Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi angka
kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan (Kemenkes
RI,2015). Bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di
bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Lebih dari 20 juta
bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi BBLR lahir di negara
yang sedang berkembang, contohnya di Indonesia. Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015, angka prevalensi BBLR di Indonesia
masih tergolong tinggi yaitu 9% dengan sebaran yang cukup bervariasi pada
masing-masing provinsi. Angka terendah tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di
Papua (27%),sedangkan di Provinsi Jawa Tengah berkisar 7% (Kemenkes
RI,2015).
BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas),dan IUGR
(Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia disebut
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab ini
dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta,janin dan lingkungan.
Faktor risiko tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin
selama masa kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya
mengalami proses hidup jangka panjang yang kurang baik. Apabila tidak
meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko tumbuh dan
berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat
badan normal. Selain gangguan tumbuh kembang, individu dengan riwayat BBLR
mempunyai faktor risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi, penyakit jantung dan
diabetes setelah mencapai usia 40 tahun (Juaria dan Henry, 2014) .
Pada masa sekarang ini, sudah dikembangkan tatalaksana awal terhadap bayi
BBLR dengan menjaga suhu optimal bayi, memberi nutrisi adekuat dan
melakukan pencegahan infeksi. Meskipun demikian, masih didapatkan 50% bayi
BBLR yang meninggal pada masa neonatus atau bertahan hidup dengan
malnutrisi, infeksi berulang dan kecacatan perkembangan neurologis. Oleh karena
itu,pencegahan insiden BBLR lebih diutamakan dalam usaha menekan Angka
Kematian Bayi (Prawiroharjo,2014).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi (Kristiana, 2017). Berat badan
lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram (Anggraini, 2016).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong,
2009).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bayi
berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas)
organ serta menimbulkan kematian.
B. Klasifikasi BBLR
Berdasarkan penyebabnya BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
a. Prematuritas murni
Prematuritas murni merupakan bayi yang lahir dengan masa kehamilan
kurang dari 37 minggu dan berat bayi sesuai dengan gestasi atau yang
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b. Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas
tiga jenis:
1) simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan
nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama
2) Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi
pada fase akhir kehamilan
3) Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang
seharusnya untuk masa gestasi dan si bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilan. (Mitayani, 2009).
C. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai
dengan masa gestasinya, yaitu :
a. Komplikasi obstetrik
1) Multipel gestation
2) Incompetence
3) Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
4) Pregnancy induce hypertention ( PIH )
5) Plasenta previa
6) Ada riwayat kelahiran prematur
b. Komplikasi medis
1) Diabetes maternal
2) Hipertensi kronis
c. Faktor ibu

1) Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia


gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,
infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
2) Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu
dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu
dekat

3) Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap


timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan
sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang
baik dan pengawasan antenatal yang kurang.

4) Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat
dan ibu yang perokok. (Mitayani, 2009)

Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :


1. Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR
Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur
produksi sehat yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur
muda (kurang dari 20 tahun) memiliki perkembangan organ-organ
reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan kompetisi
dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam tahap
perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan
menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan
janin.
Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali
lebih besar dibandingkan dengan kelahiran pada usia reproduktif sehat.
Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran BBLR pada usia remaja
ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih muda tetapi
juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia remaja
seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal, berat badan sebelum
hamil, kesiapan psikologik dalam menerima kehamilan, penerimaan
lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya akan
menimbulkan stress.
Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat
reproduksinya telah berdegenerasi dan terjadi gangguan keseimbangan
hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi iritabilitas uterus,
menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya akan
memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga
dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.
2. Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR
Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam
penerimaan informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup
akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran
untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal care).
Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk
menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu menciptakan
kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa
pentingnya perawatan sebelum melahirkan.
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil
melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan
kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan
dapat memilih makanan yang bergizi, guna menghindari lahirnya bayi
dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu dengan pendidikan
dan informasi cukup yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga
Berencana dapat berhasil sehingga dapat membatasi jumlah anak,
menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika menikah
pada usia.
3. Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik
lahir hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai
risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul
dengan persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus.
Kehamilan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh
darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana
jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan kehamilan
sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
4. Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama
haid terakhir (HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat
diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang badan, lingkaran kepala.
Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil dari umur
gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal,
umur gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang
terganggu, atau umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan
janin yang terganggu.
5. Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan
masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :
a. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi
pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak
bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi misalnya
TORCH.
b. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur),
perdarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi
cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan
terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan ukuran sel normal
dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi
pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil
dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil,
sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan
akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki.
Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi
lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum
(mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi
janin. Pada masa kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih
banyak dibandingkan wanita tidak hamil. Ganggua yang menyebabkan
tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada janin dan
beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
6. Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada
dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh
kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi
Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling
sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi
besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan
untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi
anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl
selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat
mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan,
BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas
dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi.
Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin
yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat
meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi,
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.6
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan dan persalinan.
Resiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir
rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan
bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang
sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan
abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa dipengaruhi oleh
paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko
mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisi.
7. Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit
ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan peredaran darah dari ibu ke janin
karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk janin berkurang
dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang
berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis.
8. Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang
lebih dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan
janin tidak tercukupi secara merata maka mengakibatkan bayi yang lahir
mempunyai berat badan yang rendah.
9. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh
dalam kejadian BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang
rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi
terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan bayi
dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka
kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki
status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari
seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi,
status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan
kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan
antenatal yang teratur akan memberikan kesempatan untuk dapat
mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat menyulitkan
kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang
tepat secepatnya.

