J
SISTEM MUSKULOSKELETAL: FRAKTUR RADIUS POST ORIF
DIRUANGAN SENOA
RSAL. Dr.Midiyato Suratani
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
BAB I PENDAHULUAN
B. Pengkajian .......................................................................
A. Pembahasan ......................................................................
C. Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hasil penelitian Nasution cidera akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi dijumpai
beberapa Negara Amerika Latin (41, 7%), Korea Selatan (21,9%), Thailand (21%). Di
Indonesia kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ketahun. Menurut data Direktorat
Keselamatan Transformasi Darat Departemen Perhubungan, jumlah korban kecelakaan
lalu lintas tahun 2005 terdapat 33.827 orang. Data Kepolisian RI tahun 2009 mencatat
terdapat 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya, maka dalam setiap 9,1 menit sekali terjadi
satu kasus kecelakaan, sedangkan WHO mencatat, hingga saat ini sebanyak 50 juta orang
lainnya menderita luka berat, dimana kejadian fraktur atau patah tulang menjadi akibat
terbanyak dari kasus kecelakaan lalu lintas (Prawani, 2010). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh cidera,
trauma yang mengakibatkan fraktur dapat berupa trauma langsung maupun tidak
langsung (Sjamsuhidat & Jong, 2005), fraktur kruris adalah istilah untuk patah tulang
tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal atau kondilus, diafisis,
atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008).
Penatalaksanaan pada pasien dengan Post operasi fraktur di antaranya bisa dilakukan
tindakan penatalaksanaan pembedahan dengan Fiksasi Internal atau ORIF (Open
Reduction Internal Fixation), fiksasi Internal digunakan untuk reduksi terbuka dengan
menggunakan pemasangan implant indikasi dari pemasangan fiksasi internal adalah
fraktur intra- artikular, misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon patella,
Fiksasi Eksternal OREF (Open Reduction External Fixation), Fiksasi eksternal digunakan
untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan
dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (Muttaqin, 2008).
Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada tindakan pembedahan fraktur yakni
terjadinya infeksi, delayed union, non-union dan mal- union, kerusakan pembuluh darah
atau sindrom kompartemen anterior, trauma saraf terutama pada nervus peronial
komunis, dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Selain itu, masalah
keperawatan yang sering terjadi pada klien post pembedahan fraktur akan timbul rasa
nyeri (Muttaqin, 2008). Proses terjadinya nyeri menurut Lindamen dan Athie
dalam (Judha, 2012), adalah dimulai ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan,
sayatan, dingin atau kekurangan oksigen pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan
mengeluarkan berbagai macam subtansi intraseluler dilepaskan ke ruang ekstraseluler
maka akan mengiritasi nosiseptor. Saraf ini akan merangsang dan bergerak sepanjang
serabut saraf atau neurotransmisi yang akan menghasilkan substansi yang disebut dengan
neurotransmiter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa pesan nyeri dari
medula spinalis di transmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri sebagai suatu
sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-
kejadian di mana terjadi kerusakan (Potter & perry, 2005).
Pada pasien dengan keadaan nyeri, kondisi ini dapat bersifat lama dan ada yang
singkat, berdasarkan lama waktu terjadinya inilah maka nyeri di bagi dua, yaitu nyeri
kronis dan nyeri akut. Nyeri akut di akibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri jaringan,
nyeri jenis ini biasanya awitanya datang tiba-tiba, nyeri akut umumnya terjadi kurang
dari 6 bulan. Nyeri kronis secara luas dipercaya menggambarkan penyakitnya, nyeri
kronis dapat berlangsung lebih lama atau lebih dari enam bulan, nyeri ini dapat dan
sering menyebabkan masalah yang berat bagi pasien (Judha, 2012). Akibat dari nyeri
yang tidak segera ditangani akan menyebabkan proses rehabilitasi pasien tertunda dan
hospitalisasi menjadi lama. Hal ini karena pasien memfokuskan semua perhatianya pada
nyeri yang dirasakan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Melihat dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan studi
kasus tentang fraktur dan penatalaksanaannya, termasuk menangani nyeri Post ORIF
berdasarkan manifestasi klinis yang dilihat secara mendasar melalui konsep
kebutuhan dasar manusia. Dengan adanya berbagai data dan pertimbangan maka
penulis melakukan laporan studi kasus fraktur radius post orif diruangan senoa dan dari
pengkajian didapatkan nyeri yang dirasakan oleh klien adalah pasien mengeluh nyeri post
operasi hari ke-21 pada tungkai bawah kaki kanan, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk,
skala nyeri 6, nyeri timbul saat tangan digerakkan, klien tampak meringis kesakitan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan studi kasus tentang asuhan keperawatan medikal bedah pada Ny. J pada
sistem muskuloskeletal dengan fraktur radius post orif diruangan senoa
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. J pada sistem muskuloskeletal dengan
fraktur radius post orif diruangan senoa
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan medikal bedah pada Ny. J pada
sistem muskuloskeletal dengan fraktur radius post orif diruangan senoa
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan medikal bedah pada Ny. J pada
sistem muskuloskeletal dengan fraktur radius post orif diruangan senoa
d. Penulis mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan medikal bedah pada Ny.
