Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS HIPERSENSITIVITAS DENTIN

Disusun Oleh:

Mokhamad Reza Aftahi (2018-16-067)

Muhamad Raiza (2018-16-068)

Pembimbing :

Umi Ghoni, drg., Sp. Perio

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah yang sering dikeluhkan oleh

pasien kepada praktisi kesehatan gigi.1 Hipersensitivitas dentin dapat digambarkan sebagai

rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam yang terjadi secara tiba-tiba akibat adanya

rangsangan terhadap dentin. Rangsangan atau stimulus yang dapat memicu terjadinya

hipersensitivitas dentin dapat berupa taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan

panas atau dingin.1

Rasa nyeri yang berlangsung singkat dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap

dentin yang terbuka disebabkan oleh atrisi, abrasi, fraktur mahkota, resesi gingiva dan

trauma ortodontik.2 Dilaporkan bahwa 8% hingga 30% dari populasi dewasa mengalami

hipersensitivitas dentin dan prevalensi tertinggi dilaporkan pada populasi dengan penyakit

periodontal. Gigi dengan resesi gingiva lebih sering mengalami hipersensitivitas dentin.3

Keluhan ngilu atau nyeri dirasakan tidak hanya terjadi ketika gigi berkontak dengan

minuman atau makanan yang dingin, tetapi dapat juga oleh udara atau angin pada saat

membuka mulut. Ciri khas dentin hipersensitif adalah rasa sakit yang diderita bersifat akut,

tajam namun singkat pada dentin yang tidak terlindung email. Reaksi tersebut merupakan

respons pulpa terhadap rangsang termal, taktil, osmotik atau kimia tanpa keterlibatan

bakteri.4

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ochardson dan Collins,

hipersensitivitas dentin dapat dijumpai pada semua jenis gigi tapi paling sering adalah pada

gigi kaninus (25%) dan premolar pertama (24%) terutama pada permukaan bukal (93%). 5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Dentin hipersensitif adalah rasa nyeri yang berlangsung singkat dan tajam akibat

adanya rangsang terhadap dentin yang terbuka yang dapat disebabkan oleh atrisi, abrasi,

fraktur mahkota, resesi gingiva, dan trauma ortodontik. Manifestasinya bisa secara fisik

dan secara psikologis tidak nyaman bagi pasien dan dapat didefinisikan sebagai nyeri akut

tajam, durasi pendek yang disebabkan oleh terbukanya tubulus dentin pada permukaan

dentin. Dentin hipersensitif seringkali terjadi pada gigi permanen, terutama kaninus dan

premolar karena hilangnya lapisan email dan atau sementum.1

2. Mekanisme Hipersensitivitas Dentin

Tiga mekanisme utama sensitivitas dentin telah diajukan dalam literatur:

a. Teori persarafan langsung

b. Reseptor Odontoblas

c. Gerakan cairan / teori hidrodinamik

Teori persarafan langsung

Ujung saraf menembus dentin dan meluas ke persimpangan dentino-enamel. Stimulasi

mekanik langsung dari saraf ini akan memulai potensial aksi. Ada banyak kekurangan dari

teori ini. Kurangnya bukti bahwa dentin luar, yang biasanya merupakan bagian paling

sensitif, diinervasi.3,6

3
Studi perkembangan menunjukkan bahwa pleksus Rashkow dan saraf intratubular

tidak membentuk diri sampai gigi tersebut pecah. Namun, gigi yang baru erupsi itu sensitif.

Selain itu, penginduksi rasa sakit seperti bradikinin gagal menginduksi rasa sakit saat

diterapkan pada dentin, dan mengaplikasikan dentin dengan larutan anestesi lokal tidak

mencegah rasa sakit, yang terjadi ketika dioleskan ke kulit.2,6

Teori reseptor odontoblas

Rapp dkk menyatakan bahwa odontoblas bertindak sebagai reseptor oleh mereka

sendiri dan menyampaikan sinyal ke terminal saraf. Tetapi mayoritas penelitian telah

menunjukkan bahwa odontoblas adalah sel-sel pembentuk matriks dan karenanya mereka

tidak dianggap sebagai sel-sel yang berekspansi, perubahan yang tidak langsung dalam

potensi membran odontoblas melalui sambungan sinaptik dengan saraf. Hal ini dapat

mengakibatkan rasa sakit dari ujung-ujung saraf yang terletak di batas pulpodentinal.

Namun bukti dari teori transduser dengan odontoblas mekanisme ini kurang dan tidak

meyakinkan.7

Teori hidrodinamik

Sakit yang disebabkan oleh pergerakan cairan di dalam tubulus dentin (gaya fluida),

dapat dijelaskan dan dapat diterima secara luas, diusulkan oleh Brannstrom dan Astron

pada tahun 1964. Menurut teori ini, lesi melibatkan enamel dan hilangnya sementum di

daerah servikal dan akibatnya tubulus dentin terbuka di rongga mulut, di bawah rangsangan

tertentu, memungkinkan pergerakan cairan di dalam tubulus dentin secara tidak langsung

merangsang ekstremitas dari saraf pulpa menyebabkan sensasi rasa sakit. Teori ini juga

