkan mengarah ke tajar, sedang 2-3 ruas sisanya
(berdaun) disandarkan dan diikat pada tajar. Bibit lada perdu
ditanam dengan membenakan 2 ruas ke dalam guludan, kemudian
diberi naungan untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari.
Pemeliharaan tanaman lada meliputi, pengikatan sulur,
pemangkasan tajar dan lada, pemupukan dan penyiangan terbatas.
Hama yang menyerang lada adalah hama penggerek batang, hama
pengisap bunga dan buah. Sementara itu, penyakit yang menyerang
adalah penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning.
Panen buah dilakukan tergantung tujuan produk yang akan
dihasilkan yaitu lada hitam, lada putih atau lada hijau. Sejak
terbentuk bunga sampai buah masak memerlukan waktu cukup
lama. Buah muda berwarna hijau muda, berubah menjadi hijau tua
dan masak berwarna kuning sampai kemerah-merahan.
Petunjuk:
A. Jawablah dengan singkat
1. Bentuk produk utama tanaman lada yang diperdagangankan
adalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2. Sebutkanlah sumber bahan tanaman untuk stek lada! Bahan
tanam manakah yang terbaik?
3. Mengapa jarak tanam untuk lada perdu berbeda dengan lada
biasa yang menggunakan tajar?
4. Sebutkanlah hama dan penyakit yang sangat merusak dari
tanaman lada!
5. Jelaskan perbedaan pengolahan lada putih, lada hitam dan lada
hijau. Sebutkan pula bentuk diversifikasi lada yang telah
dikembangkan!
B. Gambarkan tanaman lada secara utuh. Pilah dan uraikan masing-
masing bagian tanaman lada menurut fungsinya!
DAFTAR PUSTAKA