Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun oleh :
dr. Rona Kania Utami

PENDAMPING :
dr. Gabriella Natalia Setiabudhi, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD CIBABAT
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Tanggal : Kamis, 19 Desember 2019

Penyusun : dr. Rona Kania Utami Pendamping :dr. Gabriella Natalia Setiabudhi,
M.Kes

AUDIENCE PRESENTASI

Nama Tanda Tangan


dr. Agnes Annurul Maulidia

dr. Dendi Septian

dr. Muhammad Gilang Adhi Pratama

dr. Nur Anisa Sukma

dr. Sely Robi Nurlita

dr. Febi Ramdhani Rachman

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga saya dapat menyusun laporan presentasi

kasus ini sebagai salah satu tugas Dokter Internship di RSUD Cibabat kota

Cimahi periode November 2019–November 2020.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna

karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan waktu. Oleh karena itu, kritik

dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan proses penyelesaian tugas

ini dan mohon maaf atas segala kekurangannya.

Akhirnya saya berharap semoga laporan Presentasi Kasus ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.

Cimahi, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………..…………………..… ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….............. iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………...….. vi
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
BAB II LAPORAN KASUS……………………………………………………… 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………... 7
3.1 Definisi………………………………………………………………. 8
3.2 Epidemiologi………………………………………………………… 8
3.3 Faktor Risiko………………………………………………………… 9
3.4 Klasifikasi…………………………………………………………… 9
3.4.1 Kejang Demam Sederhana………………………………… 9
3.4.2 Kejang Demam Kompleks……………………………..… 10
3.5 Pathway………………………………………………..…………… 11
3.6 Diagnosis…………………………………………………………… 12
3.6.1 Anamnesis…………………………………………………12
3.6.2 Pemeriksaan Fisik………………………………………… 12
3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium……………………………….. 13
3.6.4 Pungsi Lumbal……………………………………………. 13
3.6.5 Elektroensefalografi (EEG) ……………………………….13
3.6.6 Pencitraan………………………………………………….14
3.7 Tatalaksana…………………………………………………………..14
3.7.1 Tatalaksana Saat Kejang………………………………….. 14
3.7.2 Pemberian Obat Saat Demam…………………………….. 15
3.7.3 Pemberian Obat Antikonvulsan Rumat……………………15
3.7.4 Indikasi Rawat……………………………………………. 16
3.7.5 Edukasi Pada Orangtua…………………………………… 16
3.8 Pencegahan…………………………………………………………. 17
3.9 Prognosis…………………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 19

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Laboratorium Darah (29 November 2019)....................................... 6

3.2 Perbedaan KDS dan KDK.............................................................. 9

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
3.1 Pathway Kejang 11
Demam.......................................
3.2 Algoritma Penegakkan Diagnosis 12
Kejang.........................................................
..........
3.3 Algoritma Penanganan Kejang Demam 14
dan Status
Konvulsi…………………………..............
.........

v
DAFTAR SINGKATAN

EEG : Elektroensefalografi

ILAE : International League Against Epilepsy

ISK : Infeksi Saluran Kemih

ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut

KDK : Kejang Demam Kompleks

KDS : Kejang Demam Sederhana

OMA : Otitis Media Akut

SSP : Sisitem Saraf Pusat

UUB : Ubun-ubun Besar

vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal > 380 𝐶) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam,

tetapi tidak disebabkan infeksi intracranial atau penyebab lain terutama trauma kepala,

gangguan keseimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.1

Kejang demam terjadi pada 2–5% pada populasi anak. Sering terjadi pada usia 6 bulan–5

tahun. Kejang demam jarang terjadi pada usia <1 bulan dan >7 tahun.3 Menurut penelitian

Kalakang pada tahun 2016 kejadian kejang demam di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou

Manado terjadi paling banyak dengan kelompok umur 1 - < 2 tahun.5 Kejang demam ini

terbagi menjadi dua, yaitu sederhana dan kompleks, sebagian besar kejang demam

merupakan kejang demam sederhana (KDS) dan kejang demam kompleks (KDK) hanya

berkisar 35%.2 Namun kejang demam kompleks dapat meningkatkan risiko terjadi epilepsi di

kemudian hari. Sekitar 2–10% penderita kejang demam mengalami epilepsi di kemudian

hari.3

Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat

fokal atau parsial pada satu sisi kejang umum didahului kejang fokal dan berulang lebih dari

1 kali dalam 24 jam.4 KDK juga dapat meningkatkan angka kejadian kejang demam kembali

dikemudian hari, terlebih lagi jika KDK merupakan kejang yang pertama kali dialami.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

