Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Industrialisasi di dunia semakin berkembang pesat dan meluas salah


satunya di Indonesia. Industrialisasi yang awalnya hanya memberikan dampak
lingkungan terhadap daerah di sekitar perusahaannya pada akhirnya menimbulkan
dampak lingkungan yang dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia, seperti perusahaan manufaktur di dalam
kegiatan operasionalnya yang menghasilkan sebuah produk, dan pada akhir
produksi akan menghasilkan limbah. Hal ini biasanya disebabkan karena kurang
efisiensi kegiatan operasional dalam perusahaan tersebut. Perusahaan manufaktur
tersebut memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan yang disebabkan dari
proses akhir produksi yang menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan
tersebut berbahaya bagi lingkungan sekitar perusahaan serta menyebabkan air
tercemar dan merusak ekosistem serta makhluk hidup yang ikut tercemar karena
limbah tersebut. Salah satu contoh kasus pencemaran limbah yaitu pencemaran
limbah B3 cukup banyak terjadi pada tahun 2014-2016 di Jawa Barat, Jawa
Timur, dan daerah lainnya. Akibat banyaknya pencemaran limbah B3 tersebut,
masyarakat menuntut perusahaan agar peduli terhadap lingkungan perusahaan,
tidak hanya berfokus untuk meningkatkan laba perusahaan saja (Wailanduw dan
handayani, 2017).
Selain kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perusahaan
manufaktur ada juga yang disebabkan oleh perusahaan tambang. Indonesia yang
menjadi sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan memiliki banyak
kekayaan salah satunya kekayaan sumber daya tambang. Besarnya potensi
kekayaan sumber daya bahan tambang yang dimiliki Indonesia ini menjadi salah
satu faktor yang turut mendorong berkembangnya kegiatan usaha di bidang
pertambangan nasional ( Ariwendha dan Hasyir, 2016). Menurut UU No. 4 tahun
2009, kegiatan usaha pertambangan dapat dikelompokkan menjadi pertambangan
mineral dan pertambangan batubara.
Industri tambang termasuk ke dalam golongan industri ekstraktif. Industri
ekstraktif merupakan industri yang bahan bakunya diambil dari alam. Dan seperti
industri lain, industri ekstraktif mempunyai kewajiban yang diatur dalam undang-
undang. Salah satu kewajiban bagi perusahaan di industri tersebut adalah
melakukan corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial dan
lingkungan (TJSL). Kewajiban tersebut diatur diatur dalam UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 ayat 1 yang berbunyi “Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. Dalam
undang-undang tersebut juga disebutkan CSR merupakan kewajiban perusahaan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran.
Selain berkewajiban untuk melakukan CSR, perusahaan pertambangan juga
berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan CSR atau laporan
keberlanjutan (sustainability report) yang diatur dalam UU No. 40 tahun 2007
pasal 66 ayat 2.
Salah satu perusahaan yang konsisten dalam menyampaikan Laporan
Berkelanjutan (sustainability report) adalah PT Antam (Persero) Tbk. Perusahaan
tersebut telah membuat Laporan Berkelanjutan (sustainability report) sejak tahun
2005. Namun, baru pada Laporan Berkelanjutan (sustainability report) tahun
2006, PT Antam (Persero) Tbk mulai menggunakan GRI sebagai pedoman dalam
menyusun Laporan Berkelanjutan (sustainability report). GRI atau yang disebut
juga dengan global reporting initiative merupakan pedoman penyusunan laporan
berkelanjutan yang diakui secara global. Versi terbaru dari GRI saat ini adalah
generasi keempat atau GRI G4. Perusahaan lain yang juga secara konsisten
menyampaikan laporan berkelanjutan (sustainability report) adalah PT Bukit
Asam (Persero) Tbk, perusahaan tersebut konsisten menyampaikan laporan
berkelanjutan sejak tahun 2007. Meskipun cukup banyak perusahaan tambang
yang sudah melakukan CSR, namun belum semua perusahaan tambang membuat
laporan berkelanjutan atau menyampaikan laporan berkelanjutan dengan
konsisten. Kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut adalah belum adanya
sanksi yang cukup jelas jika perusahaan tidak menyampaikan laporan
keberlanjutan dan adanya anggapan perusahaan jika laporan tersebut
membutuhkan biaya yang belum tentu setimpal dengan manfaat yang akan
didapatkan perusahaan.
Ketua tim peneliti Universitas Adelaide, Corey Bradshaw
mempublikasikan hasil penelitian terbarunya soal lingkungan pada 7 Mei 2010,
ada empat negara yang dinyatakan sebagai negara paling berkontribusi besar
teerhadap kerusakan lingkungan di planet bumi, yakni Brazil, Amerika Serikat,
China dan Indonesia. Menurut Global Forest Watch, Indonesia adalah wilayah
padat hutan pada tahun 1950, namun 40% dari hutan yang ada pada tahun tersebut
telah hilang hanya dalam waktu 50 tahun berikutnya. Jika dihitung, hutan hujan
tropis yang ada di Indonesia jumlahnya jatuh dari 162 juta ha menjadi hanya 98
juta ha saja. Indonesia menempati peringkat kedua untuk hilangnya hutan alam,
dan peringkat ketiga untuk spesies terancam. Indonesia menempati peringkat
ketiga untuk emisi CO2, urutan keenam untuk penggunaan pupuk dan urutan
ketujuh untuk pencemaran air. Sudah banyak sungai, danau, dan pantai di
Indonesia tercemar baik karena limbah industri & rumah tangga serta bekas
tambang (Abidin, 2011).
Ada beberapa artikel yang merilis tentang kerusakan lingkungan dan alam
dari tahun ke tahun akibat aktivitas pertambangan oleh beberapa perusahaan,
diantaranya. Pada Maret 2016 Greenpeace Indonesia merilis hasil investigasi
terkait aktivitas pertambangan batubara di daerah provinsi Kalimantan Timur
yang merusak bentang alam dan mengganggu kualitas air tanah. Dari hasil
investigasi dilokasi pertambangan wilayah Kalimantan Timur ditemukan adanya
daya rusak aktivitas tambang yang berdampak kepada perubahan bentang alam,
dimana terjadinya banyak danau buatan sebagai dampak dari aktivitas
penambangan batubara. Perusahaan yang bertanggungjawab atas hal tersebut
adalah Bisnis Grup Banpu yang mana di Indonesia dijalankan oleh anak
perusahaannya yaitu PT. Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITM) yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Konsensi grup Banpu di Kalimantan Timur hingga saat ini
telah mengubah bentang alam, dari hutan dan lahan pangan menjadi danau-danau
bekas tambang yang terbengkalai dan tanah gersang dimana masyarakat
mengeluhkan kelangkaan air. Selain itu juga ada di wilayah Kalimantan Selatan,
selain menghancurkan bentang alam, tambang batubara Banpu juga meracuni air.
Menurut Greenpeace, salah satu kasus yang terjadi disebabkan oleh PT.
Indominco Mandiri anak perusahaan PT. ITM bahwa demi meningkatkan
produksi pertambangannya, perusahaan tersebut berusaha mengalihkan aliran
sungai sehingga perusahaan bisa melakukan penambangan di Sungan Santan
termasuk anak Sungai Santan, yakni Sungai Kare dan Sungai Pelakan. Penurunan
kualitas sungai ditandai dengan perubahan warna air diikuti juga dengan
perubahan warna air diikuti juga dengan matinya ikan-ikan yang selama ini
menjadi sumber penghidupan ekonomi masyarakat setempat. Direktur Jendral
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa PT. Indominco Mandiri pernah
mendapatkan peringkat biru pada program penilaian kinerja perusahaan dalam
peneglolaan lingkungan hidup (PROPER) tahun 2014. Namun untuk tahun 2015 ,
hasil PROPER perusahaan tersebut tidak diumumkan. (Kosasih, 2016).
Selain itu juga ada kasus kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
limbah batubara di sepanjang DAS Air Bengkulu hingga pesisir pantai di Kota
Bengkulu dan Bengkulu Tengah yang terjadi sejak 1980-an hingga kini, hal
tersebut merupakan nyata dan bukan kasat mata. Kendati demikian, pemerintah
