Laporan Kasus Praktik Profesi Dadrs
Laporan Kasus Praktik Profesi Dadrs
Tugas Ini Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan
Anak
Disusun Oleh :
Setiyaningsih
190510074
BAB I
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada
masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
pada anak di berbagai Negara (Widoyon, 2011). Diare dapat menyerang semua
kelompok usia terutama pada anak. Anak lebih rentan mengalami diare, karena
system pertahanan tubuh anak belum sempurna (Soedjas, 2011).
World Health Organization (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare
merupakan 10 penyakit penyebab kematian. Tahun 2012 terjadi 1,5 juta
kematian akibat diare. Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar 5 juta bayi
meninggal pada tahun pertama kematian. Kematian tersebut disebabkan karena
pneumonia (18%), komplikasi kelahiran praternum (14%) dan diare (12%).
Hasil RISKESDAS (2013), menyatakan bahwa insiden diare pada anak di
Indonesia adalah 6,7%. Lima propinsi dengan insiden diare tertinggi adalah
Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%),
dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok
umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%), Perempuan (4,9%).
Angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit diare pada balita adalah
kelompok umur 6-11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17
bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar12,37%, sedangkan
proporsi terkecil pada kelompok umur 54-59 bulan yaitu 2,06% (Kemenkes,
2011). Dinas kesehatan Kota Kendari (2014), menyatakan pada tahun 2014
jumlah kasus diare yang datang ke sarana kesehatan sebanyak 12,2% kasus.
Jumlah kasus tahun 2014 sedikit menurun dibandingkan kasus tahun 2013
sebesar 25,9%. Penyakit Diare sampai saat ini masih termasuk dalam urutan 10
penyakit terbanyak di kota kendari. Merupakan kecamatan dengan angka
kejadian diare tertinggi di kecamatan Puuwatu adalah 4,8%.
Penelitian Marlia (2015), menyatakan bahwa terdapat 99 anak yang
mengalami diare di PUSKESMAS PUUWATU pada bulan Februari 2013 laki-
laki (5,6%), perempuan (43%), berada pada kelompok umur 12- 36 bulan.
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan
potensial KLB yang sering mengakibatkan kematian, tidak terkecuali di
Sulawesi tenggara. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 period prevalence
diare di Sulawesi Tenggara sebesar 7,3% dengan insiden diare pada balita
2
sekitar 5%. Jumlah kasus diare yang ditangani pada tahun 2016 sebanyak
35.864 kasus atau sebanyak 46,77% dari perkiraan kasus, menurun
dibandingkan dengan tahun 2015 sebanyak 41.071 kasus(77,74% dari
perkiraan kasus).
Diare pada bayi dan balita ini dapat disebabkan oleh beberapa factor
diantaranya: yaitu infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologis anak. Infeksi
enternal merupakan infeksi dari luar pencernaan, yang menjadi utama
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enternal disebabkan karena bakteri,
virus dan parasite. Sedangkan infeksi perenteral merupakan infeksi dari luar
pencernaan seperti otitis media akut (OMA), bronkopneumonia, ensefalitas,.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun
(Ngastiyah, 2014).
Wong (2008), mengatakan pengkajian keperawatan terhadap diare dimulai
dengan mengamati keadaan umum dan perilaku anak. Pengkajian selanjutnya
yang dilakukan pada pasien diare dengan gangguan keseimbangan cairan yaitu
pengkajian dehidrasi seperti berkurangnya keluaran urine, turgor kulit yang
jelek, ubun yang cekung. Nursalam (2008), mengatakan dampak yang dapat
ditimbulkan jika mengalami gangguan keseimbangan cairan yaitu terjadi hal-
hal seperti dehidrasi pada bayi dan balita, hipoglikemia, mengalami gangguan
gizi, gangguan sirkulasi, hingga terjadi komplikasi pada anak.
Dampak masalah fisik yang akan terjadi bila diare tidak diobati akan
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak. Pada balita akan
menyebabkan anorexia (kurang nafsu makan) sehingga mengurangi asupan
gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap usus terhadap sari makanan.
Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan pada anak yang mengalami
diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Jika hal ini berlangsung terus
menerus akan menghambat proses tumbuh kembang anak. Sedangkan dampak
psikologis terhadap anak-anak antara lain anak akan menjadi rewel, cengeng,
sangat tergantung pada orang terdekatnya (Widoyono, 2011).
Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien yang menderita
diare adalah kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan nutrisi. Peran
perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan pada anak yang dirawat
dengan diare, diantaranya memantau asupan dan pengeluaran cairan. Anak
yang mendapatkan terapi cairan melalui intravena perlu pengawasan untuk
3
asupan cairan, kecepatan tetesan harus diatur untuk memberikan cairan volume
yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian infus harus
dijaga (Wong, 2008). Tindakan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya
yaitu menimbang berat badan anak secara akurat, mamantau input dan output
yang tepat dengan meneruskan pemberian nutrisi per oral dan melakukan
pengambilan specimen untuk pemeriksaan laboratorium.
Selain dari tindakan keperawatan, orang tua dan keluarga juga ikut
memberikan perawatan seperti memberikan perhatian, semangat dan
mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit (Nursalam, 2008). Selain dari
perawatan anak dirumah sakit, pengetahuan orang tua tentang terjadinya diare
sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu belum mengetahui
tentang perilaku sehat untuk menjaga kesehatan keluarga seperti selalu
menjaga kebersihan diri dan makanan, menjaga kebersihan lingkungan rumah,
memriksakan kondisi kesehatan ketika terdapat gejala suatu penyakit ke
puskesmas, menjaga pola istrahat serta menyempatkan untuk berekreasi guna
menghilangkan stres yang dapat memicu penyakit (Subakti, 2015).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan “Asuhan Keperawatan Anak Pada Anak “R”
dengan DADRS (Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang) diruang kemuning
atas”.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum tersebut didapatkan tujuan khusus dari
penelitian kasus ini adalah :
a. Teridentifikasinya pengkajian pada anak dengan kasus diare di ruang
kemuning atas
b. Teridentifikasinya diagnosis keperawatan pada Anak dengan kasus
diare di ruang kemuning atas
c. Teridentifikasinya rencana keperawatan pada anak dengan kasus diare
di ruang kemuning atas
d. Teridentifikasinya tindakan keperawatan pada anak dengan kasus diare
di ruang kemuning atas
e. Teridentifikasinya evaluasi keperawatan pada Anak dengan kasus diare
di ruang kemuning atas
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Diare
A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja
berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat.
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x
sehari.
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan
dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali
atau lebih dalam sehari) (Depkes RI Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare
terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis
(Mansjoer,A.1999,501).
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare
adalah buang air besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair
disertai lendir atau darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.
Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :
5
Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan
dehidrasi sedang, diare dengan dehidrasi ringan
Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare
persiten dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.
B. Etiologi
1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus
(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada
anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak,
sayuran dimasak kurang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
6. Obat-obatan : antibiotic.
7. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis, obstruksi
usus
C. Manifestasi Klinis
6
10. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
11. Keram abdominal
12. Mual dan muntah
13. Lemah
14. Pucat
15. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
16. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen
usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen
usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen
usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya
mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang
biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1) Kehilangan air (dehidrasi)
7
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
8
9
PATOFISIOLOGI
Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus
D IAR E
↓
Resiko hipovolemi syok
Resiko syok hipovolemik
(Nurarif, Kusuma, 2013)
10
E. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi, seperti:
1. Dehidrasi
Dehidrasi Ringan
Penatalaksanaan :
Bayi baru lahir (berat badan 2-3 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam dengan pemberian
cairan 4:1 ( 4 glukosa5%+1 NaHCOз 1½%) dengan cara
pemberian: 4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya
150 ml/kg bb/20 jam.
Bayi berat badan lahir rendah (berat badan < 2 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam, pemberian cairan
adalah 4 glukosa 10% + 1 NaHCOз 1½%, dengan pemberian
4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya 150 ml/kg
bb/20 jam .
Umur 2-5 tahun (berat badan 3-10kg)
11
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 40 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 12 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
Umur 2-5 tahun (berat badan 10-15 kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 30 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
Umur 5-10 tahun (berat badan 15-25kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 20 ml/kg bb/jam
kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan
16 jam kemudian 105 ml/kg bb ( FKUI,1985 ).
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein
F. Pemeriksaan Diagnostik
Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
Kultur tinja
Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa.
Pemeriksaan tinja : pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah.
G. Penatalaksanaan
Medis
1) Pemberian cairan.
b. Cairan parenteral.
