Disusun oleh :
dr. Rona Kania Utami
PENDAMPING :
dr. Gabriella Natalia Setiabudhi, M.Kes
Penyusun : dr. Rona Kania Utami Pendamping :dr. Gabriella Natalia Setiabudhi,
M.Kes
AUDIENCE PRESENTASI
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kasus ini sebagai salah satu tugas Dokter Internship di RSUD Cibabat kota
Saya menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan waktu. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan proses penyelesaian tugas
Akhirnya saya berharap semoga laporan Presentasi Kasus ini dapat bermanfaat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………..…………………..… ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….............. iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………...….. vi
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
BAB II LAPORAN KASUS……………………………………………………… 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………... 7
3.1 Definisi………………………………………………………………. 8
3.2 Epidemiologi………………………………………………………… 8
3.3 Faktor Risiko………………………………………………………… 9
3.4 Klasifikasi…………………………………………………………… 9
3.4.1 Kejang Demam Sederhana………………………………… 9
3.4.2 Kejang Demam Kompleks……………………………..… 10
3.5 Pathway………………………………………………..…………… 11
3.6 Diagnosis…………………………………………………………… 12
3.6.1 Anamnesis…………………………………………………12
3.6.2 Pemeriksaan Fisik………………………………………… 12
3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium……………………………….. 13
3.6.4 Pungsi Lumbal……………………………………………. 13
3.6.5 Elektroensefalografi (EEG) ……………………………….13
3.6.6 Pencitraan………………………………………………….14
3.7 Tatalaksana…………………………………………………………..14
3.7.1 Tatalaksana Saat Kejang………………………………….. 14
3.7.2 Pemberian Obat Saat Demam…………………………….. 15
3.7.3 Pemberian Obat Antikonvulsan Rumat……………………15
3.7.4 Indikasi Rawat……………………………………………. 16
3.7.5 Edukasi Pada Orangtua…………………………………… 16
3.8 Pencegahan…………………………………………………………. 17
3.9 Prognosis…………………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 19
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Laboratorium Darah (29 November 2019)....................................... 6
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Pathway Kejang 11
Demam.......................................
3.2 Algoritma Penegakkan Diagnosis 12
Kejang.........................................................
..........
3.3 Algoritma Penanganan Kejang Demam 14
dan Status
Konvulsi…………………………..............
.........
v
DAFTAR SINGKATAN
EEG : Elektroensefalografi
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal > 380 𝐶) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam,
tetapi tidak disebabkan infeksi intracranial atau penyebab lain terutama trauma kepala,
Kejang demam terjadi pada 2–5% pada populasi anak. Sering terjadi pada usia 6 bulan–5
tahun. Kejang demam jarang terjadi pada usia <1 bulan dan >7 tahun.3 Menurut penelitian
Kalakang pada tahun 2016 kejadian kejang demam di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
Manado terjadi paling banyak dengan kelompok umur 1 - < 2 tahun.5 Kejang demam ini
terbagi menjadi dua, yaitu sederhana dan kompleks, sebagian besar kejang demam
merupakan kejang demam sederhana (KDS) dan kejang demam kompleks (KDK) hanya
berkisar 35%.2 Namun kejang demam kompleks dapat meningkatkan risiko terjadi epilepsi di
kemudian hari. Sekitar 2–10% penderita kejang demam mengalami epilepsi di kemudian
hari.3
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat
fokal atau parsial pada satu sisi kejang umum didahului kejang fokal dan berulang lebih dari
1 kali dalam 24 jam.4 KDK juga dapat meningkatkan angka kejadian kejang demam kembali
dikemudian hari, terlebih lagi jika KDK merupakan kejang yang pertama kali dialami.2
1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
2. 1. Identitas Pasien
• Usia : 2 tahun
• Kode CM : 1027419
IBU AYAH
Pendidikan S1 S1
2
3
2. 3. Anamnesa
• Anamnesis khusus :
Pasien dibawa orangtuanya datang ke IGD RSUD Cibabat Cimahi dengan keluhan
kejang sejak 2 jam SMRS (04.00) kejang dirasakan 10 menit. Pada saat kejang,
pasien terlihat kelojotan seluruh tubuh, serta mata mendelik ke atas. Sebelum dan
sesudah kejang pasien dalam keadaan sadar. Kejang berhenti sendiri dan setelah
kejang dirumah sebanyak 2x yang pertama pada saat pukul 23.00, lalu kejang kedua
Keluhan ini didahului dengan adanya demam sejak 2 hari SMRS. Demam
awalnya dirasakan muncul tiba-tiba, mendadak tinggi dan tidak pernah turun. Orang
tua pasien sempat mengukur suhu tubuh 390C. Keluhan ini juga disertai dengan
adanya BAB cair sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi 6 kali dan banyaknya sekitar
setengah gelas belimbing, konsistensi cair dengan ampas yang sedikit dan tidak ada
lendir maupun darah. Keluhan BAB cair ini juga disertai dengan muntah dengan
demam tidak disertai dengan batuk, pilek, keluhan keluaran cairan dari telinga, ruam-
ruam atau bintik kemerahan di kulit dan menangis saat BAK dan BAK yang menjadi
sedikit.
Orangtua pasien mengaku pasien pernah mengalami hal yang serupa pada saat 1
tahun yang lalu. Pasien tidak pernah ada kejang apabila tidak demam. Sebelum
dibawa ke Rumah Sakit, pasien sudah diberikan Parasetamol sirup dan obat yang
4
diberikan melalui pantat untuk kejang tetapi ibu pasien tidak ingat nama obatnya.
Menurut penuturan Ibunya, pasien diberikan imunisasi dasar teratur dan lengkap di
bidan, namun dia lupa mengenai sudah berapa kali dan waktu imunisasinya kapan
saja. Selain itu, orangtua pasien menyatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat
alergi obat atau pun makanan dan tidak ada keluhan yang sama di keluarganya.
2. 4. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
• Tanda vital :
S : 36,7 0C
R : 30 x/menit, regular
• Antropometri :
BB/TB : 11 Kg / 83 cm
BMI : 16,0
BMI/U : 0 SD (Normal)
• Kepala :
Bentuk : Normocephal
5
Mata : Edema palpebrae (-), konjunctiva tidak anemis, sclera tidak icterik,
Telinga : Lokasi normal, simetris, daun telinga bentuknya normal, sekret (-)
Hidung : Lokasi normal, simetris, deviasi septum (-), sekret (-), epistaxis (-)
• Thorax :
Retraksi (-)
Perkusi: timpani
• Ekstremitas atas dan bawah : CRT < 2 detik, akral hangat, edema -/-
2. 5. Pemeriksaan Neurologis
• Motorik : tidak ada kesan paresis pada ekstremitas atas maupun bawah
6
2. 6. Pemeriksaan Penunjang
Hematokrit 31 % 34 – 40 %
2. 7. Diagnosa Kerja
2. 8. Tatalaksana
b. Acc rawat
f. Oralit
d. Zink 1 x 20mg
e. Oralit
2. 9. Prognosis
KEJANG DEMAM
3.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakanial.2 Berdasarkan
ILAE 1983, berhubungan dengan demam yang tidak disebabkan oleh infeksi SSP, tanpa
ada kejang neonatus sebelumnya, atau kejang yang diprovokasi dan tidak memenuhi
Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut
sebagai kejang demam. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang
demam, namun jarang sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan batasan
lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993)
menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
3.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2–5% pada populasi anak. Sering terjadi pada usia 6
bulan–5 tahun. Kejang demam jarang terjadi pada usia <1 bulan dan >7 tahun, dengan
puncak tertinggi usia 17-23 bulan.1,3 Menurut penelitian Kalakang pada tahun 2016
8
9
kejadian kejang demam di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado terjadi paling banyak
Sekitar 75% dari anak dengan demam 390 C terjadi kejang demam, sedangkan 25%
Faktor gen :
3.4 Klasifikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang
umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
10
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam Sebagian besar kejang
Kejang demam dengan salah satu ciri seperti kejang lama (>15 menit). Kejang lama
adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2
kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%
kejang demam.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. Kejang
fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam. Kejang berulang adalah kejang 2
kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
3.5 Pathway
3.6 Diagnosis
3.6.1 Anamnesis
• Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (seperti gejala infeksi
saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll).
• Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque
• Tanda peningkatan tekanan intracranial : ubun ubun besar (UUB) menonjol, papil
edema
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan
gula darah.2
Indikasi pungsi lumbal adalah terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal, terdapat
kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis serta
ipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis.2 Anjuran melakukan pungsi lumbal pada anak usia <2 th yang
• Harus dilakukan pada bayi usia <12 bl yang mengalami kejang demam pertama
Apabila bayi usia 6–12 bl belum diimunisasi Hib atau Streptococcus pneumoniae,
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan
bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus
3.6.6 Pencitraan
Pencitraan seperti CT-Scan atau MRI kepala dilakukan hanya jika ada indikasi,
seperti :
• Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adalnya lesi
3.7 Tatalaksana
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5
mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
15
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat
a. Antipiretik
pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal
0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12
kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali.
• Kejang fokal/parsial
Asam valproat 20–40 mg/kgBB/hr dibagi 2–3 dosis terus-menerus dapat digunakan
tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.2,3
• Hiperpireksia
• Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
• Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali
oleh orangtua.
17
• Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal,
kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.2
3.8 Pencegahan
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak dengan
riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Suatu
studi kohort menunjukkan bahwa risiko relatif kejang demam terkait vaksin (vaccine-
associated febrile seizure) dibandingkan dengan kejang demam tidak terkait vaksin (non
vaccine-associated febrile seizure) adalah 1,6 (IK95% 1,27 sampai 2,11). Angka kejadian
kejang demam pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,
sedangkan setelah vaksin MMR adalah 25-34 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan
3.9 Prognosis
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
• Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
demam pertama
• Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
kompleks). Pada epilepsi mesial temporal, 40% pernah mengalami kejang demam
kompleks.2,3
Kejadian kecacatan dan kematian sebagai penyulit kejang demam tidak pernah
dilaporkan.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia;2014
3. Garna H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 5th ed. Garna H,
Nataprawira HM, editors. Bandung: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin; 2014. 793-797 p.
4. Antonius H. Pudjiadi, Hegar B. Pedoman pelayanan medis. 1st ed. Pudjiad AH, Hegar B,
editors. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009. 150-153 p.
5. Kakalang JP, Masloman N, Manoppo JIC. Profil kejang demam di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 - Juni 2016. Jurnal
e- Clinic, Volume 4, Nomer 2; 2016.
19