File PDF
File PDF
TESIS
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
SALEMBA
JANUARI 2013
TESIS
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
SALEMBA
JANUARI 2013
i
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
pertolongan, penyertaan dan kasih setia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Penulis merasa sungguh diberkati atas segala karunia dan kemudahan
yang Tuhan berikan selama ini, khususnya selama penulis menyelesaikan tesis
yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN
UMUM (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BADAN
LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY).
Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak
bantuan, dorongan, bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan tesis ini:
iv
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
terimakasih untuk canda tawa dan berantemnya serta dorongan dan
motivasinya.
5. Saudara-saudara penulis Rita Sariwati, Marisa Mifta Huda, dan Fifi
Mifta Huda, terimaksih untuk dukungan dan motivasinya untuk
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Suami penulis, Wisnu Muhammad Daya, terimaksih untuk cinta dan
kasih sayangnya serta dukungan dan dorongan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
7. Siti Fathya, Faris Rachman, Diani Julyanti, Maya Angelina, Karina
Dinanty, dan Ibram Putra selaku sahabat-sahabat penulis. Terimakasih
atas persahabatan, canda tawa, suka-duka, humor-humor sarkas,
motivasi, dukungan, bantuan, dan mimpi-mimpi ajaibnya.
8. Rinanti Ayuningtias, Paramitha Sudja, Liza Sitompul, Sheila Nurul
Afina, Ardita Rizani, dan Maya Safira, selaku sahabat-sahabat
perkoreaan dan peroppars-an penulis. Terimakasih atas dukungan,
serta motivasi.
9. Selasih J. Rusma, Tika Amelia, Mutmainah Sarah, Karina Nadia,
Rahmania, Muftia Ramadhani, dan Egi Anggiawati, selaku sahabat-
sahabat penulis selama berkuliah di MKnUI Salemba. Terimakasih
atas untuk semua motivasi, suka-duka, bantuan, informasi, kegalauan,
kekhawatiran, berantem-berantem ga jelasnya, serta asam manisnya
perjuangan bagi kita bersama. Bersama kita galau, bersama kita
LULUS! Together we can through this race!.
10. Atas Rihajeng, teman satu bimbingan penulis. Terimakasih buat bbm
setiap harinya, makin hari makin kaya orang pacaran, semoga nilai
sidang tesis kita memuaskan ya, jeng!, serta dorongan dan
motivasinya.
11. Keluarga Besar MKnUI, khususnya angkatan 2011/2013 yang telah
memberikan banyak kenangan, cerita, pengalaman serta pembelajaran
selama 2 tahun ini. Terimakasih atas kekompakannya dalam kuliah.
12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
proses penulisan tesis, namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
v
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Terimaksih untuk semuanya, tanpa bantuan, doa, dan dukungan kalian
penulis tidak akan dapat menyelsaikan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
vi
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
ABSTRAK
Kata-kata Kunci :
Badan Layanan Umum, BLU Transjakarta Busway, Badan Hukum, dan Peraturan
Pemerintah Badan Layanan Umum.
Keyword :
Public Service Legal Entity, BLU Transjakarta Busway, Legal Entity, and the
Government Regulation on the Public Service Legal Entity.
ix Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………….............................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………….ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………….iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………...vii
ABSTRAK……………...…………………………………………………..viii
ABSTRACT………………………………………………………………….ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………….x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..xii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………….……………xiii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………...13
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………...14
1.4 Metode Penelitian……………………………………………………..14
1.5 Sistematika Penulisan…………………………………………………18
x Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
2.7. Prosedur dan Mekanisme Pendirian BLU Transjakarta-Busway sehingga
Badan Layanan Umum Transjakarta Busway dibuat berdasarkan Keputusan
Gubernur……………………………………..66
2.8. Kewenangan, Tugas, dan Kewajiban BLU Transjakarta-Busway…….68
xi Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam ilmu hukum dikenal adanya subyek hukum. Subyek hukum adalah segala
sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan
kewajiban. Subyek hukum ini, dalam kamus Ilmu hukum disebut juga “orang”
atau “pendukung hak dan kewajiban”. Dengan demikian, subyek hukum memiliki
kewenangan untuk bertindak menurut tata cara yang ditentukan atau dibenarkan
hukum. 1
Subyek hukum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Manusia
Manusia atau dalam bahasa Belanda disebut naturlijke persoon,
merupakan subyek hukum. Manusia baik warganegara ataupun orang
asing dengan tak memandang agama atau kebudayaannya adalah
subyek hukum. Sebagai subyek hukum, sebagai pembawa hak,
manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk
melakukan sesuatu tindakan hukum, manusia dapat mengadakan
persetujuan-persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan sebagainya. 2
2. Badan Hukum
Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan istilah
rechtpersoon yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, juga
merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (dalam
bahasa Latin), dan disebut juga legal persons (dalam bahasa Inggris).
Di samping orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut
sertanya badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat
juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum
1
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 2004), hal 25.
2
C. S. T. Kansil.& Christinne S. T. Kansil , Pengantar Ilmu Hukum, Cet 12, (Jakarta :
Balai Pustaka, 2002), hal 85.
1 Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
2
Penulis akan membahas lebih lanjut tentang badan hukum. Badan hukum lahir
karena perjanjian dan undang-undang. Mengenai definisinya, badan hukum atau
legal entity atau legal person dalam Black’s Law Dictionary dinyatakan
sebagai“a body, other than a natural person, that confuction legally, sue or be
sued, and make decisions throught agents”. 4
Pengaturan dasar dari badan hukum itu sendiri terdapat di dalam Pasal 1654 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :
“Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang
swasta berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak
mengurangi peraturan-peraturan umum dalam mana kekuasaan itu telah
diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acaraacara tertentu” 5
Sementara itu yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal
1653 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa :
“Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula
perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan itu
ditiadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun
perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah
didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan
undang-undang atau kesusilaan baik” 6
Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menetukan ciri-ciri suatu badan
hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Adanya harta kekayaan yang terpisah;
b. Ada hak-hak dan kewajiban;
3
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 31, (Jakarta : PT. Intermasa, 2003), hal 21.
4
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary-Abridged Seventh Edition, (St. Paul
Minn : West Publishing Co, 2000), hal. 726.
5
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh
R.Tjitrosudibio, Cet 37, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2006), Pasal 1654.
6
Ibid, Pasal 1653.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
3
7
Ridho Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2004), hal 9.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
4
Dalam hal ini penulis akan membahas dan menganalisa aspek hukum badan
hukum publik yang disebut Badan Layanan Umum (BLU). Pelayanan publik
cenderung menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak pihak, baik dari
kalangan praktisi maupun ilmuwan, dengan makna yang berbeda-beda. Dalam
sejarah perjalanan administrasi publik, pelayanan publik dipahami secara
sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Menurut
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, definisi pelayanan Publik adalah :
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
5
Salah satu tranformasi yang terjadi adalah transformasi dalam ranah korporasi.
