Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

NASKAH PSIKIATRI

SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF

Oleh:
Muthia Rahmi P.2888 B
Artha Dian C. Mahulae P.2903 B

Pembimbing: Dr. dr.Amel Yanis, Sp.KJ (K)

BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan skizoafektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan


adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif.
Penyebab gangguan skizoafektif belum diketahui, tetapi empat model konseptual
telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan
afek.
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gejala gangguan afek
maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik
secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala
skizofrenik dan depresi menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan
disebut gangguan skizoafektif tipe depresi. Dan pada gangguan skizoafektif tipe
manik, gejala manik yang menonjol.
Prevalensi seumur hidup pada gangguan skizoafektif kurang dari 1%,
berkisar antara 0,5% -0,8%, tetapi angka ini masih merupakan perkiraan.
Gangguan schizoafektif tipe depresi lebih sering terjadi pada orang tua daripada
orang muda. Prevalensi gangguan ini dilaporkan lebih tinggi di antara wanita
daripada pria, terutama wanita yang sudah menikah.
Dalam laporan kasus ini, kami akan membahas secara lebih rinci gangguan
skizoafektif tipe depresif, yang mencakup definisi, epidemiologi, etiologi,
gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, serta prognosis,
laporan kasus, dan analisis kasus

1.1 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis skizoafektif tipe depresi.

1.2 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.
1.3 Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai etiologi, gambaran klinis, diagnosis, dan
penatalaksanan, prognosis skizoafektif tipe depresi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Schizoaffective disorder (SAD) adalah kondisi kesehatan mental yang
ditandai terutama oleh gejala skizofrenia, dan gejala gangguan mood, seperti
mania dan depresi. Banyak orang dengan kelainan schizoafektif sering didiagnosis
secara keliru pada awalnya dengan kelainan bipolar atau skizofrenia karena
gejala-gejalanya beragam.

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan gangguan mood,terdapat beberapa jenis skizoafektif.
Gangguan skizoafektif menurut ICD-10, dibagi menjadi;
 Skizoafektif tipe depresi
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersamaan
dengan gejala afektif yang menonjol yaitu depresi
 Skizoafektif tipe manic
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersamaan
dengan gejala afektif yang menonjol yaitu manik
 Skizoafektid tipe campuran
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersamaan
dengan gejala afektif bipolar campuran

2.3 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1
persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka
tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis
gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan
diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan
perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.
Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2% di Amerika Serikat dari
populasi umum dan sampai sebanyak 9% orang dirawat di rumah sakit karena
gangguan ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada
gangguan bipolar.

2.4 Etiologi dan Patofisiologi

1. Faktor Genetik
Studi keluarga melaporkan bahwa resiko skizoafektif lebih tinggi terjadi
dengan riwayat skizofrenia dan gangguan mood pada anggota keluarga.
2. Neuropsikologi
Penelitian telah menunjukkan bahwa sama halnya dengan skizofrenia,
gangguan skizoafektif juga dikaitkan dengan gangguan pada berbagai fungsi
kognitif frontal. Pasien dengan gangguan skizoafektiif memiliki gangguan fungsi
lobus temporal, seperti ingatan yang tertunda dibandingkan pasien dengan
skizofrenia. Dalam penelitian terbaru yang bertujuan untuk mengobjektifikasi
perbedaan antara skizofrenia dan gangguan skizoafektif berdasarkan berbagai hal
yang melibatkan fungsi lobus frontal, temporal, dan oksipital. Pasien skizofrenia
menunjukkan penurunan yang lebih parah pada semua ukuran kognitif yang
diteliti disbanding pasien gangguan skizoafektif.

2.5 Tanda dan Gejala


Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.
Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan depresif
yang sama-sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala
afektif untuk depresi seperti kehilangan minat dan bakat , berkurangnya energi
sehingga menjadi mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan
kepercayaan diri juga berkurang.. Gejala skizofrenia juga harus ada, antara lain
merasa pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-kekuatan yang sedang
berusaha mengendalikannya, mendengar suara-suara yang beraneka beragam atau
menyatakan ide-ide yang bizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu,
namun penyembuhan secara sempurna dalam beberapa minggu.
Gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III): Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini
yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang
tajam atau kurang jelas):
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought
insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi
pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien
pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.
Gejala klinis afek episode depresi berdasarkan pedoman penggolongan
dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III):
a. Adanya Gejala utama berupa :
 afek depresif
 kehilangan minat dan kegembiraan
 berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktifitas
b. Gejala Lainnya, berupa :
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan terntang rasa bersalah dan menganggap diri tidak
berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
 Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurung
c. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk peneggakkan
diagnosis. Akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika jika
gejalanya luar biasanya beratnya dan berlangsung cepat
2.5 Diagnosis
Gangguan schizoafektif didefinisikan oleh tiga bidang psikopatologi:
psikosis (skizofrenia), gejala mood (gangguan depresi mayor atau bipolar), dan
gangguan fungsi. Merupakan suatu tantangan untuk mendiagnosis gangguan
skizoafektif karena tanda dan gejalanya melewati batas diagnostik kategorikal
konvensional antara gangguan mood dan gangguan psikotik.
Dalam kriteria DSM-5 untuk gangguan skizoafektif, episode mood utama
harus hadir dalam mayoritas (> 50%) dari durasi penyakit psikotik. Kriteria lain
dalam gangguan schizoafektif adalah kesusahan atau gangguan, atau episode
manik. Biasanya pasien mengalami gangguan yang signifikan baik dalam
pekerjaan, hubungan pribadi, kecacatan, atau perawatan diri mereka. Ada lebih
banyak upaya bunuh diri yang dilaporkan dan lebih banyak rawat inap untuk
mencegah bunuh diri pada gangguan skizoafektif.
Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-V)
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu
waktu.Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu
episode campuran dengangejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk
sebagian bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Tabel dari DSM-V, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-


III
 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)

Tabel 3. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif tipe depresif


berdasarkan PPDGJ-III
 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif
tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode
didominasi oleh skizoafektif tipe depresif

 Afek depresi harus menonjol, disertai sedikitnya oleh sedikitnya dua gejala
khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum
dalam uraian untuk episode depresif (F32)

 Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknyya
ada dua, gejala skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman
diagnostik skizofrenia (F20 a sampai d)

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding psikiatrik untuk gangguan skizoafektif harus mencakup
semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan
gangguan suasana hati. Singkirkan penyebab organik dengan melakukan
pemeriksaan medis atau laboratorium lengkap, periksa juga apakah ada riwayat
penggunaan zat (dengan atau tanpa hasil positif pada tes skrining toksikologi)
yang dapat menyebabkan psikosis. Setiap kecurigaan kelainan neurologis harus
membuat dokter mempertimbangkan pemindaian otak, MRI atau EEG untuk
mengesampingkan patologi anatomi dan untuk menentukan kemungkinan
gangguan kejang yang juga dapat menyebabkan gangguan psikosis. Itu cenderung
ditandai oleh paranoia, halusinasi, dan ide-ide referensi. Pasien dengan epilepsi
dengan psikosis diyakini memiliki tingkat fungsi yang lebih baik daripada pasien
dengan gangguan spektrum skizofrenia.
2.6 Terapi
a. Psikofarmaka
Gangguan schizoafektif memiliki sifat berulang dan pengobatan jangka
panjang dianggap perlu untuk mengurangi atau menghilangkan gejala dan juga
untuk menunda kekambuhan. Perawatan harus dilanjutkan untuk mengelola
gejala. Biasanya, dokter menggunakan antipsikotik atau menggabungkannya
dengan mood stabilizer dan/atau antidepresan. Antipsikotik dianggap sebagai
landasan pengobatan. Dibandingkan dengan pasien skizofrenia, pasien dengan
gangguan skizoafektif secara signifikan lebih mungkin diresepkan dengan mood
stabilizer, ansiolitik, dan antidepresan. Tetapi karena polifarmasi sering terjadi di
antara pasien, risiko pasien berhenti minum obat meningkat. Efek samping obat,
interaksi obat, dan biaya terapi juga meningkat. Kombinasi pengobatan yang
paling umum adalah antipsikotik yang dikombinasikan dengan mood stabilizer.
Dalam sebuah penelitian ada juga 14% dari keseluruhan populasi penelitian yang
menggunakan 3 atau lebih kelas pengobatan psikiatrik, dengan antipsikotik
menjadi obat paling umum untuk pasien gangguan schizoafektif. Risperidone
adalah antipsikotik oral yang paling banyak diresepkan, diikuti oleh quetiapine
dan aripiprazole, obat selama periode awal. Obat ini juga biasanya diresepkan
selama masa rawatan lanjut.
B. Terapi elektrokonvulsif
Resistensi pengobatan adalah topik yang sangat dibahas dalam praktik
klinis psikiatri. Terapi electroconvulsive (ECT) adalah pengobatan non-
farmakologis yang efektivitasnya telah ditunjukkan untuk pasien yang menderita
depresi berat dan resisten, gangguan bipolar, dan skizofrenia. Indikasi klinis
utama untuk ECT adalah: episode depresi mayor (baik unipolar dan bipolar),
episode manik / campuran, kekambuhan psikotik akut pada skizofrenia, kelainan
schizofreniform, dan kelainan skizoafektif. Dalam sebuah penelitian yang terdiri
dari 50 pasien dengan gangguan schizoafektif, pada tindak lanjut pertama setelah
satu minggu, pengobatan ECT menghasilkan peningkatan klinis pada 90% pasien
dengan depresi berat pada gangguan schizoafektif. Pada tindak lanjut kedua (enam
bulan) dan ketiga (dua belas bulan), ada 80% dan 74% pasien dengan gangguan
schizoafektif yang secara klinis membaik. Sebagai kesimpulan, ECT dilakukan
untuk menghasilkan perbaikan klinis yang cepat pada pasien dengan gangguan
skizoafektif yang resisten terhadap pengobatan. Pengurangan progresif dalam
perbaikan klinis berarti ECT memiliki efek menstabilkan suasana hati dari waktu
ke waktu. Pasien dengan mania, episode campuran dan katatonia memiliki
respons terbaik terhadap ECT dalam hal efek antisuisida, yang dipertahankan
selama masa tindak lanjut.
C. Terapi Psikososial
Pasien mendapat manfaat dari kombinasi terapi keluarga, pelatihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Karena bidang kejiwaan telah
mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis dan prognosis yang tepat dari
gangguan skizoafektif, ketidakpastian ini harus dijelaskan kepada pasien. Rentang
gejala bisa luas karena pasien bersaing dengan psikosis yang sedang berlangsung
dan berbagai keadaan mood. Mungkin sangat sulit bagi anggota keluarga untuk
mengikuti perubahan sifat dan kebutuhan pasien ini. Regimen pengobatan bisa
rumit, dengan banyak obat dari semua golongan obat.

2.7 Prognosis
Prognosis jangka panjang pasien dengan kelainan schizoafektif dianggap
sama atau lebih baik daripada pasien skizofrenia tetapi serupa atau lebih buruk
daripada pasien dengan gangguan mood. Pasien dengan gangguan skizoafektif
yang menggunakan obat (misalnya, AP, litium, antidepresan) secara tidak teratur
hampir dua kali lipat kemungkinan dirawat di rumah sakit dan memiliki biaya
rawat inap 12% lebih tinggi daripada pasien yang menggunakan obat mereka
secara teratur.
Relaps, dalam konteks skizofrenia, secara pribadi melemahkan dan
memiliki beban sosial dan ekonomi yang besar.
Polifarmasi antipsikotik dikaitkan dengan peningkatan mortalitas, sindrom
metabolik, penurunan fungsi kognitif, ketidakpatuhan, dan peningkatan biaya
perawatan kesehatan di antara pasien dengan gangguan psikotik. Tinjauan kedua
menemukan bahwa polifarmasi antipsikotik juga dikaitkan dengan peningkatan
beban efek samping global, termasuk efek samping parkinson, penggunaan
antikolinergik, disfungsi seksual, dan diabetes.
BAB III
LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-lakiberusia 19 tahun, datang ke RSJ Prof. HB Sa’anin,


Padang pada tanggal 21 Desember 2019, pukul 10.15 WIB dengan sebab utama
pasien mengamuk di rumah dan mengancam akan membunuh ibu serta membakar
rumahyang semakin meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Ini
merupakan sakit yang ke tiga kalinya sejak tahun 2017.
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HAR
MR : 01.67.90
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir/ umur : 06-04-2000
Status perkawinan : Belum Kawin
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Minang
Negeri asal : Padang
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Perumnas Belimbing, Jalan Sirsak I no
113, Kuranji
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah
ini)
1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 31 Desember 2019 di Bangsal
Cendrawasih RSJ. Prof. HB. SA’ANIN Padang
2. Alloanamnesis dengan : -
Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf yang
sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
e. Dan lain-lain
3.1. Sebab Utama
Pasien mengamuk di rumah dan mengancam akan membunuh ibu serta
membakar rumah yang semakin meningkat sejak 1 minggu yang lalu.
3.2 Keluhan Utama
Gelisah dan suka marah-marah sejak 3 bulan yang lalu
3.3. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien suka marah-marah dan mengamuk sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
sering mengancam akan membunuh ibunya dan membakar rumah. Pasien suka
menyendiri dan sering terlihat murung, sering berbicara sendiri dan kadang
mengeluarkan kata-kata kasar. Pasien suka tertawa dan menangis tanpa sebab.
Pasien tidak mau makan dan sering membuang-buang makanan, serta merusak
alat-alat rumah tangga. Pasien suka memaksakan kehendaknya dan marah jika
tidak dituruti. Pasien lebih suka menyendiri di kamar dan melarang orang lain
memasuki kamarnya. Pasien merasa dirinya adalah orang kaya dilingkungannya
dan merasa orang lain iri terhadap dirinya.
Pasien sudah dua kali dirawat sebelumnya sejak 2 tahun yang lalu dengan
gejala yang sama. Awalnya pasien merasa marah dan tidak terima karena ibunya
memutuskan untuk menikah lagi tanpa meminta pendapat pasien. Pasien
mengatakan bahwa ia tidak menyukai ayah tirinya karena merasa cara berbicara
ayahnya kasar dan sang ayah mengambil perhatian ibunya dari diri pasien. Pasien
juga merasa sulit mengendalikan emosinya jika terbayang wajah ayahnya dan
pasien mengatakan dikepalanya selalu berputarkata-kata yang mengatakan bahwa
ayah tirinya kasar. Selain itu pasien sering merusak barang dan marah-marah
untuk mendapatkan perhatian ibunya. Pasien juga tidak mempunyai teman untuk
berkeluh kesah. Hal ini dikarenakan pasien sering di bully oleh teman-temannya
selama disekolah karena kelainan kulit disekitar hidung sehingga pasien tidak
percaya diri untuk bergaul. Lalu pasien dibawah oleh keluarganya ke RSJ Prof.
HB Sa’anin untuk di rawat. Pasien terakhir di rawat 1 tahun yang lalu, pulang
dengan keadaan tenang. Namun, selama dirumah pasien tidak meminum obatnya.
Pasien mengatakan bahwa Pasien tidak ada melihat bayangan-bayangan
aneh. Pasien tidak ada merasa curiga-curiga atau dikejar-kejar.Riwayat trauma
kepala dan riwayat kejang disangkal.Pasien bukan seorang perokok. Riwayat
penggunaan NAPZA dan minum-minum alkohol disangkal
3.4. Riwayat Penyakit Sebelumnya
a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Tidak ada memiliki riwayat gangguan psikiatri sebelumnya
b. Riwayat Gangguan Medis
Tidak ada riwayat gangguan medis sebelumnya
c. Riwayat Penggunaan NAPZA
Tidak ada riwayat penggunaan NAPZA
3.5. Riwayat Keluarga
a. Identitas orang tua/ pengganti

IDENTITAS Orang tua/ Pengganti Ket


Bapak Tiri Ibu
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Minangkabau Minangkabau
Agama Islam Islam
Pendidikan SMA S1
Pekerjaan Supir Travel IRT
Umur 60 tahun 50 tahun
Alamat Belimbing Belimbing
Hubungan pasien* Akrab Akrab
Biasa Biasa
Kurang Kurang
Tak peduli Tak peduli
Dan lain-lain :- :-

b. Sifat perilaku Orang tua kandung/ pengganti


Bapak (Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan)
Pemalas (-)**, Pendiam (-), Pemarah (+), Mudah tersinggung (+), Tak suka
Bergaul (-), Banyak teman (-), Pemalu (-), Perokok berat (+), Penjudi (-),
Peminum (-), Pecemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-),
Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tak bertanggung jawab
(-).

Ibu (Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan )


Pemalas (-)**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka
Bergaul (-), Banyak teman (-), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-),
Peminum (-), Pencemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-),
Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tak bertanggung jawab
(-).

c.Saudara
Pasien anak tunggal.

d. Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya.*
a. Lk/ Pr (19th)

e. Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan pasien


terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa dengan
yang dinyatakan pada gambaran sikap/ perilaku pada orang tua.*
Saudara Kualitas hubungan dengan saudara
Gambaran sikap dan perilaku
ke (akrab/ biasa,/kurang/tak peduli)
1 -
Ket:
*) coret yang tidak perlu
**) diisi dengan tanda ( + ) atau ( - )
f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan tingkah
laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
No Hubungan Gambaran sikap dan Kualitas hubungan (akrab/
dengan pasien tingkah laku biasa,/kurang/tak peduli)
1 Ibu Perhatian Kurang
2 Ayah Tiri Pemarah Kurang
Ket:
untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.

g. Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik


(yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga o.s :
Anggota Kebiasaan-
Penyakit Jiwa Penyakit Fisik
Keluarga kebiasaan
Bapak - - -
Ibu - - -
Saudara - - -
Kakek - - -
Nenek - - -
Dan lain-lain - - -

h. Skema Pedegree
: Perempuan : Laki-laki : yang sakit : meninggal

Keterangan : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit gangguan jiwa.
i. Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:
Keadaan Rumah
No Rumah tempat tinggal
Tenang Cocok Nyaman Tidak Nyaman
1. Rumah Sendiri + + + -

3.6. Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan


1. Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik dan atau
kondisi- kondisi mental yang diderita si ibu)
a. Kesehatan Fisik : tidak ada gangguan
b. Kesehatan Mental : tidak ada gangguan
2. Keadaan melahirkan :
a. Aterm (+), partus spontan (+), partus tindakan (-) sebutkan jenis
tindakannya
b. Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan (ya/tidak)
c. Jenis kelamin anak sesuai harapan (ya/tidak)

3.7 Riwayat masa bayi dan kanak-kanak


1. Pertumbuhan Fisik : baik, biasa, kurang*
2. Minum ASI : (+), sampai usia 2 tahun
3. Usia mulai bicara : 18 bulan
4. Usia mulai jalan : 12 bulan
5. Sukar makan (-), anoreksia nervosa (-), bulimia (-), pika (-), gangguan
hubungan ibu-anak (-), pola tidur baik ( + ), cemas terhadap orang asing
sesuai umur ( - ), cemas perpisahan (- ), dan lain-lain.
6. Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai pada
masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari (-), ngompol (-), BAB di
tempat tidur (-), night teror (-), temper tantrum (-), gagap (-), tik (-),
masturbasi (-), mutisme selektif (-), dan lain-lain.
7. Toilet training
Umur : 3 tahun
Sikap orang tua:(memaksa/menghargai/membiarkan/memberikan arahan)
Perasaan anak untuk toilet training ini: baik
8. Kesehatan fisik masa kanak-kanak: demam tinggi disertai menggigau (-),
kejang-kejang (-), demam berlangsung lama (-), trauma kapitis disertai
hilangnya kesadaran (-), dan lain-lain.
9. Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu (+), gelisah (-) overaktif (-),
menarik diri (+), suka bergaul(-), suka berolahraga (-), dan lain-lain.
10. Masa Sekolah
Perihal SD SMP SMA PT
Umur 6-12 tahun 12-15 - -
Prestasi* Baik Baik - -
Sedang Sedang - -
Kurang Kurang - -
Aktifitas Sekolah* Baik Baik - -
Sedang Sedang - -
Kurang Kurang - -
Sikap Terhadap Teman * Baik Baik - -
Kurang Kurang - -
Sikap Terhadap Guru Baik Baik - -
Kurang Kurang - -
Kemampuan Khusus (Bakat) ( - ) - - -
Tingkah Laku Baik - - -

11. Masa remaja:Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-),
kenakalan remaja (-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-),
peminum minuman keras (-), problem berat badan (-), anoreksia nervosa
(-), bulimia (-), perasaan depresi (-),rasa rendah diri (+), cemas (-),
gangguan tidur (-), sering sakit kepala (-), dan lain-lain.
Ket: * coret yang tidak perlu
** ( ) diisi (+) atau (-)
3.8. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja.
Konflik dalam pekerjaan : (-), konflik dengan atasan (-), konflik dengan
bawahan (-), konflik dengan kelompok (-).
Keadaan ekonomi*: baik, sedang, kurang (menurut pasien)
3.9. Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga
Pasien belum menikah. Hubungan seks sebelum menikah (-), riwayat
pelecehan seksual (-), orientasi seksual normal.
1. Situasi sosial saat ini:
a. Tempat tinggal : rumah sendiri(-), rumah kontrak (-), rumah susun(-),
apartemen (-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di
asrama (-) dan lain-lain (-).
b. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain-lain.
Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi (+) atau (-)
ai : atas indikasi
2. Perihal anak-anak pasien meliputi:
No Sex Umur Pendi Sikap&perilak Kesehatan Sikap pada
dikan u anak
Fisik Mental
1

3.10. Ciri Kepribadian sebelumnya/ Gangguan kepribadian (untuk axis II)


Keterangan : ( ) beri tanda (+) atau (-)
Kepribadian Gambaran Klinis
Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan
hangat atau lembut pada orang lain(-), peduli terhadap pujian
maupun kecaman (-), kurang teman (+), pemalu (+), sering
melamun (-), kurang tertarik untuk mengalami pengalaman
seksual (-), suka aktivitas yang dilakukan sendiri(-)
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan berlebihan
(-), sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-), tidak mau
menerima kritik (-), meragukan kesetiaan orang lain (-), secara
intensif mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya
(-), perhatian yang berlebihan terhadap motif-motif yang
tersembunyi ( -), cemburu patologik ( + ), hipersensifitas (-),
keterbatasan kehidupan afektif ( - ).
Skizotipal Pikiran gaib (-), ideas of reference (-), isolasi sosial (-), ilusi
berulang (-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tidak acuh (-).
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (- ), aktivitas seksual
yang berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan
(-), melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang
merugikan dirinya (-), melucu berlebihan (-), kurangnya
kebutuhan tidur (-), pesimis (-), putus asa (-), insomnia (-),
hipersomnia (-), kurang bersemangat (-), rasa rendah diri (+),
penurunan aktivitas (-), mudah merasa sedih dan menangis (-),
dan lain-lain.
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya
(-), mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan
(-), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sepele (-), egosentris
(-), suka menuntut (-), dependen (-), dan lain-lain.
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-),
preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan
kecantikan (-), ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian dan
pujian yang terus menerus (-), hubungan interpersonal yang
eksploitatif (-), merasa marah, malu, terhina dan rendah diri bila
dikritik (-) dan lain-lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat
dari pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma, peraturan
dan kewajiban sosial (-), tidak mampu memelihara suatu
hubungan agar berlangsung lama (-), iritabilitas (-), agresivitas
(-), impulsif (-), sering berbohong (-), sangat cendrung
menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi yang
masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik
dengan masyarakat (-)
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil
(-), kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap (-) tidak tahan untuk
berada sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri (-), rasa
bosan kronik (-), dan lain-lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya
tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain
(-), kengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa
yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik
dan penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas
sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan (-),
preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar,
urutan, organisasi dan jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian
yang berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-), pengabdian yang
berlebihan terhadap pekerjaan sehingga menyampingkan
kesenangan dan nilai-nilai hubungan interpersonal (-),
pemaksaan yang berlebihan agar orang lain mengikuti persis
caranya mengerjakan sesuatu (-), keterpakuan yang berlebihan
pada kebiasaan sosial (-) dan lain-lain.
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari
tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan
orang lain untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal
dalam hidupnya (-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya
apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan
tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-), takut
ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (-)
3.11 Stresor psikososial (axis IV)
Pertunangan (-), perkawinan (-), perceraian (-), kawin paksa (-), kawin lari (-),
kawin terpaksa (-), kawin gantung (-), kematian pasangan (-), problem punya anak
(-), anak sakit (-), persoalan dengan anak (-), persoalan dengan orang tua (+),
persoalan dengan mertua (-), masalah dengan teman dekat (-), masalah dengan
atasan/bawahan (-), mulai pertama kali bekerja (-), masuk sekolah (-), pindah
kerja (-), persiapan masuk pensiun (-), pensiun (-), berhenti bekerja (-), masalah
di sekolah (+),masalah jabatan/ kenaikan pangkat (-), pindah rumah (-), pindah ke
kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-), perampokan (-), ancaman (-), keadaan
ekonomi yang kurang (-), memiliki hutang (-), usaha bangkrut (-), masalah
warisan (-), mengalami tuntutan hukum (-), masuk penjara (-), memasuki masa
pubertas (-), memasuki usia dewasa (-), menopause (-), mencapai usia 50 tahun (-
), menderita penyakit fisik yang parah (-), kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus
(-), hubungan yang buruk antar orang tua (-), terdapatnya gangguan fisik atau
mental dalam keluarga (-), cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang
tua atau kakek nenek (-), sikap orang tau yang acuh tak acuh pada anak (-), sikap
orang tua yang kasar atau keras terhadap anak (-), campur tangan atau perhatian
yang lebih dari orang tua terhadap anak (-), orang tua yang jarang berada di rumah
(-), terdapat istri lain (-), sikap atau kontrol yang tidak konsisten (-), kontrol yang
tidak cukup (-), kurang stimulasi kognitif dan sosial (-), bencana alam (-), amukan
masa (-), diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas militer (-), kehamilan (-),
melahirkan di luar perkawinan (-), dan lain-lain.

3.12 Riwayat percobaan suicide


Tidak pernah ada keinginan bunuh diri.
3.13 Riwayat pelanggaran hukum
Tidak pernah ada riwayat pelanggaran hukum.
3.14 Riwayat agama
Pasien beragama Islam dan mendirikan shalat wajib lima waktu setiap
hari.
3.15 Persepsi dan Harapan Keluarga
Keluarga berharap pasien bisa sembuh dan dapat kembali beraktivitas
normal.
3.16 Persepsi Dan Harapan Pasien
Pasien menyatakan ingin sembuh dan dapat hidup dan tidur tenang seperti
biasa.
Ket: ( ) diisi (+) atau (-)

III. GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT

Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019


Mulai gelisah dan Pasien dirawat kembali Pasien masuk ke
suka marah-marah di RSJ Prof. HB RSJ Prof. HB
semenjak ibunya Sa’anin karena Sa’anin untuk ketiga
menikah lagi. Pasien mengamuk dan kalinyakarena
merasa ayahnya melempar barang. mengamuk dan
kasar. Pasien di Pasien mengatakan mengancam
bawa ke RSJ Prof. ibunya lebih sayang membunuh ibunya
HB Sa’anin untuk kepada bapak tirinya dan membakar
pertama kalinya dibandingkan dirinya rumah

IV. Status Internus


1. Keadaan Umum : baik
2. Kesadaran : composmentis cooperatif
3. Tekanan Darah :120/70 mmHg
4. Nadi : teraba, kuat angkat, teratur, frekuensi 82 x/menit
5. Nafas : pernapasan torakoabdominal, simetris kiri dan
kanan, frekuensi 21 x/menit
6. Suhu : 36,7°C
7. Tinggi Badan : 170 cm
8. Berat Badan : 80 kg
9. Status Gizi : overweight
10. Sistem Kardiovaskuler : bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)
11. Sistem Respiratorik : suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
12. Kelainan Khusus : tidak ditemukan
V. Status Neorologikus
1. GCS : E4M5V6
2. Tanda Rangsang Meningeal : tidak ada
3. Tanda-tanda efek samping piramidal
a. Tremor tangan : tidak ada
b. Akatisia : tidak ada
c. Bradikinesia : tidak ada
d. Tardive diskinesia : tidak ada
e. Cara berjalan : biasa
f. Keseimbangan : baik
g. Rigiditas : tidak ada
555 555
h. Kekuatan motorik : baik
555 555
i. Sensorik : baik
j. Refleks : bisep (++/++), trisep (++/++), KPR
(++/++), APR (++/++)

VI. Status Mental (Pemeriksaan tanggal 31 Desember 2019)


1. Keadaan Umum
Kesadaran/ sensorium: composmentis (+), somnolen (-), stupor (-),
kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-), delirium (-), kesadaran
berubah (-), dan lain-lain
2. Penampilan
a. Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-),
gelisah (-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+)
b. Cara berpakaian : rapi (+), biasa (-), tak menentu (-), sesuai dengan
situasi (+),kotor (-), kesan (dapat/ tidak dapat mengurus diri)*
c. Kesehatan fisik : sehat (+), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak
tangan basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (+), sebentar
(-),lama (+).
4. Sikap
Kooperatif (+), penuh perhatian (+), berterus terang (+), menggoda (-),
bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayangi (-), selalu
menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif
(-), dan lain-lain.
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
a. Cara berjalan : biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
b. Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-),
rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea flexibilitas (-),
negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme
(-),otomatisme (-), otomatisme perintah (-), mutisme (-), agitasi
psikomotor (-), hiperaktivitas/hiperkinesis (-), tik (-), somnabulisme
(-), akathisia (-), kompulsi (-), ataksia, hipoaktivitas (-), mimikri (-),
agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-),
distonia (-), bradikinesia (-), rigiditas otot (-), diskinesia (-), convulsi
(-), seizure (-), piromania (-), vagabondage (-).
Ket : ( ) diisi (+ atau (-)
6. Verbalisasi dan cara berbicara
a. Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat
b. Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak
c. Perbendaharaan* : biasa,sedikit, banyak
d. Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
e. Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
f. Isi pembicaraan* : sesuai/ tidak sesuai
g. Penekanan pada pembicaraan* : Ada/tidak
h. Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
i. Logorrhea (-), poverty of speech (-), diprosodi (-), disatria (-),
gagap (-), afasia (-), bicara kacau (-)
7. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil/ tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi (sempit/luas), arus
emosi (biasa/lambat/cepat).
a. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek in-appropriate/ tidak serasi(-), afek
tumpul (-), afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
b. Mood
Mood eutimik (+), mood disforik (-),mood yang meluap-luap
(expansive mood) (-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing
mood) (-), mood meninggi (elevated mood/ hipertim) (-),euforia (-),
ectasy (-), mood depresi (hipotim) (-), anhedonia (-), dukacita (-),
aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-), mania (-), melankolia (-), La
belle indifference (-), tidak ada harapan (-).
c. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating-anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-),
rasa malu (-), rasa berdosa/ bersalah (-), kontrol impuls (-).
d. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (-), hipersomnia (-), variasi
diurnal (-), penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-),
pseudocyesis (-), bulimia (-).
Keterangan : *)Coret yang tidak perlu, ( ) diisi (+) atau (-)
8. Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)
a. Kecepatan proses pikir (biasa/cepat/lambat)
b. Mutu proses pikir (jelas/tajam)
9. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran
Gangguan mental (-), psikosis (-), tes realitas (terganggu/tidak), gangguan
pikiran formal (-), berpikir tidak logis (-), pikiran autistik (-), dereisme (-),
berpikir magis (-), proses berpikir primer (-).
10. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran
Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas (-),
inkohenrensia (-), perseverasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-), kondensasi (-
), jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi (-), derailment (-
), flight of ideas (-), clang association (-), blocking (-), glossolalia (-).
11. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran
a. Kemiskinan isi pikiran (-), Gagasan yang berlebihan (-)
b. Delusi/ waham
waham bizarre (-), waham tersistematisasi (-), waham yang sejalan
dengan mood (-), waham yang tidak sejalan dengan mood (-), waham
nihilistik (-), waham kemiskinan (-), waham somatik (-), waham
persekutorik (-), waham kebesaran (-), waham referensi (-), though of
withdrawal (-), though of broadcasting (-), though of insertion (-),
though of control (-), Waham cemburu/ waham ketidaksetiaan (+),
waham menyalahkan diri sendiri (-), erotomania (-), pseudologia
fantastika (-),waham agama (-).
c. Idea of reference
Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-),
kompulsi (-), koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalia (-),
fobia (-) noesis (-), unio mystica (-)
12. Persepsi
a. Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-
),Halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik (-
), halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-),
halusinasi liliput (-), halusinasi sejalan dengan mood (-), halusinasi
yang tidak sejalan dengan mood (-), halusinosis (-), sinestesia (-),
halusinasi perintah (command halusination), trailing phenomenon (-).
b. Ilusi (-)
c. Depersonalisasi (-), derealisasi (-)
13. Mimpi dan Fantasi
a. Mimpi : -
b. Fantasi : -
Keterangan : *)Coret yang tidak perlu, ( ) diisi (+) atau (-)
14. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual
a. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/ terganggu),
orientasi personal (baik/ terganggu), orientasi situasi (baik/ terganggu).
b. Atensi (perhatian) (+), distractibilty (-), inatensi selektif (-),
hipervigilance (-), dan lain-lain
c. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi (baik/terganggu),
d. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote (-),
gangguan memori jangka menengah/ recent past (-), gangguan memori
jangka pendek/ baru saja/ recent (-), gangguan memori segera/
immediate (-), Amnesia (-), konfabulasi (-), paramnesia (-).
e. Luas pengetahuan umum : baik/ terganggu
f. Pikiran konkrit : baik/ terganggu/ sulit dinilai
g. Pikiran abstrak : baik/ terganggu/ sulit dinilai
h. Kemunduran intelek : (Ada/ tidak), Retardasi mental (-), demensia (-),
pseudodemensia (-).
15. Dicriminative Insight*
a. Derajat I (penyangkalan)
b. Derajat II (ambigu)
c. Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain):
d. Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
e. Derajat V (tilikan intelektual)
f. Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
16. Discriminative Judgement : tidak terganggu

VII. Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostik khusus lainnya


Tidak ada
VII. Ikhtisar Penemuan Bermakna
Telah diperiksa pasien Tn. HAR, agama Islam, suku bangsa Minangkabau,
pendidikan terakhir SMP. Pasien datang diantar keluarga ke IGD RSJ HB Sa’anin
Padang pada tanggal 21 Desember 2019. Menurut keterangan keluarga, pasien
mengamuk dan mengancam akan membunuh ibunya dan membakar rumah.
Pasien sudah 2 kali dirawat di RSJ HB Sa’anin Padang sejak tahun 2017.
Awalnya pasien merasa marah dan tidak terima karena ibunya
memutuskan untuk menikah lagi tanpa meminta pendapat pasien. Pasien
mengatakan bahwa ia tidak menyukai ayah tirinya karena merasa cara berbicara
ayahnya kasar dan sang ayah mengambil perhatian ibunya dari diri pasien. Pasien
juga merasa sulit mengendalikan emosinya jika terbayang wajah ayahnya dan
dikepalanya selalu berputar kata-kata yang mengatakn bahwa ayahnya kasar.
Selain itu pasien sering merusak barang dan marah-marah untuk mendapatkan
perhatian ibunya. Pasien juga tidak mempunyai teman untuk berkeluh kesah. Hal
ini dikarenakan pasien sering di bully oleh teman-temannya selama disekolah
karena kelainan kulit disekitar hidung sehingga pasien tidak percaya diri untuk
bergaul. Akhirnya, pasien didampingi oleh ibunya datang ke RSJ Prof. HB
Sa’anin untuk berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Jiwa pertama kali pada bulan
Agustus tahun 2017.
Pasien terakhir di rawat 1 tahun yang lalu, pulang dalam keadaan tenang
tetapi tidak mau meminum obat. Pada pemeriksaan status mental, didapatkan
pasien dengan penampilan rapi, biasa, dan berpakaian sesuai gender, sikap saat
wawancara kooperatif, dependen, psikomotornormoaktif, arus pembicaraan biasa,
produktivitas biasa, perbendaharaan biasa, nada biasa, volume biasa, isi
pembicaraan sesuai, penekanan pada pembicaraan tidak ada, spontanitas ada,
kontak psikis dapat dilakukan secara wajar dan lama, orientasi baik,afek
appropriate, mood eutimik,proses pikir pasien koheren, isi pikiran tidak ada
waham, persepsi tidak ada halusinasi. Discriminative insight pasien derajat VI,
dan discrimintaive judgementtidak terganggu.Pada pemeriksaan internus dan
neurologis tidak terdapat kelainan.

VIII. Formulasi Diagnosis


1. Diagnosis Multiaksial
a. Aksis I : F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
b. Aksis II : Tidak ada diagnosis
c. Aksis III : Tidak ada diagnosis
d. Aksis IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
e. Aksis V : GAF 20-11
2. Diagnosis Banding Axis I
 F 32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala psikotik
 F 33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat dengan Gejala
Psikotik
IX. Daftar Masalah
1. Organobiologik
Tidak ada masalah.
2. Psikologis
Kadang emosi labil.
3. Lingkungan dan psikososial
Hubungan pasien dengan ibu pasien menjadi renggang dan tidak seakrab
semula.
X. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi :
a. Risperidone 2 x 2mg
b. Lorazepam 1 x 2 mg
c. Fluoxetin 1 x 10 mg
2. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif
Memberikan kehangatan dan empati kepada pasien. Membantu pasien
untuk mengendalikan emosinya, serta membantu untuk ventilasi.
b. Psikoedukasi
Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak mengenai gangguan
yang dideritanya, diharapkan pasien mempunyai kemampuan yang
semakin efektif untuk mengenali gejala, mencegah munculnya gejala
dan segera mendapatkan pertolongan. Menjelaskan kepada pasien
untuk menyadari bahwa obat merupakan kebutuhan bagi dirinya agar
sembuh.
XI. Prognosis
1. Quo et vitam : bonam
2. Quo et fungsionam : bonam
3. Quo et sanctionam : dubia et bonam
XII. Diskusi / Analisis Kasus
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, dimana
ditemukan gejala klinis yang mengarah pada gangguan skizoafektif tipe depresi
sesuai dengan pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ III. Pada pasien saat ini
ditemukan gejala skizofrenia berupa Thought Echo yaitu ada isi pikiran sendiri
yang berulang atau bergema dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan. Hal ini
diyakinkan dengan perkataan pasien bahwa pasien merasa sulit mengendalikan
emosinya jika terbayang wajah ayahnya dan pasien mengatakan dikepalanya
selalu berputar kata-kata yang mengatakan bahwa ayah tirinya kasar. Selain itu
pada pasien didapatkan adanya afek labil yaitu perubahan irama perasaan yang
cepat dan tiba-tiba dan tidak berhubungan dengan stimuli eksterna. Hal ini
diyakinkan dengan laporan bahwa pasien sering bicara sendiri, tertawa dan
menangis tanpa sebab. Pada pasien ini juga ditemukan gejala depresi
yaitu,seringmenyendiri, murung, dan tidak mau makan. Dari rangkuman tersebut
didapatkan gejala skizofrenia dan gejala depresi muncul dan menonjol pada waktu
yang bersamaan.
Pada pasien diberikan, Risperidone 2 x 2 mg dan lorazepam 1 x 2 mg.
Risperidone merupakan antipsikosis atipikal generasi kedua. Risperidone bekerja
dengan ; 1. menghambat reseptor dopamin 2, mengurangi gejala positif psikosis
dan stabilisasi gejala afektif; 2. menghambat reseptor serotonin 2A, menyebabkan
peningkatan pelapasan dopamin di regio sentral otak sehingga mengurangi efek
samping motorik dan meningkatkan kognotif dan gejala afektif. Dosis yang biasa
diberikan 2-8 mg/hari. Lorazepam merupakan golongan benzodiazepin.
Lorazepam bekerja dengan; 1. berikatan dengan reseptor benzodiazepin pada
ligan GABA-A yng merupakan gerbang kompleks saluran klorida; 2.
meningkatkan efek inhibitor GABA;3. menghambat aktivitas neuronal di
amigdala yang bermanfaat untuk gangguan anxietas. Dosis yang biasa diberikan
adalah 2-6 mg/hari. Fluoxetine bekerja dengan meningkatkan neurotransmitter
serotonin menghambat pompa reuptake serotonin, desensitisasi resptor serotonin,
dan meningkatkan neurotransmisi serotonergik. Dosis yang biasa digunakan
adalah 20-40 mg/hari untuk gangguan depresi dan anxietas.
Terapi non farmakologis memegang peranan yang juga penting pada pasien
ini. Jenis terapi non farmakologis yang bisa dilakukan terhadap pasien ini adalah
psikoterapi suportif, dan psikoedukasi. Psikoterapi suportif bertujuan untuk
memperlihatkan minat kita pada pasien, memberikan perhatian, dukungan, dan
optimis. Dalam psikoterapi suportif, terapis menunjukkan penerimaan terhadap
kasus dengan cara menunjukkan perilaku yang hangat, ramah namun tetap
berwibawa. Tujuannya adalah agar pasien merasa aman, diterima dan dilindungi.
Hal-hal yang memperburuk prognosis pada pasien ini adalah onsetnya yang
terjadi pada saat muda, perilaku menarik diri dan sistem pendukung dalam
keluarga yang kurang.
Gangguan schizoafektif adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai
terutama oleh gejala skizofrenia dan gejala gangguan mood, yang membuatnya
sulit untuk didiagnosis. Episode mood mayor harus hadir dalam mayoritas (>
50%) dari durasi penyakit psikotik dan menyebabkan gangguan signifikan pada
pasien. Gangguan schizoafektif didiagnosis pada lebih dari 31% pasien dari
semua pasien psikotik. Faktor keturunan dan faktor lingkungan keduanya
merupakan penyebab gangguan schizoafektif. Pasien biasanya menunjukkan
gejala psikotik dan episode suasana hati yang menyertai gejala psikotik selama
setengah dari durasi penyakit psikotik. Karena pasien memiliki kedua gejala
psikotik dan episode suasana hati yaitu depresi, kombinasi antipsikotik dan
antidepressan dapat bekerja dengan baik sebagai rezim pengobatan untuk pasien.
Psikoterapi juga memegang peranan penting dalam perbaikan pasien. Prognosis
jangka panjang pasien dengan gangguan schizoafektif dianggap serupa atau lebih
baik daripada pasien dengan skizofrenia tetapi serupa atau lebih buruk daripada
mereka yang memiliki gangguan mood. Diperkirakan bahwa jika episode suasana
hati lebih persisten, prognosisnya lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
2014:147-68.
2. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3
3. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri -
Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa
Aksara Publisher. 2010:699-744.
4. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI: 2014; 173: 173-203.
5. Idaiani S, Yunita I, Prihatini S, Indrawati L. Gangguan Mental Berat. Dalam:
Riset Kesehatan Dasar 2013. Indonesia: Kementrian Kesehatan RI; 2013:
125-127.
6. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya: 2013; 46-48.
7. Benjamin J., Sadock MD. Virginia A. Kaplan & Sadock’s Pocket Handbook
of Psychiatric Drug Treatment
8. Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl, Stephen M. Antipsychotics and
Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition.
England : Cambridge University Press. 2008:26-34.

Anda mungkin juga menyukai