2. 1. Identitas Pasien

• Nama pasien : An. Y

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Usia : 2 tahun

• Alamat : Kp. Cibarengkok RT 03/01 Cimahi Utara

• Tanggal Masuk : 29 november 2019

• Jam : 06.03 WIB

• Kode CM : 1027419

• DPJP : dr. T., Sp.A

2. 2. Identitas Orang Tua pasien

IBU AYAH

Nama Ny. E M Tn. B

Alamat Kp. Cibarengkok RT 03/01 Kp. Cibarengkok RT 03/01

Cimahi Utara Cimahi Utara

Umur 25 tahun 27 tahun

Agama Islam Islam

Pendidikan S1 S1

Pekerjaan Guru Honorer

2
3

2. 3. Anamnesa

• Keluhan Utama : kejang

• Anamnesis khusus :

Pasien dibawa orangtuanya datang ke IGD RSUD Cibabat Cimahi dengan keluhan

kejang sejak 2 jam SMRS (04.00) kejang dirasakan  10 menit. Pada saat kejang,

pasien terlihat kelojotan seluruh tubuh, serta mata mendelik ke atas. Sebelum dan

sesudah kejang pasien dalam keadaan sadar. Kejang berhenti sendiri dan setelah

kejang pasien langsung menangis. Sebelum dibawa ke RS pasien telah mengalami

kejang dirumah sebanyak 2x yang pertama pada saat pukul 23.00, lalu kejang kedua

pada pukul 02.00 dengan keadaan yang sama.

Keluhan ini didahului dengan adanya demam sejak 2 hari SMRS. Demam

awalnya dirasakan muncul tiba-tiba, mendadak tinggi dan tidak pernah turun. Orang

tua pasien sempat mengukur suhu tubuh 390C. Keluhan ini juga disertai dengan

adanya BAB cair sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi 6 kali dan banyaknya sekitar

setengah gelas belimbing, konsistensi cair dengan ampas yang sedikit dan tidak ada

lendir maupun darah. Keluhan BAB cair ini juga disertai dengan muntah dengan

frekuensi 2 kali dan berisi sisa makanan.

Orangtua pasien menyatakan bahwa keluhan kejang tidak disertai dengan

penurunan kesadaran dan riwayat trauma kepala sebelumnya. Sedangkan keluhan

demam tidak disertai dengan batuk, pilek, keluhan keluaran cairan dari telinga, ruam-

ruam atau bintik kemerahan di kulit dan menangis saat BAK dan BAK yang menjadi

sedikit.

Orangtua pasien mengaku pasien pernah mengalami hal yang serupa pada saat 1

tahun yang lalu. Pasien tidak pernah ada kejang apabila tidak demam. Sebelum

dibawa ke Rumah Sakit, pasien sudah diberikan Parasetamol sirup dan obat yang
4

diberikan melalui pantat untuk kejang tetapi ibu pasien tidak ingat nama obatnya.

Menurut penuturan Ibunya, pasien diberikan imunisasi dasar teratur dan lengkap di

bidan, namun dia lupa mengenai sudah berapa kali dan waktu imunisasinya kapan

saja. Selain itu, orangtua pasien menyatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat

alergi obat atau pun makanan dan tidak ada keluhan yang sama di keluarganya.

2. 4. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

• Keadaan Umum : Baik

• Kesadaran : Compos Mentis

• Tanda vital :

 N : 100 x /menit, reguler, equal, isi cukup

 S : 36,7 0C

 R : 30 x/menit, regular

• Antropometri :

 BB/TB : 11 Kg / 83 cm

 BMI : 16,0

 BB/U : - 2 SD s/d 0 SD (Normal)

 TB/U : - 2 SD s/d 0 SD (Normal)

 TB/BB : -1 SD s/d 0 SD (Normal)

 BMI/U : 0 SD (Normal)

• Kepala :

 Bentuk : Normocephal
5

 Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)

 Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah rontok

 Mata : Edema palpebrae (-), konjunctiva tidak anemis, sclera tidak icterik,

mata tidak cekung, air mata +

 Telinga : Lokasi normal, simetris, daun telinga bentuknya normal, sekret (-)

 Hidung : Lokasi normal, simetris, deviasi septum (-), sekret (-), epistaxis (-)

 Mulut : Tidak ada kelainan, mukosa basah

• Leher : KGB tidak teraba membesar, JVP dbn

• Thorax :

 Pulmo : VBS kanan=kiri, Wheezing-/-, Ronkhi -/-

Retraksi (-)

 Cor : S1, S2 murni, regular, murmur (-)

• Abdomen : Datar, lembut, BU (+), nyeri tekan epigastrium (-)

Perkusi: timpani

• Ekstremitas atas dan bawah : CRT < 2 detik, akral hangat, edema -/-

2. 5. Pemeriksaan Neurologis

• Kaku kuduk : (-)