Korporasi menjadi tidak hanya memproduksi barang privat tetapi juga barang dan
jasa semi publik serta barang dan jasa yang sebelumnya menjadi domain
pemerintah untuk memproduksi dan menyediakannya. 10
8
Indonesia (d), Undang-Undang tentang Pelayanan Publik, UU No. 25 Tahun 2009,
Pasal 1 angka (1).
9
Agus Dwiyanto, Manajemen Pelayanan Publik : Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif,
(Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2011), hal 14.
10
Ibid.
11
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
6
Pelayanan publik merupakan isu yang sangat penting dan strategis sebagai sarana
interaksi antara pemerintah dan rakyatnya. Rakyat dengan sukarela membayar
pajak dan memberikan mandat kepada pemerintah untuk menggunakan pajak
tersebut guna melayani kebutuhan barang dan jasa dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu pelayanan publik sering disebut juga sebagai
pelayanan konstitusional. Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul
konstitusi semua negara yang menyebutkan bahwa negara harus memberikan
fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165 (seratus enam puluh lima)
negara yang ada di dunia, ditemukan bahwa 116 (seratus enam belas) mengatur
hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, 73 (tujuh puluh tiga)
diantaranya hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, 95 (sembilan puluh
lima) konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan gratis,
dan 29 (dua puluh sembilan) konstitusi yang mengatur hak warga negara untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.13
12
Ibid.
13
Achmad Nurmandi, Manajemen Pelayanan Publik, (Yogyakarta : PT. Sinergi Visi
Utama, 2010) , hal 34.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
7
kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari
masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung
maupun melalui media massa, terkait dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak
ada kepastian jangka waktu, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak
transparan, petugas yang tidak professional, sehingga menimbulkan citra yang
kurang baik terhadap pemerintah.
BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen
keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat.
Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa :
1) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan
anggaran tahunan;
2) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan
Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak
14
Indonesia (e), Undang-Undang Tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 68 ayat (1).
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
8
15
Ibid, Pasal 69 ayat (1) dan (2).
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
9
Pengertian BLU ini kemudian diadopsi kembali dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu :
“BLU adalah suatu badan usaha pemerintah yang tidak bertujuan mencari
laba, meningkatkan kualitas layanan publik dan memberikan otonomi, baik
milik Pemerintah pusat maupun daerah.” 17
16
Ibid, Pasal 1 angka 23.
17
Indonesia (f), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, PP RI No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
BLU, Pasal 1 angka 1.
18
Ibid, Pasal 2.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
10
Contoh Badan Layanan Umum di Indonesia yang sudah didirikan misalnya BLU
Transjakarta Busway, Rumah Sakit Pemerintah Daerah (RSPD), contohnya di
Kota Sumatera Utara RSPD Pirngadi-Medan, RSPD Djasamen Saragih, P.Siantar,
RSPD Lubuk Pakam, RSUD Rantauprapat, RSPD Sidikalang, RSPD dr
Djoelham, Binjai, RSUD dr.FL.Tobing, Sibolga, serta RSPD Kabanjahe, dan
Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, contohnya seperti Hutan Tanaman
Rakyat di Kota Sumatera Utara, dan Maluku Utara, serta Hutan Tanaman Industri
di Kota Sumatera Selatan.
19
Ibid, Pasal 3.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
11
Berdasarkan uraian yang telah penulis berikan pada latar belakang di atas dan
judul tesis ini, terdapat beberapa pokok permasalahan yang hendak dikaji secara
lebih lanjut dan mendalam, yakni sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
12
Dalam menyusun tesis ini, penulis akan melakukan penelitian yuridis normatif
karena dalam penelitian ini penulis akan melakukan studi dokumen serta tinjauan
terhadap norma hukum tertulis yang mencakup penelitian terhadap asas-asas
hukum. 20
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet 3, (Jakarta : UI-Press, 2008),
hal. 51.
21
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit.
22
Indonesia (g), Undang-Undang tentang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003.
23
Indonesia (e), Op. Cit.
24
Indonesia (f), Op. Cit.
25
Indonesia (h), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006
tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja
Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan Pola Pengeloaan Keuangan Badan Layanan Umum,
PMK No. 7 Tahun 2006.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
13
Untuk menunjang bahan hukum primer yang tersebut diatas, penulis juga
menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku utama yakni “Hukum Perdata
Tertulis” karangan Salim HS,31 yang menguraikan tentang syarat-syarat
didirikannya suatu badan hukum dan karakteristik badan hukum, “Badan Hukum :
32
Rechtpersoon” karangan Chidir Ali, yang menguraikan mengenai pengertian
tentang badan hukum, asas-asas badan hukum dan tujuan badan hukum, dan buku
“Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi” karangan
26
Indonesia (i), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006
tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa Pada Badan Layanan Umum, PMK No. 8
Tahun 2006.
27
Indonesia (j), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006
tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan Layanan Umum, PMK No. 9 Tahun 2006.
28
Indonesia (k), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola Dewan Pengawas dan
Pegawai Badan Layanan Umum, PMK No. 10 Tahun 2006.
29
Indonesia (l), Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
110 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola
Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, SK GUB DKI No. 110 Tahun
2003.
30
Indonesia (m), Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006
tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway,
SK GUB No. 48 Tahun 2006.
31
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 2008).
32
Chidir Ali, Badan Hukum : Rechtpersoon, (Bandung : Alumni, 1991).
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
14
34
Data sekunder di atas diperoleh melalui studi dokumen atau library research.
Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui
35
data tertulis dengan mempergunakan analisis konten. Analisis konten adalah
sebuah teknik untuk menarik sebuah kesimpulan dengan mengidentifikasikan
secara spesifik, obyektif dan sistematis terhadap isi yang ada dalam sebuah data.
36
33
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Cet 2, (Jakarta : Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006).
34
Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal 21.
35
Ibid.
36
Ibid, hal 22.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
15
BAB I
Pada bab I penulis memaparkan latar belakang dilakukannya penelitian ini serta
alasan mengapa penulis mengangkat topik ini menjadi bahasan dalam penelitian
ini. Dalam bab ini penulis juga memaparkan apa yang menjadi topik
permasalahan, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II
Bab ini menguraikan definisi subyek hukum, definisi badan hukum, asas-asas
dalam badan hukum, teori-teori badan hukum, unsur-unsur badan hukum, jenis-
jenis badan hukum, definisi BLU, serta syarat-syarat di dirikannya suatu BLU.
Bab ini juga menguraikan salah satu contoh BLU yang telah berdiri di Indonesia
yaitu Transjakarta Busway, serta bab ini juga menganalisa tentang prosedur dan
mekanisme pendirian BLU, tentang kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-
organ BLU, tentang prosedur dan mekanisme pendirian BLU Transjakarta
Busway dan tentang kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ dalam BLU
Transjakarta Busway.
