Disusun oleh:
AMAN NURRAHMAN KAHFI
NIM : 13/353724/PTP/01294
PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Sistem informasi geografi (SIG) merupakan sebuah sistem yang terorganisir
termasuk di dalamnya perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware),
operator serta database yang dirancang secara efisien untuk memperoleh,
menyimpan, menganalisis, mengupdate, memanipulasi, dan menampilkan data-data
yang bereferensi geografis. SIG mempunyai manfaat untuk memberikan informasi
yang mendekati dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan strategis. SIG
juga dapat menjelaskan lokasi, menjelaskan kondisi ruang (spasial), menjelaskan
suatu kecenderungan (tren), menjelaskan tentang pola spasial, serta pemodelan.
Dalam pengoperasiannya, GIS memiliki empat subsistem pemfungsian pokok yaitu :
Subsistem input data
Subsistem penyimpanan dan pengambilan kembali data
Subsistem manipuasi dan analisa data
Subsistem output dan menampilkan data
Pengoperasian sebuah GIS mempunyai sederetan komponen yang
digabungkan agar sistem tersebut dapat bekerja. Komponen-komponen tersebut
sangat menentukan dalam mensukseskan sebuah GIS. Kerja sebuah GIS
mengintegrasikan lima komponen kunci : perangkat keras (hardware), perangkat
lunak (software), data, orang sebagai operator (people), dan cara (methode).
Salah satu kemampuan SIG adalah melakukan analisa kesesuaian lahan.
Analisa Kesesuaian Lahan (Land Suitabilty Analysis / LSA) adalah proses
berbasiskan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang digunakan untuk menentukan
kesesuaian lahan terhadap penggunaan tertentu. Dasar pemikiran dari LSA adalah
lahan memiliki beragam nilai, baik internal maupun eksternal, dimana tiap nilai
tersebut dapat dikategorikan mendukung atau menghambat penggunaan lahan
tersebut, baik eksisting maupun direncanakan.
Kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan analisa dengan menggunakan
analisa multi faktor secara sistematis, dimana faktor-faktor tersebut dapat berupa
fisik, sosial, maupun ekonomi. Output dari analisa tersebut dapat berupa peta yang
dapat menunjukkan area yang memiliki kesesuaian tinggi hingga tidak sesuai sama
sekali untuk aktifitas tertentu. Model kesesuaian lahan juga dapat menunjukkan
lokasi terbaik untuk penggunaan lahan tertentu, baik pengembangan perumahan,
pusat perdagangan dan jasa, kawasan industri, dan penggunaan lahan lainnya.
Informasi yang disajikan dalam SIG memuat data atribut maupun data
spasial. Data atribut dan spasial yang diolah oleh penulis menggambarkan wilayah
DAS Krasak yang melewati Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Magelang Jawa
Tengah. Wilayah ini memiliki kondisi geografis dan kondisi sosial ekonomi yang
berbeda dengan kecamatan lainnya terutama pasca erupsi Merapi. Untuk
memperoleh wawasan mengenai Kecamatan Cawas, maka tulisan ini disusun dengan
judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Menganalisis Kesesuaian
Lahan untuk Tanaman Jagung di DAS Krasak”
2. Tujuan
Tujuan penulisan ini antara lain
1. Menganalisis spasial lereng dan interpolasi curah hujan di DAS Krasak dengan
sistem informasi geografis
2. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di DAS Krasak dengan
sistem informasi geografis
B. DASAR TEORI
SIG dapat didefinisikan sebagai kombinasi perangkat keras dan perangkat
lunak komputer yang memungkinkan untuk mengelola (manage), menganalisa,
memetakan informasi spasial berikut data atributnya (data deskriptif) dengan akurasi
kartografi (Basic, 2000 dalam Prahasta, 2002). Dari definisi ini dapat diuraikan menjadi
beberapa subsistem yaitu data input, dasa output, data manajemen, dan data manipulasi
dan analisis. Jika subsistem SIG di atas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan,
proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG juga dapat
digambarkan seperti tersaji pada Gambar 1.
SIG memiliki keunggulan dalam menyajikan data-data spasial tersebut
sehingga lebih mudah untuk dianalisis dan diketahui polanya. Salah satu keunggulan
yang dimiliki oleh SIG adalah kemampuan untuk melakukan overlay atau tumpang
tindih dari data-data atribut suatu wilayah. Proses overlay atau tumpang tindih ini biasa
digunakan untuk menganalisis dan menghasilkan informasi baru berdasarkan data-data
spasial dan atribut yang telah ada. Misalnya dalam menghasilkan peta kesesuaian lahan
untuk tanaman tertentu, overlay dari beberapa data atribut seperti elevasi lahan,
kemiringan lereng, dan data curah hujan dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian
lahan untuk ditanami jenis tanaman tertentu.
Digital Elevation
Model Interpolasi hujan
wilayah dengan
polygon thiessen
Peta tanah
-tekstur
Kelerengan -kedalaman
-drainase
-KTK Peta hujan
Peta
kelerengan
Klasifikasi Klasifikasi curah
tanah sesuai hujan sesuai
persyaratan persyaratan
tanaman tanaman jagung
Klasifikasi jagung
kelerengan sesuai
persyaratan
tanaman jagung
Overlay
Peta kesesuaian
lahan untuk jagung
D. PEMBAHASAN
Lingkup wilayah penelitian evaluasi sumberdaya lahan dan air di DAS Krasak
mencakup 2 wilayah kabupaten yang meliputi daerah administratif Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah, yaitu:
1. Wilayah Kabupaten Sleman : Kecamatan Pakem, Turi, dan Tempel
2. Wilayah Kabupaten Magelang : Kecamatan Srumbung, Salam, Dukun, dan
Ngluwar
Berdasarkan pembagian unit bentuklahan, maka ruang lingkup wilayah DAS
Krasak terdiri dari beberapa penggal jenis bentuklahan yaitu lereng atas Gunungapi
Merapi, lereng tengah Gunungapi Merapi, lereng bawah Gunungapi Merapi, lereng kaki
Gunungapi Merapi, lembah barranco, dataran alluvial, teras sungai, dan tanggul alam.
Analisis Spasial sangat diperlukan dalam kesesuaian lahan jagung di DAS Krasak
antara lain kelerengan, curah hujan, dan tanah. Berikut adalah tahapan di dalam analisis
spasial menggunakan ArcGis 10.1.
1. Kelerengan
Memanfaatkan geoprocessing sebagai salah satu alat untuk mengklasifikasi DAS
Krasak menjadi beberapa kelas lereng. Adapun analisis spasial yang dipakai adalah
clip yang berfungsi untuk memotong kontur sesuai bentuk DAS Krasak. Berikut
adalah Gambar 2 kontur di DAS Krasak.
2. Curah hujan
Presipitasi atau hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke permukaan
bumi dan atau laut dalam bentuk yang berbeda. Hujan di daerah tropis (termasuk
Indonesia) umumnya dalam bentuk air dan sesekali dalam bentuk es pada suatu
kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan kutub hutan dapat berupa air
atau salju/es. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal
tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk
masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahun (Sitanala, 1989).
Data curah hujan yang digunakan berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Jawa Tengah
dan D.I.Yogyakarta. Curah hujan yang ada di DAS Krasak dengan menggunakan 14
stasiun hujan. Data curah hujan pada masing-masing stasiun hujan dengan
menggunakan data curah hujan dari tahun 1986 sampai 1995. Berdasarkan tabel
(lampiran) maka dapat diketahui bahwa curah hujan yang ada di DAS Krasak rata-
rata tahunan maksimum dari 14 stasiun dengan menggunakan data 10 tahun. Curah
hujan rata-rata tahunan maksimum sebesar 3333 mm/tahun yang ada di tahun 1992
dari 14 stasiun. Sedangkan curah hujan miminum di DAS Krasak sebesar 2235
mm/tahun di tahun 1991 dari 14 stasiun.
Data curah hujan yang berupa titik stasiun hujan dan mengandung besaran angka
curah hujan rerata tahunan dapat dianalisis spasialnya berdasarkan teori hujan
wilayah. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata
diseluruh daerah yang bersangkutan. Salah satu penyajian hujan wilayah adalah
dengan polygon thiessen. Metode polygon thiessen merupakan cara penentuan hujan
wilayah dengan rata-rata tertimbang. Metode ini memperhitungkan bobot dari
masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di
dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun
yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan
tersebut. Kelebihan dari metode Poligon Thiessen yaitu dapat digunakan apabila
penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, dan hitungan curah
hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun
hujan. ArcGIS 10.1 mempunyai tools yang dapat digunakan sebagai analisis polygon
thiessen yaitu pada fungsi Analysis Tools berupa Create Thiessen Polygon. Berikut
adalah Gambar 7 hasil interpolasi titik curah hujan dengan Poligon Thiessen.
3. Tanah
Peta tanah diperoleh dari Dinas Pertanian DIY. Informasi jenis tanah dan sifat-sifat
fisik tanah dapat langsung disesuaikan dengan persyaratan lahan untuk tanaman
jagung. Adapun pengisian data atribut dengan jumlah data yang cukup banyak dapat
dilakukan dengan bantuan select by attribute.
Gambar 10. Hasil Intersect Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung di DAS
Krasak
Metode yang digunakan dalam klasifikasi kesesuaian lahan tanaman jagung di DAS
Krasak adalah Weight Factor Matching (WFM). Metode WFM merupakan metode
untuk mendapatkan faktor pembatas yang paling berat dari kesesuaian lahan. Metode
ini digunakan apabila dengan metode AM masih belum dapat menentukan kelas
kesesuaian sumberdaya lahan. Metode analisis ini merupakan analisis spasial dengan
menggunakan teknik overlay beberapa peta yang berkaitan dengan faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap penilaian kerentanan.
Gambar 11. Peta Kesesuaian Lahan Jagung di DAS Krasak
Weighted overlay merupakan sebuah teknik untuk menerapkan sebuah skala
penilaian untuk membedakan dan menidaksamakan input menjadi sebuah analisa
yang terintegrasi. Weighted overlay memberikan pertimbangan terhadap faktor atau
kriteria yang ditentukan dalam sebuah proses pemilihan kesesuaian (Sofyan, dkk.,
2010). Gambar 11 di atas adalah hasil klasifikasi kesesuaian lahan jagung di DAS
Krasak.
Tanaman jagung dapat berproduktivitas tinggi jika ditanam di daerah
dengan suhu 16-32 °C. Kemiringan lereng lahan yang sesuai untuk tanaman jagung
berkisar antara <8-30%. DAS Krasak mempunyai suhu dan kemiringan lereng yang
sesuai untuk tanaman jagung. DAS Krasak mempunyai curah hujan antara 500-1500
mm/tahun sehingga tanaman jagung dapat tumbuh. Tanah untuk tanaman jagung
harus bertekstur halus hingga agak kasar, jika tanahnya mempunyai tektur kasar,
maka tanaman jagung tidak dapat tumbuh dengan baik. Kedalaman tanah untuk
tanaman jagung agar produktifitasnya tinggi yaitu tanah dengan kedalaman antara 25
sampai 60 cm. DAS Krasak sesuai untuk tanaman jagung karena tanahnya
mempunyai tekstur halus hingga agak kasar dan kedalaman tanah yang memenuhi
persyaratan tersebut. Keterdapatan bahan kasar dan batuan dipermukaan di DAS
Krasak tidak terlalu banyak, sehingga tidak menimbulkan masalah untuk tanaman
jagung agar dapat tumbuh dengan baik.
Berdasarkan metode Weight Factor Matching, kesesuaian lahan di sub DAS
Krasak untuk tanaman jagung terdapat 2 kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman jagung yang ada di DAS Krasak adalah S3 dan N. Metode
Weight Factor Matching digunakan dalam kesesuaian lahan tanaman jagung karena
berdasarkan hasil yang dibuat dengan menggunakan metode aritmatik matching,
hasil yang didapat tidak representatif dengan kondisi yang sebenarnya. Salah satu
kekurangan di dalam metode aritmatik adalah jika terdapat dua atau lebih kelas lahan
yang dominan. Hal ini menjadikan alasan pemilihan metode Weight Factor
Matching sebagai metode di dalam evaluasi kesesuaian lahan jagung di DAS Krasak.
Kelas S3 pada lahan di DAS Krasak terdapat pada lereng atas dan dataran
alluvial. Daerah tersebut mempunyai lereng yang berbukit hingga bergunung terjal,
sehingga tidak memungkinkan ditanami tanaman produksi. Apabila dipaksakan
untuk ditanami tanaman jagung, maka akan cepat terjadi degradasi lahan. Faktor lain
yang menjadi pemberat adalah curah hujan. Curah hujan di sebagian DAS Krasak di
atas 2000 mm/tahun, hal ini menjadi fakor pembatas yang paling dominnan
mengingat bahwa tanaman jagung merupakan tanaman palawija yang tidak
membutuhkan banyak air. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor pembatas pada
kesesuaian lahan pada kelas sesuai marginal (S3). Total kelas lahan yang tidak sesuai
ditanami jagung seluas 2211 Ha.
Pada kelas tidak sesuai (N), faktor pembatas yang sangat berat menjadikan
pengelolaan lahan ini tidak mudah dan membutuhkan biaya yang sangat besar.
Lahan ini terletak pada lereng atas bentukan vulkanik. Faktor pembatasnya yaitu
kemiringan lereng DAS Krasak yang lebih dari 45 %, sehingga lahan di daerah ini
sangat sulit untuk digarap. Lahan dengan kemiringan yang demikian hanya cocok
untuk konservasi, dengan penutupan yang rapat. Beda halnya dengan tanaman
jagung yang merupakan tanaman produksi semusim. Total kelas lahan yang tidak
sesuai ditanami jagung seluas 1207 Ha.
E. PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil
1. DAS Krasak mempunyai potensi sesuai marginal untuk tanaman jagung seluas 2211
Ha. sedangkan sisanya merpakan lahan yang tidak sesuai untuk tanaman jagung.
2. Faktor pemberat dalam menentukan kesesuaian lahan untuk jagung di DAS Krasak
antara lain adalah faktor kelerengan dan curah hujan.
F. DAFTAR PUSTAKA
Forest Watch Indonesia. 2010. Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis. Bogor :
FWI.
Muhsoni, Firman Farid. 2010. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung di Madura
dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis. Jurnal Embryo Vol. 7 No. 1.. Juni 2010.
Trisasongko, Bambang H., Diar Shiddiq. 2012. Manajemen dan Analisis Data Spasial
dengan ArcView GIS. Bogor : IPB.