• Burdzinski I/II : -/-/

• Laseque : tidak terbatas/tidak terbatas

• Kernig : tidak terbatas/tidak terbatas

• Motorik : tidak ada kesan paresis pada ekstremitas atas maupun bawah
6

2. 6. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 2.1 Laboratorium Darah (29 November 2019)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 10,1 g/dL 11.5 – 13.5 d/dL

Lekosit 4.800/mm3 6,000 – 17,500 /mm3

Hematokrit 31 % 34 – 40 %

Trombosit 182,000 /mm3 150,000 – 440,000 /mm3

Eritrosit 3,78 juta/uL 3,95-5,26

Glukosa darah sewaktu 101 mg% <140

2. 7. Diagnosa Kerja

Kejang Demam Kompleks + GEA

2. 8. Tatalaksana

1. IGD (29 November 2019)

a. Nasal canul O2 1 lpm

b. Acc rawat

c. Infus RL 20 gtt mikro

d. Diazepam inj 3mg (bila kejang)

e. Zink syrup 1 x cth II

f. Oralit

g. Pemeriksaan darah rutin, GDS, Feses lengkap


7

2. Advis (29 November 2019) di ruangan

a. Infus RL 30 gtt mikro

b. Ondansentron injection 1 x 2mg IV

c. Paracetamol drip 3x 120mg IV

d. Zink 1 x 20mg

e. Oralit

f. Diazepam inj 3 mg IV Bila kejang + Nasal canul O2 2L lpm


1
g. Bila suhu < 39o C paracetamol syrup 3 x 14

h. Periksa feces rutin

2. 9. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

3.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan

sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode

pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakanial.2 Berdasarkan

ILAE 1983, berhubungan dengan demam yang tidak disebabkan oleh infeksi SSP, tanpa

ada kejang neonatus sebelumnya, atau kejang yang diprovokasi dan tidak memenuhi

kriteria untuk kejang simtomatik akut lainnya.3

Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau

metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut

sebagai kejang demam. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang

demam, namun jarang sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan batasan

lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993)

menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan

mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi

susunan saraf pusat.2

3.2 Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2–5% pada populasi anak. Sering terjadi pada usia 6

bulan–5 tahun. Kejang demam jarang terjadi pada usia <1 bulan dan >7 tahun, dengan

puncak tertinggi usia 17-23 bulan.1,3 Menurut penelitian Kalakang pada tahun 2016

8
9

kejadian kejang demam di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado terjadi paling banyak

dengan kelompok umur 1 - < 2 tahun.5

Sekitar 75% dari anak dengan demam  390 C terjadi kejang demam, sedangkan 25%

dari anak dengan demam > 400 C.1

3.3 Faktor Risiko 1,4

Faktor gen :

a. Risiko meningkat 2 -3x bila saudara sekandung mengalami kejang demam

b. Risiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu :

a. Imaturitas otak dan termoregulator,

b. Demam, di mana kebutuhan oksigen meningkat,

c. Predisposisi genetik, > 7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan).

3.4 Klasifikasi

Tabel 3.1 Perbedaan KDK dan KDS3

3.4.1 Kejang Demam Sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang

umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
10

sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam Sebagian besar kejang

demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri.2

3.4.2 Kejang Demam Kompleks

Kejang demam dengan salah satu ciri seperti kejang lama (>15 menit). Kejang lama

adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2

kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%

kejang demam.

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. Kejang

fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam. Kejang berulang adalah kejang 2

kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang

berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.2


11

3.5 Pathway

Gambar 3.1 Pathway Kejang Demam


12

3.6 Diagnosis

Gambar 3.2 Algoritma Penegakan Diagnosis Kejang2

3.6.1 Anamnesis

• Tanyakan adanya kejang, jenis kejang dan lama kejang.

• Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca

kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (seperti gejala infeksi

saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll).

• Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga.

• Singkirkan penyebab kejang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan

gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang

dapat menyebabkan hipoglikemia).4

3.6.2 Pemeriksaan Fisik

• Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran

• Suhu tubuh : apakah terdapat demam

• Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque

• Pemeriksaan nervus kranial

• Tanda peningkatan tekanan intracranial : ubun ubun besar (UUB) menonjol, papil

edema

• Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, ISK, OMA, dll


13

• Pemeriksaan neurologis : tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis.4

3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi

dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan

gula darah.2

3.6.4 Pungsi Lumbal

Indikasi pungsi lumbal adalah terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal, terdapat

kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis serta

ipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah

mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan

gejala meningitis.2 Anjuran melakukan pungsi lumbal pada anak usia <2 th yang

mengalami kejang demam adalah sebagai berikut :

• Harus dilakukan pada bayi usia <12 bl yang mengalami kejang demam pertama

• Dianjurkan bayi usia 12–18 bl

• Tidak dilakukan secara rutin pada bayi berusia >18 bl

• Pungsi lumbal dilakukan bila secara klinis dicurigai mengalami meningitis

Apabila bayi usia 6–12 bl belum diimunisasi Hib atau Streptococcus pneumoniae,

mengalami kejang disertai panas, pungsi lumbal merupakan suatu pilihan.3

3.6.5 Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan

bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus

kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.2


14

3.6.6 Pencitraan

Pencitraan seperti CT-Scan atau MRI kepala dilakukan hanya jika ada indikasi,

seperti :

• Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adalnya lesi

structural di otak (mikrosefali, spastisitas)

• Terdapat adanya tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran menurun, muntah

berulang, UUB menonjol, paresis nervus VI, edema papil).4

3.7 Tatalaksana

Gambar 3.3 Algoritma Penanganan Kejang Akut dan Status Konvulsif

3.7.1 Tata Laksana Saat Kejang

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah

diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5

mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan

lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
15

setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.

Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat

algoritme tatalaksana di atas.2

3.7.2 Pemberian Obat Saat Demam

a. Antipiretik

Pemberian antipiretik (parasetamol 10–15 mg/kgBB/kali atau ibuprofen 10

mg/kgBB/kali) pada saat demam.3

b. Pemberian obat antikonvulsan intermiten

Obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya

pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah

satu faktor risiko di bawah ini :

• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral

• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

• Usia <6 bulan

• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius

• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan

cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal

0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12

kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali.

Diazepam dapat diberikan selama demam (biasanya 2–3 hr).2,3

3.7.3 Pemberian Obat Antikonvulsan Rumat

Indikasi pemberian antikonvulsan rumat adalah diberikan bila kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut :

• Kejang lama >15 mnt


16

• Ditemukan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang

• Kejang fokal/parsial

Asam valproat 20–40 mg/kgBB/hr dibagi 2–3 dosis terus-menerus dapat digunakan

untuk menurunkan risiko berulangnya kejang demam. Pengobatan diberikan selama 1

tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan

tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.2,3

3.7.4 Indikasi Rawat

• Kejang demam kompleks

• Hiperpireksia

• Usia di bawah 6 bulan

• Kejang demam pertama kali

• Terdapat kelainan neurologis.4

3.7.5 Edukasi Pada Orangtua

• Tetap tenang dan tidak panik.

• Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

• Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan

muntahan atau lendir di mulut atau hidung.

• Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit,

jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

• Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.

• Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.

• Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan

berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali

oleh orangtua.
17

• Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu

tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal,

kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.2

3.8 Pencegahan

Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak dengan

riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Suatu

studi kohort menunjukkan bahwa risiko relatif kejang demam terkait vaksin (vaccine-

associated febrile seizure) dibandingkan dengan kejang demam tidak terkait vaksin (non

vaccine-associated febrile seizure) adalah 1,6 (IK95% 1,27 sampai 2,11). Angka kejadian

kejang demam pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,

sedangkan setelah vaksin MMR adalah 25-34 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan

tersebut, dianjurkan pemberian diazepam intermiten dan parasetamol profilaksis.2

3.9 Prognosis

a. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah :

• Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

• Usia kurang dari 12 bulan

• Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang

• Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.

• Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.2


b. Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah :


18

• Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama

• Kejang demam kompleks

• Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung

• Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.

1 faktor (+): risiko 3–5%

2–3 faktor (+): risiko 13–15%

Jenis epilepsi dapat beragam (absens, tonik, klonik, tonik-klonik, parsial

kompleks). Pada epilepsi mesial temporal, 40% pernah mengalami kejang demam

kompleks.2,3

c. Risiko mengalami kecacatan atau kematian

Kejadian kecacatan dan kematian sebagai penyulit kejang demam tidak pernah

dilaporkan.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia;2014

2. Ismael S, Pusponegoro HD. Penatalaksanaan Kejang Demam. Handryastuti S, editor.


Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016. 1-16 p.

3. Garna H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 5th ed. Garna H,
Nataprawira HM, editors. Bandung: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin; 2014. 793-797 p.

4. Antonius H. Pudjiadi, Hegar B. Pedoman pelayanan medis. 1st ed. Pudjiad AH, Hegar B,
editors. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009. 150-153 p.

5. Kakalang JP, Masloman N, Manoppo JIC. Profil kejang demam di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 - Juni 2016. Jurnal
e- Clinic, Volume 4, Nomer 2; 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai