Anda di halaman 1dari 7

STUDI LITERATUR

PERAN PETUGAS KESEHATAN


DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

ABSTRAK

Pengaruh bencana yang terjadi tiba-tiba tidak hanya menyebabkan banyak kematian, tetapi juga gangguan sosial
besar-besaran dan kejadian luar biasa (KLB) penyakit epidemi, serta kelangkaan bahan pangan sehingga orangyang
selamat sepenuhnya bergantungpada bantuan luar. Pengamatan sistematis yang dilakukan terhadap pengaruh bencana
alam pada kesehatan manusia menghasilkan berbagai kesimpulan, baik tentang pengaruh bencana pada kesehatan
maupun tentang carayangpaling efektif untuk menyediakan bantuan kemanusiaan. Pada makalah ini akan disampaikan
mengenai hal-hal yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan dalam langkah awal penanggulangan bencana alam.
Hal yang dibahas meliputi pengaruh umum bencana pada kesehatan,persiapan SDM yang harus dilakukan menuju
lokasi bencan, persiapan bat-obatan yang akan dibawa, perawatan di lapangan, triase, pertolongan pertama dan
setting untuk pos medis lanjutan. Semoga bermanfaat.
Kata Kunci :Manajemen Bencana, Penanggidangan Bencana

1. PENGARUH UMUMBENCANAPADA ada kesamaan di antara bencana-bencana tersebut. Jika


KESEHATAN disadari, faktor-faktor umum itu dapat digunakan untuk
mengoptimalkan pengelolaan bantuan kemanusiaan bidang
Pengaruh bencana yang terjadi tiba-tiba tidak kesehatan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada
hanya menyebabkan banyak kematian, tetapi juga (lihat tabel 1.1). poin-poin berikut harus diperhatikan :
gangguan sosial besar-besaran dan kejadian luar biasa 1. Terdapat hubungan antara tipe bencana dan
(KLB) penyakit epidemi, serta kelangkaan bahan pangan pengaruhnya terhadap kesehatan. Pernyataan
sehingga orang yang selamat sepenuhnya bergantung itu khususnya benar berkaitan dengan dampak
pada bantuan luar. Pengamatan sistematis yang dilakukan iangsungnya dalam menyebabkan cedera.
terhadap pengaruh bencana alam pada kesehatan manusia Contoh, gempa bumi dapat menyebabkan
menghasilkan berbagai kesimpulan, baik tentang pengaruh banyak kasus cedera yang memerlukan
bencana pada kesehatan maupun tentang cara yang paling perawatan medis, sedangkan kasus cedera
efektif untuk menyediakan bantuan kemanusiaan. akibat banjir dan gelombang pasang relatif
Istilah "bencana" biasanya mengacu pada sedikit.
kejadian alami (mis, angin ribut atau gempa bumi) yang 2. Sebagian pengaruh bencana merupakan
dikaitkan dengan efek kerusakan yang ditimbulkannya ancaman yang potensial, bukan ancaman yang
(mis, hilangnya kehidupan atau kerusakan bangunan). dapat dihindari, terhadap kesehatan. Contoh,
"Bahaya" mengacu pada kejadian alami dan "kerentanan" perpindahan penduduk dan perubahan
mengacu pada kelemahan suatu populasi atau system (mis, lingkungan yang lain dapat menyebabkan
rumah sakit, system penyediaan air dan pembuangan air peningkatan risiko penularan penyakit, walau
kotor, atau aspek infrastruktur) terhadap pengaruh dari kasus epidemik umumnya bukan merupakan
bahaya tersebut. Probabilitas terpengaruhinya suatu akibat bencana alam.
system atau populasi tertentu oleh suatu bahaya disebut 3. Tidak semua risiko kesehatan yang potensial
sebagai "risiko". Dengan demikian risiko merupakan dan actual pasca bencana akan terjadi di waktu
gabungan antara kerentanan dan bahaya, dan dinyatakan yang bersamaan. Risiko itu cenderung muncul
sebagai berikut " di waktu yang berbeda dan cenderung berbeda
Resiko = Kerentanan x Bahaya tingkat kepentingannya di wilayah yang terkena
Walau semua bencana memang memiliki ciri bencana. Dengan demikian, jatuhnya korban
khasnya sendiri, bencana memberikan pengaruh dalam biasanya terjadi di waktu dan tempat terjadinya
tingkat kerentanan yang berbeda pada daerah dengan dampak dan korban itumembutuhkan perawatan
kondisi sosial, kesehatan dan ekonomi tertentu - masih medis segera, sedangkan waktu yang lebih
panjang untuk berkembang dan risiko tersebut
memuncak di tempat yang berpenduduk padat
dan standar sanitasinya memburuk.
* PSIKM Fakulktas Kedokteran Universitas Andalas