BAB III
Bab ini menyimpulkan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang telah
dirumuskan pada bab I dan telah dianalisis serta diuraikan dalam bab II secara
komprehensif serta saran-saran untuk memberikan masukan dalam pengelolaan
BLU secara umum dan BLU Transjakarta Buswaysecara khusus.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
16
BAB II
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan lepas dari masalah hukum, karena
hukum selalu mempengaruhi kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan
sejahtera. Hukum itu adalah untuk manusia kaedah-kaedahnya yang berisi
perintah dan larangan itu ditunjukkan kepada anggota-anggota masyarakat atau
subyek hukum. Subyek hukum merupakan bagian pokok yang terdapat di dalam
ilmu hukum. 37
Subyek hukum memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam
bidang hukum, khususnya hukum keperdataan karena subyek hukum tersebut
yang dapat mempunyai wewenang hukum. Istilah subyek hukum berasal dari
terjemahan bahasa Belanda yaitu rechtsubject atau law of subject (Inggris). 38
Subyek hukum adalah ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan
kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian subyek
hukum ialah manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (rechtpersoon),
misalnya Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Negara (PN), Yayasan, Badan-
badan Pemerintahan, dan sebagainya. 39
Adapun subyek hukum (orang) yang dikenal dalam ilmu hukum, yaitu :
1. Manusia
37
Dudu M Duswara, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2003), hal
16.
38
Titik Triwulan, Hukum Perdata dan Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Prenada Media
Group, 2008), hal 40.
39
A. Ridwan Halim, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Cet 2, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1985), hal 29.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
17
40
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 2.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
18
42
Indonesia (n), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1).
43
Ibid, Pasal 6 ayat (1).
44Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Prof. Moeljatno, S.H., Cet 26, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), Pasal 45.
45
Indonesia (o), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, UU.
No. 3 Tahun 1999, Pasal 28.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
19
2. Badan Hukum
Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan istilah
rechtpersoon yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, juga
merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (dalam bahasa
Latin), dan disebut juga legal persons (dalam bahasa Inggris). Di
samping orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut
sertanya badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat
46
Indonesia (p), Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi, PP No. 44 Tahun 1993, Pasal 2 ayat (1).
47
Marwan Mas, Op. Cit, hal 28-30.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
20
48
Subekti, Op. Cit,hal 21.
49
P. N. H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Djambatan,
2009), hal 28-29.
50
Galuh Wardhani, “Subyek Hukum dan Obyek Hukum”,
http://galuhwardhani.wordpress.com/2010/03/08/makalah-bab-ii-materi-subyek-dan-obyek-
hukum/, diakses pada 5 Desember 2012, pukul 23.15 WIB.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
21
yang satu dengan badan hukum lain maupun antara badan hukum
dengan orang manusia (naturlijke persoon). Karena itu badan hukum
dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual beli, tukar-menukar,
sewa-menyewa dan segala macam perbuatan di lapangan harta
51
kekayaan.
Yang membedakan antara subyek hukum manusia dengan subyek hukum badan
hukum adalah bahwa manusia pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang
menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:
1) Manusia mempunyai hak-hak subyektif, dan;
2) Kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti,
kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung
hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan disebut juga teori
fiksi, namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum, orang yang dapat melakukan perbuatan hukum
adalah orang yang sudah dewasa.
51
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Alumni,
1985), hal 54.
52
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 1330.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
22
Namun ketentuan Pasal 1330 ayat (3) KUH Perdata telah dihapus dengan
keluarnya SEMA Nomor 3 Tahun 1963, yang menyatakan bahwa perempuan
bersuami cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
Sedangkan pada badan hukum, tidak serta merta memperoleh status sebagai
subyek hukum, namun melalui proses pendaftaran kepada Kantor Panitera
Pengadilan Negara setempat hingga pengesahan oleh MenHumKam.Hal tersebut
didukung oleh pendapat dari Salim Hs, SH, Ms, bahwa teori yang berpengaruh
dalam hukum positif berkaitan keberadaan badan hukum sebagai subyek hukum
adalah teori konsensi yang artinya adalah bahwa badan hukum dalam negara tidak
dapat memiliki kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan)
kecuali diperkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti negara sendiri.
Sehingga yang membedakan antara subyek hukum yang cakap dan subyek hukum
yang tidak cakap melakukan tindakan hukum adalah berkaitan dengan pemenuhan
tanggung jawab. Bahwa menurut Pasal 2 KUH Perdata yaitu :
“Anak yang masih ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan si anak
menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah
telah ada”. 53
Dilihat dari Pasal 2 KUH Perdata diatas dapat disimpulkan bahwa anak yang
masih di dalam kandungan seorang wanita juga sudah dianggap sebagai subyek
hukum atau pembawa hak dan kewajiban apabila kepentingan si anak
53
Ibid, Pasal 2.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
23
54
Ibid, Pasal 1.
55
Bahestie Koesnadi, “Subjek Hukum”, http://bahesti.wordpress.com/2012/05/02/tugas-
bab-2-subjek-hukum/, diakses pada 5 Desember 2012, pukul 00.51 WIB.
56
Chidir Ali, Op. Cit, hal 14.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
24
Badan hukum adalah badan usaha yang berbadan hukum. Menurut Pasal 1654
KUH Perdata pengertian badan hukum, yaitu :
“Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang
preman, berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak
mengurangi peraturan-peraturan umum, dalam mana kekuasaan itu telah
diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acara-acara tertentu”. 59
Sementara itu yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal
1653 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa badan hukum adalah :
“Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula
perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan itu
ditiadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun
perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah
didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan
undang-undang atau kesusilaan baik”. 60
Menurut Maijers, badan hukum adalah meliputi sesuatu yang menjadi pendukung
hak dan kewajiban. 61
57
Ibid, hal 17.
58
Black, Henry Campbell, Op. Cit, hal. 726.
59
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 1654.
60
Ibid, Pasal 1653.
61
Chidir Ali, Op. Cit, hal 17.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
25
Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan hukum atau
perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti
seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat
di depan hakim. 63
Menurut Rochmat Soemitro, badan hukum ialah suatu badan yang dapat
mempunyai harta, hak serta kewajiban sepeti orang pribadi. 64
Menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, manusia adalah badan pribadi merupakan
manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan
kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain disebut badan hukum yaitu
kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan)
dan kumpulan harta kekayaan, yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu
(yayasan). Kedua-duanya merupakan badan hukum. 65
Menurut Purnadi Perbacaraka dan Agus Brotosusilo, pribadi hukum ialah suatu
badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap
sebagai subyek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan
hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-
kewajiban seperti yang dimiliki oleh seseorang. Pribadi hukum ini memiliki
kekayaan tersendiri mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak
sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian. 66
62
Ibid.
63
Ibid, hal 19.
64
Ibid.
65
Ibid.
66
Ibid, hal 20.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
26
67
Ibid.
68
Ibid, hal 21.
69
Neni Sri Imayati, Hukum Bisnis : Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,
(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hal 124.