4
menyimpulkan bahwa hipersensitif dentin dimulai dari dentin yang terpapar mengalami

rangsangan, lalu cairan tubulus bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang

kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa

sakit.2,6

Scanning electron microscopic (SEM) analisis dentin "hipersensitif" menunjukkan

adanya tubulus dentin secara luas terbuka. Kehadiran tubulus lebar di dentin hipersensitif

konsisten dengan teori hidrodinamik. Telah dicatat bahwa rangsangan yang cenderung

memindahkan cairan menjauh dari kompleks pulpa-dentin menghasilkan lebih banyak rasa

sakit. Rangsangan ini termasuk pendinginan, pengeringan, penguapan dan aplikasi zat

kimia hipertonik. Oleh karena itu, semakin besar jumlah dan diameter tubulus dentin yang

terbuka maka semakin intens rasa sakit yang timbul dari hipersensitif dentin. Pemicunya

yaitu rangsangan dingin akan menstimulasi cairan mengalir menjauhi pulpa menciptakan

respons saraf lebih cepat dan ketat dari rangsangan panas, yang menyebabkan aliran cairan

agak lamban ke arah pulpa. Ini selaras dengan pengamatan bahwa pasien hipersensitif

dentin lebih sering mengeluh sakit terhadap rangsangan dingin daripada panas.3

3. Etiologi

Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat

adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka. Hipersensitif dentin

dimulai dari dentin yang terpapar mengalami rangsangan, lalu cairan tubulus bergerak

menuju reseptor saraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman

rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit. Rangsangan terhadap tubulus

dentin yang terbuka dapat berupa taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan

5
panasatau dingin. Namun, dingin merupakan rangsangan yang paling sering menyebabkan

hipersensitif dentin. Pergerakan cairan tubulus dentin dipengaruhi oleh konfigurasi

tubulus, diameter tubulus dan jumlah tubulus yang terbuka.7

Kelainan yang memungkinkan terjadinya hipersensitif dentin dibatasi dengan yang ada

kaitan dengan kelainan periodonsium, yaitu:

4. Resesi Gingiva

Resesi gingiva sering menjadi masalah karena penderita mengeluhkan adanya

gangguan estetik yang digambarkan oleh penderita sebagai bertambah panjangnya gigi.

Kasus resesi gingiva terutama didapatkan pada penderita wanita, meskipun tidak menutup

kemungkinan pasien pria juga akan menderitanya. Secara klinis, resesi gingiva tampak

sebagai terbukanya permukaan akar gigi karena posisi gingiva yang semakin ke apikal.

Secara definisi dapat dikatakan semakin menurunnya tepi gingiva ke posisi apical, ke arah

cementoenamal junction (CEJ). Resesi gingiva meningkat insidennya antara usia penderita

dan keparahan yang terjadi. Demikian pula dengan standar kebersihan rongga mulut

penderita yang tinggi dan rendah dapat juga mengalami resesi gingiva. 12

Resesi gingiva dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis, secara fisiologis

biasanya terjadi akibat bertambahnya umur penderita. Sedangkan secara patologis, antara

lain karena kesalahan cara menyikat gigi, malposisi gigi, keradangan gingiva, perlekatan

frenulum yang terlalu tinggi, pergerakan alat ortodontik ke labial, restorasi yang tidak

adekuat, dan trauma oklusi.12

6
 Klasifikasi Resesi Gingiva

Klasifikasi untuk resesi gingiva yang digunakan secara luas sampai saat ini adalah

klasifikasi menurut Miller (1985)8, yaitu:

 Kelas 1: resesi tidak meluas ke mucogingival junction dan tidak ada kehilangan

tulang di daerah interdental.

 Kelas 2: resesi meluas ke mucogingival junction tanpa adanya kehilangan tulang di

daerah interdental.

 Kelas 3: resesi meluas ke mucogingival junction dengan kehilangan jaringan lunak

di interdental atau terdapat malposisi gigi.

 Kelas 4: resesi meluas ke mucogingival junction, dengan kehilangan tulang dan

jaringan lunak di daerah interdental yang parah, dan/atau terdapat malposisi yang

parah.

KELAS 1

KELAS 2

KELAS 3 KELAS 4

Gambar 1. Klasifikasi resesi gingiva menurut Miller (1985).9

7
5. Penyakit periodontal

Tereksposnya permukaan akar gigi juga dapat disebabkan oleh prosedur perawatan

periodontal, seperti scaling root planning, yang menyebabkan hilangnya perlekatan

jaringan periodontal dan terkikisnya sementum. Oleh karena itu, dokter gigi harus hati-hati

dalam melakukan prosedur perawatan periodontal. Pasien umumnya kembali pada

kunjungan kedua atau ketiga selama perawatan tidak dengan pembedahan dan melaporkan

sensitivitas terhadap dingin atau menyikat gigi pada daerah perawatan.2,6

Terapi hipersensitif dentin merupakan tantangan bagi pasien dan dokter gigi. Disamping

sulitnya mengukur dan membandingkan rasa sakit pasien yang berbeda-beda, mengubah

kebiasaan pasien yang menyebabkan masalah hipersensitif dentin juga merupakan hal yang

sulit. Selain itu, beberapa dokter gigi merasa kurang yakin dalam merawat hipersensitif

dentin. Hal ini dikarenakan mereka kurang mengerti tentang biologis, etiologi, diagnosa

dan pengelolaan hipersensitif dentin. Banyak terapi dan bahan yang digunakan untuk

merawat hipersensitif dentin, tetapi kemanjuran sebagian besar dari bahan-bahan tersebut

bermacam-macam dan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, dokter

gigi harus mampu menentukan terapi yang memuaskan dan efektif dalam merawat pasien

hipersensitif dentin di praktek. Hipersensitif dentin dapat dirawat tanpa terapi, tetapi dapat

juga membutuhkan beberapa minggu terapi dengan bahan desensitisasi. Ada dua prinsip

terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan tubulus dentin dan mengurangi

rangsangan terhadap syaraf.

Berdasarkan berat ringan dilakukannya, terapi hipersensitif dentin dapat bersifat invasif

dan non invasif. Terapi hipersensitif dentinyang bersifat invasif antara lain bedah

8
mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi yang bersifat non invasif

antara lain pasta desensitisasi dan bahan topikal.10

F. Indikasi dan Kontraindikasi Hipersensitivitas Dentin

a. Indikasi

1. Gigi dengan resesi kelas 1 dan 2 miller

2. Gigi tanpa abrasi, abfraksi, atrisi

3. Gigi tanpa karies

4. Gigi tanpa kerusakan tulang

b. Kontraindikasi

1. Gigi dengan resesi miller kelas 3 dan 4

2. Gigi dengan adanya abrasi, abfraksi, atrisi

3. Gigi dengan karies

4. Gigi dengan adanya kerusakan tulang11

G. Terapi

Terapi hipersensitif dentin merupakan tantangan bagi pasien dan dokter gigi.

Disamping sulitnya mengukur dan membandingkan rasa sakit pasien yang

berbeda-beda, mengubah kebiasaan pasien yang menyebabkan masalah

hipersensitif dentin juga merupakan hal yang sulit. Selain itu, beberapa dokter gigi

merasa kurang yakin dalam merawat hipersensitif dentin. Hal ini dikarenakan

mereka kurang mengertitentang biologis, etiologi, diagnosa dan pengelolaan

9
hipersensitif dentin. Banyak terapi dan bahan yang digunakan untuk merawat

hipersensitif dentin, tetapi kemanjuran sebagian besar dari bahan-bahan tersebut

bermacam-macam dan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena

itu, dokter gigi harus mampu menentukan terapi yang memuaskan dan efektif

dalam merawat pasien hipersensitif dentin di praktek. Hipersensitif dentin dapat

dirawat tanpa terapi, tetapi dapat juga membutuhkan beberapa minggu terapi

dengan bahan desensitisasi. Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni

mencegah aliran cairan tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap

syaraf.10

Berdasarkan berat ringan dilakukannya, terapi hipersensitif dentin dapat

bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif

antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan

terapi yang bersifat non invasif antara lain pasta desensitisasi dan bahan topikal.

Terapi hipersensitif dentin dapat dilakukan oleh pasien sendiri di rumah ataupun

oleh dokter gigi di praktek. Terapi di rumah lebih sederhana dan murah.

Sedangkan terapi di praktek lebih lengkap dan mahal.10

a. Terapi Yang Bersifat Non Invasif

Terapi hipersensitif dentin yang bersifat non invasif seperti pasta

desensitisasi dan agen topikal merupakan terapi yang ringan dan mudah

dilakukan oleh pasien ataupun dokter gigi. Terapi non invasif lebih sederhana

dan murah dibandingkan dengan terapi invasif. Pasta gigi merupakan terapi

hipersensitif dentin yang paling sering dan mudah dilakukan. Beberapa pasta

gigi mengandung bahan yang dapat menutup tubulus dentin seperti strontium

10
salt dan fluoride. Selain itu ada juga pasta gigi yang mengandung bahan yang

dapat mematikan elemen vital di dalam tubulus dentin seperti formaldehid.

Saat ini, sebagian besar pasta desensitisasi mengandung bahan yang

mengurangi hipersensitif dentin seperti potassium salt (potassium nitrate,

potassium chloride atau potassium citrate). Pasta gigi yang

mengandung potassium nitrate telah digunakan sejak tahun 1980. Setelah itu,

pasta gigi yang mengandung potassium chloride atau potassium citrate

diproduksi. Ion potassium menyebar sepanjang tubulus dentin dan

mengurangi rangsangan terhadap syaraf-syaraf interdental dengan mengubah

potensial membrane syaraf-syaraf tersebut.10

Sejak tahun 2000, penelitian mengenai pasta gigi yang

mengandung potassium telah banyak dilakukan. Para peneliti tersebut

menemukan bahwa pasta gigi yang mengandung bahan 5% potassium nitrate

atau 3,75% potassium chloride secarasignifikan dapat mengurangi

hipersensitif dentin. Pasta gigi yang mengandung 5% potassium nitrate dan

0,454% stannous fluoride secara signifikan juga mengurangi hipersensitif

dentin. Salah satu pasta gigi yang mengandung potassium nitrate yang sering

dipakai untuk mengurangi hipersensitif dentin. Disamping itu, ada juga pasta

gigi yang mengandung gabungan antara bahan desensitisasi, sepertifluoride

(sodium monofluorophosphate, sodium fluoride, stannous fluoride) dan

bahanabrasif, seperti bahan anti plak seperti triclosan atau zinc citrate.10

Dalam pemakaian pasta gigi, dokter gigi harus memberi pengetahuan

kepada pasien bagaimana menggunakan pasta gigi dan teknik penyikatan gigi

11
yang benar. Banyak pasien yang berkumur-kumur secara berlebihan setelah

menyikat gigi. Padahal, kumur-kumur berlebihan setelah menyikat gigi dapat

melarutkan dan menghilangkan bahan aktif pasta gigi tersebut dari rongga

mulut sehingga mengurangi efek pasta gigidalam mencegah terjadinya

karies.10

Disamping pasta gigi, obat kumur dan permen karet juga merupakan

bahan desensitisasi. Penelitian Gillam DG dkk dan Pereira R dkk menemukan

bahwa obat kumur yang mengandung potassium nitrate dan sodium fluoride,

potassium citrate atau sodium fluoride dapat mengurangi hipersensitif dentin.

Penelitian Krahwinkel T dkk menyimpulkan bahwa permen karet yang

mengandung potassium chloride secara signifikan dapat mengurangi

hipersensitif dentin. 10

Pasta gigi, obat kumur dan permen karet merupakan bahan desensitisasi

yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri di rumah. Namun, bahan

desensitisasi topical seperti fluoride, potassium nitrate, oxalate, dan calcium

phosphates sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi di praktek. Hal ini bertujuan

untuk mendapatkan efek perawatan yang lebih maksimal. Bahan topical

fluoride seperti sodium fluoride dan stannous fluoride dapat mengurangi

hipersensitif dentin dengan cara mengurangi permeabilitas dentin. Hal ini

dimungkinkan oleh adanya pengendapan calcium fluoride yang tidak terlarut

di dalam tubulus. Potassium nitrate yang biasanya terdapat padapasta gigi,

juga dapat digunakan secara topikal. Potassium nitrate tidak mengurangi

permeabilitas dentin, namun ion potassium mengurangi rangsangan terhadap

12
syaraf. Oxalate juga merupakan bahan desensitisasi topikal. Pada tahun 1981,

Greenhill dan Pashley melaporkan bahwa 30% potassium oxalate dapat

mengurangi permeabilitasdentin sekitar 98 %. Sejak saat itu, sejumlah bahan

desensitisasi yang mengandung oxalate diproduksi. Selain mengurangi

permeabilitas dentin, bahan yang mengandung oxalate juga dapat menutup

tubulus dentin. Calcium phosphates juga efektif dalam mengurangi

hipersensitif dentin dengan cara menutup tubulus dentin dan mengurangi

permeabilitas dentin10

b. Terapi Yang Bersifat Invasif

Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif seperti bedah

mukogingiva, pulpektomi, resin dan adesif serta laser merupakan terapi yang

membutuhkan keahlian khusus dan hanya dilakukan oleh dokter gigi. Terapi

invasif lebih kompleks dan lebih mahal dibandingkan dengan terapi non

invasif. 10

Bahan resin dan adesif seperti fluoride varnish, oxalic acid dan resin,

sealant dan primer, etching dan adhesive dapat juga digunakan sebagai terapi

hipersensitif dentin. Bahan resin dan adesif lebih adekuat sebagai terapi

hipersensitif dentin dibandingkan dengan yang topikal. Hal ini dikarenakan

bahan desensitisasi topikal tidak berikatan dengan struktur gigi dan efeknya

hanya sementara. Pada tahun 1970, Brännström dkk menyarankan

penggunaan resin untuk mengurangi hipersensitif dentin. Saat ini, terapi

hipersensitif dentin yang paling sering digunakan melibatkan bahan adesif

diantaranya varnish, bahan bonding dan bahan restorasi.11

13
Terapi invasif lainnya adalah iontophoresis yang merupakan terapi

dengan menggunakan daya listrik untuk meningkatkan difusi ion-ion ke

dentin. Dental iontophoresis biasanya digunakan bersamaan dengan

penggunaan pasta fluoride. 10

Terapi dengan menggunakan laser juga dapat merawat hipersensitif

dentin, tergantung pada jenis laser dan parameter perawatan. Penelitian Lier

BB dkk melaporkan bahwa laser neodymium: Yttrium-Aluminum-Garnet

(YAG), laser erbium: YAG dan laser galium-aluminium- arsenide tingkat

rendah juga dapat mengurangi hipersensitif dentin. Namun, terapi dengan

menggunakan laser membutuhkan biaya lebih mahal dan perawatan yang

kompleks.10

Jika faktor etiologi hipersensitif dentin merupakan resesi gingiva, maka

terapiyang dipilih adalah bedah mukogingiva, seperti lateral sliding flaps,

coronally positioned flaps dan connective tissue grafts, yang menghasilkan

penutupan akar yang tersingkap sekitar 65 % hingga 98 %. Generasi jaringan

terarah (Guided tissue regeneration) juga mulai dikenal sebagai terapi resesi

gingiva dengan menggunakan membran yang bioabsorbable atau

nonabsorbable dan mampu menutup akar yang tersingkap sekitar 48 %

hingga 92 %. 10

Pulpektomi juga dapat dilakukan untuk merawat hipersensitif dentin.

Namun, terapi ini dipilih sebagai jalan terakhir. Pulpektomi merupakan

perawatan saluran akar yang terpapar dengan cara membuang pulpa dan

jaringan periradikular. Biasanya kamar pulpa dibuka untuk mendapatkan

14
akses ke saluran akar. Setelah pulpa dan jaringan yang terinfeksi lainnya

dibuang, proses debridemen dan preparasi saluran akar dilakukan. Lalu

proses pengisian saluran akar dilakukan dengan bahan yang diterima secara

biologis dan tidak diserap (nonresorbable).10

15
BAB III

LAPORAN KASUS

Nama O.S. : T.S. Nama Mahasiswa:

Tanggal Lahir : 18 September 1990 Muhamad Raiza (2018-16-068)

Jenis kelamin : Perempuan Mokhamad Reza A (2018-16-067)

Pekerjaan : Karyawan Swasta Nama Pembimbing:

Alamat : Pondok Betung drg. Umi Ghoni, Sp. Perio

I. Anamnesa:

Pasien perempuan berusia 28 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dengan keluhan gigi depan bawah terasa ngilu

yang singkat dan tajam saat makan atau minum dingin sejak ± 3 bulan yang lalu. Pasien

sudah dilakukan perawatan pembersihan karang gigi pada 12 Maret 2019. Namun pasien

merasa giginya masih terasa ngilu ketika makan atau minum panas dan dingin. Pasien

menyikat gigi 2x sehari saat pagi sebelum makan dan malam sebelum tidur. Pasien tidak

memiliki riwayat penyakit sistemik. Pasien datang dalam keadaan tidak sakit dan ingin

dirawat.

16
II. Status Umum :

- Kesadaran umum : composmentis,

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Denyut nadi : 80x/menit

- Pernafasan : 15x/menit

- Suhu : 37°𝐶.

- Riwayat Sistemik : Hipertensi (-)

Hipotensi (-) Hepatitis (-)

Penyakit jantung (-) Asma (-)

Diabetes Mellitus (-) Alergi (-)

III. Status Lokal :

1. Pemeriksaan ekstra oral:

Wajah : Simetris, tidak ada kelainan

Pipi : Tidak ada pembengkakan

Bibir : Kompeten, tidak ada kelainan

Limfonodi : Tidak teraba, tidak sakit

Mata : Tidak ada kelainan

Kelenjar Submandibularis : Tidak teraba, lunak, tidak sakit

Kelenjar Sublingualis : Tidak teraba, lunak, tidak sakit

17
FOTO INTRA ORAL

18
2. Pemeriksaan intra oral:

 Resesi gingiva : Gigi 43, 42, 41, 31, 32, 33 klas I Miller

 Palatum : Sedang

 Lain-lain : Karies oklusal gigi 17, 26, 27, 28, karies

distomesiopalatooklusal gigi 37, karies distobukaloklusal

gigi 47, gigi 13, 31, 41 mesiopalato versi, gigi 12

mesiolabio versi, gigi 23 mesiopalato versi, gigi 35, 45

mesiolabio torsi, gigi 42 distolinguo versi. Missing gigi 36

dan 46.

 Gingiva :

 RA KA : merah muda, edema(-) konsistensi kenyal, interdental papil

lancip, stipling (+), BOP (-)

 RA M : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil

lancip, stipling (+), BOP (-)

 RA KR : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil

lancip, stipling (+), BOP (-)

 RB KA : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil

lancip, stipling (+), BOP (-)

 RB M : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil

lancip, stipling (-), BOP (+)

 RB KR : merah= muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil

lancip, stipling (+), BOP (-)

19
3. Keadaan gigi geligi :

a. Keadaan gigi geligi

V G O Mp M Tk K T Kr Tm At/Ab

33 + - + - - + - - - - -/-

32 + - + - D + - - - - -/-

31 + - + MLV M + - - - - -/-

41 + - + MLV - + - - - - -/-

42 + - + DLV - + - - - - -/-

43 + - + - - + - - - - -/-

Keterangan :

V : Vital Pd : Poket Distal K : Karang Gigi


G : Goyang O : Oklusi T : Trauma Oklusi
Pb : Poket Bukal R : Resesi Kr : Karies
Pm : Poket Mesial Mp : Malposisi Tm : Tumpatan
Pp/Pl : Poket Palatal M : Migrasi At/Ab : Atrisi / Abrasi
Poket Lingual Tk : Titik Kontak MLV : Mesio Labio Versi
LV : Labio Versi
20
 Poket periodontal bagian labial

Gigi Mesial Median Distal Gigi Mesial Median Distal

31 1 1 1 41 1 1 1

32 2 1 2 42 2 0 2

33 0 2 2 43 2 0 2

 Poket periodontal bagian lingual

Gigi Mesial Median Distal Gigi Mesial Median Distal

31 1 1 1 41 1 1 1

32 1 1 2 42 2 1 2

33 2 0 2 43 1 1 1

 Resesi

Gigi Mesial Labial Lingual Distal Gigi Mesial Labial Lingual Distal

31 2 1 2 1 41 1 2 2 0

32 2 2 2 2 42 0 1 2 1

33 1 2 2 1 43 2 1 1 1

 Loss of Attachment

Gigi Mesial Labial Lingual Distal Gigi Mesial Labial Lingual Distal

31 3 2 3 2 41 2 3 3 1

32 4 3 3 4 42 3 1 3 3

33 1 4 2 3 43 4 1 4 2

21
GAMBARAN RADIOGRAFI

INTERPRETASI: Gigi 43, 42, 41, 31, 32, 33


Gigi 41, 42, 43 tidak terdapat kerusakan mahkota. Terdapat kerusakan tulang horizontal
sebanyak 2 mm pada mesial distal gigi 41, mesial gigi 42. Terdapat kerusakan tulang
sebanyak 1 mm pada distal gigi 42 dan mesial distal gigi 43. Terdapat pelebaran ligamen
periodontal. Lamina dura tidak terputus. Jumlah akar normal. Tidak ada lesi periapical.
Gigi 31, 32, 33 tidak terdapat kerusakan mahkota. Terdapat kerusakan tulang horizontal
sebanyak 2 mm pada mesial distal gigi 31, mesial gigi 32. Terdapat kerusakan tulang
sebanyak 1 mm pada distal gigi 32 dan mesial distal gigi 33. Terdapat pelebaran ligamen
periodontal. Lamina dura tidak terputus. Jumlah akar normal. Tidak ada lesi periapical

Diagnosis : Gigi 43, 42, 41, 31, 32, 33 periodontitis kronis lokalis
- Etiologi Primer : Bakteri Plak
- Etiologi Sekunder :
 Lokal :
- Kalkulus
- Resesi gingiva: Kelas I Miller pada gigi 43, 42, 41, 31, 32, 33
- Lain-lain: Karies oklusal gigi 17, 26, 27, 28, karies
distomesiopalatooklusal gigi 37, karies distobukaloklusal gigi 47, gigi
13, 31, 41 mesiopalato versi, gigi 12 mesiolabio versi, gigi 23
mesiopalato versi, gigi 35, 45 mesiolabio torsi, gigi 42 distolinguo versi.
Missing gigi 36 dan 46.
 Sistemik :-

22
IV. Etiologi :

 Etiologi Primer : Bakteri Plak

 Etiologi Sekunder :

 Resesi gingiva : Gigi 43, 42, 41, 31, 32, 33 klas I miller

 Kalkulus

 Lain-lain :

 Karies oklusal gigi 17, 26, 27, 28


 karies distomesiopalatooklusal gigi 37
 karies distobukaloklusal gigi 47
 gigi 13, 31, 41 mesiopalato versi
 gigi 12 mesiolabio versi
 gigi 23 mesiopalato versi
 gigi 35, 45 mesiolabio torsi
 gigi 42 distolinguo versi
 Missing gigi 36 dan 46.

Etiologi dari kasus pasien ini adalah kesalahan cara menyikat gigi dan diperberat

oleh karies oklusal gigi 17, 26, 27, 28, karies distomesiopalatooklusal gigi 37, karies

distobukaloklusal gigi 47, gigi 13, 31, 41 mesiopalato versi, gigi 12 mesiolabio versi, gigi

23 mesiopalato versi, gigi 35, 45 mesiolabio torsi, gigi 42 distolinguo versi. Missing gigi

36 dan 46. Penyikatan gigi yang dilakukan terlalu keras dan menggunakan bulu sikat yang

keras sehingga menimbulkan trauma pada gigi yang mengakibatkan menyebabkan adanya

penurunan margin gingiva kearah apikal atau resesi yang menimbulkan rasa ngilu pada

gigi pasien saat terdapat rangsangan panas dan dingin.

23
V. Prognosis:

 Good Prognosis: Dukungan tulang yang adequat, pasien yang kooperatif, tidak

ada faktor sistemik/ lingkungan, kemungkinan kontrol faktor etiologi dan

pemeliharaan gigi yang adequate.

VI. Rencana Perawatan

 Fase Non Bedah (Fase I)

 Scalling + OHI + Polishing + DHE

 Desensitisasi untuk resesi klas I: gigi 43, 42, 41, 31, 32, 33

 Restorasi Kelas I gigi 17, 26, 27, 28

 Restorasi kelas II gigi 37, 47

 Ortodontik

 Fase Bedah (Fase II) : -

 Fase Restoratif (Fase III) :

 GTSL gigi 36, 46

 Fase Maintenance (Fase IV)

 Kontrol Periodik, kontrol plak, kalkulus

 Kondisi gingival

 Pemberian OHIS

 Cek perubahan patologis lainnya

24
Bagan Rencana Terapi

Fase I (Initial)
Scalling + OHI + Polishing + DHE, desensitisasi untuk resesi klas I: gigi 43, 42,
41, 31, 32, 33, restorasi Kelas I gigi 17, 26, 27, 28, restorasi kelas II gigi 37, 47,
ortodontik

Fase IV (Maintenance)
Kontrol periodik, kontrol plak, kalkulus, gingiva, cek poket dan OHIS.

Fase III (Restoratif)


Fase II (Surgical) GTSL gigi 36, 46

VII. Rujukan:

- Bagian Radiologi: Foto periapikal

- Bagian Konservasi: Restorasi Kelas I gigi 17, 26, 27, 28, Restorasi kelas II gigi 37, 47

- Bagian Prostodonsia: GTSL gigi 36, 46

- Bagian Ortodonti

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Hipersensitivitas dentin adalah salah satu kondisi kronis yang paling menyakitkan

dan paling tidak dapat diprediksi dalam perawatan gigi.12 Rasa nyeri yang berlangsung

singkat dan tajam akibat adanya rangsangan terhadapan dentin yang terbuka disebabkan

oleh atrisi, abrasi, fraktur mahkota, resesi gingiva dan trauma ortodontik.2 Sensitivitas gigi

paling baik dijelaskan berdasarkan teori hidrodinamik yang dikemukakan oleh

Brannstrom, yang berteori bahwa pergerakan cairan dalam tubulus dentinal merangsang

reseptor saraf pulpa dan, dengan demikian, menyebabkan rasa sakit. Pemahaman tentang

teori yang paling banyak diterima ini memberikan dasar untuk mengembangkan strategi

untuk mengelola hipersensitivitas dentin.12

Resesi gingiva dapat menyebabkan hipersensitivitas dentin karena terbukanya

permukaan akar yang semula tertutup oleh gingiva. Permukaan akar yang terbuka juga

memudahkan terjadinya erosi maupun abrasi pada sementum maupun dentin akibat

lingkungan rongga mulut maupun akibat aktifitas menyikat gigi.13 Kondisi ini cenderung

menimbulkan rasa sakit (ngilu) jika terkena rangsangan terutama akibat perubahan suhu.

Selain itu, permukaan akar yang terbuka menyebabkan gigi rentan terhadap karies

servikal.3

Pasien perempuan berusia 28 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dengan keluhan gigi depan bawah terasa ngilu

yang singkat dan tajam saat minum dingin sejak ± 2 bulan yang lalu. Pasien sudah

dilakukan perawatan pembersihan karang gigi pada 12 Maret 2019. Namun pasien merasa

26
giginya masih terasa ngilu ketika minum panas dan dingin. Pasien menyikat gigi 2x sehari

saat pagi setelah makan dan malam sebelum tidur. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit

sistemik. Pasien datang dalam keadaan tidak sakit dan ingin dirawat.

Etiologi dari kasus pasien ini adalah kesalahan cara menyikat gigi dan diperberat

oleh karies oklusal gigi 17, 26, 27, 28, karies distomesiopalatooklusal gigi 37, karies

distobukaloklusal gigi 47, gigi 13, 31, 41 mesiopalato versi, gigi 12 mesiolabio versi, gigi

23 mesiopalato versi, gigi 35, 45 mesiolabio torsi, gigi 42 distolinguo versi, missing gigi

36 dan 46. Penyikatan gigi yang dilakukan terlalu keras dan menggunakan bulu sikat yang

keras sehingga menimbulkan trauma pada gigi yang mengakibatkan menyebabkan adanya

penurunan margin gingiva kearah apikal atau resesi yang menimbulkan rasa ngilu pada

gigi pasien saat terdapat rangsangan panas dan dingin.

Perawatan hipersensitif dentin fokus pada menutup tubulus dentin. Sementara

beberapa agen desensitisasi dapat bekerja dengan mekanisme blocking saraf. Sebuah

penelitian baru-baru ini melaporkan bahwa hipersensitif dentin dapat secara negatif

mempengaruhi kualitas kesehatan mulut yang terkait dengan kesehatan gigi. Salah satu

tujuan pengobatan hipersensitif dentin adalah pengurangan rasa sakit dengan menutup

tubulus dentin permeabel atau dengan desensitisasi saraf. Agen desensitisasi diterapkan

untuk mengurangi HD dapat diterapkan di gigi oleh seorang profesional atau oleh pasien

di rumah.11 Bahan untuk perawatan hipersensitif dentin ada beberapa macam seperti

Potassium Nitrat, Oxalate, Strontium Chloride, Calcium Phosphate, Fluor, Resin dan

Adesif, Iontophoresis, Laser, Bedah mukogingiva, Pulpektomi. Pasta gigi yang

mengandung gabungan antara bahan desensitisasi, seperti fluoride (sodium

monofluorophosphate, sodium fluoride, stannous fluoride). Bahan topical fluoride seperti

27
sodium fluoride dan stannous fluoride dapat mengurangi hipersensitif dentin dengan cara

mengurangi permeabilitas dentin. Hal ini dimungkinkan oleh adanya pengendapan calcium

fluoride yang tidak terlarut di dalam tubulus.9

Prosedur Desensitisasi Dentin:

a. Alat

1. Lap Putih

2. Set alat diagnostik: Nierbekken, 2 buah kaca mulut no 4, sonde halfmoon,

pinset, probe periodontal

3. Brush bur + mikromotor

4. Cotton roll, cotton pallete

5. Air spray (semprotan udara)

6. Glass plate

7. Microbrush

b. Bahan

1. Disclosing agent

2. Pumish/pasta profilaksis

3. Bahan topical desensitisasi (5% Sodium Fluoride White Varnish)

c. Prosedur Desensitisasi:

1. Kontrol plak: pastikan permukaan gigi bersih

2. Oral profilaksis: bersihkan gigi dengan brush dan pumice atau pasta

profilaksis, bilas air hingga bersih dan keringkan

28
3. Periksa permukaan gigi 31, 32, 33, 41, 42, 43 yang hipersensitifitas dengan

menggunakan sonde atau semprotan udara

4. Isolasi daerah kerja dengan cotton roll

5. Letakkan bahan topical desensitisasi (5% Sodium Fluoride White Varnish)

pada glass plate

6. Aplikasikan bahan desensitisasi dengan microbrush pada permukaan gigi 31,

32, 33, 41, 42, 43 dengan gerakan searah pada daerah yang hipersensitif

7. Biarkan 1 menit

8. Periksa keberhasilan aplikasi dengan sonde dan semprotan udara

9. Pasien diinstruksikan untuk tidak berkumur, tidak makan dan minum selama

1 jam

10. Instruksikan pasien cara sikat gigi yang benar

11. Kontrol setelah 1 minggu

29
BAB V

KESIMPULAN

Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah yang sering dikeluhkan oleh

pasien kepada praktisi kesehatan gigi. Hipersensitivitas dentin dapat digambarkan sebagai

rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam yang terjadi secara tiba-tiba akibat adanya

rangsangan terhadap dentin. Rangsangan atau stimulus yang dapat memicu terjadinya

hipersensitivitas dentin dapat berupa taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan

panas atau dingin.

Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat

adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka dimulai dari dentin yang

terpapar mengalami rangsangan, lalu cairan tubulus bergerak menuju reseptor saraf perifer

pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul

persepsi rasa sakit.

Terapi hipersensitif dentin dapat bersifat invasif dan non invasif. Terapi

hipersensitif dentin yang bersifat invasif antara lain bedah mukogingival, resin dan

pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi hipersensitif dentin yang bersifat non invasif

seperti pasta desensitisasi dan agen topikal merupakan terapi yang ringan dan mudah

dilakukan oleh pasien ataupun dokter gigi. Terapi di rumah lebih sederhana dan murah.

Sedangkan terapi di praktek lebih lengkap dan mahal.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Karunakar P, Solomon RV, Swetha B. Evaluating the Effect of Thre Different

Desensitizing Agents in Short Term Reduction of Dentin Hypersensitivity – An In

Vivo Study. JIDA 2011; 5(9):962-65.

2. Mulya B, Kusuma ARP, Susilo A. Perbedaan Kemampuan Pasta Gigi Desensitisasi

Komersial dengan Bahan Aktif Hidroksiapatit Dan Novamin dalam Penutupan

Tubulus Dentin dengan Scanning Electron Microscope. ODONTO Dental Journal.

2014; 3(1): 14-19.

3. Agung : Krismariono, Agung. Prinsip Dasar Perawatan Resesi Gingiva. Dentika

Dental Journal. 2014;18(96)1: 96-100.

4. Mattulada IK. Penanganan Dentin Hipersensitif. Makassar Dent J. 2015; 4(5): 148-

51.

5. Demi M, Delme KIM, Moor RJGD. Hipersensitive Teeth: Conventional vs Laser

Treatment. Part 1: Conventional Treatment of Dentin Hypersensitivity. J oral Laser

Appls. 2009; 9:7-20

6. Carranza FA, Newman MG, Takei HH, dan Klokkevold PR. Carranza’s Clinical

Periodontology. 12 th ed. Canada: Elsevier. 2015.

7. Pradeep K. Rajababu P, Satyanarayana D, Sagar V. Gingival Recession: Review

and Strategies in Treatment of Recession. Case Reports in Dentistry. 2012:1-6.

8. Walters PA. Dentinal Hypersensitivity: A Review. The Journal of Contemporary

Dental Practice. 2005; 6(2): 1-10.

31
9. Ladalardo dkk. Laser therapy in the treatment of dentine hypersensitivity. Braz

Dent J. 2004; 15(2): 144-50.

10. Bamise CT, Olusile AO, Oginni AO. An Analysis of the Etiological and

Predisposing Factors Related to Dentin Hypersensitivity. J Contemp Dent Pract.

2008; 9(5): 1-9

11. Schiff T, He T, Sagel L, Baker R. Efficacy and Safety of a Novel

Stabilized Stannous Fluoride and Sodium Hexametaphosphate Dentifrice for

Dentinal Hypersensitivity. J Contemp Dent Pract. 2006; 7(2): 1-8.

12. Ravishankar P, Viswanath V, Archana D, Keerthi V, Dhanapal S, Priya KPL. The

Effect of Three Desensitizing Agents on Dentin Hypersensitivity: A Randomized,

Split-mouth Clinical Trial. Indian Journal of Dental Research. 2018; 29(1): 51-55.

32

Anda mungkin juga menyukai