J pada sistem muskuloskeletal dengan fraktur radius post orif diruangan senoa
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada asuhan keperawatan medikal bedah pada Ny.
J pada sistem muskuloskeletal dengan fraktur radius post orif diruangan senoa
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Karya tulis ini diharapakan dapat digunakan sebagai acuan dalam menambah
pengetahuan dan memperoleh pengalaman khususnya dibidang keperawatan Medikal
Bedah.
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dalam penanganan dengan
fraktur radius post orif diruangan senoa
TINJAUAN TEORI
3. Etiologi
Fraktur radius adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada
pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan
menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang
jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan
kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah. Jenis luka
yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anak-anak dan
lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius.
Fraktur radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada
dewasa. Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur
radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles.
(Armis, 2000). Ini adalah fraktur yang paling sering ditemukan pada manula,
insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca
menopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada
tangan yang terentang. (Apley & Solomon, 1995)
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan
badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah
metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana
garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.
Fragmen bagian distal radius terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi.
Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus
styloideus ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah
radial menyebabkan subluksasi sendi radioulnar distal (Reksoprodjo, 1995)
Penyebab paling umum fraktur adalah :
a) Benturan/trauma langsung pada tulang antara lain : kecelakaan lalu
lintas/jatuh.
b) Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan penyakti seperti
osteoporosis, kanker tulang yang bermetastase.
4. Manifestasi Klinis
a) Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba.
b) Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
c) Spasme otot.
d) Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan normal.
e) Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
f) Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh
fragmen tulang.
g) Krepitasi jika digerakkan.
h) Perdarahan.
i) Hematoma.
j) Syok
k) Keterbatasan mobilisasi.
4) Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal.
1) Recognition
Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu
diketahui kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan lunak
maupun tulangnya dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan
fungsi jaringan yang mengalami cedera. Fraktur merupakan akibat dari
sebuah kekerasan yang dapat menimbulkan kerusakan pada tulang
ataupun jaringan lunak sekitarnya. Dibedakan antara trauma tumpul dan
tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan memberikan kememaran yang
“diffuse” pada jaringan lunak termasuk gangguan neurovaskuler yang akan
menentukan ektremitas.
2) Reduction
Tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan agar
sebaik mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi kembali
sebaik mungkin . Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk
mempertahankan hasil reposisi (retaining) penting dipikirkan tindakan
berikutnya agar rehabilitasi dapat memberikan hasil sebaik mungkin.
3) Retaining
Tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang
sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat
memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
4) Rehabillitasi
Mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar
dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah suatu
tindakan setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau
kecacatan; padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi,
yang menekankan pada fungsi, akan lebih berhasil bila dapat dilaksanakan
secara dini, mencegah timbulnya kecacatan.
Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat dari
penundaan akan dapat menimbulkan keadaan avaskuler nekrosis dari
bonggol tulang yang menyebabkan nyeri pada persendian serta kekakuan
sendi. Dalam fase shock lokal (antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi
dari otot sekitar sendi dan rasa baal (hypestesia) reposisi dapat dilakukan
tanpa narkose, lewat dari fase shock lokal diperlukan tindakan dengan
pembiusan untuk mendapatkan relaksasi waktu melakukan reposisi.
