Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuhan Yang Maha Esa menciptakan apa yang ada di langit dan bumi. Kita yang hidup
di bumi diminta-Nya untuk mengamati yang diciptakan-Nya, mengapa, bagaimana, dan untuk
apa Tuhan menciptakan ini semua?. Untuk mengetahui jawabannya, kita diminta untuk
belajar. Baik dari buku buku, guru, maupun dari pengalaman. Dalam hal ini, banyak definisi
yang diberikan tentang belajar.
Menurut Hakim Thursan(2001:1) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam
kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas
dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetauan sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya piker, dan lain-lain kemampuan. Karena belajar merupakan
aktifitas yang dilakuka setiap manusia untuk mencapai sebua tujuan tertentu , merubah cara
berfikir, dan meningkatkan pengetauan yang lebih luas. Belajar juga merupakan proses aktif
yang dilakukan oleh seseorang, baik secara sengaja maupaun tidak. Belajar bisa dilakukan di
berbagai tempat. Tidak hanya di sekolah saja, namun juga di lingkungan sekitar kita. Melalui
proses belajar, seseorang akan memiliki pemahaman yang lebih baik. Melalui proses belajar
yang dilakukan, seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan
yang diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan bukanlah
tentang dunia yang lepas dari pengamat, akan tetapi merupakan hasil konstruksi pengalaman
manusia sejau yang dialaminya. Dari definisi-definisi da atas, yang perlu digaris bawai adla
bawa penigkatan kualitas tingka laku sesorang diperliatkan dalam bentuk pertambahan
kualitas dan kuantitas kemampuan orang itu dalam berbagai bidang. Jika didalam proses
belajar seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas kemapmpuan dapat dikatakan
orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain mengalami
proses belajar.
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal di dalam kehidupan manusia. Di
manapun dan kapanpun di dunia ini terdapat pendidikan. Pendidikan dipandang merupakan
kegiatan manusia untuk memanusiakan sendiri, yaitu manusia berbudaya. Dalam kaitannya
mewujudkan pendidikan yang berkwalitas, diperlukan pemahaman terhadap suatu materi.
Agar lebih mudah untuk memahami suatu materi, maka diperlukan adanya sistematika
belajar, termasuk di dalamnya teori yang mendukung proses belajar tersebut. Menurut
Snelbecker (1974) dalam Dahar, Ratna Wilis (2006:10) berpendapat bahwa, perumusan teori
itu bukan hanya penting, melainkan juga vital bagi psikologi dan pendidikan agar dapat maju
dan berkembang, terutama dari pihak perserta didik. Peserta didik diharapkan ikut aktif
dalam kegiatan belajar mengajar. Banyak teori yang dikemukakan para ahli dalam model
model pembelajaran, salah satunya adalah teori konstruktivistik. Konstruktivistik sebagai satu
konsep yang banyak membicarakan masalah pembelajaran, diharapkan menjadi landasan
intelektual untuk menyusun dan menganalisis problem pembelajaran dalam pergulatan dalam
dunia pendidikan. Untuk lebih jelasnya, maka dalam makalah ini akan dibahas tetang teori
konstrukstivistik atau konstruktivisme.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Hakekat Teori Konstruktivistik?
2. Bagaimanakah Komponen-Komponen Pendekatan Kontruktivistik?
3. Implikasi Konstruktivistik dalam Pembelajaran Sejarah.

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan Hakekat Teori Konstruktivistik.
2. Mendeskripsikan Komponen-Komponen Pendekatan Kontruktivistik.
3. Mendeskripsikan Implikasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Hakekat Teori Kontruktivistik

Konstruktivistik berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan,


konstruktivistik/konstrutivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktivis berupaya membina suatu
konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam keidupan umat
manusia (Jalaludin dalam Riyanto, 2012:143). Dalam konteks model pembelajaran, Model
pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang
menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya
konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun
sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan
lingkungannya. Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali
dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan Italia yang
mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan
manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui
bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia
dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997:24).

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya


belajar atau bagaimana informasi diproses dalam pikiran siswa. Siswa mencerna informasi,
mengembangkan dan berpikir aktif terhadap suatu masalah, teori seperti ini biasanya disebut
teori konstruktivistik. Teori kontruktivistik menyatakan bahwa siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-
aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai (Trianto, 2011:13).
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam
pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental,
membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru
lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan
mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman
mereka. Menurut Werrington (dalam Suherman, 2003:75), menyatakan bahwa dalam kelas
konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan
persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara
mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru
mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru
mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar
menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.