70
Jimly Asshiddiqie, Op. Cit, hal 69.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
27
Menurut Oetarid Sadino yang menterjemahkan buku L.J Van Apeldoorn yang
berjudul Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht(Pengantar Ilmu
Hukum) yang berkenaan dengan masalah subyek hukum itu menyalin dalam
bahasa Indonesia sebagai berikut :
“Walau demikian, ajaran hukum, dan kini juga undang-undang mengakui
adanya purusa atau subyek hukum yang lain daripada manusia. Untuk
membedakannya, manusia disebut purusa kodrat (natuurlijke person) yang
lain purusa hukum. Akan tetapi ini tidak berarti, bahwa purusa yang
demikian itu juga benar-benar hanya berarti, bahwa sesuatu yang bukan
purusa atau tak dapat merupakan purusa, diperlakukan seolah-olah ia adalah
sesuatu purusa”.71
Istilah purusa kodrat atau purusa hukum (istilah resminya ialah badan hukum)
bersandar pada pandangan (yang berasal dari ajaran hukum kodrat) bahwa
menurut kodratnya manusia adalah subyek hukum dan yang lain-lainnya
memperoleh kewenangan hukumnya dari hukum positif.
Keberadaan suatu badan hukum, menurut teori ilmu hukum ditentukan oleh 4
(empat) teori yang menjadi syarat suatu badan hukum agar tergolong sebagai
subyek hukum, yaitu sebagai berikut :
71
Chidir Ali, Op. Cit, hal 16.
72
Salim HS, Op. Cit, hal 26.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
28
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
29
Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menetukan ciri-ciri suatu badan
hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Adanya harta kekayaan yang terpisah;
b. Ada hak-hak dan kewajiban;
c. Mempunyai tujuan tertentu, mempuyai kepentingan sendiri, dan;
d. Adanya organisasi yang teratur. 76
Dengan demikian di dalam hukum modern dewasa ini, suatu badan, perkumpulan,
atau suatu perikatan hukum untuk dapat disebut sebagai badan hukum haruslah
memenuhi 5 (lima) unsur persyaratan sekaligus. Ke 5 (lima) unsur persyaratan itu
adalah :
1) Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subyek hukum yang lain;
73
Komariah, Hukum Perdata, (Malang : UMM Press, 2002), hal 23-24.
74
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Jakarta :
Djambatan, 1982) hal 63 dalam Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan
Perundang-Undangan, dan Yurisprudensi, Cetakan Kedua, (Yogyakarta : Total Media, 2009), hal
10.
75
Ibid.
76
Ridho Ali,Op. Cit, hal 9.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
30
Konsekuensi pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dengan harta pribadi
para pengurus atau anggotanya, adalah sebagai berikut :
a. Perorangan dengan harta pribadi terhadap anggota badan hukum, tidak
berhak menuntut harta badan hukum;
b. Para pengurus/anggota tidak boleh secara pribadi menagih piutang
badan hukum terhadap pihak ketiga;
c. Tidak dibenarkan kompensasi (ganti kerugian) utang pribadi dari
pengurus atau anggota dengan utang badan hukum;
d. Hubungan hukum berupa perjanjian antara pengurus/anggota dengan
badan hukum, disamakan hubungan hukum dengan pihak ketiga;
e. Jika badan hukum pailit, hanya para kreditor saja yang dapat menuntut
harta kekayaan badan hukum. 78
77
Jimmy Asshidiqie, Op. Cit, hal 77.
78
Marwan Mas, Op. Cit, hal 30.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
31
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
32
79
Salim HS, Op. Cit, hal 26.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
33
Chidir Ali mengemukakan macam badan hukum publik dan badan hukum privat
(badan hukum perdata), sebagai berikut :
1) Badan hukum publik dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu :
a. Badan hukum yang mempunyai teritorial
Suatu badan hukum itu pada umumnya harus
memperhatikan atau menyelenggarakan kepentingan
mereka yang tinggal di dalam daerah atau wilayahnya,
misalnya Negara Republik Indondesia itu mempunyai
wilayah dari Sabang sampai Merauke. Propinsi Jawa Barat,
kotapraja-kotapraja masing-masing mempunyai wilayah
selain itu ada juga badan hukum yang hanya
menyelenggarakan kepentingan beberapa orang saja seperti
subak di Bali merupakan organisasi kemasyrakatan yang
khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan
dalam cocok tanam padi di Bali;
b. Badan hukum yang tidak mempunyai teritorial
Suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang berwajib
hanya untuk tujuan tertentu saja, contohnya Bank Indonesia
adalah badan hukum yang dibentuk yang berwajib hanya
untuk tujuan yang tertentu saja, yang dalam bahasa Belanda
disebut publicekrechtelijke doel corporatie dan oleh
Soenawar Soekawati disebut badan hukum kepentingan dan
Perusahaan Negara yang bergerak di bidang tertentu.Badan
hukum tersebut dianggap tidak mempunyai tertiorial, atau
teritorialnya sama dengan teritorialnya negara.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
34
Perbedaan antara badan hukum publik dengan badan hukum perdata, terletak pada
bagaimana carapendiriannya badan hukum tersebut, seperti yang diatur di dalam
Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu ada tiga macam, yakni :
1)Badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah atau
Negara), misalnya Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II atau Kotamadya,
Bank-bank yang didirikan oleh negara, dan sebagainya;
2)Badan hukum yang diakui oleh pemerintah atau kekuasaan umum, misalnya
perkumpulan-perkumpulan, gereja dan organisasi-organisasi keagamaan,
dan sebagainya;
3)Badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan suatu maksud
tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan
(badan hukum dengan konstruksi keperdataan). 81
Untuk menentukan sesuatu badan hukum termasuk badan hukum publik atau
termasuk badan hukum privat, dalam stelsel hukum Indonesia dapat digunakan
kriteria sebagai berikut :
a. Dilihat dari cara pendiriannya atau terjadinya, artinya badan hukum
itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh
penguasa (negara) dengan undang-undang atau peraturan-peraturan
lainnya;
b. Lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam melaksanakan tugasnya
badan hukum itu pada umumnya dengan publik atau umum
melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak
80
Chidir Ali, Op. Cit, hal 62-63.
81
Riduan Syahrani, Op. Cit, hal 57.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
35
dengan kedudukan yang sama dengan publik atau umum atau tidak.
Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum publik;
c. Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan
oleh penguasa (negara) itu diberi wewenang untuk membuat
keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Jika ada
wewenang publik, maka badan hukum tersebut adalah badan hukum
publik. 82
Demikianlah, jika ke 3 (tiga) kriteria (unsur) itu terdapat pada suatu badan atau
badan hukum, maka dapat disebut badan hukum publik. Dalam hal ini penulis
akan membahas badan hukum publik yang berkaitan dengan Badan Layanan
Umum (BLU).
Pelayanan publik cenderung menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak
pihak, baik dari kalangan praktisi maupun ilmuwan, dengan makna yang berbeda-
beda. Dalam sejarah perjalanan administrasi publik, pelayanan publik dipahami
secara sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Semua barang dan jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah kemudian disebut
sebagai pelayanan publik. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, definisi Pelayanan Publik adalah :
“Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggaraan
pelayanan publik”. 83
Literatur umumnya menjelaskan bahwa “whatever government does is public
service”. Pendapat seperti itu dahulu dimaklumi karena pemerintah pada masa itu
hanya peduli untuk menyelenggarakan pelayanan yang menjadi barang publik
82
Chidir Ali, Op. Cit, hal 62.
83
Indonesia (d), Op. Cit, UU No, 25 Tahun 2009, Pasal 1 angka (1).
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
36
atau pelayanan yang menurut kesepakatan politik dan pertimbangan moral dinilai
penting bagi kehidupan warganya.
Namun ketika telah terjadi transformasi atau perubahan peran pemerintah dan non
pemerintah dalam penyelenggaraan layanan yang menjadi hajat hidup orang
banyak definisi pelayanan publik di atas kiranya sudah menjadi tidak relevan lagi.
Salah satu tranformasi yang terjadi adalah transformasi dalam ranah korporasi.
Korporasi menjadi tidak hanya memproduksi barang privat tetapi juga barang dan
jasa semi publik serta barang dan jasa yang sebelumnya menjadi domain
pemerintah untuk memproduksi dan menyediakannya.
Pelayanan publik merupakan isu yang sangat penting dan strategis sebagai sarana
interaksi antara pemerintah dan rakyatnya. Rakyat dengan sukarela membayar
pajak dan memberikan mandat kepada pemerintah untuk menggunakan pajak
tersebut guna melayani kebutuhan barang dan jasa dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu pelayanan publik sering disebut juga sebagai
pelayanan konstitusional. Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul atau
ketentuan-ketentuan dalam konstitusi semua negara yang menyebutkan bahwa
negara harus memberikan fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165
84
Agus Dwiyanto, Op. Cit, hal 14.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
37
(seratus enam puluh lima) negara yang ada di dunia, ditemukan bahwa 116
(seratus enam belas) mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan,
73 (tujuh puluh tiga) diantaranya hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, 95
(sembilan puluh lima) konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh
pendidikan gratis, dan 29 (dua puluh sembilan) konstitusi yang mengatur hak
warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.85
85
Ibid, hal 34.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
38
Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa :
3) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan
anggaran tahunan;
4) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan
Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan
dan kinerja Kementrian. 87
86
Indonesia (e), Op. Cit, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 68
ayat (1).
87
Ibid, Pasal 69 ayat (1) dan (2).
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
39
88
Ibid, Pasal 1 angka 23.
89
Indonesia (f), Op. Cit, PP RI No. 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan BLU,
Pasal 1 angka 1.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
40
90
Joko Supriyanto dan Suparjo, “Badan Layanan Umum : Sebuah Pola Pemikiran Baru
atas Unit Pelayanan Masyarakat”, http://vgsiahaya.wordpress.com/artikel/badan-layanan-umum-
sebuah-pola-pemikiran-baru-atas-unit-pelayanan-masyarakat/, diakses pada 6 Desember 2012,
pukul 00.19 WIB.
91
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
41
92
Indonesia (f), Op. Cit, PP RI No. 23 Tahun 2005 Tentang BLU Pengelolaan Keuangan,
Pasal 2.
93
Ibid, Pasal 3.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
42
Dalam tulisan ini Penulis akan membahas contoh Badan Layanan Umum di
Indonesia yang sudah berjalan di Indonesia, salah satu contohnya ialah
Transjakarta.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
44
94
Transjakarta Busway, Company Profile Transjakarta Busway, (Jakarta: 2007),hal 8.
95
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
45
Saat ini tahun 2012 jumlah armada bis single 472 (empat ratus tujuh
puluh dua) unit, bis gandeng 52 (lima puluh dua) unit, dimana bis-bis
tersebut dioperasikan berdasarkan rencana operasi yang terjadwal di
10 (sepuluh) koridor. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam
operasional Transjakarta Busway sekitar 3.500 (tiga ribu lima ratus)
orang, terdiri dari pramudi, petugas pengamanan, petugas tiket, dan
petugas kebersihan. Sebagai salah satu upaya mendekatkan dengan
konsumen guna memberikan pelayanan terbaik, maka pihak
Transjakarta Busway membuka sistem informasi online yang dapat
diakses oleh masyarakat melakui situs resmi Transjakarta Busway,
dimana dengan mengakses situs tersebut masyarakat dapat
menyampaikan kritik maupun saran guna memberikan evaluasi dan
pengawasan kinerja dari pihak Transjakarta Busway.
96
Ibid, hal 9.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
46
Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa :
1) “Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;
97
Ibid.
98
Indonesia (f), Op. Cit, PP RI No. 23 Tahun 2005 Tentang BLU Pengelolaan Keuangan,
Pasal 68 ayat (1).
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
47
2) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja
Kementrian”. 99
99
Ibid, Pasal 69 ayat (1) dan (2).
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
48
100
Indonesia (f), Op. Cit, PP RI No. 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan
BLU, Pasal 4.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
50
manusia;
b) Akuntabilitas,yaitu:mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada satuan
kerja Instansi Pemerintah bersangkutan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
periodik, meliputi akuntabilitasprogram,
kegiatan, dan keuangan;
c) Transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan
kewenangan, dan ketersediaan informasi
kepada publik.
c. Rencana strategis bisnis, mencakup:
a) Visi, yaitu suatu gambaran yang menantang
tentang keadaan masa depan yang berisikan
cita dan citra yang ingin diwujudkan;
b) Misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau
dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar
tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil
dengan baik;
c) Program strategis, yaitu program yang berisi
proses kegiatan yang berorientasi pada hasil
yang ingin dicapai selama kurun waktu 1
(satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan
memperhitungkan potensi, peluang, dan
kendala yang ada atau mungkin timbul; dan
d) Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan
pengukuran pencapaian kinerja;
e) Indikator kinerja lima tahunan berupa
indikator pelayanan, keuangan, administrasi,
dan sumber daya manusia;
f) Pengukuran pencapaian kinerja, yaitu
pengukuran yang dilakukan dengan
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
51
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
52
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
53
101
Dwijayanto, “Aspek Legal Badan Layanan Hukum (BLU)”,
http://sdwijayanto.blogspot.com/2008/11/aspek-legal-badan-layanan-umum-blu.html, diakses pada
6 Desember 2012, Pukul 02.38 WIB.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
54
Kewenangan BLU adalah mengelola keuangan negara. Hal ini diatur dalam Pasal
1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, yaitu :
“PPK-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek- praktek bisnis
yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian
dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya”.102
102
Indonesia (f), Op. Cit, PP RI No. 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan
BLU, Pasal 1 angka 2.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
55
Dengan demikian, BLU diharapkan tidak sekedar sebagai format baru bagi
pengelolaan keuangan, tetapi BLU diharapkan untuk menyuburkan pewadahan
baru bagi pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Kewenangan, tugas dan kewajiban organ-organ dalam BLU dijelaskan dalam
Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan BLU, yaitu :
(1) “Pejabat pengelola BLU terdiri atas:
a. Pemimpin;
b. Pejabat keuangan; dan
c. Pejabat teknis.
(2) Pemimpin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berfungsi
sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU
yang berkewajiban:
a. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
b. menyiapkan Rencana Bisnis dan Anggaran(RBA)
tahunan;
c. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis
sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional
dan keuangan BLU.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
56
(3) Pejabat keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban:
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
d. menyelenggarakan pengelolaan kas;
e. melakukan pengelolaan utang-piutang;
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan
investasi BLU;
g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
(4) Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing
yang berkewajiban:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya”. 103
Jasa transportasi merupakan salah satu dari kebutuhan manusia. Mobilitas yang
sangat cepat dari masyarakat baik yang tinggal di desa maupun di kota
membutuhkan alat-alat transportasi untuk membantu dalam kelangsungan hidup
mereka. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya jasa transportasi,
dinas perhubungan menyediakan berbagai macam fasilitas transportasi baik jalur
darat, jalur laut, maupun jalur udara.
103
Ibid, Pasal 32.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
57
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi
semakin tingginya tingkat kemacetan dan semakin buruknya kondisi alat
transportasi publik yang beroperasi di DKI Jakarta adalah dengan menggagas
untuk membuat sarana transportasi makro bagi penduduk Jakarta guna
mengurangi kemacetan yang ada.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta adalah dengan mendirikan
Busway atau BLU Transjakarta Busway didukung dengan dikeluarkannya
Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 110 Tahun 2003 tentang
Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Transjakarta-Busway
Propinsi DKI Jakarta yang telah diperbaharui dengan Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata
Kerja BLU Transjakarta-Busway.
Menurut Pasal 2 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006
tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja BLU Transjakarta Busway,
pembetukan Transjakarta Busway adalah :
“Dengan peraturan Gubernur ini dibentuk BLU Transjakarta Busway”. 104
Transjakarta Busway ini merupakan sistem transportasi bus cepat di DKI Jakarta,
sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem Transmilenio yang sukses di Bogota,
Kolombia. Agar terjangkau oleh masyarakat harga tiket Trasnjakarta Busway ini
disubsidi oleh pemerintah.
104
Indonesia (m), Op. Cit, PerGub No. 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi,
dan Tata Kerja BLU Transjakarta Busway, Pasal 2.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
58
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan BLU seperti yang
telah dijelaskan dalam prosedur dan mekanisme BLU pada sub bab 2.6 diatas.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006
tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja BLU Transjakarta-Busway,
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
59
BLU Transjakarta Busway diubah menjadi lembaga struktural dan menjadi Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Perhubungan yang memiliki kewenangan dalam
pengelolaan keuangan berbasis Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah (PPK-BLUD), dan memberikan pelayanan kepada masyarakat
pengguna busway.
105
Indonesia (l), Op. Cit, SK GUB DKI No. 110 Tahun 2003, Pasal 4.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
60
106
Ibid, Pasal 5.
107
Ibid, Pasal 6.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
61
108
Ibid, Pasal 7.
109
Ibid, Pasal 8.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
62
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
63
113
Ibid, Pasal 12.
114
Ibid, Pasal 13.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
64
115
Indonesia (m), Op. Cit, PerGub No. 48 Tahun 2006tentang Pembentukan, Organisasi,
dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway, Pasal 4.
116
Ibid, Pasal 5.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
65
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
66
Pasal 7 Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110
Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola
Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang mengatur
tentang kewajiban dan tugas Kepala, akan tetapi dalam Pasal 7 Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan,
Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Buswayberubah
menjadi kewajiban dan tugas Kepala Subbagian Tata Usaha dan Keuangan, yaitu :
“Kepala Subbagian Tata Usaha dan Keuangan mempunya tugas :
a. Menyusun rencana dan program kerja tata usaha dan keuangan;
b. Melaksanakan urusan surat menyurat dan kearsipan;
c. Melaksanakan urusan administrasi kepegawaian;
d. Melaksanakan urusan kerumahtanggaan;
e. Melaksanakan kegiatan kehumasan;
f. Melaksanakan pemeliharaan kebersihan kantor dan halte;
g. Menyiapkan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK);
h. Melakukan pengelola keuangan;
i. Menyelenggarakan pengelolaan kas;
j. Melakukan pengelolaan utang-pitang;
k. Melaksanakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi;
l. Menyelenggarakan sistem informal manajemen keuangan;
m. Menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan
keuangan;
n. Menerima, menyimpan, dan membukukan penerimaan
pendapatan Transjakarta Busway;
o. Melaksanakan verikasi dan menetapkan denda;
p. Melakukan pembayaran pengeluaran BLU Transjakarta Busway;
q. Melaksanakan penyusunan perhitungan biaya rupiah per
kilometer;
r. Menyusun perhitungan tarif angkutan umum Busway;
s. Menyusun formula remunerasi;
t. Melaporkan pelaksanan tugas”. 118
Pasal 8 Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110
Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola
Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang mengatur
117
Ibid, Pasal 6.
118
Ibid, Pasal 7.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
67
tentang kewajiban dan tugas Bagian Tata Usaha, akan tetapi dalam Pasal 8
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang
Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta
Buswayberubah menjadi kewajiban dan tugas Pelaksana, yaitu :
1. “Untuk memperlancar kegiatan operasional dapat diangkat pelaksana
dengan sebutan manajer untuk tugas yang terdiri dari :
a. Sarana dan prasarana;
b. Operasional;
c. Pengendalian.
2. Manajer merupakan pejabat non struktural yang diangkat dan
diberhentikan oleh Kepala BLU Transjakarta Busway dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan;
3. Manajer dalam melaksanakan tugas dan bertanggung jawab kepada
Kepala BLU Transjakarta Busway;
4. Jumlah pelaksana dengan sebutan manajer sebanyak-banyaknya 3
(tiga) orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”. 119
Pasal 9 Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110
Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola
Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang mengatur
tentang kewajiban dan tugas Bidang Tata Operasional, akan tetapi dalam Pasal 9
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang
Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta
Buswayberubah menjadi kewajiban dan tugas Manajer Sarana dan Prasarana,
Manajer Operasional, dan Manajer Pengendalian, yaitu:
1. “Manajer Sarana dan Prasarana mempunyai tugas :
a. Menyusun rencana dan program pemeliharaan dan
perawatan sarana dan prasarana;
b. Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan sarana dan
prasarana;
c. Melaksanakan monitoring, pemantauan dan evaluasi
kelayakan sarana dan prasarana;
d. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan Satuan
Kerja Perangkat Daerah terkait;
e. Melaporkan pelaksanaan tugas.
2. Manajer Operasional mempunyai tugas :
a. Menyusun program dan rencana kegiatan operasional;
b. Menyusun standar prosedur operasional dan standar
pelayanan minimal bus;
c. Mengusulkan calon operator bus;
119
Ibid, Pasal 8.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
68
Seiring dengan perubahan Peraturan Gubernur yang ada berubah pula dalam
Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110 Tahun
2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola
Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakartasusunan organisasi
terdiri dari Badan Pembina, Kepala, Bagian Tata Usaha, Bidang Tata Operasional,
Bidang Pengendalian Operasi, Bidang Sarana dan Prasarana, Bidang Tiket serta
Bidang Dana, sedangkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48
Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan
Umum Transjakarta Busway susunan organisasi terdiri dari Kepala BLU
Transjakarta Busway yang membawahi Kepala Subbagian Tata Usaha dan
Keuangan, Manajer Sarana dan Prasarana, Manajer Operasional dan Manager
Pengendalian.
120
Ibid, Pasal 9.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
69
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
70
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
70 Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
71
121
Indonesia (r), Op. Cit, PerGub No. 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi,
dan Tata Kerja BLU Transjakarta Busway, Pasal 2.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
72
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
73
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
74
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Achmad, Nurmandi. Manajemen Pelayanan Publik. Yogyakarta : PT. Sinergi Visi
Utama, 2010.
Ali, Ridho. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan. Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2004.
A, Ridwan, Halim. Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Cet 2. Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1985.
HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta : Sinar Grafika,
2008.
Mas, Marwan. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 2004.
M, Duswara, Dudu. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: PT. Refika Aditama, 2003.
Neni, Sri, Imayati. Hukum Bisnis : Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi.
Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet 31. Jakarta : PT. Intermasa, 2003.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
75
Titik, Triwulan. Hukum Perdata dan Sistem Hukum Nasional. Jakarta : Prenada
Media Group, 2008.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang
Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Transjakarta-
Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 110 Tahun 2003.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
76
SUMBER ELEKTRONIK
Joko Supriyanto dan Suparjo, “Badan Layanan Umum : Sebuah Pola Pemikiran
Baru atas Unit Pelayanan Masyarakat”,
http://vgsiahaya.wordpress.com/artikel/badan-layanan-umum-sebuah-pola-
pemikiran-baru-atas-unit-pelayanan-masyarakat/, diakses pada 6 Desember
2012, pukul 00.19 WIB.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 ayat (7) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN
LAYANAN UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
2. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut
PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas
berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan
keuangan negara pada umumnya.
3. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau daerah.
4. Instansi pemerintah adalah setiap kantor atau satuan kerja yang berkedudukan
sebagai pengguna anggaran/barang atau kuasa pengguna anggaran/barang.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
BAB II
TUJUAN DAN ASAS
Bagian Pertama
Tujuan
Pasal 2
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Bagian Kedua
Asas
Pasal 3
(1) BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah
daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
(2) BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak-
terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi
induk.
(3) Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
(4) Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
(5) BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
(6) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran
serta laporan keuangan dan kinerja kementerian
negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
(7) BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis
yang sehat.
BAB III
PERSYARATAN, PENETAPAN, DAN PENCABUTAN
Bagian Pertama
Persyaratan
Pasal 4
(1) Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan
dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan
administratif.
(2) Persyaratan substantif 'sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila
instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang
berhubungan dengan:
a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila:
a. kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya; dan
b. kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila
instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen
berikut:
a. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat;
b. pola tata kelola;
c. rencana strategis bisnis;
d. laporan keuangan pokok;
e. standar pelayanan minimum; dan
f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen.
(5) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan persetujuan sebelum
disampaikan kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan
kewenangannya.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
Bagian Kedua
Penetapan dan Pencabutan
Pasal 5
(1) Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang
memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan
PPK-BLU kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota menetapkan instansi pemerintah yang
telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
menerapkan PPK-BLU.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pemberian status
BLU secara penuh atau status BLU bertahap.
(4) Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan memuaskan.
(5) Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) telah terpenuhi,
namun persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4)
belum terpenuhi secara memuaskan.
(6) Status BLU-Bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku paling lama 3
(tiga) tahun.
(7) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,
memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan
BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD.
Pasal 6
(1) Penerapan PPK-BLU berakhir apabila:
a. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya;
b. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota berdasarkan usul
dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan
kewenangannya; atau
c. berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang
dipisahkan.
(2) Pencabutan penerapan PPK-BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b dilakukan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi
persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 4.
(3) Pencabutan status sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,
membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU atau penolakannya paling
lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b diterima.
(5) Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terlampaui, usul pencabutan dianggap ditolak.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
(6) Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan
kembali untuk menerapkan PPK-BLU sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4.
Pasal 7
Dalam rangka menilai usulan penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dan Pasal 6, Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan
kewenangannya, menunjuk suatu tim penilai.
BAB IV
STANDAR DAN TARIF LAYANAN
Bagian Pertama
Standar Layanan
Pasal 8
(1) Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan
minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diusulkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.
(3) Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan,
biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.
Bagian Kedua
Tarif Layanan
Pasal 9
(1) BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan.
(2) Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya
per unit layanan atau hasil per investasi dana.
(3) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh BLU kepada
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.
(4) Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) selanjutnya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.
(5) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus
mempertimbangkan:
a. kontinuitas dan pengembangan layanan;
b. daya beli masyarakat;
c. asas keadilan dan kepatutan; dan
d. kompetisi yang sehat.
BAB V
PENGELOLAAN KEUANGAN BLU
Bagian Pertama
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
Pasal 10
(1) BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada
Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
(2) BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan basis kinerja dan
perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.
(4) RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang
diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.
Pasal 11
(1) BLU mengajukan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk
dibahas sebagai bagian dari RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau
Rancangan APBD.
(2) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan usulan standar
pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang, akan dihasilkan.
(3) RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya,
sebagai bagian RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan
APBD.
(4) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali
standar biaya dan anggaran BLU. dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana
kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari
mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD.
(5) BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar
penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif.
Bagian Kedua
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Pasal 12
(1) RBA BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) digunakan sebagai
acuan dalam menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU untuk diajukan
kepada Menteri Keuangan/PPKD sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dokumen pelaksanaan anggaran BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit mencakup seluruh pendapatan dan belanja, proyeksi. arus kas, serta
jumlah dan kualitas jasa dan/atau barang yang akan dihasilkan oleh BLU.
(3) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengesahkan
dokumen pelaksanaan anggaran BLU paling lambat tanggal 31 Desember
menjelang awal tahun anggaran.
(4) Dalam hal dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
belum disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya,
BLU dapat melakukan pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen
pelaksanaan anggaran tahun lalu.
(5) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri
Keuangan/PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi lampiran dari
perjanjian kinerja yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan
pimpinan BLU yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan, pengajuan, penetapan, perubahan RBA
dan dokumen pelaksanaan anggaran BLU diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Ketiga
Pendapatan dan Belanja
Pasal 14
(1) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai
pendapatan BLU.
(2) Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat
dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan
pendapatan operasional BLU.
(3) Hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan
pendapatan yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukan.
(4) Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan
pendapatan bagi BLU.
(5) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) dapat
dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11.
(6) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak kementerian/lembaga atau
pendapatan bukan pajak pemerintah daerah.
Pasal 15
(1) Belanja BLU terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang
dituangkan dalam RBA definitif.
(2) Pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan
kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran,
mengikuti praktek bisnis yang sehat.
(3) Fleksibilitas pengelolaan belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku
dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA.
(4) Belanja BLU yang melampaui ambang batas fleksibilitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan/
gubernur/bupati/walikota atas usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD,
sesuai dengan kewenangannya.
(5) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan
anggaran dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.
(6) Belanja BLU dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian
negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
Bagian Keempat
Pengelolaan Kas
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
Pasal 16
(1) Dalam rangka pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut:
a. merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;
b. melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;
c. menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
d. melakukan pembayaran;
e. mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
f. memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan
tambahan.
(2) Pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktek bisnis yang sehat.
(3) Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan
Surat Perintah Membayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Rekening bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuka oleh pimpinan
BLU pada bank umum.
(5) Pemanfaatan surplus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan
sebagai investasi jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.
Bagian Kelima
Pengelolaan Piutang dan Utang
Pasal 17
(1) BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa,
dan/atau transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung
dengan kegiatan BLU.
(2) Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan,
dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan
praktek bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang
berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.
(4) Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau
perikatan peminjaman dengan pihak lain.
(2) Utang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan,
dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
(3) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek
ditujukan hanya untuk belanja operasional.
(4) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang
ditujukan hanya untuk belanja modal.
(5) Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang
berdasarkan nilai pinjaman.
(6) Kewenangan peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
(7) Pembayaran kembali utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
tanggung jawab BLU.
(8) Hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang
tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
Bagian Keenam
Investasi
Pasal 19
(1) BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan
Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan
BLU.
Bagian Ketujuh
Pengelolaan Barang
Pasal 20
(1) Pengadaan barang/jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan
ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
(2) Kewenangan pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
Pasal 21
(1) Barang inventaris milik BLU dapat dialihkan kepada pihak lain dan/atau
dihapuskan berdasarkan pertimbangan ekonomis.
(2) Pengalihan kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan.
(3) Penerimaan hasil penjualan barang inventaris sebagai akibat dari pengalihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pendapatan BLU.
(4) Pengalihan dan/atau penghapusan barang inventaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaporkan kepada menteri/ pimpinan
lembaga/kepala SKPD terkait.
Pasal 22
(1) BLU. tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas
persetujuan pejabat yang berwenang.
(2) Kewenangan pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai dan jenis
barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penerimaan hasil penjualan aset tetap sebagai akibat dari pengalihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pendapatan BLU.
(4) Pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) dilaporkan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.
(5) Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas
pokok dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
(1) Tanah dan bangunan BLU disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik
Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2) Tanah dan bangunan yang tidak digunakan BLU untuk penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsinya dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala
SKPD terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Kedelapan
Penyelesaian Kerugian
Pasal 24
Setiap kerugian negara/daerah pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar
hukum atau kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah.
Bagian Kesembilan
Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan
Pasal 25
BLU menerapkan sistem informasi manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan dan
praktek bisnis yang sehat.
Pasal 26
(1) Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen
pendukungnya dikelola secara tertib.
(2) Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia.
(3) Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan.
(4) BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada
standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan
oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 27
(1) Laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) setidak-
tidaknya meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja.
(2) Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU
dikonsolidasikan dalam laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Lembar muka laporan keuangan unit-unit usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dimuat sebagai lampiran laporan keuangan BLU.
(4) Laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
berkala kepada, menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/ walikota, sesuai
dengan kewenangannya, untuk dikonsolidasikan dengan laporan keuangan
kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
(5) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat . (1) disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD serta kepada Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, paling
lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
(6) Laporan keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
pertanggungjawaban keuangan kementerian negara/lembaga/ SKPD/ pemerintah
daerah.
(7) Penggabungan laporan keuangan BLU pada laporan keuangan kementerian
negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan. ,
(8) Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa ekstern
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Akuntabilitas Kinerja
Pasal 28
(1) Pimpinan BLU bertanggung jawab terhadap kinerja operasional BLU sesuai
dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.
(2) Pimpinan BLU mengihktisarkan dan melaporkan kinerja operasional BLU secara
terintegrasi dengan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1).
Bagian Kesebelas
Surplus dan Defisit
Pasal 29
Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas
perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,
disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan
mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Pasal 30
(1) Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran
berikutnya kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya dapat mengajukan
anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN/APBD
tahun anggaran berikutnya.
BAB VI
TATA KELOLA
Bagian Pertama
Kelembagaan, Pejabat Pengelola, dan Kepegawaian
Pasal 31
Dalam hal instansi pemerintah perlu mengubah status kelembagaannya untuk
menerapkan PPK-BLU, perubahan struktur kelembagaan dari instansi pemerintah
tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung
jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pasal 32
(1) Pejabat pengelola BLU terdiri atas:
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
a. Pemimpin;
b. Pejabat keuangan; dan
c. Pejabat teknis.
(2) Pemimpin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berfungsi sebagai
penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:
a. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
b. menyiapkan RBA tahunan;
c. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan
BLU.
(3) Pejabat keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berfungsi
sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban:
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
d. menyelenggarakan pengelolaan kas;
e. melakukan pengelolaan utang-piutang;
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
(4) Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berfungsi
sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
Pasal 33
(1) Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil
dan/atau tenaga profesional non-pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan
BLU.
(2) Syarat pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU
yang berasal dari pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian.
Bagian Kedua
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 34
(1) Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
terkait.
(2) Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan/PPKD sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Dalam pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dapat dibentuk dewan pengawas.
(4) Pembentukan dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku
hanya pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
realisasi anggaran atau nilai aset menurut neraca yang memenuhi syarat minimum
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(5) Dewan pengawas BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan
keputusan menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.
(6) Dewan pengawas BLU di lingkungan pemerintah daerah dibentuk dengan
keputusan gubernur/bupati/ walikota atas usulan kepala SKPD.
Pasal 35
(1) Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern yang
merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU.
(2) Pemeriksaan ekstern terhadap BLU dilaksanakan oleh pemeriksa ekstern sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Remunerasi
Pasal 36
(1) Pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan
remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme
yang diperlukan.
(2) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota atas usulan
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
BAB VII
KETENTUAN LAIN
Pasal 37
(1) Investasi yang telah dimiliki atau dilakukan oleh instansi pemerintah pada badan
usaha dan/atau badan hukum sebelum ditetapkan menjadi PPK-BLU dianggap
telah mendapat persetujuan investasi dari Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) pada saat instansi pemerintah
dimaksud ditetapkan menjadi PPKBLU.
(2) Dengan Peraturan Pemerintah ini, status Badan Usaha Milik Negara yang
berbentuk perusahaan jawatan (Perjan) beralih menjadi instansi pemerintah yang
menerapkan PPK-BLU.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Perguruan tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara dengan kekayaan negara yang
belum dipisahkan dapat menerapkan PPK BLU setelah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.
Pasal 39
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Badan Usaha Milik Negara yang
berbentuk perusahaan jawatan (Perjan) yang statusnya beralih menjadi PPK-BLU
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
L -1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), wajib melakukan penyesuaian dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 31 Desember 2005.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 1
(satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Pasal 41
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 13 Juni 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 13 Juni 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
HAMID AWALUDIN
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013