daerah tidak pernah berupaya menemukan perusahaan tambang untuk dimintai
pertanggungjawaban. Indikasi lainnya seperti lubang bekas tambang tidak
direklamasi, kerusakan kawasan hutan, kewajiban membayar jaminan reklamasi
dan jaminan paska tambang yang tidak dipenuhi jugan terkesan dibiarkan. Bahkan
masalah izin terindikasi masuk kawasan hutan konservasi dan lindung yang
terungkap dalam surat Direktorat Jenderal Palonologi Kementerian Kehutanan
No. S.706/VII-PKH/2014 bertanggal 10 Juli 2014 pun belum terungkap. (Hendry,
2017).
Ada juga laporan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menguak 164
konsensi tambang mineral dan batu bara yang tersebar di 55 pulau kecil. Jatam
mencatat sejumlah kerusakan lingkungan dan sosial sebagai dampak dari
eksploitasi sumber daya alam dipulau-pulau tersebut, diantaranya Pulau Gebe di
Maluku Utara, Pulau Bunyu di Kalimantan Utara dan Pulau Bangka di Sulawesi
Utara. Dari pulau seluas 198 kilometer persegi itu, tambang batu bara dan migas
menjadi pemandangan sehari-hari penduduk setempat. Ada tiga perusahaan
tambang yang setidaknya mendominasi pulau ini yakni Pertamina untuk migas,
serta Adani Group dan PT Garda Tujuh Buana untuk tambang batu bara. Dan dua
kerusakan lingkungan akibat tambang yang paling disorot dalam laporan Jatam
adalah sumber mata air penduduk yang hilang dan makin sulitnya produksi
pangan, banuak sungai-sungai sekitar yang sudah tidak dapat digunakan karena
tercemar dan kering. Bahkan air hujan yang ditampung dan dijadikan pasokan
oleh masyarakat, dalam kurun waktu dua hingga tiga hari sudah tampak
menghitam karena lokasi tempat tinggal tidak jauh dari area tambang. (CNN
Indonesia , 2019).
Pada tahun 2017 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
menduga ada delapan belas perusahaan tambang, Biji Bouksit di Kabupaten
Bintan merusak lingkungan dan hutan. Perusahaan yang melakukan tambang di
kawasan hutan itu termasuk kategori perusahaan koorporasi, unit dan juga Badan
Usaha Milik Desa. (Hasrullah, 2017). Ada juga berita kerusakan alam yang terjadi
di daerah Maluku Utara yang disebabkan oleh aktivitas perusahaan tambang nikel.
Di mana daerah Soagimalaha, desa di bibir Teluk Buli, Kabupaten Halmahera
Timur, Maluku Utara, dulunya dikenal sebagai kampung nelayan ikan teri, namun
kini di sekitar Teluk Buli tersebut sudah rusak parah. Hal ini dikarenakan
buruknya penanganan lingkungan sehingga menyebabkan hilangnya habitat ikan
teri. (CSR Indonesia , 2016).
Perusahaan dalam mengelola sumber daya alam berpotensi memiliki
resiko negatif terhadap aspek lingkungan hidup. Maka untuk itu perusahaan atau
entitas perlu menempatkan komitmen terhadap lingkungan hidup maupun
lingkungan sosial sebagai hal yang utama dan tidak terpisahkan dari kegiatan
operasional perusahaan. Dalam mewujudkan hal tersebut perusahaan perlu
melengkapi kegiatan operasional dengan dokumen pengelolaan lingkungan yang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku misalnya Dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan. Upaya pengelolaan lingkungan bertujuan untuk
memperkirakan dampak yang akan timbul dari kegiatan operasi, mengevaluasi,
serta mencari solusi yang tepat untuk menanggulanginya. Aspek lingkungan
menjadi hal yang penting untuk keberlanjutan suatu perusahaan salah satunya di
sektor tambang. Semakin besarnya dampak yang ditimbulkan dari kegiatan
perusahaan terhadap masalah lingkungan dan pelestarian alam, dalam hal ini
bidang akuntansi ikut berperan dalam upaya pelestarian lingkungan, yaitu melalui
pengungkapan csr, green accounting / environmentalaccounting serta kinerja
lingkungan.
Penerapan green accounting yang dilakukan oleh perusahaan merupakan
salah satu cara atau usaha dari perusahaan untuk memenuhi keinginan
stakeholder, karena yang menjadi fokus dari stakeholder bukan hanya dari faktor
keuangan (laba) perusahaan, tetapi juga terkait dengan faktor lingkungan
perusahaan, apakah perusahaan tersebut memperhatikan dampak lingkungan dari
kegiatan operasional perusahaan. Oleh karena itu penerapan green accounting
yang baik oleh perusahaan, merupakan hal positif yang dimiliki perusahaan
dimata stakeholder, karena dengan penerapan green accounting yang baik maka
perusahaan tersebut telah memperhatikan dampak lingkungan perusahaan sekitar
dan perusahaan dianggap tidak hanya fokus dalam meningkatkan laba semata
(Suka, 2016).
Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
umumnya sudah mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan
tahunannya, hal tersebut karena stakeholder mulai memberikan perhatian besar
terhadap praktik-praktik perusahaan yang tidak ramah lingkungan dan dapat
merugikan banyak pihak. Dan perusahaan bertujuan dengan adanya CSR tersebut
dapat meningkatkan laba perusahaan dan nilai dari perusahaan tersebut. Tetapi
meskipun tujuan utama dari perusahaan adalah meraup keuntungan dari praktik
CSR yang dilakukannya namun efek dari pengaruh CSR nilai perusahaan masih
menjadi perdebatan. Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang hal
tersebut. Penelitian Sulistiawati dan Dirgantari (2016) mengenai analisis pengaruh
penerapan green accounting terhadap profitabilitas pada perusahaan
pertambangan yang terdaftar di BEI menunjukkan bahwa secara parsial kinerja
lingkungan berpengaruh positif terhadap profitabilitas, sedangkan variabel
pengungkapan lingkungan tidak berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Putri et al (2019) tentang dampak penerapan green
accounting dan kinerja lingkungan terhadap profitabilitas perusahaan manufaktur
di BEI menyatakan bahwa green accounting dan Kinerja lingkungan berdampak
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan (ROA dan ROE) pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2017 hingga 2018.
Selain itu juga ada penelitian yang dilakukan oleh Suaidah (2018) tentang
pengaruh pengungkapan akuntansi lingkungan dan kepemilikan saham terhadap
nilai perusahaan melalui kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur sub sektor
kemasan dan plastik yang terdaftar di BEI. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh pengungkapan akuntansi lingkungan terhadap nilai
perusahaan dan juga kinerja keuangan mampu memoderasi kepemilikan saham
terhadap nilai perusahaan. Karena itu, pengungkapan akuntansi lingkungan perlu
dicantumkan kedalam laporan keuangan agar nilai perusahaan semakin baik dan
selain itu juga komposisi kepemilikan saham perusahaan juga dijadikan faktor
agar nilai perusahaan semkain baik.
Penelitian ini menggabungkan dari penelitian-penelitian sebelumnya
dengan menggunakan variabel green accounting, CSR disclosure, serta kinerja
keuangan dengan menjadikan profitabilitas sebagai variabel moderasinya. Periode
pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu lima tahun dari tahun 2014
hingga 2018, dengan sampel penelitian yaitu perusahaan sektor pertambangan
(mining) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel tersebut dipilih karena
beberapa kasus dan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan sebelumnya tentang
lingkungan serta tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan yang
berhubungan dengan perusahaan tambang, dimana apakah perusahaan yang
menerapkan CSR dan green accounting dapat berpengaruh terhadap nilai
perusahaan sehingga dapat mencapai tujuan utama perusahaan yaitu
profit.Berdasarkan penjelasan dan alasan tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian berjudul: “Pengaruh Green Accounting, CSR Disclosure
& Kinerja Lingkungan terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas
Sebagai Pemoderasinya”.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah


yang akan diteliti selanjutnya dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah green accounting berpengaruh terhadap nilai perusahaan ?

2. Apakah CSR disclosure berpengaruh terhadap nilai perusahaan ?

3. Apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap nilai perusahaan ?

4. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan ?

5. Apakah profitabilitas mampu memoderasi pengaruh green accounting

terhadap nilai perusahaan?

6. Apakah profitabilitas mampu memoderasi pengaruh CSR disclosure

terhadap nilai perusahaan?

7. Apakah profitabilitas mampu memoderasi pengaruh kinerja lingkungan

terhadap nilai perusahaan?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka


penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris dari variabel green
accounting, CSR disclosure, kinerja lingkungan, profitabilitas dan nilai
perusahaan pada sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2014-2018:
1. Pengaruh green accounting terhadap nilai perusahaan.
2. Pengaruh CSR disclosure terhadap nilai perusahaan.
3. Pengaruh kinerja lingkungan terhadap nilai perusahaan.
4. Pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.
5. Kemampuan profitabilitas memoderasi pengaruh green accounting
terhadap nilai perusahaan.
6. Kemampuan profitabilitas memoderasi pengaruh CSR disclosure terhadap
nilai perusahaan.
7. Kemampuan profitabilitas memoderasi pengaruh kinerja lingkungan
terhadap nilai perusahaan.

1.4.Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, adapun manfaat yang dapat


diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah sebagai berikut:
a. Mampu mengembangkan teori-teori tentang green accounting, csr
disclosure, kinerja lingkungan, profitabiltas serta nilai perusahaan.
b. Mampu mengembangkan teori pengaruh green accounting, csr
disclosure, kinerja lingkungan terhadap nilai perusahaan dengan
profitabilitas sebagai pemoderasinya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan antara
lain:
a. Bagi manajemen perusahaan, dapat digunakan sebagai alat untuk
mengetahui kemajuan dan kinerja perusahaan melalui nilai
perusahaan.
b. Bagi perusahaan sejenis, dapat memberikan sumbangan pemikiran
tentang pentingnya CSR di dalam laporan yang disebut
sustainability reporting dan sebagai pertimbangan dalam
pembuatan kebijaksanaan perusahaan untuk lebih meningkatkan
kepeduliannya pada lingkungan sosial.
c. Bagi investor, akan bisa memilih perusahaan yang memiliki nilai
perusahaan yang baik dengan mempertimbangkan masing-masing
aspek seperti lingkungan, sehingga memiliki keputusan yang tepat
dalam berinvestasi.
d. Bagi masyarakat, akan memberikan stimulus secara proaktif
sebagai pengendali atas perilaku-perilaku perusahaan.
e. Bagi akademis, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
referensi dalam melakukan penelitian yang sama.

1.5.Sistematika Penulisan Tesis

Penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab dengan penjelasan berupa
uraian yang dibagi menjadi beberapa sub-sub untuk memudahkan pemahaman
mengenai penelitian yang dilakukan. Sistematika penulisan penelitian akan
diuraikan secara singkat sebagai beikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas mengenai beberapa tinjauan pustaka yang menguraikan


secara sistematis mengenai teori-teori relevan dengan penelitian, serta teori-teori
yang berhubungan dengan penelitian-penelitian terdahulu sebagai landasan bagi
penelitian yang akan dilakukan. Didalam bab ini juga diuraikan pula mengenai
kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis berdasarkan hasil penelitian dan
teori-teori terdahulu.

BAB III METODELOGI PENELITIAN


Bab ini menjelaskan mengenai pendekatan dan metode yang digunakan
dalam penelitian ini. Uraian yang disajikan meliputi: rancangan penelitian,
variabel dan pengukurannya, metode dalam menentukan sampel, metode
pengumpulan data, serta metode statistik yang dilakukan untuk menganalisis data.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang deskripsi dan analisa hasil pembahasan, memberikan
uraian mengenai deskripsi obyek penelitian dan hasil pengolahan data yang telah
dilakukan.

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPILKASI

Bab ini merupakan akhir dari penulisan penelitian yang menguraikan


mengenai kesimpulan dari hasil peneltian, keterbatasan yang terjadi pada saat
melakukan penelitian, serta saran-saran yang ingin disampaikan atau rekomendasi
untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mempertimbangkan hasil penelitian
sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai