Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit memiliki sarana dan prasarana yang memfasilitasi proses
penyembuhan penyakit bagi pasien. Selain itu rumah sakit berfungsi sebagai tempat
kerja yang mempunyai banyak potensi bahaya bagi para pekerjanya. Potensi bahaya
yang ditemukan diberbagai tempat dan bentuk pekerjaan, khususnya dalam proses
pengelolaan linen di Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang. Kebutuhan linen sangat
penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien di Rumah Sakit
Muhammadiyah Jombang. Linen yang ada di rumah sakit jenis dan kualitasnya
bermacam-macam, oleh karena itu kebutuhannya harus disesuaikan dengan kondisi
Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang. Untuk mendapatkan hasil linen yang
berkualitas diperlukan perhatian khusus dalam proses pengelolaannya sehingga potensi
bahaya infeksi dan penggunaan bahan-bahn kimia dapat dicegah.
Mengacu pada Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Penyehatan
Lingkungan Rumah Sakit, dan atas dasar pemikiran latar belakang di atas, maka
dipandang perlu penyusunan suatu panduan dalam penatalaksanaan pengelolaan
manajemen linen di Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat dijadikan sebagai panduan oleh pihak Manajemen dalam pengelolaan mutu
pelayanan linen di Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang.
2. Tujuan Khusus
1) Dapat menjadi panduan dalam mutu pelayanan linen yang berkualitas di Rumah
Sakit Muhammadiyah Jombang.
2) Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi petugas laundry tentang
pengelolaan, penyediaan serta pemeliharaan alat linen di Rumah Sakit
Muhammadiyah Jombang.
3) Dapat meminimalisasi potensi bahaya yang ditimbulkan dari infeksi silang dan
efek dari zat kimia berbahaya.
4) Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
bagi petugas pengelolaan linen di Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang.

1
C. Manfaat
Untuk dijadikan panduan penatalaksanaan mutu pelayanan linen di Rumah Sakit
Muhammadiyah Jombang.

D. Landasan Dasar Hukum Pelayanan Linen


1. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
4. PP Nomor 85 tahun 1999 tentang Perubahan PP Nomor 18 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.
5. PP Nomor 20 tahun 1990 tentang Pencemaran Air.
6. PP Nomor 27 tahun 1999 tentang AMDAL.
7. Permenkes RI Nomor 472/Menkes/Per/IX/1992 tentang Penggunaan Bahan
Berbahaya bagi Kesehatan.
8. Permenkes Nomor 416/Menkes/Per/IX/1992 tentang Penyediaan Air Bersih dan Air
Minum.
9. Permenkes Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Penyehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
11. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia tahun 1992 tentang Pengelolaan Linen.
12. Buku Pedoman Infeksi Nosokomial tahun 2001.
13. Standard pelayanan Rumah Sakit tahun 1999.

2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Pengelolaan linen di rumah sakit merupakan tanggung jawab penunjang medis. Saat
ini struktur pengelolaan linen sangat beragam. Pada umumnya diserahkan pada bagian
rumah tangga atau bagian pencucian dan strerilisasi, serta bagian sanitasi, bahkan
pencucian linen dapat dikontrakkan pada pihak ketiga (di luar Rumah Sakit) atau yang kita
kenal dengan metode Out sourcing. (Depkes RI, 2004)
Di Rumah Sakit Muhammadiyah penanganan linen dikelola oleh pihak ketiga yaitu
PT. ARTA NAFSA ABADI dibawah tanggung jawab unit sanitasi. Petugas laundry sendiri
terdiri dari dua tenaga, yaitu:

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


No Nama Jabatan Pendidikan
1 Suyati Pelaksana SMA
2 Retno Triastuti Pelaksana SMA

B. PENGATURAN JAGA

No Nama Jam Jaga Keterangan


1 Suyati 06.30-13.30 Libur hari Sabtu
2 Retno Triastuti 16.30-13.30 Libur hari Minggu

3
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Sarana Fisik
Sarana fisik pada instalasi laundry Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang terdiri
dari:
a. Ruang penerimaan linen, linen yang diterima harus sudah terpisah antara linen
infeksius dan non infeksius. Kantung berwarna kuning untuk linen kotor
infeksius, sedangkan kantong berwarna hitam untuk linen kotor non infeksius.
b. Ruang pencucian linen, memiliki dua buah mesin cuci kapasitas 12Kg, masing-
masing untuk proses pencucian linen infeksius dan linen non infeksius.
c. Ruang pengeringan, merupakan ruangan penjemuran linen di dalam ruangan.
d. Ruang penyetrikaan Linen, ruangan dilakukannya proses penyetrikaan linen
bersih dengan menggunakan alat penyetrika rumah tangga. Dan dilakukannya
proses pengemasan linen bersih sebelum didistribusikan.
Pada unit laundry RS. Muhammadiyah Jombang tidak melakukan proses
penyimpanan linen bersih. Linen kotor diambil dari masing-masing ruangan pada
pagi hari dan di siang hari linen bersih didistribusikan.

B. Prasarana
1. Prasarana Listrik
Sebagian besar peralatan di instalasi pencucian menggunakan daya listrik. Kabel
yang diperlukan untuk instalasi listrik sebagai penyalur daya digunakan kabel
dengan jenis NYY untuk instalasi diluar gedung dan kabel NYH di dalam
gedung.
Rincian pemakaian daya di Instalasi Laundry adalah sebagai berikut:
 Mesin Pencucian
 Alat Seterika
2. Prasarana Air
Air yang digunakan untuk proses pencucian linen menggunakan air bersih.
Jumlah pemakaian air di instalasi pencucian adalah 100 liter persekali cuci.
Air yang digunakan untuk mencuci mempunyai standar air bersih berdasarkan
Permenkes No. 416 tahun 1992 dan standar khusus bahan kimia dengan
penekanan tidak adanya:
a. Hardness – Garam (Calcium, Carbonate dan Chloride)
Standar Baku Mutu : 0 – 90 ppm

4
 Tingginya konsentrasi garam dalam air menghambat kerja bahan kimia
pencuci sehingga proses pencucian tidak berjalan sebagaimana
seharusnya.
 Efek pada linen dan mesin
Garam akan mengubah warna linen putih menjadi keabu-abuan dan linen
warna akan cepat pudar. Mesin cuci akan berkerak (scale forming).
b. Iron – Fe (Besi)
Standar Baku Mutu : 0 – 0,1 ppm
 Kandungan zat besi pada air mempengaruhi konsentrasi bahan kimia dan
proses pencucian.
 Efek pada linen dan mesin
Linen putih akan menjadi kekuning-kuningan (yellowing) dan linen
warna akan cepat pudar. Mesin cuci akan berkarat.
Kedua polutan tersebut (hardness dan besi) mempunyai sifat alakali,
sehingga linen yang rusak akibat kedua kotoran tersebut akan dilakukan
proses penetralan pH.

C. Peralatan dan Bahan Pencuci


Peralatan pada instalasi pencucian menggunakan bahan pencuci kimiawi dengan
komposisi dan kadar tertentu, agar tidak merusak bahan yang dicuci/linen, mesin
pencuci, kulit petugas yang melaksanakan dan limbah buangannya tidak merusak
lingkungan.
Peralatan pada instalasi pencucian RSMJ antara lain:
 Mesin cuci
 Alat seterika
Produk bahan kimia
 Detergen cair
 Softener
 Parfum Laundry
 Chlorin

D. Pemeliharaan Ringan Peralatan


 Bersihkan bagian luar dan dalam mesin sebelum dan sesudah pakai
 Periksa stop kontak sebelum dan sesudah dipakai
 Bersihkan tong, bak rendaman linen kotor setiap selesai pakai
 Setelah selesai bekerja simpan peralatan dan simpan pada tempatnya

5
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pengertian
Linen adalah bahan/alat yang terbuat dari kain tenun. Menurut bidang
laundry ada linen kotor (soiled linen) dan linen terinfeksi (fouled and infected
linen) serta linen yang terkontaminasi hepatitis (Djojodibroto, 1997). Linen juga dapat
diartikan sebagai bahan-bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas perawatan
kesehatan oleh staf rumah tangga (kain tempat tidur dan handuk), staf pembersih
(kain pembersih, gaun, dan kap), personel bedah (kap, masker, baju cuci, gaun
bedah, drapes dan pembungkus), serta staf di unit khusus seperti ICU dan unit- unit
lain yang melakukan prosedur medic invasive (seperti anestesiologi, radiologi, atau
kardiologi).
linen bersih (clean linen) adalah linen yang tidak digunakan sejak terakhir di
laundry. Adalah linen yang terkontaminasi dengan darah/ cairan tubuh yang masih
basah atau linen yang sudah digunakan oleh pasien dari sumber isolasi (Laundry
Management Policy, 2013). Menurut Depkes RI (2004) linen kotor terinfeksi
adalah linen yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan feses terutama
yang berasal dari Infeksi TB Paru, infeksi Salmonella dan Shigella (sekresi dan
eksresi), HBV dan HIV (jika terdapat noda darah) dan infeksi lainnya yang
spesifik (SARS).

B. Jenis Linen
1. Sprei
2. Steek laken
3. Perlak / Zeil
4. Sarung bantal
5. Sarung guling
6. Selimut
7. Titai/gorden
8. Kelambu, taplak, celemek, topi, lap
9. Mukena, sajadah
10. Macam-macam dock
11. Linen operasi (baju, celana, baju panjang, topi, masker, dock)

6
C. Bahan Linen
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari :
1. Katun 100 %
2. Wool
3. Kombinasi seperti 65 % aconilic dan 35 % wool
4. Silk
5. Blacu
6. Flanel
7. Tetra
8. CVC 50 % - 50 %
9. Polyester 100 %
10. Twill/drill

D. Jumlah Linen
Linen yang di distribusikan jumlahnya sama dengan linen kotor yang diambil pada pagi
hari dan setalah proses pencucian serta pengemasan linen didistribusikan kembali pada
masing-masing ruangan.

E. Peran dan Fungsi


Pengelolaan manajemen linen mempunyai peranan yang sangat penting sekali
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang.
Salah satu upaya menekan kejadian infeksi nosokomial adalah dengan melakukan
manajemen linen yang baik. Proses pengelolaan linen mempunyai tahapan yang
panjang antara lain adalah pengambilan linen kotor, penanganan linen yang ternoda dan
terinfeksi, pencucian, pengeringan, penyetrikaan, pelipatan/merapikan, dan
mendistribusikan ke unit-unit yang membutuhkannya. Agar pelaksanaan kegiatan
tersebut dapat terlaksana dengan baik maka diperlukan perencanaan dan strategi
manajemen linen yang terarah dan disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit
Muhammadiyah Jombang. Selain itu pengetahuan dan perilaku petugas kesehatan juga
mempunyai peran yang sangat penting. Petugas kesehatan wajib menjaga kesehatan dan
keselamatan dirinya dan orang lain (pasien dan pengunjung) serta bertanggung jawab
sebagai pelaksana kebijakan yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Muhammadiyah
Jombang.

7
F. Penatalaksanaan Linen RSMJ
1. Mengambil linen kotor dari ruang perawatan
1) Gunakan ADP berupa sarung tangan dan masker.
2) Petugas laundry pengambil linen infeksius dan linen non infeksius setiap
pagi dengan troly khusus linen.
3) Petugas mengambil linen infeksius dalam wadah khusus linen infeksius
sekaligus dengan kantong plastik yang melapisi wadah tersebut.
4) Petugas mengambil linen non infeksius dalam wadah khusus linen non
infeksius sekaligus dengan kantong plastik yang melapisi wadah tersebut.
5) Ikat kantong plastik tersebut kemudian masukkan pada troly.
6) Petugas laundry membawa troly ke unit laundry untuk dilakukan proses
pencucian
7) Lepaskan APD.
8) Cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun.

2. Proses Pencucian linen infeksius


1) Gunakan APD berupa sarung tangan rumah rumah tangga, masker, celemek
kedap air dan sepatu boot.
2) Petugas membuat larutan chlorine dengan cara mencampurkan 1 gayung
chlorine dengan 5 gayung air bersih. (perbandingan 1:5)
3) Mengguyur linen infeksius dengan air bersih.
4) sikat noda yang melekat pada linen infeksius dengan penambahan detergen
lalu siram kembali dengan air bersih.
5) Rendam linen pada larutan klorin selama 30 menit.
6) Angkat linen lalu lakukan proses pencucian dengan menggunakan mesin
cuci.
7) Mengisi air bersih pada bak mesin cuci ¾ volume bak mesin cuci.
8) Menambah detergen sebanyak 5 takar.
9) Memasukkan linen infeksius pada bak mesin cuci.
10) Dilakukan pemrosesan selama 15 menit, kemudian dibuang airnya.
11) Pembilasan, dengan cara mengisi mesin cuci ¾ volume bak mesin cuci,
diproses selama 10 menit kemudian buang airnya.
12) Isi kembali bak mesin cuci ¾ volume bak mesin cuci, masukan pewangi dan
pelembut sebanyak 3 sendok takar, diproses selama 10 menit, dibuang
airnya.
13) Memindahkan linen ke bak pengering mesin cuci, dikeringkan selama 5
menit.

8
14) Keringkan linen yang telah diproses pada ruang pengeringan.
15) Lepaskan APD.
16) Cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun

3. Proses pencucian linen kotor non infeksius


1) Gunakan APD berupa sarung tangan rumah tangga, masker, celemek kedap
air dan sepatu boot.
2) Petugas Mengisi air bersih pada bak mesin cuci sebanyak ¾ volume bak
mesin cuci.
3) Menambah detergen sebanyak 5 takar.
4) Membasahi linen non infeksius dengan air bersih lalu peras dan masukkan
linen non infeksius ke bak mesin cuci.
5) Dilakukan pemrosesan selama 15 menit, kemudian dibuang airnya.
6) Pembilasan dengan cara mengisi kembali mesin cuci ¾ bagian, diproses
selama 10 menit kemudian dibuang airnya.
7) Mengisi air bersih ¾ volume bak mesin cuci kemudian ditambahkan
pewangi dan pelembut sebanyak 3 sendok takar, diproses selama 10 menit,
dibuang airnya.
8) Memindahkan linen ke bak pengering mesin cuci, dikeringkan selama 5
menit.
9) Keringkan linen yang telah diproses pada ruang pengeringan.
10) Lepaskan APD.
11) Cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun

4. Proses seterika dengan menggunakan alat penyetrikaan


1) Hubungkan kabel stop kontak dengan alat penyeterika
2) Putar tombol pengatur temperature sesuai dengan temperature yang kita
inginkan
3) Tata linen yang akan diseterika satu per satu sesuai dengan meja yang akan
digunakan
4) Setelah diseterika linen ditata dan siap untuk didistribusikan ke ruangan.

5. Pendistribusian linen bersih


1) Linen bersih dipisahkan sesuai dengan unit tujuan, kemudian dimasukkan ke
dalam plastik dan diberi tanda.
2) Linen bersih ditata pada trolly.
3) Distribusikan linen bersih pada masing-masing unit.

9
4) Petugas di masing-masing unit menerima linen bersih dan melakukan
pencatatan.

10
BAB V
LOGISTIK

A. Bahan Habis Pakai yang Digunakan


Bahan habis pakai yang digunakan untuk untuk proses pencucian linen antara lain:
a. Detergen cair
b. Softener
c. Parfum laundry
d. Chloryn
e. Kantong kuning ukuran 80x100 untuk wadah linen infeksius
f. Kantong hitam ukuran 80x100 untuk wadah linen non Infeksius
g. Kantong bening ukuran 30x50 untuk linen bersih
h. Kantong bening ukuran 40x50 untuk linen bersih

B. Prosedur Penyediaan Bahan Habis Pakai


a. Pengertian :
adalah permintaan bahan habis pakai untuk keperluan laundry.
b. Prosedur :
1. Bahan habis pakai yang disediakan PT. ARTA NAFSA ABADI antara lain:
a. Detergen cair
b. Softener
c. Parfum Laundry
d. Chloryn
Prosedur penyediaannya adalah dengan melakukan pengecekan setiap hari oleh
petugas pelaksana laundry dan melaporkan kepada supervisor PT. ARTA NAFSA
ABADI untuk segera dikirim.
2. Bahan habis pakai yang disediakan RS. Muhammadiyah Jombang, antara lain:
a. Kantong kuning ukuran 80x100 untuk wadah linen infeksius
b. Kantong hitam ukuran 80x100 untuk wadah linen non Infeksius
c. Kantong bening ukuran 30x50 untuk linen bersih
d. Kantong bening ukuran 40x50 untuk linen bersih
Prosedur penyediaannya adalah dengan melakukan pengecekan oleh petugas sanitasi
RS. Muhammadiyah Jombang, dan meminta pada bagian logistic.

11
BAB IV
INFEKSI NOSOKOMIAL
SERTA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Pencegahan Infeksi Nosokomial


1. Pengertian
Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi agen yang
patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit.
Yang dimaksud agen adalah bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Infeksi
dapat bersifat lokal atau general (sistematik). Infeksi lokal ditandai dengan adanya
inflamasi yaitu sakit, panas, kemerahan, pembengkakan dan gangguan fungsi.
Infeksi sistematik mengenai seluruh tubuh yang ditandai dengan adanya demam,
menggigil, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda spesifik lainnya.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di
Rumah Sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi setiap saat dan di setiap tempat di
Rumah Sakit. Untuk mencegah dan mengurangi kejadian infeksi nosokomial serta
menekan angka infeksi ke tingkat serendah-rendahnya, perlu adanya upaya
pengendalian infeksi nosokomial. Pengendalian infeksi nosokomial bukan hanya
tanggung jawab pimpinan rumah sakit atau dokter/perawat saja, tetapi tanggung
jawab bersama dan melibatkan semua unsure/profesi yang ada di Rumah Sakit.

2. Batasan
Suatu infeksi dinyatakan sebagai infeksi nosokomial apabila:
a. Waktu mulai dirawat tidak ditemukan tanda-tanda infeksi dan tidak sedang
dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
b. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak ia mulai dirawat.
c. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari masa
inkubasi.
d. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah
sakit.
3. Sumber Infeksi
Yang merupakan sumber infeksi adalah:
a. Petugas rumah sakit (perilaku)
 Kurang atau tidak memahami cara-cara penularan penyakit
 Kurang atau tidak memperhatikan kebersihan
 Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic atau antiseptic
 Mendeita suatu penyakit

12
 Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
b. Alat-alat yang dipakai (alat kedokteran/kesehatan, linen dan lainnya)
 Kotor atau kurang bersih / tidak steril
 Rusak atau tidak layak pakai
 Penyimpanan yang kurang baik
 Dipakai berulang-ulang
 Lewat batas waktu pemakaian
c. Pasien
 Kondisi yang sangat lemah (gizi buruk)
 Kebersihan kurang
 Menderita penyakit kronik/menahun
 Menderita penyakit menular/infeksi
d. Lingkungan
 Tidak ada sinar (matahari, penerangan) yang masuk
 Ventilasi/sirkulasi udara kurang baik
 Ruangan lembab
 Banyak serangga
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi
a. Banyaknya pasien yang dirawat di rumah sakit yang dapat menjadi sumber
infeksi bagi lingkungan dan pasien lain.
b. Adanya kontak langsung antara pasien yang satu dengan pasien lainnya.
c. Adanya kontak langsung antara pasien dengan petugas rumah sakit yang
terinfeksi.
d. Penggunaan alat-alat yang terkontaminasi.
e. Kurangnya perhatian tindakan aseptic dan antiseptic
f. Kondisi pasien yang lemah.

5. Pencegahan
Untuk mencagah/mengurangi terjadinya infeksi nosokomial, perlu diperhatikan:
a. Petugas
 Bekerja sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) untuk
pelayanan linen.
 Memperhatikan aseptic dan antiseptic
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
 Bila sakit segera berobat

13
b. Alat-alat
 Perhatikan kebersihan (alat-alat Laundry)
 Penyimpanan linen yang benar dan perhatikan batas waktu penyimpanan
(fifo)
 Linen yang rusak segera diganti (afkir)
c. Ruangan/lingkungan
 Tersedia air yang mengalir untuk cuci tangan
 Penerangan cukup
 Ventilasi/sirkulasi udara baik
 Perhatikan kebersihan dan kelembaban ruangan
 Pembersihan secara berkala
 Lantai kering dan bersih

B. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


1. Latar Belakang
Upaya kesehatan kerja menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
khususnya pasal 23 tentang kesehatan kerja, menyatakan bahwa kesehatan kerja
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai
karyawan lebih dari sepuluh.
Pekerja yang bekerja di sarana kesehatan sangat bervariasi baik jenis maupun
jumlahnya. Sesuai dengan fungsi sarana kesehatan tersebut, semua pekerja di rumah
sakit dalam melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengan bahaya potensial
yang bila tidak ditanggulangi dengan baik dan benar dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap keselamatn dan kesehatannya, yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja.
Pada hakekatnya, kesehatan kerja merupakan penyerasian antara kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal
cara/metode kerja dan kondisi yang bertujuan untuk:
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di
semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosial.
b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.

14
c. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya
dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
d. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

2. Prinsip Dasar Usaha Kesehatan Kerja


Prinsip dasar usaha kesehatan kerja terdiri atas:
a. Ruang lingkup usaha kesehatan kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal
cara/metode kerja dan kondissi yang bertujuan untuk:
 Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja
di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosial.
 Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
 Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya
dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
 Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

b. Kapasitas kerja dan beban kerja


Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara
ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang optimal.
Kapasitas kerja seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja, serta kemampuan
fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya
secara optimal. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja yang prima merupakan
modal awal seseorang untuk mencapai produktivitas yang diharapkan. Kondisi
awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi
kerja, kebugaran jasmani dan kesehatan mental.

c. Lingkungan kerja dan penyakit kerja yang ditimbulkannya


Penyakit akibat kerja dan/atau berhubungan dengan pekerjaan dapat
menunjukkan terdapat kesenjangan antara pengetahuan tentang bagaimana

15
bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya, antara
kognisi dan emosi. Misalnya alat pelindung kerja yang tidak digunakan secara
tepat oleh pekerja rumah sakit dengan kemungkinan terpajan melalui kontak
langsung atau tidak tersedianya pelindung. Untuk mengantisipasi permasalahan
ini maka langkah awal yang penting adalah pengenalan/identifikasi bahaya yang
dapat ditimbulkan, upaya perlindungan dan penanggulangan dan dievaluasi,
kemudian dilakukan pengendalian.

3. Potensi Bahaya pada Unit Laundry


a. Bahaya Mikrobiologi
Bahaya Mikrobiologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh mikoorganisme hidup seperti bakteri, virus, ricketsia, parasit
dan jamur. Petugas pencucian yang menangani linen kotor senantiasa kontak
dengan bahan dan menghirup udara yang tercemar kuman patogen. Penelitian
bakteriologis pada instalasi pencucian menunjukkan bahwa jumlah total bakteri
meningkat 50 kali selama periode waktu sebelum cucian mulai diproses.
Mikroorganisme tersebut adalah:
 Mycrobacterium tuberculosis
 Mycrobacterium tuberculosis adalah mikroorganisme penyebab
tuberculosis dan paling sering menyerang paru-paru ( 90 %).
Penularannya melalui percikan atau dahak penderita.
 Pencegahan :
 Meningkatkan pengertian dan kepedulian perugas rumah sakit
terhadap penyakit TBC dan penularannya.
 Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang baik dalam instalasi
pencucian.
 Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP
 Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi
terhadap bahan dan alat yang digunakan.
 Secara teknis setiap petugas harus melaksanakan tugas pekerjaan
sesuai SOP.
 Virus Hepatitis B
 Selain manifestasi sebagai hepatitis B akut dengan segala
komplikasinya. Lebih penting dan berbahaya lagi adalah manifestasi
dalam bentuk sebagai pengidap (carrier) kronik, yang dapat merupakan
sumber penularan bagi lingkungan.

16
 Penularan dapat melalui darah dan cairan tubuh lainnya.
 Pencegahan :
 Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian petugas rumah sakit
terhadap penyakit hepatitis B dan penularannya.
 Memberikan vaksinasi pada petugas.
 Menggunakan APD dan SOP.
 Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi
terhadap bahan dan peralatan yang dipergunakan terutama bila
terkena bahan infeksi.
 Secara teknis setiap petugas harus melaksanakan tugas pekerja sesuai
SOP.
 Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus)
 Penyakit yang ditimbulkannya disebut AIDS (Acguired
Immunodeficiency Syndrom). Virus HIV menyerang target sel dalam
jangka waktu lama. Jarak waktu masuknya virus ke tubuh sampai
timbulnya AIDS bergantung pada daya tahan tubuh seseorang dan gaya
hidup sehatnya.
 HIV dapat hidup di dalam darah, cairan vagina, cairan sperma, air susu
ibu, sekreta dan ekskreta tubuh.
 Penularannya melalui darah, jaringan, sekreta, ekskreta tubuh yang
mengandung virus dan kontak langsung dengan kulit yang terluka.
 Pencegahan :
 Linen yang terkontaminasi berat ditempatkan dikantong plastik keras
yang berisi desinfektan, berlapis ganda, tahan tusukan, kedap air dan
berwarna khusus serta diberi label Bahan Menular / AIDS
selanjutnya dibakar.
 Menggunakan APD sesuai SOP.

b. Bahaya Bahan Kimia


 Debu
Pada instalasi linen debu dapat berasal dari bahan linen itu sendiri
 Efek kesehatan
Mekanisme penimbunan debu dalam paru-paru dapat terjadi dengan
menarik napas sehingga udara yang mengandung debu masuk dalam
paru-paru. Partikel debu yang dapat masuk ke dalam pernapasan
mempunyai ukuran 0,1 – 10 mikron. Pada pemajanan yang lama dapat

17
terjadi pneumoconiosis, dimana partikel debu dijumpai di paru-paru
dengan segala sukar bernapas. Pneumoconiosis yang disebabkan oleh
serat linen/kapas disebut bissinosis.
 Pengendalian
 Pencegahan terhadap sumber, diusahakan agar debu tidak keluar dari
sumbernya dengan mengisolasi sumber debu.
 Memakai APD dan SOP
 Ventilasi yang baik
 Dengan alat local exhauster
 Bahan Kimia
 Sebagian besar dari bahaya di instalasi pencucian diakibatkan oleh zat
kimia. Bahan kimia yang dipakai untuk pencucian linen di Rumah Sakit
Muhammadiyah Jombang adalah : detergen, chlorine, softener.
 Penanganan zat-zat kimia di instalasi pencucian yaitu
Pertolongan pertama
 Mata : cuci secepatnya dengan air yang banyak.
 Kulit : cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
 Terhirup : pindahkan dari sumber.
 Tertelan : cuci mulut, minum satu atau dua gelas air atau susu.
Pertolongan sekanjutnya : dengan mencari pertolongan medis tanpa
ditunda.
Tindakan pencegahan :
 Kontrol teknis, gunakan ventilasi exhaust peralatan pernapasan
sendiri
 Memakai APD
 Penyimpanan dan pengangkutan : simpan di tempat sejuk dan kering,
jauhkan sinar matahari langsung, hindari sumber panas.
 Litrik
 Kecelakaan tersengat listrik dapat terjadi pada petugas laundry oleh
karena dukungan pengetahuan listrik yang belum memadai. Pada
umumnya yang terjadi di rumah sakit adalah kejutan listrik microshok
dimana listrik mengalir ke badan petugas melalui sistem peralatan yang
tidak baik.
 Efek kesehatan
 Luka bakar di tempat tersengat aliran air

18
 Kaku pada otot di tempat yang terkena listrik
 Pengendalian:
 Engineering
o Pengukuran jaringan/instalasi listrik
o NAB bocor arus 50 miliamper, 60 Hz (sakit)
o Pemasangan pengamanan/alat pengamanan dan indicator
o Pemasangan tanda-tanda bahaya dan indikator
 Administrasi
o Penempatan petugas sesuai ketrampilan
o Waktu kerja petugas digilir
 Memakai sepatu/sandal isolasi

C. Keselamatan dan Kecelakaan Kerja


Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga oleh karena di belakang
peristiwa itu tidak terdapat unsure kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan.
Beberapa bahaya potensial untuk terjadinya kecelakaan kerja di Instalasi Pencucian.
1. Kebakaran
Kebakaran terjadi apabila terdapat tiga unsure bersama-sama. Unsure-unsur tersebut
adalah zat asam, bahan yang mudah terbakar dan panas. Bahan-bahan yang mudah
terbakar misalnya bahan-bahan yang ada pada mesin cuci.
Penanggulangan :
o Legialatif
o Mengacu pada UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
o Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
o Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran dilakukan secara terus
menerus
o Jalan untuk menyelamatkan diri
Secara ideal semua bangunan harus memiliki sekurang-kurangnya 2 jalan
penyelamat dari 2 arah yang bertentangan terhadap setiap kebakaran yang
terjadi, sehingga tak seorangpun terpaksa bergerak kea rah api untuk
menyelamatkan diri. Jalan-jalan penyelamat demikian harus dipelihara bersih,
tidak terhalang oleh barang-barang, cukup lebar, mudah terlihat dan diberi
tanda-tanda arah yang jelas.
o Perlengkapan pemadam dan penanggulangan kebakaran
o Alat-alat pemadam dan penanggulanga kebakaran meliputi 2 jenis :

19
 Terpaksa tetap di tempat
 Dapat bergerak atau dibawa
2. Terpeleset/Terjatuh
 Terpeleset/terjatuh pada lantai yang sama adalah bentuk kecelakaan kerja yang
dapat terjadi pada instalasi pencucian
 Walaupun jarang terjadi kematian tetapi dapat mengakibatkan cedera yang berat
seperti fraktura, diskolasi, salah urat, memar otak
 Penanggulangan :
 Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi, sel yang rusak atau memakai tali
sepatu yang longgar
 Konstruksi lantai harus rata dan sedapat mungkin dibuat dari bahan yang
tidak licin
Pemeliharaan lantai :
o Lantai harus selalu dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti pasir, debu,
minyak yang memudahkan terpeleset.
o Lantai yang cacat misalnya banyak lubang atau permukaannya miring
harus segera diperbaiki.

20
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

A. Monitoring
Yang dimaksud dengan monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan dan
cakupan program pelayanan seawall mungkin, untuk dapat menemukan dan selanjutnya
memperbaiki masalah dalam pelaksanaan program.
Tujuan monitoring adalah:
1. Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau desain dari sistem
pelayanan (bila perlu).
2. Untuk menyesuaikan strategi atau pedoman pelayanan yang dilaksanakan di
lapangan, sesuai dengan temuan-temuan di lapangan.
3. Hasil analisis dari monitoring digunakan untuk perbaikan dalam pemberian
pelayanan di rumah sakit. Monitoring sebaiknya dilakukan sesuai keperluan dan
dipergunakan segera untuk perbaikan program.
Khususnya dalam pelayanan linen di rumah sakit monitoring hendaknya dilakukan
secara teratur/kontinyu.
Aspek-aspek yang dimonitor mencakup:
1. Sarana, prasarana dan peralatan.
2. Standar/pedoman pelayanan linen, SOP, kebijakan-kebijakan direktur rumah sakit,
visi, misi, motto rumah sakit dan lain-lain.
3. Pengamatan dengan penglihatan pada linen, yaitu warna yang kusam, padat, tidak
cerah/putih tua atau keabu-abuan menggambarkan usia pakai. Terdapat bayangan
dari bahan yang dibungkusnya, menunjukkan linen sudah menipis.
4. Dari perabaan bila ditarik terjadi perobekan/lapuk.
5. Apabila ada penandaan tahun pengadaan/penggunaan, tinggal menghitung umur
lamanya, sehingga bisa dihitung frekuensi pencuciannya. Biasanya setelah
mengalami pencucian 90 kali linen tersebut sudah harus dihapus (tidak layak pakai),
itupun tergantung kualitas bahan. Kelayakan pakai atau sisi infeksi dilakukan
melalui uji kuman secara insidentil bila dijumpai banyak terjadi infeksi disatu unit
rawat inap atau lebih. Monitoring prosedur pencucian ditingkatkan.

21
B. Evaluasi
Setiap kegiatan harus selalu dievaluasi pada tahap proses kahir seperti pada tahap
pencucian, pengeringan dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan dalam rangka
kinerja dari pengelolaan linen di rumah sakit.
Tujuan dari evaluasi tersebut antara lain :
1. Meningkatkan kinerja pengelolaan linen rumah sakit.
2. Sebagai acuan/masukan dalam perencanaan pengadaan linen, bahan kimia
pembersihan sarana dan prasarana kamar cuci.
3. Sebagai acuan dalam perencanaan sistem pemeliharaan mesin-mesin.
4. Sebagai acuan perencanaan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya
manusia.
Salah satu cara yang mudah untuk melaksanakan evaluasi adalah dengan menyebarkan
kuesioner ke unit kerja pemakai linen secara berkala setiap semester atau minimal
setiap satu tahun sekali. Sebagai responden diambil dua atau tiga jenis petugas dilihat
dari fungsinya, misalnya kepala bangsal atau ruangan, perawat pelaksana dan petugas
pelaksana non perawatan/pekarya.
Materi yang dievaluasi sesuai dengan tujuan yaitu antara lain:
1. Kuantitas dan kualitas linen
a. Kuantitas linen
Kuantitas/jumlah linen yang beredar di ruangan sangat menentukan kualitas
pelayanan, demikian linen yang berputar di ruangan yang diam akan
mengakibatkan linen yang satu cepat rusak dan linen yang lainnya terlihat
belum digunakan. Hal-hal seperti ini dapat mengganggu pada saat penggantian
linen berikutnya maupun jika linen tersebut hendak diturunkan kelasnya. Untuk
itu perlu adanya monitoring ke ruangan-ruangan dengan frekuensi minimal 3
(tiga) bulan sekali atau setiap kali ada pencatatan di buku administrasi.
b. Kualitas linen
Kualitas yang diutamakan dari linen adalah bersih (fisik linen), awet (tidak
rapuh) dan sehat (bebas dari mikroorganisme patogen).
Frekuensi:
 Untuk monitoring bersih dapat dilakukan dengan memanfaatkan panca
indera secara fisik mulai dari bau (harum dan bebas dari bau yang tidak
sedap), rasa (lembut di kulit) dan skala noda. Dilakukan pada tahap sortir di
dalam perputaran pencucian. Jika terdapat kekurangan dari tiga aspek
tersebut, maka perlu ada pencucian ulang sesuai dengan permasalahan
masing-masing.

22
 Awet (tidak rapuh) dapat dilakukan dengan mengendalikan penggunaan
formulasi bahan kimia yang serendah mungkin tanpa mengabaikan hasil.
Substitusi penggunaan bahan kimia yang mempunyai sifat melapukkan
seperti phenol. Frekuensi dapat dilakukan setiap perputaran waktu standar
linen ditetapkan misalnya 200 kali pencucian.
 Sehat (bebas mikroorganisme patogen) dilakukan dengan pemerikasaan
linen bersih melalui pemeriksaan angka kuman di laboratorium untuk
mengetahui adanya mikroorganisme patogen ataupun mikroorganisme non
patogen dalam jumlah yang banyak (rekontaminasi).

2. Bahan kimia
a. Fisik dan karakteristik bahan kimia
Fisik dan karakteristik bahan kimia dapat berupa warna, butiran serta bau yang
khas dari bahan kimia. Penjelasan spesifikasi bahan kimia pada awal pembelian
menjadi penting serta melihat pembanding bahan kimia dari produk bahan kimia
yang dikirim pihak rekanan. Untuk menjaga kualitas selalu dilakukan
monitoring setiap bahan kimia yang akan digunakan.
b. PH (Power Hidrogen) dan persentase bahan aktif
Bahan kimia yang digunakan memiliki pH dan bahan aktif seperti yang
dipersyaratkan dalam LDP (Lembar Data Pengaman) atau MSDSs. Informasi
pH penting dalam mengetahui kualitas bahan kimia yang akan digunakan
apakah mengalami perubahan pada saat penyimpanan dan penggunaan.
Frekuensi pemeriksaan dilakukan pada awal penggunaan, pertengahan dan
akhir.

3. Baku Mutu Air Bersih


a. Persyaratan Permenkes 416
Persyaratan dasar air yang digunakan adalah standar air bersih Depkes
(Permenkes 416) yaitu dilakukan monitoring sedikitnya 6 bulan sekali.
b. Persyaratan khusus kandungan besi dan garam-garam
Perlu dilakukan pemeriksaan awal untuk mengetahui adanya dua polutan
pengganggu tersebut. Jika standar yang diinginkan tidak dipenuhi, maka harus
dilakukan usaha untuk menurunkan tingkat polutan di air yang akan digunakan.
Sebaiknya sama dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Hasil evaluasi diberikan kepada penanggung jawab dan pengelola pelayanan linen
di rumah sakit dan umpan balik yang diberikan dapat menjadi bahan laporan dan
pertimbanangan dalam pembuatan perencanaan sesuai tujuan evaluasi.

23
BAB VI
PENUTUP

Demikian telah disusun buku Panduan Linen yang disesuaikan dengan yang ada di
Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang .
Harapan kami buku panduan ini dapat menjadi acuan dan pedoman bagi seluruh
staff yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang, khususnya yang bertugas
dipelayanan pasien. Buku panduan ini akan ditinjau ulang secara periodic sehingga
masukan-masukan yang bersifat membangun masih sangat diharapkan.
Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan buku ini. Semoga Allah SWT member kekuatan dan petunjuk dalam setiap
langkah dan perbuatan kita .
Amiin yaa Robbal Alamiin.

24

Anda mungkin juga menyukai