Dalam proses pembelajaran, konsep ini menghendaki agar anak didik dapat
dibandingkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan
dari ilmu pengetauan dan teknologi. Dalam penyesuaian seperti ini, anak didik akan tetap
berada dalam suasana aman dan bebas.
Tujuan pembelajaran konstruktivistik ini ditentukan pada bagaiman belajar, yaitu
menciptakan pemaaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata
yang mendorong si belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan. Dalam
teori ini, peran guru iala menyediakan suasana di mana siswa mendesain dan mengarakan
kegiatan belajar itu lebi banyak daripada menginginkan bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, maka harus bekerja memecahkan masalah,
menemukan segala sesuatu untuk dirinya sendiri, berusaa dengan ide-ide.
Riyanto, Yatim (2012:145) menarik kesimpulan sebagai berikut:
Menurut teori ini, satu prinsip penting dalam psikologi pendidikan adalah guru
tidak dapat anya memberikan pengetauan kepada siswa, tetapi siswa arus
membangun sendiri pengetauan dalam benaknya. Guru dapat memberikan
kemudahan dalam proses ini dengan cara memberikan kesempatan bagi siswa
untuk menyampaikan ide-idenya sendiri dalam belajar. Guru dapat memberi
pemahaman teradap siswa, namun dengan syarat siswa tersebut harus berusaha
mendapatkan informasi dengan sendiri.
Dari uraian di atas, ada beberapa tujuan yang ingin diwujudkan dalam penerapan teori
konstruktivistik, antara lain:
a. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri jawabannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara
lengkap.ma
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut


paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih menggunakan penyelesaian masalah,
mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan
menggunakanya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh
aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis dan model-model
yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara umum terdapat lima prinsip dasar yang
melandasi kelas konstruktivistik, yaitu ;
1. Meletakkan permasalaan yang relevan dengan kebutuan siswa.
2. Menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama.
3. Menghargai pandangan siswa.
4. Materi pembelajaran menyesuaikan teradap kebutuhan siswa.
5. Menilai pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa.
6. Menilai pembelajaran secara kontekstual.

Hal yang lebih penting, bagaimana guru bisa mendorong dan menerima otonomi
siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan sumbersumber primer (bukan hanya buku
teks), menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian dan teka-teki sebagai pengarah
pembelajaran. Untuk menginternalisasi, membentuk kembali atau mentransformasi informasi
baru serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigm konstruktivistik. Guru
konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut;
1. Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.
2. Menggunakan data primer dan baan manipulative dengan penekanan pada
keterampilan berpikir.
3. Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi,
dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.
4. Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi
pembelajaran.
5. Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum
sharing pemahamanya tentang konsep-konsep tersebut.
6. Menyediakan peluang peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya
maupu dengan siswa yang lain.
7. Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka
untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temanya.
8. Mengelaborasi respon awal sisiwa.
9. Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan
kontradiktif terhadap ipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.
10. Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan
mengerjakan tugas-tugas.
11. Menumbuhkan sikap ingin tau siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang
beragam.
Dalam belajar sesuatu peserta didik sudah mempunyai gambaran berdasarkan
pengalaman belajar yang mereka dapatkan sebelumnya. Untuk itu, guru harus mecermati dan
menanamkan konsep cara belajar yang baru supaya wawasan dan pengetahuan siswa
bertambah luas.

1.2 Komponen-Komponen Pendekatan Kontruktivistik


Teori belajar konstruktivistik memiliki komponen-komponen yang saling terkait baik
dari pendidik maupun peserta didik. Menurut Pribadi,beny,2011,;161Dalam kaitannya dengan
pembelajaran perlu diperhatikan beberapa komponen penting sebagai berikut
a. Belajar aktif
Pembelajaran yang yang dipusatkan terhadap siswa, dalam artian guru diposisikan
sebagai mediator antara siswa dengan materi, dengan memberikan stimulus, stimulus yang
diberikan diharapkan mampu diolah oleh siswa secara mandiri dengan pemantauan tertentu
oleh guru (Benny A 2011:19)
b. siswa terlibat dalam aktif pembelajaran yag bersifat otentik dan situasional
Kegiatan belajar mengajar tidak harus berada dalam konteks ruang kelas, namun bisa
juga dilakukan di luar ruangan atau yang sering disebut pembelajaran out door. Siswa
dihadapkan pada sebuah obyek yang nyata (otentik) misalnya studi lapangan ke komplek
candi atau musium. Dengan begitu, proses pembelajaran bisa disesuaikan dengan situasi yang
ada (situasional). Situasi yang tercipta berikutnya ialah situasipembelajaran yan tidak kaku.
Siswa akan merasa nyaman dan akan lebih terbuka terhadap pertanyaan
c. aktifitas belajar harus menarik dan menantang
menurut Pribadi,Benny 2011 hal.86 pola pikir dan komponen-komponen yang terdapat
didalam desain sistem pembelajaran biasanya digambarkan dalam bentuk moel yang
direpresentasikan dalam bentuk grafis atau flow chart. Model desain sistem pembelajaran
biasanya menggambarkan langkah-langkah atau prosedur yang perlu ditempuh untuk
menciptakan aktifitas pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik.
d. siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki
sebelumnya
Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan bukan suatu yang sudah jadi,
tetapi merupakan suatu proses menjadi (Suparno, 1997: 20). Misalnya, pengetahuan kita
tentang “ayam”, mula-mula dibentuk sejak kita masih kecil ketemu pertama kali dengan
ayam. Pengetahuan tentang ayam waktu kecil belum lengkap, tetapi lambat laun makin
lengkap di saat kita makin banyak berinteraksi dengan ayam yang ternyata ada bermacam-
macam jenisnya, tetapi semua disebut ayam. Pengetahuan bukan suatu barang yang dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran seseorang (dalam kasus ini pendidik) kepada orang lain
atau peserta didik. Bahkan ketika pendidik bermaksud memindahkan konsep, ide, nilai,
norma, keterampilan dan pengertian kepada peserta didik, pemindahan itu harus
diinterpretasikan dan dibentuk oleh peserta didik sendiri. Tanpa keaktivan peserta didik dalam
membentuk pengetahuan, pengetahuan seseorang tidak akan terjadi.
e. guru harus banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam
melakukan konstruksi pengetahuan
Mengingat ilmu pengetahuan harus dibangun secara aktif oleh peserta didik di dalam
pikirannya, hal itu berarti bahwa belajar adalah tanggungjawab subjek didik yang sedang
belajar. Maka menjadi sangat penting motivasi instrinsik yang mendorong peserta didik
memiliki keinginan untuk belajar. Dalam hal ini pendidik sebagai pengelola kegiatan
pembelajaran dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam memotivasi para peserta
didik.
Pendekatan konstruktivistik menghendaki peran guru harus berbeda dengan yang
selama ini berlangsung. Guru tidak lagi berperan sebagai seorang yang menyiapkan presentasi
di depaan kelas tetapi seorang guru harus menciptakan pengalaman belajar yang membantu
proses belajar siswa. Perlu diingat bahwa salah satu prinsip paling penting dari metode
konstruktivistik adalah guru tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu
proses ini dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan
ide-ide mereka untuk belajar (Nur,2000: 2). Paradigma konstruktivisme memandang siswa
sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.
Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru
(Budiningsih, 2005:59).
Pendekatan konstruktivisme menghendakai siswa harus membangun pengetahuan di
dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara mengajar yang
membuat informasi lebih bermakna dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide mereka. Guru dapat memberi siswa tangga yang
dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus
diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
2.3 Implikasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran Sejarah
Pendekatan konstruktivistik menghendaki peran guru harus berbeda dengan yang
selama ini berlangsung. Guru tidak lagi berperan sebagai seorang yang menyiapkan presentasi
di depaan kelas tetapi seorang guru harus menciptakan pengalaman belajar yang membantu
proses belajar siswa. Supaya proses kegiatan pembelajaran yang dilandasi oleh pendekatan
konstruktivistik dapat memberikan hasil yang optimal, ada beberapa faktor yang perlu
mendapat perhatian. Menurut Newby dkk.(2000) dalam Pribadi, Benny(2011:162).
Mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pendekatan
konstruktivistik dalam kegatan pembelajaran yaitu sebagai berikut.
 memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang
dipelajarinya dalam mengatasi suatu permasalahan.
 menciptakan aktivitas belajar kelompok antara guru dan siswa untuk mengali
dan mengaplikasikan kombinasi pengetahuan yang telah mereka miliki.
 .menciptakan model dan mengarahkan siswa untuk mengkontruksi
pengetahuan. Guru dan siswa bekerja sama untuk mencari solusi terhadap suatu
permasalahan.
Dengan menerapkan hal-hal tersebut maka system pembelajaran bisa berjalan dengan
lancar sehingga antara siswa dan guru tidak mendapat hambatan dalam melaksanakan
pembelajaran di dalam kelas. Hasil dari proses belajar merupakan kombinasi antara
pengetahuan baru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
Trianto (2007:108) mengatakan siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan
ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi
dari teori konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki, informasi itu menjadi milik meeka sendiri.
Dengan adanya pernyataan di atas maka pembelajaran harus dikemas menjadi
proses mengkonstruksi bukan menerimapengetahuan. Dalam proses pembelajaran,
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlbatan aktif dalam proses
belajar dan mengajar. Iswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Landasan berpikir konstruktivistik agak berbeda dengan pandangan kaum
objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan
konstruktivistik, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan sebeapa banyak
siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakana dan relevan
bagi siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan
idenya sendiri dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam
belajar. Ada beberpa model
Adapun beberapa model pembelajaran yang berdasarkan pembelajaran
konstruktivistik dan berikut diberikan lima contoh model pembelajaran berlandaskan
paradigma konstruktivistik, yaitu : model reasoning and problem solving, problem
based instruction, inquiry training, perubaan konseptual, group investigation;
a. Model Pembelajaran Reasoning and problem solving
Problem solving merupakan upaya individu atau kelompok untuk menemukan
jawaban berdasarkan pengetauan, pemahaman, ketrampilam yang telah
dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumpra
tersebut. Jadi aktifitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan
berakhir apabila sebuah jawaban telah diperole sesuai dengan kondisi
masalah. Kemampuan pemecaan masalah dapat diwujudkan melalui alasan.
b. Model pembelajaran Problem-based Instruction
Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berdasarkan
paham konstruktivistik yang melibatkan siswa dalam belajar dan pemecaan
masalah asli. Dalam memperoleh informasi dan pengembangan maka siswa
diberi pemaaman tentang topic dan belajar bagaimana mengkontruksi rangka
masalah.
c. Model pembelajaran perubahan konseptual
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang berasal dari pengetahuan yang
secara spontan diperoleh dari interaksi dengan lingkungan sekitar. Sementara
pengetahuan baru didapatkan dari sekolahan, agar terjadi proses perubahan
konseptual belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-
konsepsi yang dibawa ole siswa sebelum pembelajaran(brook & brook,1993)
dalam rusman (2013:40). Bahwa mengajar bukan transmisi pengetahuan tetapi
mefasilitasi siswa supaya siswa lebih mudah mendapatkan materi dan
memahaminya.
d. Model pembelajaran Group Investigation
Model pembelajaran ini bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep
belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus mempunyai teman belajar karena
dalam proses belajar seseorang harus ada interaksi supaya proses belajar tidak
mengalami hambatan
e. Model pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran ini digunakan untuk memperoleh dan mendapatkan
informasi dengan melakuakan observasi untuk mencari jawaban atau
memecahkan masalah teradap pertayaan atau rumusan masalah dengan
mengunakan kemampuan berfikir kritis dan logis. Sebagai model
pembelajaran inkuri dapat diimplementasikan secara terpadu dengan strategi
lain sehingga dapat membantu pengembangan pengetahuan dan pemahaman
serta kemampuan melakukan kegiatan inkuiri siswa.
Dengan beberapa komponen ini yang memiliki beberapa fungsi dan manfaat
tersendiri maka proses belajar dan mengajar tercapai dengan tujuan yang
sesuai perencanaan pembelajaran sebenarnya.

Ada beberapa implikasi teori konstruktivistik dalam pembelajaran, antara lain:


a. Memusatkan peratian berpikir atau proses mental anak tidak sekedar pada hasilnya.
b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri keterlibatan aktif dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas konstruktivistik, oenyajian pengetahuan jadi tidak
mendapat penekanan.
c. Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran lebi menekankan pengajaran TOP
DOWN daripada BOTTOM UP.
d. DISCOVERY LEARNING. Dalam Discovery Learning siswa didorong untuk belajar
sendiri secara mandiri.
e. Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran khas menerapkan SCAFOLDING,
dengan siswa semakin lama semakin bertanggungjawab teradap pembelajarannya
sendiri.
Karena itu, pembelajaran kostruktivistik juga melibatkan guru-guru yang konstruktif
dan memiliki daya kreatif tinggi. Sebagai guru yang kostruktivistik, ada beberapa hal yang
perlu diperatikan:
a. Mendukung dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
b. Menggunakan data menta dan narasumber asli, bersama baan yang manipulatif,
interaktif dan nyata.
c. Ketika memberi tugas, menggunakaan istila kognitif, seperti klasifikasi, analisis,
meramalkan, ciptakan atau bentuk.
d. Memperbolekan jawaban siswa menuntun pelajaran, mengubah startegi pembelajaran
dan mengubah isi.
e. Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi
pengertian-pengertian mereka tentang konsep tersebut.
f. Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru maupun sesama siswa.
g. Mendorong siswa untuk bertanya dengan memberikan pertanyaan terbuka yang
mendalamdan juga mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan satu dengan yang
lainnya.
h. Mencari perluasan dari tanggapan awal siswa.
i. Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan
hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong adanya diskusi.
j. Memberi waktu bagi siswa untuk membentuk ubungan dan menciptakan metafora
(perumpamaan).
k. Menggunakan keinginan dari siswa dengan sering menggunakan lingkaran belajar
(learning cycle model).
Teori konstruktivistik, juga memiliki kekurangan dan kelebihan. Teori ini terbatas pada
ruang dan waktu dalam pengaplikasiannya. Ada beberapa kendala dalam penerapan teori
belajar konstruktivistik, diantaranya:
a. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur menggunakan pendekatan
tradisional.
b. Guru konstruktivistik dituntut untuk lebih kreatif.
c. Pendekatan kostruktivistik menuntut perubahan siswa evaluasi, yang mungkin belum
bias diterima ole otoritas pendidikan dalam waktu dekat.
d. Fleksibilitas kurikulum masi sulit diterima oleh guru yang terbiasa oleh kurikulum
yang terkontrol.
e. Siswa dan orangtua mungkin memerlukan waktu beradaptsi dengan proses belajar dan
mengajar yang baru.
Berdasarkan kendala-kendala tersebut, maka perlu dikembangkan kondisi objektiv di
lapangan. Hal-hal yang perlu dikembangkan, antara lain:
a. Kurikulum disajikan dengan penekanan konsep utama.
b. Pengajaran yang menimbulkan banyak pertanyaan, dari siswa sangat dihargai.
c. Kegiatan kurikulum bertumpu pada sumber data primer dan materi yang digunakan
single text book.
d. Siswa dianggap sebagai pemikiran.
e. Pada umumnya guru berperilaku interaktiv menggunakan lingkungan sebagai media
belajar.
f. Guru mencari sudut pandang siswa untuk memahami sajian pada siswa untuk kepelusn
belajar lebi lanjut.
g. Penelitian terjalin dengan pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk observasi
teradap kerja siswa.
h. Siswa bekerja dalam kelompok

Kesimpulan
Konstruktivistik berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan,
konstruktivistik/konstrutivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktivis berupaya membina suatu
konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam keidupan umat
manusia
Teori belajar konstruktivistik memiliki komponen-komponen yang saling terkait baik
dari pendidik maupun peserta didik. Dalam kaitannya dengan pembelajaran perlu diperhatikan
beberapa komponen penting sebagai berikut : siswa terlibat dalam aktif pembelajaran yag
bersifat otentik dan situasional, aktifitas belajar harus menarik dan menantang
siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki
sebelumnya , dan guru harus banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa
dalam melakukan konstruksi pengetahuan

Pendekatan konstruktivistik menghendaki peran guru harus berbeda dengan yang


selama ini berlangsung. Guru tidak lagi berperan sebagai seorang yang menyiapkan presentasi
di depaan kelas tetapi seorang guru harus menciptakan pengalaman belajar yang membantu
proses belajar siswa. Supaya proses kegiatan pembelajaran yang dilandasi oleh pendekatan
konstruktivistik dapat memberikan hasil yang optimal, ada beberapa faktor yang perlu
mendapat perhatian., yaitu sebagai berikut.

 memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang


dipelajarinya dalam mengatasi suatu permasalahan.
 menciptakan aktivitas belajar kelompok antara guru dan siswa untuk mengali
dan mengaplikasikan kombinasi pengetahuan yang telah mereka miliki.
 .menciptakan model dan mengarahkan siswa untuk mengkontruksi
pengetahuan. Guru dan siswa bekerja sama untuk mencari solusi terhadap suatu
permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Hakim, Trursan. 2001. Belajar Secara Efektif. Jakarta:Wisma Hijau.

Priadi, Benny A. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Rusman, dkk. 2013. Pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi


Mengembangkan Profesionalitas Guru.Jakarta:Rajawali Pers

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jogjakarta: Kanisius

Trianto.2011.Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:


Prestasi Pustaka

Anda mungkin juga menyukai