11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap


kejadianBBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk
bagi ibu hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya.
Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat badan bayi yang lahir dari
ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok, walaupun
penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi sama.
Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih
sering melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu hamil yang tidak
merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
1) Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin
dan ibu.
2) Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi
darah ke plasenta.
3) Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan
energi ibu hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang
selera makannya tidak berubah.
4) Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
5) Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi
dengan fetal alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran
prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir dan retardasi mental.
Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum setiap
harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya ibu
tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin banyak alkohol
yang dikonsumsi, semakin besar resiko terganggunya pertumbuhan
janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi alkohol, resiko
terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil
mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat
berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar.
Bila mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi
perkembangan ukuran sel, maka akan berpengaruh pada berat janin
yang dikandungnya.
12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata
berat badan lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi
perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai terdapat perbedaan antara
pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman (1969)
perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi
bayi laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.
13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap
KejadianBBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya
mempunyai kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan
BBLR.
D. Patofisiologi BBLR
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan
mineral, seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu
terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan
potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk
bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan
neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari.
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi
antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi
pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42
minggu. Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus
sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna
makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu,
yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan
bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat
dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga
rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang
dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat.
Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh
dibandingkan dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah
kulit memberikan insulasi. Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan
kalori. (Moore, 1997)

E. Pathway BBLR

Faktor ibu Faktor lingkungan


Faktor janin Faktor plasenta
 Penyakit ,usia ibu  Tempat tinggal di dataran
 Kelainan kromosom  Hidramnion
tinggi.
 Infeksi janin kronik  Plasenta previa  Keadaan gizi ibu
 Terkena radiasi, serta
 (inklusi sitomegali,  Solutio plasenta  Kondisi ibu saat hamil
terpapar zat beracun.
rubella bawaan)  Kehamilan kembar  Keadaan sosial dan
 Gawat janin ekonomi
BBLR

Manifestasi klinis BBLR


Komplikasi BBLR
 Berat badan kurang dari 2500 gram
 Sindrom aspirasi mekonium
 Masa gestasi kurang dari 37 minggu
 Asfiksia neomatum
 Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit
 Penyakit membrane hialin
 Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur
 Hiperbiliruninemia
dan sering mendapatkan serangan apnea.

Organ pencernaan imatur Pertumbuhan dinding dada Sedikitnya lemak System imun
belum sempurna. dibawah jaringan kulit. yang belum
Peristaltic belum sempurna Vaskuler paru imatur matang
Kehilangan panas
melalui kulit Penurunan
kurangnya kemampuan Peningkatan kerja daya tahan
untuk mencerna makanan napas Peningkatan kebutuhan tubuh
kalori Risiko infeksi
Reflek menghisap dan Pola nafas tidak
menelan belum efektif System termogulasi
berkembang dengan baik yang imatur