Apabila tidak berhasil maka perlu dipikirkan terjadi “button hole ruptur”
dari kapsul (simpai) sendi yang dapat “’mencekik” sirkulasi perdarahan
daerah bonggol sendi, hal ini memerlukan tindakan reposisi terbuka.
Untuk mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik, maka selama
dilakukan imobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot guna
mencegah”disuse Athrophy”.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan operasi antara lain :
1) Darah lengkap, Golongan darah, Masa pembekuan dan perdarahan, EKG.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pasien bernama Ny. J tinggal di Selat Bintan II, umur 39 tahun, jenis
kelamin perempuan, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan SMA, No.
RM 2047902, sumber informasi diperoleh dengan cara auto anamnese. Penulis
melakukan wawancara, pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik,
menelaah catatan medis dan catatan perawat dari data pengkajian tersebut didapat hasil,
bahwa Ny. J tanggal masuk 20 september 2019 yang bertanggung jawab Tn. W, umur 42
tahun, pendidikan SMA, pekerjaan Karyawan swasta, alamat Selat Bintan II, hubungan
dengan klien suami.
C. Diagnosa
D. Intervensi
E. Implementasi
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Pengkajian dilakukan dengan keluhan utama yang dirasakan klien yaitu nyeri pada
tungkai tangan kiri kanan, pada riwayat pengkajian kesehatan sekarang pasien datang
ke RSAL Dr.Midiyato Suratani pada tanggal 20 September 2019 pada jam 11.00
WIB. Setelah jatuh dari motor dan merasakan nyeri pada tungkai tangan kiri kanan
serta bengkak, di IGD pasien mendapatkan terapi injeksi cefotaxim 1 gram dan
injeksi Ranitidin 1 gram lalu di lakukan pembidaian sepanjang tungkai bawah kaki
kanan klien sebelum dilakukan tindakan operasi dan setelah itu pasien di beri terapi
infus RL 20 tetes/menit dan disarankan rawat paviliun senoa di kelas 3 wanita, pada
saat dikaji pada tanggal 23 September 2019 jam 13.00 WIB pasien mengeluh nyeri
post operasi hari ke-2 pada tungkai bawah tangan kiri kanan, nyeri dirasakan
seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri timbul saat bergerak, klien
tampak meringis kesakitan, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88 kali per
menit, pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,oC, ekstremitas kiri terpasang infus RL
20 tetes per menit. Pada riwayat kesehatan keluarga, dalam keluarga klien
tidak mempunyai penyakit Diabetes Militus, Hipertensi. Pada riwayat
kesehatan lingkungan, sekitar rumah klien bersih dan terdapat ventilasi rumah
cukup. Pengkajian pola fungsional menurut Gordon, pola aktivitas latihan ditemukan
data, sebelum sakit klien mengatakan dapat melakukan aktifitas secara mandiri.
Selama sakit klien mengatakan aktivitas dibantu dengan keluarga, untuk makan dan
minum, toileting dengan dibantu alat dan keluarga, berpindah dibantu dengan orang
lain atau keluarga, aktivitas ambulansi memerlukan bantuan orang lain dengan nilai
skor 2. Pola kognitif perseptual, sebelum sakit klien mengatakan
penglihatan, pendengaran, dan bicara jelas. Selama sakit klien mengatakan
penglihatan, pendengaran, dan bicara jelas, tidak ada gangguan. Pengkajian nyeri
P (provoking) = klien mengatakan nyeri karena post op, Q (Quantitas) = klien
merasakan nyeri seperti tertusuk-tusuk, R (Region) = nyeri pada tungkai bawah kaki
kanan, S (Skala) = skala nyeri 6, T (Time) = timbul saat kaki digerakkan. Pengkajian
pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa keadaan umum klien tampak baik,
kesadaran composmentis, penilaian Glascow Coma Skale (GCS) adalah E4 V5 M6
yaitu mata membuka spontan, verbal berorientasi atau dapat berkomunikasi dengan
baik, motorik dengan perintah. Pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil pengukuran
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit,
suhu 36,0C. Bentuk kepala mesocepal, rambut berwarna hitam lurus, kulit
kepala bersih, mata simetris kanan kiri, konjungtiva anemis, sklera non ikterik,
pupil isokor, hidung simetris kanan kiri, tidak ada polip, tidak ada secret,
mulut mukosa bibir kering, tidak ada gigi berlubang, tidak sariawan, telinga
simetris kanan kiri, tidak ada serumen. Leher tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid. Pada genetalia tidak ada kelainan. Pada kulit turgor kulit baik, warna kulit
sawo matang. Ekstremitas kiri atas terpasang infus RL 20 tetes per menit, kekuatan
otot kiri atas dengan nilai 5, kekuatan otot kanan atas dengan nilai 5, kekuatan
ektremitas kanan bawah nilainya 2, kekuatan ektremitas kiri bawah nilai 5.
