Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diare Akut
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diare Akut
2. Epidemiologi
Menurut WHO, diare membunuh 2 juta anak di dunia setiap tahun sedangkan di
Indonesia menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian
kedua terbesar pada balita.
3. Etiologi
Penyebab utama diare akut adalah bakteri, parasit, maupun virus. Penyebab lain yang
dapat menimbulkan diare akut adalah cacing, toksin dan obat, nutrient enterat diikuti
puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi, fekal (overflow diarrhea) atau
berbagai kondisi lain.
a. Bakteri penyebab diare ada 2, yaitu :
1. Bakteri noninvansif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun
tidak merusak mukosa. Toksin menigkatkan kadar siklik AMP di dalam sel,
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air,
ion karbonat, kation, natrium dan kalium. Bakteri ynag termasuk golongan ini
adalah V. Cholera, Enterotoksigenik E. Coli (ETEC), C. Perfringers, S. Aureus,
dan Vibriononglutinabel.
2. Bakteri enteroinvansif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvansive E. Coli
(EIEC), S. Paratyphi B. S. Typhimurium, S. Enteriditis, S. Choleraesuis,
Shigela, Yersinia dan C. Perfringens tipe C.
b. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut adalah Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia.
Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati
hanya pada hewan. Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food
borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasaAdenovirus (type 40, 41) Small bowel
structured virus Cytomegalovirus.
c. Helmint
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare. Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada
berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan
perdarahan usus. Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,
terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery
diarrhea dan nyeri abdomen.
d. Protozoa
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu.
Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh
umur,status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang
tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa
malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8
hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty
stools,nyeri perut dan gembung. Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba
ini bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan
bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi
asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis
yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant. Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15%
dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe
watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan
sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan
reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis
antibiotik. Microsporidium spp, Isospora belli, Cyclospora cayatanensis
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
5. Klasifikasi
a. Berdasarkan lama waktu:
1) Diare Akut: Kurang dari 15 hari
2) Diare Kronik: Lebih dari 15 hari
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
1) Diare Osmotik
2) Diare Sekretorik
c. Berdasarkan berat-ringan:
1) Diare Kecil
2) Diare Besar
d. Berdasarkan ada tidaknya agen infektif:
1) Diare Infektif
2) Diare Noninfektif
e. Berdasarkan substansi faeces:
1) Koleriform: diare yang terutama terdiri atas cairan saja
2) Disentriform: diare yang terdapat lendir kental dan kadang-kadang berdarah
6. Gejala klinis
Gejala klinis dari diare, yaitu :
a. Haus g. Muka pucat
b. Lidah kering h. Mual, muntah
c. Turgor kulit menurun i. Demam
d. Suara serak j. Nyeri perut/kejang perut
e. Nadi meningkat k. Mata cowong
f. Keringat dingin
7. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi :
a. muka pucat
b. lidah kering
c. nafas cepat
d. mata cowong
e. sianosis pada ujung extremitas
2. Palpasi :
a. turgor kulit menurun
b. denyut nadi meningkat
c. keringat dingin
d. demam
3. Auskultasi :
a. suara bising usus meningkat
b. tekanan darah menurun
c. suara serak
d. gerakan peristaltik meningkat
4. Perkusi :
a. suara perut timpani
8. Pemeriksaan diagnostik
1. pemeriksaan darah tepi lengkap
dan kualitatif tentang pada diare kronik.
8. Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (GDA) &
elektrolit (Na, K, Ca, dan P serum yang diare disertai kejang)
9. Diagnosis
a. pernapasan Kusmaul (pernapasan lebih cepat)
b. aritmia jantung
c. anuria
10. Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/ hipertonik)
b. Renjatan hipovolemik
EKG)
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa
f. Kejang, pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik)
11. Derajat Dehidrasi
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
a. Kehilangan BB
1. Tidak ada dehidrasi : menurun BB < 2 %
2. Dehidrasi ringan : menurun BB 2 5%
3. Dehidrasi sedang : menurun BB 5 10%
4. Dehidrasi berat : menurun BB 10%
b. Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk (selama
3060 detik) kemudian dilepaskan, jika kulit kembali dalam :
1. 1 detik ; turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
2. 12 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
3. 2 detik: turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
Halhal yang harus diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan
Cairan ringer laktat merupakan cairan pilihan dengan jumlah kalium yang rendah
bila dibandingkan dengan kalium tinja. Bila tidak ada RL dapat diberikan NaCl
isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul nabik 7,5% 50 ml
pada setiap 1 It NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat
diberikan cairan oralit yang dapat mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
Upaya Rehidrasi Oral (URO)
URO berdasarkan prinsip bahwa absorpsi natrium usus (dan juga elektrolit lain dan air)
dilakukan oleh absorpsi aktif molekul makanan tertentu seperti glukosa (yang dihasilkan
dari pemecahan sukrosa ) atau L asam amino (yang dihasilkan daripemecahan protein dan
peptida). Bila diberikan cairan isotonik yang seimbang antara glukosa dan garamnya,
absorpsi ikatan glukosanatrium akan terjadi dan ini akan diikuti dengan absorpsi air dan
elektrolit yang lain. Proses ini akan mengoreksikehilangan air dan elektrolit pada diare.
Campuran garam dan glukosa ini sinamakan Oral Rehydration Salt (ORS) atau di
Indonesia dikenal sebagai cairan rehidrasi oral (Oralit).
2. memberikan cairan dan elektrolit
3. pemberian obat antidiare untuk menormalkan sekresi sehingga dapat
mengembalikan keseimbangan cairan
4. memberikan obat-obatan, sebagai berikut :
a. Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
b. Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
c. Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)
Makan 3x porsi
Muntah
d. Kenyamanan/ Nyeri:
Distensi abdomen
2. Diagnosa Keperawatan
Pohon Masalah:
Etiologi
Absorbsi Pertumbuhan
Isi Rongga Usus Isi Rongga Usus Berkurang Bakteri
Berlebih Berlebih Meningkat
DIARE
keperawatan 2. Skala nyeri pasien 1 nyeri, catat lokasi, lamanya, karakteristik nyeri dapat enc
selama 1 kali 24 3. Pasien tidak intensitas (skala 1-10), selidiki menunjukkan penyebaran ana
4. Meningkatkan relaksasi,
4. Berikan tindakan nyaman memfokuskan kembali
misalnya back massase dan perhatian dan
aktivitas senggang. meningkatkan kemampuan
koping.
Kolaborasi
Kolaborasi
4. Evaluasi
No.
Tanggal Evaluasi
Dx
1. 15 April 2009 S :1. Pasien merasa nyaman
1. Pasien mengeluh nyeri berkurang pada
perutnya
2. Skala nyeri 1 (rentang 1-10)
O : Bising usus menurun
A : Tujuan tercapai sepenuhnya, masalah teratasi
P : Pertahakan kondisi pasien
2. 17 April 2009 S : Pasien mengatakan nafsu makan meningkat
Daftar Pustaka
Brunner & Suddart.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Jakarta : EGC.