Defisit nutrisi Termogulasi yang


tidak efektif

F. Manifestasi Klinik BBLR


Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai
berikut:
1. Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan? 45 Cm, lingkar dada< 30
Cm, lingkar kepala< 33 Cm.
2. Masa gestasi< 37 minggu.
3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi;
kepala relatif lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo,
lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu
lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkaiabduksi,
sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum
teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk
belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
1) Berat badan kurang dari 2.500 gram
2) Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
3) Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga
kurang
4) Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5) Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6) Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7) Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
8) Nafas belum teratur
9) Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
10) Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan
baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:
1. Suhu Tubuh
a) Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
b) Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
c) Otot bayi masih lemah
d) Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan
panas badan
e) Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan
berat badan lahir rendah perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak
kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan.
2. Pernapasan
a) Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
b) Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak
sempurna
c) Otot pernapasan dan tulang iga lemah
d) Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi
paru-paru dan gagal pernapasan.
3. Alat pencernaan makanan
a) Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan
lemah / kurang baik
b) Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga
pengosongan lambung berkurang
c) Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi
pneumonia
4. Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah
terjadi hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
5. Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih
belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema
6. Perdarahan dalam otak
a) Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah
b) Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan
terjadinya perdarahan dalam otak
c) Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan
kematian bayi
d) Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi
perdarahan dan nekrosis.
G. Komplikasi
menurut Mitayani, 2009, ada beberapa komplikasi yang dapat muncul
bila tidak mendapat penanganan yang tepat dengan cepat :
1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada
bayi)
2. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki
3. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/ cukup, sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang berikutnya
4. Asfiksia neonetorum
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin
disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.
H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR
Pengkajian
1. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : ……………………………………

2. Tempat tgl lahir/usia : ……………………………………

3. Jenis kelamin : ……………………………………

4. Agama : ……………………………………

5. Pendidikan : …………………………………….

6. Alamat : ……………………………………

7. Tgl masuk : ................................. (jam ............)

8. Tgl pengkajian : ……………………………………

9. Diagnosa medik : ……………………………………

10. Rencana terapi : ……………………………………


B. Identitas Orang tua
1. Ayah
Nama : ……………………….........
Usia : ………………………….....
Pendidikan : ………………………….....
Pekerjaan/sumber penghasilan : ……………………….........
Aga ma : ……………………….........
Alamat : ……………………….........
2. Ibu
Nama : ………………………….....
Usia : ………………………….....
Pendidikan : ……………………….........
Pekerjaan/Sumber penghasilan : ……………………….........
Agama : ……………………………..
Alamat : ……………………………..
C. Riwayat kesehatan masa sekarang
Bayi dengan berat badan < 2.500 gram
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan
seperti kelainan kardiovaskular.
a) Apakah ibu pernah mengalami sakit kronis

b) Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan


sebelumnya

c) Apakah ibu seorang perokok

d) Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat

4. Apgar skore
System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal
dan persarafan bayi. Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir
dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia ringan hingga sedang),
dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi
dalam keadaan stabil.
Tanda 0 1 2
Frekwensi jantung Tidak ada < 100 > 100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksiGerakan katif


sedikit
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan

Warna kulit Seluruh tubuh biru atauTubuh kemeraha,Seluruh tubuh


pucat ekstremitas biru kemerahan

5. Pemeriksaan cairan amnion


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan
pada cairan amnion tentang jumlah volumenya, apabila volumenya
> 2000 ml bayi mengalami polihidramnion atau disebut hidramnion
sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka bayi mengalami
oligohidramnion
6. Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta
seperti adanya pengapuran, nekrosis, beratnya dan jumlah korion.
Pemeriksaan ini penting dalam menentukan kembar identik atau
tidak.
7. Pemeriksaan tali pusat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan
dalam tali pusat seperti adanya vena dan arteri, adanya tali simpul
atau tidak.
8. Pengkajian fisik
a. Aktifitas/istirahat
Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam,
meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan
mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam.
b. Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas
normal (120 – 160 detik per menit). Murmur jantung yang
dapat didengar dapat menandakan duktus arterious (PDA).
c. Pernapasan
Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik
intermiten atau periodik (40 – 60 kali/menit), Pernapsan
cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, juga
derajat sianosis yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela pada
auskultasi, menandakan sindrom distres pernapasan (RDS).
d. Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan
karena ketidakadekuatan pertumbuhan mungkin terlihat
Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung,
hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus
otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah
dan atas serta keterbatasan gerak, Pelebaran tampilan mata.
e. Makanan/cairan
1) Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan

lingkar kepala
2) Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya
jaringan subkutan

3) Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan


paha

4) Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemia / hipokalsemia

f. Genitounaria
Jelaskan setiap abnormalitas genitalia. Jelaskan jumlah
(dibandingkan engnaberta badan), warna, pH, temuan lab-
stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan
hidrasi) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat
dalam mengkaji hidrasi).
g. Keamanan
1) Suhu berfluktuasi dengan mudah

2) Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan

3) Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar


pada tali pusat dengan warna kehijauan

4) Menangis mungkin lemah

h. Seksualitas
Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora
dengan klitoris menonjol.
Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau
tidak pada skrotum.
i. Suhu tubuh
1) Tentukan suhu kulit dan aksila.
2) Tentukan dengan suhu lingkungan.

j. Pengkajian kulit
1) Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah,

tanda irirtasi, lepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama


dimana peralatan pemantau, infuse atau alat lain
bersentuhan dengan kulit; periks, dan tempat juga dan catat
setiap preparat kulit yang dipakai (misal: plester povidone –
iodine).
2) Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik,
terkelupas, dll.

3) Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir

4) Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang


dengan benar, dan periksa adanya tanda infiltrasi.

5) jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena,


perifer, umbilicus, sentral, vena perifer sentral); tipe infuse
(obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi parenteral
total); tipe pompa infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter
atau jarum; dan tempat insersinya.

9. Pengkajian psikologis
Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat kondisi
bayinya, dan orang tua klien berharap bayinya cepat sembuh.
10. Pemeriksaan refleks
1) Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna

2) Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki


sedikit dorsofleksi

3) Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan


lengan dan kaki, namun belum sempurna

4) Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat


disentuhkan ke permukaan
5) Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan
spatel lidah

6) Gallant’s: punggung sedikti bergerak kearah samping saat


diberikan goresan pada punggungnya

7) Morro’s: dijumpai namun belum sempurna

8) Neck righting : belum ditemukan

9) Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam


namun belum sempurna

10) Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi


yang diberikan sedikit goresan

11) Kaget (stratle) : bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi


lengan yang belum sempurna

12) Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang


belum sempurna

13) Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya


terdapat pada bayi yang berusia > 2 bulan

11. Pemeriksaan diagnostik


1) Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin

dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah


2) Dektrosik: menyatakan hipoglikemia

3) AGD: menentukan derajat keparahan distres bila ada

4) Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia

5) Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia

6) Urinalis : mengkaji homeostasis

7) Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis


8) EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau
komplikasi

9) Diagnosa Keperawatan

I. Diagnosa Keperawatan BBLR

Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi


dengan BBLR yaitu:
1. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas
pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan
otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan metabolik
2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP
imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap
area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan
merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk)

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan


dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi
enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.

4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan


imunologis yang tidak efektif.

5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan


usia dan berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit
tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan
mengonsentrasikan urine.

6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi


atau hipotensi sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler
(glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system sraf
sentral dan respons stress fisiologis imatur.

7. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan


tindakan.
8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang
berhubungan dengan kelahiran premature, lingkungan NICU
tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.

9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan


imobilitas, kelembaban kulit.

10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit


bayinya ditandai dengan orang tua klien tampak cemas dan
khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya
cepat sembuh.

J. Intervensi Keperawatan BBLR

Diagnosis Tujuan dan kriteria hasil Perencanaan Keperawatan SIKI


Keperawatan

1. Pola Napas Setelah diberikan Menejemen jalan nafas


Tidak Efektif Definisi :
tindakan keperawatan
Mengidentifikasi dan mengelola
selama 3x24 jam maka
kepatenan jalan nafas.
diharapkan pola nafas Tindakan
Observasi :
tidak efektif menurun,
1. Monitor pola napas
dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan
1. Dispenea menurun 3. Monitor sputum
2. Penggunaan otot Terapeutik :
1. Mempertahankan kepatenan jalan
bantu napas menurun
3. Pemanjangan fase napas
2. Berikan oksigen
ekspirasi menurun
3. Lakukan penghisapan lendir
4. Ortopnea menurun
5. Pernafasan pursed-lip kurang dari 15 detik
Kolaborasi :
menurun
1. Pemberian bronkodilator,
6. Pernapasan cuping
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
hidung menurun