Ekstremitas kanan (tungkai bawah) terdapat luka bekas operasi ukuran (2 cm) dengan
kondisi luka bersih dan tidak ada pus, diperban dengan menggunakan elastic
bandage. Hasil pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
pada tanggal 25 April 2013 yaitu hemoglobin 11,5 g/dl dengan nilai normal 12.2-
18.1, hematokrit 37 % dengan nilai normal 37.7-53.7, eritrosit 5,1 Juta/mm3 4.04-
6.13, lekosit 8.200mm3 dengan nilai normal 4.6- 10.2, trombosit 301.000mm3dengan
nilai normal 150-450.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
a. Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut Pengkajian pada Ny. J diperoleh data subyektif klien mengeluh nyeri pada
pergelangan tangan, nyeri dirasakan karena post operasi, nyeri dirasakan senut-
senut, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul, nyeri timbul saat digerakkan, dengan
data obyektif ekspresi wajah meringis, gelisah.
b. Diagnosa keperawatan yang utama pada Ny. J adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (Post operasi ORIF).
c. Intervensi atau rencana tindakan untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pada Ny. J
adalah pantau karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of pain,
Region, Severity of pain, Time), Berikan kesempatan waktu istirahat dan berikan
posisi yang nyaman, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic, ajarkan
tekhnik relaksasi dan distraksi.
d. Implementasi yang dilakukan memantau karakteristik nyeri untuk
mengidentifikasi nyeri dan ketidaknyamanan, kolaborasi dengan dokter
pemberian analgesic dan mengajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam
dan distraksi.
e. Evaluasi telah dilakukan pada Ny. J selama 3 hari sesuai dengan acuan rencana
keperawatan dimana tindakan yang telah dilaksanakan menggunakan metode
SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning), menunjukan S : klien masih
merasakan nyeri namun nyeri yang dirasakan mulai berkurang, O : klien terlihat
rileks, ekpresi wajah tidak tegang, skala nyeri 3, A : masalah teratasi, P :
intervensi dilanjutkan : anjurkan teknik relaksasi nafas dalam
f. Analisa kondisi nyeri akut pada Ny. J dengan post operasi ORIF yaitu klien masih
merasakan nyeri pada pergelangan tangan, nyeri karena post operasi, nyeri
dirasakan senut-senut, skala nyeri 3, timbul saat digerakkan.
Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai berikut :
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih optimal dan
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana
dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui praktek klinik dan
pembuatan laporan.
c. Bagi Penulis selanjutnya
Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu lebih efektif,
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Erniyati, Nurhafizah. 2010. Strategi Koping Intensites Nyeri Pasien Post Operasi Diruang
Rindu B2A RSUD H. Adam Malik Medan. Universita Sumatra Utara Fakultas
keperawatan
http://www.google.com/jurnal/pdf/strategi/koping/intensitas/nyeri/pasien/p
ost/operasi. Diakses pada tanggal 28 Mei 2013.
Helmi Noor Zairin. 2012. Buku Saku Kedaruratan Dibidang Bedah Ortopedi.
Selemba Medika, Jakarta.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2009. Informasi Spesialis Obat (ISO) Indonesia. EGC,
Jakarta.
Judha Muhamad, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Persalinan. Nuha
Medika, Jogjakarta.
Muttaqin Arif. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. EGC, Jakarta.
Mubarak Iqbal Wahit, Chayati Nurul. 2005. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori dan Aplikasi dan Praktik. EGC, Jakarta.
Prawani, dkk. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pada
Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah.
http://www.google.jurnal/pdf/pengertian/fraktur&source. Diakses tanggal 25 Mei
2013.
Potter, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan
Praktik. EGC, Jakarta.