28
-
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2008 Maret 2009, Vol. 3, No. 1

4. Kebutuhan makanan, tempat tinggal sementara, 2. Surveilans Epidemiolog/Sanitarian : 1 org


dan layanan kesehatan dasar saat bencana 3. Petugas Komunikasi : 1org
biasanya tidak menyeluruh. Bahkan orang yang
selamat sering kali dapat menyelamatkan Tim RHA
beberapakeperluan dasar untuk hidup. Lagipula, Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim
orang pada umumnya segera pulih dari Reaksi Cepat atau menyusul dalam waktu kurang dari 24
keterkejutan mereka dan secara spontan terlibat jam, terdiri dari:
dalam pencarian dan penyelamatan korban,
pemindahan orang yang cedera, dan kegiatan 1. Dokter Umum : 1 org
pemulihan swadaya lainnya. 2. Epidemiolog : 1 org
5. Perang sipil dan konflik menimbulkan kumpulan 3. Sanitarian : 1 org
masalah kesehatan masyarakat tersendiri dan
kendala-kendala operasional. Masalah itutidak Tim Bantuan Kesehatan
akan dibahas secara mendalam pada buku ini. Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah
Tim Reaksi Cepat dan Tim RHA kembali dengan laporan
Pengelolaan bantuan kemanusiaan sektor hasil kegiatan mereka di lapangan, terdiri dari:
kesehatan secara efektif akan bergantung pada upaya 1. Dokter Umum
antisipasi dan identifikasi masalah saat kemunculannya, 2. Apoteker dan Asisten Apoteker
dan pada penyampaian bahan-bahan khusus di waktu dan 3. Perawat (D3/S1 Keperawatan)
tempat yang memang membutuhkan. Kemampuan logistic 4. PerawatMahir
untuk mengangkut jumlah maksimum suplai/ persediaan 5. Bidan (D3 Kebidanan)
dan tenaga kemanusiaan dari luar negeri ke daerah bencana 6. Sanitarian (D3 Kesling/ S 1 Kesmas)
di Amerika Latin dan Karibia tidak begitu penting. Uang 7. Ahli Gizi (D3/D4 Kesehatan/ SI Kesmas)
tunai merupakan bantuan yang paling efektif, khususnya 8. Tenaga Surveilans (D3/D4 Kes/ SI Kesmas)
karena uang dapat digunakan untuk membeli suplai di 9. Entomolog (D3/ D4 Kes/ S 1 Kesmas/ S 1 Biologi)
daerah setempat.
Kebutuhan tenaga kesehatan selain yang tercantum di
2. PERSIAPAN SUMBERDAYAMANUSIA(SDM) atas, disesuaikan dengan jenis bencana dan kasus yang
KESEHATANMENUJULOKASIBENCANAALAM ada, misal:
ÿ
Gempa bumi
Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM ÿ
Banjir Bandang/tanah longsor
kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim " Gunung meletus
Penanggulangan Krisis yang meliputi: ÿ
Tsunami
* Ledakan bom/kecelakaan industri
1.Tim Reaksi Cepat ÿ
Kerusuhan massal
2. Tim Penilaian Cepat (Tim RHA) ÿ
Kecelakaan transportasi
3. Tim Bantuan Kesehatan ÿ
Kebakaran hutan
Sebagai koordinator Tim adalah Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota (mengacu Surat Kepmenkes A. Perhitungan kebutuhan SDM Kesehatan
nomor 066 tahun 2006),
Kebutuhanjumlah minimal SDM kesehatan untuk
Tim Reaksi Cepat penanganan korban bencana berdasarkan:
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 1. Untuk jumlah penduduk/pengungsi antara 10.000-
0-24 jam setelah ada informasi kejadian bencana, terdiri 20.000 orang:
dari: Dokter Umum 4 org
Perawat 10-20 org
1. Pelayanan Medik Bidan 8 - 16 org
a. DokterUmum/BSB : 1 org Apoteker 2 org
b. Dokter Sp. Bedah : 1 org Asisten Apoteker 4 org
c. Dokter Sp. Anestesi : 1 org Pranata Laboratorium 2 org
d. PerawatMahir Epidemiologi 2 org
(Perawat bedah, gadar) : 2 org Entomolog 2 org
e. Tenaga Disaster Victims Sanitarian 4-8 org
Identification (DVI) : 1 org Ahli Gizi 2-4 org
f. Apoteker/Ass. Apoteker : 1 org
g. Sopir Ambulans : 1 org

29
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2008 - Maret 2009, Vol. 3, No. 1

2. Untuk jumlah penduduk/pengungsi 5000 orang berwenang, dalamhal ini Dinas Kesehatan.Mobilisasi SDM
dibutuhkan: kesehatan dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
* Bagi pelayanan kesehatan 24 j am dibutuhkan: dokter 2 SDM kesehatan pada saat dan pasca bencana bila:
orang, perawat 6 orang, bidan 2 orang, sanitarian 1 ÿ
Masalah kesehatan yang timbul akibat bencana tidak
orang, gizi 1 orang, asisten apoteker 2 orang dan dapat diselesaikan oleh daerah tersebut sehingga
administrasi 2 orang. memerlukan bantuan dari daerah atau regional.
ÿ
Bagi pelayanan kesehatan 8 jam dibutuhkan: dokter 1 ÿ
Masalah kesehatan yang timbul akibat bencana
orang, perawat 2 orang, bidan 1 orang, sanitarian 1 seluruhnya tidak dapat diselesaikan oleh daerah
orang dan gizi 1 orang. tersebut sehingga memerlukan bantuan dari regional,
nasional dan internasional.
3. Berdasarkan fasilitas rujukan/Rumah sakit, dapat
dilihat dalam rumus pada Gambar 6. C. Langkah-langkah mobilisasi yang dilakukan:

Tabel 2. Rumus kebutuhan tenaga Menyiagakan SDM kesehatan untuk ditugaskan ke


di fasilitas rujukan/rumah sakit wilayah yang terkena bencana. Selanjutnya
menginformasikan kejadian bencana dan memintabantuan
ÿ
Kebutuhan dokter umum = melalui:
(X pasien/40) - £ dr umum di tempat ÿ
Jalur administrasi/Depdagri
ÿ
Kebutuhan dokter spesialis Bedah = (Puskesmas ' ! Camat ' ! Bupati ' ! Gubernur ' ! Mendagri)
[(X pasien dr bedah/5) / 5] - X dr bedah di tempat ÿ
Jalur administrasi/Depkes
(Puskesmas ' ! Dinkes Kab/Kota ' ! Dinkes Provinsi ' !
* Kebutuhan dokter spesialis Anestesi = Depkes)
[(X pasien dr bedah/ 15) / 5] - X dr anestesi di tempat ÿ
Jalur rujukan medik
(Puskesmas ' ! RS Kab/Kota ' ! RS Prov ' ! RS rujukan
B. Pendayagunaan tenaga mencakup: wilayah '! Ditjen Bina Yanmed/Depkes)

Pendayagunaan tenaga SDM Kesehatan mencakup


pendistribusian dan mobilisasi dilapangan. Penanggung 3. PERSIAPANOBAT KESEHATANMENU.JULOKASI
jawab dalam pendistribusian SDM kesehatanuntuk tingkat BENCANAALAM
Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah Dinas Kesehatan.
Pada saat bencana, bantuan kesehatan yang berasal dari Pada tabel 2 merupakan panduan jenis obat dan jenis
dalam/luar negeri diterima oleh kantor kesehatan pelabuhan penyakit sesuai dengan jenis bencana.
(KKP) yang akan didistribusikan kepada instansi yang

Tabel 1. Jenis obat dan jenis penyakit sesuai dengan jenis bencana

No Jenis Bencana Jenis Penyakit Obat & Perbekalan Kesehatan


1. Banjir Diare/Amebiasis Oralit, Infos R/L, NaCI 0,9%,
Metronidazol, Infos set, Abocath, Wing
Needle

Dermatitis: Kontak jamur, CTM Tablet, Prednison, Salep 2-4,


bakteri, skabies Hidrokortison alep, Antifongi salep,
Deksametason Tab, Prednison Tab, Anti
bakteri DOEN salep, Oksi Tetrasiklin salep
3%, skabisid salep

ISPA (Pnemonia dan Non Kotrimoksazol 480 mg, 120 mg Tab dan
Penemonia) Suspensi, Amoxylcilin, OBH, Parasetamol,
Dekstrometrofan Tab, CTM

ASMA Salbutamol, Efedrin HCL Tab, Aminopilin


Tab

Leptospirosis Amoxycilin 1000 mg, Ampisilin 1000 mg

Konjunctivitis (Bakteri, Sulfasetamid t.m, Chlorampenicol, salep


Virus) mata, Oksitetrasiklin salep mata

30
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2008 - Maret 2009, Vol. 3, No. 1

Gastritis Antasida DOEN Tab & Suspensi, Simetidin


tab, Extrak Belladon

Trauma/Memar Kapas Absorben, Kassa steril 40/40 Pov


Iodine, Fenilbutazon, Metampiron Tab,
Parasetamol Tab
2 Longsor Fraktur Tulang, Luka Memar, Kantong mayat, Stretcher/tandu, spalk,
Luka sayatan dan Hipoksia kasa, elastic perban, kasa elastis, alkohol
70%, Pov.lodine 10%, H202 Sol, Ethyl
Chlorida Spray, Jarum Jahit, CatGut
Chromic, Tabung Oksigen
3 Gempa/Tsunami Luka Memar Idem
Luka sayatan Idem
ISPA Idem
Gastritis Idem
Malaria Artesunat, Amodiakuin, Primakuin
Asma Idem
Penyakit Mata Idem
Penyakit Kulit Idem
4 Konflik/Huruhara Luka memar Idem
Luka sayat Idem
Luka bacok Idem
Patah tulang Idem
Diare Idem
ISPA Idem
Gastritis Idem
Penyakit kulit Idem
Campak Vaksin Campak (bila ada kasus baru),
Vitamin A
Hipertensi Reserpin Tablet, HCT tablet
Gangguan Jiwa Diazepam 2 mg, 5 mg tab,
Luminal Tab 30 mg
5 Gunung Meletus ISPA Idem
Diare Idem
Konjunctivitis Idem
Luka Bakar Aquadest steril, kasa steril 40/40, Betadin
salep, Sofratule, Abocath, Cairan Infos (RL,
NaCl), Vit. C Tab, Amoxycilin/Ampicilin
tab, Kapas, Handschoen, Wingneedle,
Alkohol 70%.
6 Bom Luka Bakar Idem
Trauma Idem
Gangguan Jiwa Idem
Mialgia_ Metampiron, Vit Bl, B6, B12 oral

4. PERAWATAN 1)1LAPANGAN dirawat disana. Perlu dipertimbangkan jika memaksa


memindahkan 200 orang korbanke Rumah Sakit yang hanya
Jika di daerah dimana terjadi bencana tidak berkapasitas 300 tempat tidur, dengan tiga kamar operasi
tersedia fasilitas kesehatan yang cukup untuk menampung dan mengharapkan hasil yang baik dari pemindahan ini.
dan merawat korban bencana massal (misalnya hanya Dalam keadaan dimana dijumpai keterbatasan
tersedia satu Rumah Sakit tipe C/tipe B), memindahkan sumber daya, utamanya keterbatasan daya tampung dan
korban ke sarana tersebut hanya akan menimbulkan kemampuan perawatan, pemindahan korban ke Rumah Sakit
hambatan bagi perawatan yang harus segera diberikan dapat ditunda sementara. Dengan ini harus dilakukan
kepada korban dengan cedera serius. Lebih jauh, hal ini perawatan di lapangan yang adekuat bagi korban dapat
juga akan sangat mengganggu aktivitas Rumah Sakit lebih mentoleransi penundaan ini. Jika diperlukan dapat
tersebut dan membahayakan kondisi para penderita yang didirikan rumah sakit lapangan (Rumkitlap). Dalam

31
Jurnai Kesehatan Masyarakat, September 2008 - Maret 2009, Vol. 3, No. 1

mengoperasikan rumkitlap, diperlukan tenaga 4. Hitam, sebagai penanda korban yang telah
medis, paramedic, dan non medis (coordinator, dokter, meninggal dunia.
dokter spesialis bedah, dokter spesialis anestesi, tiga Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:
perawat mahir, radiolog, farmasis, ahli gizi, laboran, teknisi
medis, teknisi non medis, dan pembantu umum). 1. Triase di tempat {triase satu)
2. Triase medik {triase dua)
2. TRIASE 3. Triase evakuasi {triase tiga)
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara
cepat korban yang mebutuhkan stabilisasi segera Triase di Tempat
(perawatan di lapangan) mengidentifikasi korban yang Triase di tempat dilakukan di "tempat korban
hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat ditemukan" atau pada tempat penampungan yang dilakukan
{life-saving surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu oleh tim Pertolongan Pertama atau Tenaga Medis Gawat
merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban, Darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan,
seperti berikut: klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke
1. Merah, sebagai penanda korban yang pos media lanjutan.
membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang
mengalami: Triase Medik
ÿ
Syok oleh berbagai kausa Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos
ÿ
Gangguan pernapasan medis lanjutan oleh tenaga medis yang berpengalaman
ÿ
Trauma kepala dengan pupil anisokor (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit Gawat
ÿ
Pendarahan eksternal massif Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir oleh dokter
bedah). Tujuan triase medik adalah menentukan tingkat
Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan
perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
bagi korban yang mempunyai kemungkinan hidup lebih
besar, sehingga setelah perawatan dilapangan ini penderita
Triase Evakuasi
lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke Rumah
Triase ini ditujukan pada korban yang dapat
Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih
dipindahkan ke Rumah Sakit yang telah siap menerima
invasif. Triase ini korban dapat dikategorisasikan kembali
korban bencana massal. Jika pos medis lanjutan dapat
dari status "merah" menjadi "kuning" (misalnya korban
berfungsi efektif,jumlah korbandalam status "merah" akan
dengan tension pneumothorax yang telah dipasang drain
berkurang, dan akan diperlukan pengelompokan korban
thoraks (WSD).
kembali sebelum evakuasi dilaksanakan. Tenaga medis di
2. Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan Pos
pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat ditunda Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi
sementara. Termasuk dalam kategori ini: korban akan membuat keputusan korban mana yang harus
ÿ
Korban dengan risiko syok (korban dengan dipindahkan terlebih dahulu, Rumah Sakit tujuan, jenis
gangguan jantung, trauma abdomen) kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
ÿ
Fraktur multipel
ÿ
Fraktur femur/pelvis 3. PERTOLONGANPERTAMA
ÿ
Lukabakar luas Pertolongan pertama dilakukan oleh para
ÿ
Gangguan kesadaran/trauma kepala sukarelawan, Petugas Pemadam Kebakaran, Polisi, Tenaga
* Korban dengan status yang tidak jelas dari unit khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan Tenaga
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan Perawat Gawat Darurat Terlatih.
infus, pengawasan ketat terhadap kemungkinan timbulnya Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti
komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin. berikut:
1. Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan.
3. Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak
2. Tempat penampungan sementara
memerlukan pengobatan atau pemberian
3. Pada "tempat hijau''' dari pos medis lanjutan
pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang
4. Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke
mengalami:
fasilitas kesehatan
ÿ
Fraktur minor
ÿ
Luka minor, luka bakar minor Pertolongan pertama yang diberikan pada korban
ÿ
Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan dapat berupa kontrol jalan napas, fungsi penapasan dan
luka dan atau pemasangan bidai dapat jantung, pengawasan posisi korban, kontrol pendarahan,
dipindahkan pada akhir operasi lapangan. imobilisasi fraktur, pembalutan dan usaha-usaha untuk
ÿ
Korban dengan prognosis infaust, jika masih membuat korban merasa lebih nyaman. Harus selalu diingat
hidup pada akhir operasi lapangan, juga akan bahwa, bila korban masih berada di lokasi yang paling
dipindahkan ke fasilitas kesehatan. penting adalah memindahkan korban sesegera mungkin,

32
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2008 - Maret 2009, Vol. 3, No. 1

membawa korban gawat darurat ke pos medis Gambar 1. Pos pelayanan medis lanjutan dasar
lanjutan sambil melakukan usaha pertolongan pertama
utama, seperti mempertahankan jalan napas, dan kontrol Hitam Hijau
pendarahan. Resusitasi kardiopulmonertidak boleh AREA
dilakukan di lokasi kecelakaan pada bencana massalkarena
membutuhkan waktu dan tenaga. =>c=v
TRIASE
EVAKUASI

TRIASE
4. POS MEDIS LANJUTAN Merah Kuning
Pos medis lanjutan didirikan sebagai upaya untuk
menurunkan jumlah kematian dengan memberikan
perawatan efektif (stabilisasi) terhadap korban secepat Tempat perawatan ini dibagi lagi menjadi:
mungkin. Upaya stabilisasi korban mencakup intubasi, 1. Tempat perawatan korban gawat darurat (korban
trakeostomi, pemasangan drain thoraks, pemasangan yang diberi tanda dengan label merah dan kuning).
ventilator, penatalaksanaan syok secara medikamentosa, Lokasi ini merupakan proporsi terbesar dari
analgesia, pemberian infus, fasiotomi, imobilisasi fraktur, seluruh tempat perawatan.
pembalutan luka, pencucian luka bakar. Fungsi pos medis 2. Ternpat perawatan bagi korban non gawat darurat
lanjutan ini dapat disingkat menjadi "Three "T"rule" (Tag, (korban yang diberi tanda dengan label hijau dan
Treat, Transfer) atau hukum tiga (label, rawat, evakuasi). hitam).
Lokasi pendirian pos medis lanjutan sebaiknya di
cukup dekat untuk ditempuh dengan berjalan kaki dari Pos medis lanjutan standar, terdiri atas (Gambar 2):
lokasi bencana (50-100 meter) dan daerah tersebut harus: 1. Pintu keluar
1. Termasuk daerah yang aman 2. Dua buah pintu masuk (Gawat Darurat dan Non-
2. Memiliki akses langsung ke jalan raya tempat Gawat Darurat). Untuk memudahkan identifikasi,
evakuasi dilakukan kedua pintu ini diberi tanda dengan bendera
3. Eerada di dekat dengan pos komando merah (untuk korban gawat darurat) dan bendera
4. Berada dalam jangkauan komunikasi radio hijau (untuk korban non gawat darurat).
3. Dua tempat penerimaan korban/triase yang saling
Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya adanya berhubungan untuk memudahkan pertukaran/
paparan material berbahaya, pos medis lanjutan dapat pemindahan korban bila diperlukan.
didirikan di tempat yang lebih jauh. Sekalipun demikian 4. Tempat perawatan Gawat Darurat yang
tetap harus diusahakan untuk didirikan sedekat mungkin berhubungan dengan tempat triase Gawat
dengan daerah bencana. Darurat, tempat ini dibagi menjadi:
Tenaga Pelaksanaan ÿ
Tempat perawatan korban dengan tanda
Tenaga medis yang akan dipekerjakan di pos ini adalah merah (berhubungan langsung dengan
dokter dari Unit Gawat Darurat, ahli anestesi, ahli bedah tempat triase)
dan tenaga perawat. Dapat pula dibantu tenaga perawat, ÿ
Tempat perawatan korban dengan tanda
Tenaga Medis Gawat Darurat, dan para tenaga pelaksana kuning (setelah tempat perawatan merah)
Pertolongan Pertama akan turut pula bergabung dengan
Gambar 2. Pos pelayanan medis lanjutan standar
tim yang berasal dari Rumah Sakit.
Organisasi Pos Medis Lanjutan Hitam
Struktur internal pos medis lanjutan dasar, terdiri atas
(Gambar 1): NON AKUT
EVAKUASI
1. Satu pintu masuk yang mudah ditemukan atau
diidentifikasi. AKUT
2. Satu tempat penerimaan korban/tempat triase yang Merah
dapat menampung paling banyak dua orang korban
secara bersamaan.
3. Satu tempat perawatan yang dapat menampung 25 orang 5. Tempat perawatan Non Gawat Darurat, berhubungan
korban secara bersamaan. dengan tempat triase Non Gawat Darurat, dibagimenjadi:
• Tempat korban meninggal (langsung berhubungan
dengan tempat triase)
ÿ
Tempat perawatan korban dengan tanda hijau
(setelah tempat korban meninggal)
ÿ
Setiap tempat perawatan ini ditandai dengan
bendera sesuai dengan kategori korban yang akan
dirawat di tempat tersebut.

33
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2008 - Maret 2009, Vol. 3, No. 1

6. Sebuali tempat evakuasi yang merupakan tempat korban


yang kondisinya telah stabil untuk rnenunggu
pemindahan ke Rumah Sakit.

Luas Pos Medis Lanjutan


Sebaiknya pos ini menampimg sekitar 25 orang korban
bersama para petugas yang bekerja disana. Luas pos medis
lanjutan yang dianjurkan:
1. Untuk daerah perawatan 2,6 m2 untuk setiap korban.
2. Dengan mempertimbangkan banyaknya orang yang
berlalu lalang, luas tempat triase adalah minimum 9 m2.
3. Luas minimum tempat perawatan untuk pos medis
lanjutan dasar adalah 65 m2.
4. Luas minimum tempat perawatan untuk pos medis
lanjutan standar adalah 130 m2
5. Tempat evakuasi 26 m2.

Arus Pemindahan Korban


Korban yang telah diberi tanda dengan kartu
berwarna merah, kuning, hijau atau hitam sesuai dengan
kondisi mereka, dilakukan registrasi secara bersamaan dan
korban langsung dipindahkan ke tempat perawatan yang
sesuai dengan kartu yang diberikan hingga keadaannya
stabil. Setelah stabil korban akan dipindahkan ke tempat
evakuasi dimana registrasi mereka akan dilengkapi sebelum
dipindahkan ke fasilitas lain.

Daftar Pustaka
1. Pan American Health Organization, 2006 ; Bencana
Alam Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Natural
Disaster: Protecting The Public's Health) alih bahasa
Munaya Fauziah SKM,MKM, Jakarta : Penerbit EGC
2006
2. Departemen Kesehatan RI, 2007; Pedoman Tekhnis
Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat bencana
(mengacu pada standar interasional) Panduan bagi
Petugas kesehatan yang bekerja dalam penanganan
krisis kesehatan akibat bencana di indonesia.
3. Proyek Sphere, 2000; Piagam Kemanusiaan dan
standar-standar minimum dalam penanggulangan
bencana

34

Anda mungkin juga menyukai