12
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung
dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
Jadwal pemberian cairan
b) Dehidrasi ringan
c) Dehidrasi sedang
d) Dehidrasi berat
13
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras, dll)
14
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
15
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic,
mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui
dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri,
jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag
terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
16
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat,
PCO2 meningkat, HCO3 menurun )
Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
17
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : <
40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan
segera untuk memperbaiki defisit
2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
18
R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan
berat badan serta pemendekan durasi penyakit
5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam
atau sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolaritas yang tinggi
9) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap
aturan terapeutik
19
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out
put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan
R/ Untuk mengkaji toleransi pemberian makan
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terpautik
20
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
21
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa
aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
22
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
LAPORAN KASUS
PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
23
Nomor RM : 00XXXXXX
Dx. Medis : DADRS
I. DATA BIOGRAFI
a. Identitas Data
Usia : 12 Tahun
Agama : Islam
24
a. Penyakit waktu kecil: Ibu klien mengatakan anaknya hanya sakit biasa
seperti demam.
b. Pernah dirawat di rumah sakit : Ibu klien mengatakan tidak pernah
dirawat dirumah sakit
c. Imunisasi lengkap : Lengkap.
V. KEBUTUHAN DASAR
1. Oksigenasi
Inspeksi : - Tidak ada kesulitan bernapas
- Batuk non produktif
- Ada cuping hidung
- Tidak ada sianosis
25
- Konsistensi : lembek/cair
- Warna : coklat
- Tidak ada kesulitan BAB
26
Turgor kulit tidak elastis, tidak ada lesi,
8. TERAPI MEDIS
a. Obat-obatan : Zinc 1x20 mg, Lacto B 2x1, Ordiit 350 cc setiap diare, Pct
3x400 mg, Cefotaxime 3x800 mg, Kaen 3B
9. HASIL LABORATORIUM DARAH TANGGAL 25 NOVEMBER 2019
27
3) Klien mengatakan mual ↓
4) Ibu klien mengatakan
Mual dan muntah
demam sudah lebih dari 4
hari
DO :
1) Klien terlihat lemas
2) Klien terlihat pucat
3) Turgor kulit tampak tidak
elastis
2. DS : Frekuensi BAB meningkat Intoleransi
1) Klien mengatakan badannya
↓ Aktivitas
terasa lemas
Kehilangan cairan dan elektrolit
DO :
↓
1) Klien tampak dibantu saat
Mual dan muntah
beraktifitas
↓
Nafsu makan ↓
↓
Kelemahan fisik
28
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam terhadap gastrointestinal
2) Ajarkan pasien untuk
berhubungan menunjukkan perbaikan
menggunakan obat anti diare
dengan mual, perfusi jaringan dengan
3) Evaluasi intake makanan yang
muntah kriteria hasil:
masuk
DS : 1) Klien tidak
4) Identifikasi faktor penyebab dari
1) Klien
mengeluh pusing
diare
mengatakan
lagi 5) Monitor tanda dan gejala diare
pusing 2) Klien tidak terlihat 6) Observasi turgor kulit secara rutin
2) Klien 7) Ukur diare/keluaran BAB
lemas
mengatakan 3) Turgor kulit elastis
badannya lemas
3) Klien Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter dalam
mengatakan
pemberian terapi obat
mual
4) Ibu klien
mengatakan
demam sudah 4
hari
DO :
1) Klien terlihat
lemas
2) Klien terlihat
pucat
3) Turgor kulit
tidak elastis
Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan Mandiri
1. Kaji kemampuan klien untuk
berhubungan tindakan keperawatan
melakukan aktivitas
dengan kelemahan selama 3x24 jam
2. Kaji kehilangan / gangguan
fisik menunjukkan
keseimbangan gaya jalan,
1) Klien
peningkatan toleransi
kelemahan otot
mengatakan
aktivitas dengan kriteria
29
badan terasa hasil:
1) Klien mampu
lemas
malakukan ADL
DO : dengan mandiri
3. Monitor TTV
1. Klien ampak 2) Tidak mengeluh
4. Ubah posisi klien dengan perlahan
aktifitas dibantu lemas lagi
dan pantau terhadap pusing
oleh ibunya 5. Beri bantuan dalam ambulasi
6. Mengajukan klien untuk
menghentikan aktivitas bila
polipitas nyeri dada, nafas peridek
kelemahan atau pusing terjadi
V. Implementasi
No
Tgl/Jam Implementasi Paraf
Dx
1. Tiya
30
VI. Evaluasi
Jam Evaluasi Paraf
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
31