2. Termoregulasi Setelah diberikan Regulasi temperatur


Definisi :
tidak efektif tindakan keperawatan
Mempertahankan suhu tubuh dalam
selama 3x24 jam maka
rentang normal.
diharapkan termoregulasi Tindakan
Observasi :
tidak efektif menurun,
1. Monitor suhu bayi sampai stabil
dengan kriteria hasil :
(36,50c-37,50c)
1. Menggigil menurun
2. Monitor suhu tubuh anak tiap 2
2. Kulit merah menurun
3. Kejang menurun jam, monitor tekanan darah,
4. Akrosianosis menurun
frekuensi pernapasan dan nadi
5. Konsumsi oksigen
3. Monitor warna dan suhu kulit
menurun 4. Monitor dan cacat tanda dan gejala
6. Piloereksi menurun
hipotermia atau hipertermia
7. Vasokonstriksi perifer
Terapeutik :
menurun 1. Pasang alat pengatur suhu kontinu
8. Hipoksia 2. Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi adekuat
3. Masukkan bayi BBLR ke dalam

plastik segera setelah lahir


4. Gunakan topi bayi untuk
mencegah kehilangan panas pada

bayi baru lahir


5. Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
6. Hangatkan terlenih dahulu bahan-

bahan yang akan kontak dengan


bayi
7. Gunakan matras penghangat,

selimut hangat, dan penghangat


ruangan untuk menaikkan suhu

tubuh.
Edukasi :
Demonstrasikan teknik perawatan
metode kanguru (PMK) untuk bayi

3. Defisit nutrisi BBLR


Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian antipiretik, jika
perlu.

Manajemen nutrisi
Definisi :
Mengidentifikasi dan mengelola
asupan nutrisi yang seimbang.
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi status nutrisi
Setelah diberikan 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan

tindakan keperawatan jenis nutrient


3. Identifikasi penggunaan selang
selama 3x24 jam maka
nasogastric
diharapkan defisit nutrisi 4. Monitor asupan makanan
membaik, dengan kriteria 5. Monitor hasil pemeriksaan
4. Risiko infeksi
hasil : laboratorium
1. Berat badan Terapeutik :
Hentikan pemberian makann melalui
meningkat
2. Panjang badan selang nasogastric jika asupan oral

meningkat dapat ditoleransi.


3. Kulit kuning menurun Kolaborasi :
4. Sclera kuning Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menurun menentukan jumlah kalori dan jenis


5. Membrane mukosa nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
menurun
6. Prematuritas menurun Manajemen imunisasi/vaksinasi
7. Bayi cengeng Definisi :
Mengidentifikasi dan mengelola
menurun
8. Pucat menurun pemberian pemberian kekeblan tubuh

secara aktif dan pasif.


Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi kontradiksi pemberian
Setelah diberikan
imunisasi
tindakan keperawatan Terapeutik :
selama 3x24 jam maka Berikan suntikan pada bayi di bagian

diharapkan tingkat infeksi paha anterolateral.


Edukasi :
membaik, dengan kriteria Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang
hasil : terjadi, jadwal, dan efek samping.
1. Kebersihan tangan
meningkat
2. Kebersihan badan
3. Demam menurun
4. Kemerahan menurun
5. Nyeri menurun
6. Bengkak menurun
1. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai denga yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarakan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
2. Evaluasi
Merupakan penilaian dari hasil intervensi yang kemudian
diimplementasikan kepada pasien dengan pedoman kriteria hasil yang
ingin dicapai.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
Peningkatan kesehatan ibu hamil harus mendapat dukungan dari
semua pihak. Agar kejadian BBLR bisa menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D.I, Septira, S. 2016. Nutrisi bagi bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) untuk mengoptimalkan tumbuh kembang. Vol 5, No: 3.
Majority.
Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Depkes RI
Kristiana, N. Juliansyah, E. 2017. Usia, pendidikan, pekerjaan dan
pengetahuan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR). Vol 3,
No: 2. Jurnal ilmiah ilmu kesehatan.
Mansjoer, Arif, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1.
Jakarta : EGC.
PPNI 2016 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta

PPNI 2017 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta

PPNI 2018 Standar Luaran Kperawatan Indonesia.Jakarta

Tambayong, (2000) . Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai