Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KULIAH

APLIKASI SISTEM IFORMASI GEOGRAFI UNTUK MENGANALISIS


KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN JAGUNG DI DAS KRASAK

Disusun oleh:
AMAN NURRAHMAN KAHFI
NIM : 13/353724/PTP/01294

PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Sistem informasi geografi (SIG) merupakan sebuah sistem yang terorganisir
termasuk di dalamnya perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware),
operator serta database yang dirancang secara efisien untuk memperoleh,
menyimpan, menganalisis, mengupdate, memanipulasi, dan menampilkan data-data
yang bereferensi geografis. SIG mempunyai manfaat untuk memberikan informasi
yang mendekati dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan strategis. SIG
juga dapat menjelaskan lokasi, menjelaskan kondisi ruang (spasial), menjelaskan
suatu kecenderungan (tren), menjelaskan tentang pola spasial, serta pemodelan.
Dalam pengoperasiannya, GIS memiliki empat subsistem pemfungsian pokok yaitu :
 Subsistem input data
 Subsistem penyimpanan dan pengambilan kembali data
 Subsistem manipuasi dan analisa data
 Subsistem output dan menampilkan data
Pengoperasian sebuah GIS mempunyai sederetan komponen yang
digabungkan agar sistem tersebut dapat bekerja. Komponen-komponen tersebut
sangat menentukan dalam mensukseskan sebuah GIS. Kerja sebuah GIS
mengintegrasikan lima komponen kunci : perangkat keras (hardware), perangkat
lunak (software), data, orang sebagai operator (people), dan cara (methode).
Salah satu kemampuan SIG adalah melakukan analisa kesesuaian lahan.
Analisa Kesesuaian Lahan (Land Suitabilty Analysis / LSA) adalah proses
berbasiskan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang digunakan untuk menentukan
kesesuaian lahan terhadap penggunaan tertentu. Dasar pemikiran dari LSA adalah
lahan memiliki beragam nilai, baik internal maupun eksternal, dimana tiap nilai
tersebut dapat dikategorikan mendukung atau menghambat penggunaan lahan
tersebut, baik eksisting maupun direncanakan.
Kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan analisa dengan menggunakan
analisa multi faktor secara sistematis, dimana faktor-faktor tersebut dapat berupa
fisik, sosial, maupun ekonomi. Output dari analisa tersebut dapat berupa peta yang
dapat menunjukkan area yang memiliki kesesuaian tinggi hingga tidak sesuai sama
sekali untuk aktifitas tertentu. Model kesesuaian lahan juga dapat menunjukkan
lokasi terbaik untuk penggunaan lahan tertentu, baik pengembangan perumahan,
pusat perdagangan dan jasa, kawasan industri, dan penggunaan lahan lainnya.
Informasi yang disajikan dalam SIG memuat data atribut maupun data
spasial. Data atribut dan spasial yang diolah oleh penulis menggambarkan wilayah
DAS Krasak yang melewati Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Magelang Jawa
Tengah. Wilayah ini memiliki kondisi geografis dan kondisi sosial ekonomi yang
berbeda dengan kecamatan lainnya terutama pasca erupsi Merapi. Untuk
memperoleh wawasan mengenai Kecamatan Cawas, maka tulisan ini disusun dengan
judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Menganalisis Kesesuaian
Lahan untuk Tanaman Jagung di DAS Krasak”

2. Tujuan
Tujuan penulisan ini antara lain
1. Menganalisis spasial lereng dan interpolasi curah hujan di DAS Krasak dengan
sistem informasi geografis
2. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di DAS Krasak dengan
sistem informasi geografis

B. DASAR TEORI
SIG dapat didefinisikan sebagai kombinasi perangkat keras dan perangkat
lunak komputer yang memungkinkan untuk mengelola (manage), menganalisa,
memetakan informasi spasial berikut data atributnya (data deskriptif) dengan akurasi
kartografi (Basic, 2000 dalam Prahasta, 2002). Dari definisi ini dapat diuraikan menjadi
beberapa subsistem yaitu data input, dasa output, data manajemen, dan data manipulasi
dan analisis. Jika subsistem SIG di atas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan,
proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG juga dapat
digambarkan seperti tersaji pada Gambar 1.
SIG memiliki keunggulan dalam menyajikan data-data spasial tersebut
sehingga lebih mudah untuk dianalisis dan diketahui polanya. Salah satu keunggulan
yang dimiliki oleh SIG adalah kemampuan untuk melakukan overlay atau tumpang
tindih dari data-data atribut suatu wilayah. Proses overlay atau tumpang tindih ini biasa
digunakan untuk menganalisis dan menghasilkan informasi baru berdasarkan data-data
spasial dan atribut yang telah ada. Misalnya dalam menghasilkan peta kesesuaian lahan
untuk tanaman tertentu, overlay dari beberapa data atribut seperti elevasi lahan,
kemiringan lereng, dan data curah hujan dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian
lahan untuk ditanami jenis tanaman tertentu.

Gambar 1. Uraian Subsistem-Subsistem SIG (Prahasta, 2002)


SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu
titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan
hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data
yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem
koordinattertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab
beberapapertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan
inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Sebagian besar data yang
akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi
geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan
mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu
informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang dijelaskan berikut
ini:
1. Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat
geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya informasi
datum dan proyeksi.
2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang
memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengannya, contohnya : jenis
vegetasi, populasi, luasan, kodepos, dan sebagainya.
Secara sederhana format dalam bahasa komputer berarti bentuk dan kode
penyimpanan data yang berbeda antara file satu dengan lainnya. Dalam SIG, data
spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:
1. Data Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan dari
sistem Penginderaan Jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan
sebagai struktur sel grid yang disebut denga npixel (picture element). Pada data
raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixelnya. Dengan kata
lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya dipermukaan bumi yang
diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang
direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat
baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual, seperti
jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya. Keterbatasan
utama dari data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi resolusi
gridnya semakin besar pula ukuran filenya dan sangat tergantung pada kapasistas
perangkat keras yang tersedia.
2. Data vektor
Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam kumpulan
garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik
yang sama), titik dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).
Keuntungan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam
merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk
analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya pada basis data batas-batas
kadaster. Contoh penggunaan lainnya adalah untuk mendefinisikan hubungan
pasial dari beberapa fitur. Kelemahan data vektor yang utama adalah
ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan gradual.
Berdasarkan Forest Watch Indonesia (2010), geoprocessing merupakan salah
satu extensions ArcView yang mempunyai beberapa fungsi dalam analisis spasial
seperti : Dissolve, Merge, Clip, Union, Intersect dan Spatial Join atau Assign Data By
Location. Penjelasan mengenai masing-masing jenis dari geoprocessing disajikan
melalui tabel berikut.
Tabel 1. Jenis-Jenis Geoprocessing
Jenis Deskripsi Keterangan
Menggabungkan feature yang berada dalam
Dissolve satu theme berdasarkan nilai dari attribute
yang telah ditentukan
Proses untuk membuat satu theme yang
Merge mengandung feature yang berasal dari dua
atau lebih theme
Menggunakan sebuah clip theme yang
berfungsi sebagai “cookie cutter” untuk
Clip mengclip sebuah input theme, namun dalam
prosesnya tidak mengubah attribute theme
tersebut.
Digunakan untuk menggabungkan dua set
data spasial yang saling berpotongan, hanya
Intersect
feature-feature yang terdapat di dalam extent
kedua theme ini yang akan ditampilkan.
Menghasilkan sebuah theme baru dengan
mengoverlay kandua buah polygon theme
Union
yang mengandung seluruh feature dan
attribute
Melakukan sebuah spasial join dari dua buah
Assign
theme yang ditentukan berdasarkan
Data by
hubungan spasial antara feature dari dua
Location
theme tersebut.
C. DIAGRAM ALIR

Peta kontur Peta jenis Data hujan dan


tanah stasiun hujan

Digital Elevation
Model Interpolasi hujan
wilayah dengan
polygon thiessen

Peta tanah
-tekstur
Kelerengan -kedalaman
-drainase
-KTK Peta hujan

Peta
kelerengan
Klasifikasi Klasifikasi curah
tanah sesuai hujan sesuai
persyaratan persyaratan
tanaman tanaman jagung
Klasifikasi jagung
kelerengan sesuai
persyaratan
tanaman jagung

Overlay

Klasifikasi Kesesusian Lahan untuk Tanaman


Jagung menggunakan weight factor method

Peta kesesuaian
lahan untuk jagung
D. PEMBAHASAN
Lingkup wilayah penelitian evaluasi sumberdaya lahan dan air di DAS Krasak
mencakup 2 wilayah kabupaten yang meliputi daerah administratif Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah, yaitu:
1. Wilayah Kabupaten Sleman : Kecamatan Pakem, Turi, dan Tempel
2. Wilayah Kabupaten Magelang : Kecamatan Srumbung, Salam, Dukun, dan
Ngluwar
Berdasarkan pembagian unit bentuklahan, maka ruang lingkup wilayah DAS
Krasak terdiri dari beberapa penggal jenis bentuklahan yaitu lereng atas Gunungapi
Merapi, lereng tengah Gunungapi Merapi, lereng bawah Gunungapi Merapi, lereng kaki
Gunungapi Merapi, lembah barranco, dataran alluvial, teras sungai, dan tanggul alam.
Analisis Spasial sangat diperlukan dalam kesesuaian lahan jagung di DAS Krasak
antara lain kelerengan, curah hujan, dan tanah. Berikut adalah tahapan di dalam analisis
spasial menggunakan ArcGis 10.1.
1. Kelerengan
Memanfaatkan geoprocessing sebagai salah satu alat untuk mengklasifikasi DAS
Krasak menjadi beberapa kelas lereng. Adapun analisis spasial yang dipakai adalah
clip yang berfungsi untuk memotong kontur sesuai bentuk DAS Krasak. Berikut
adalah Gambar 2 kontur di DAS Krasak.

Gambar 2. Kontur DAS Krasak


Kontur merupakan salah satu data dasar untuk klasifikasi kelerengan. Data kontur
tersebut diinterpolasi menjadi TIN (Triangulated Irregular Network) dengan
menggunakan 3D Analyst Tool dengan fungsi create TIN dengan input feature
class kontur dengan field elevasi/ketinggian. TIN adalah model data vektor yang
berbasiskan topologi yang digunakan untuk mempresentasikan data permukaan
bumi. TIN merupakan salah satu metode untuk menggambarkan bentuk permukaan
dalam DEM. TIN menyajikan model permukaan sebagai sekumpulan bidang-bidang
kecil yang berbentuk segitiga yang tidak beraturan yang saling terhubung. Informasi
koordinat horizontal (x,y) dan vertikal (z) untuk setiap titik yang terdapat di dalam
jaringan TIN (yang kemudian dijadikan sebagai node) dikodekan ke dalam bentuk-
bentuk tabel. TIN akan menghasilkan informasi yang rapat pada daerah yang
kompleks serta informas yang jarang pada daerah yang homogen. Kelemahan TIN
adalah hasil interpolasi tidak halus (ada perubahan data yang mencolok). Berikut
adalah Gambar 3. hasil interpolasi menggunakan TIN.

Gambar 3. Proses Analisis TIN


Hasil interpolasi TIN diubah menjadi data raster menggunakan fungsi conversion
berupa TIN to raster. Hal ini dilakukan agar data TIN dapat diklasifikasi ulang.
Berikut ini adalah Gambar 4 hasil konversi TIN menjadi datar raster.
Gambar 4. Hasil Konversi TIN Menjadi Data Raster
Proses konversi TIN menjadi data raster diproses menggunakan 3D analyst Tool
dengan fungsi raster surface berupa slope dengan input raster hasil konversi.
Berikut gambar 5 hasil analisis slope.

Gambar 5. Hasil Analisis Slope


Berdasarkan hasil 3D analyst menggunakan slope sudah dapat terlihat adanya
perbedaan kemiringan lereng berikut alur sungainya. Untuk dapat lebih mudah
membandingkan antara kemiringan lereng yang satu dengan yang lain, maka perlu
analisis spasial menggunakan reclassify slope sesuai kategori kemiringan yang
digunakan menurut S.K Menteri Pertanian No.837 Tahun 1980 yaitu 0-8%, 8-15%,
15-25% dan 25-45% dan > 45%. Berikut gambar 6. Hasil proses reclassify slope
menggunakan raster reclass pada 3D analyst Tool.

Gambar 6. Hasil Klasifikasi Lereng menggunakan Reclassify

2. Curah hujan
Presipitasi atau hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke permukaan
bumi dan atau laut dalam bentuk yang berbeda. Hujan di daerah tropis (termasuk
Indonesia) umumnya dalam bentuk air dan sesekali dalam bentuk es pada suatu
kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan kutub hutan dapat berupa air
atau salju/es. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal
tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk
masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahun (Sitanala, 1989).
Data curah hujan yang digunakan berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Jawa Tengah
dan D.I.Yogyakarta. Curah hujan yang ada di DAS Krasak dengan menggunakan 14
stasiun hujan. Data curah hujan pada masing-masing stasiun hujan dengan
menggunakan data curah hujan dari tahun 1986 sampai 1995. Berdasarkan tabel
(lampiran) maka dapat diketahui bahwa curah hujan yang ada di DAS Krasak rata-
rata tahunan maksimum dari 14 stasiun dengan menggunakan data 10 tahun. Curah
hujan rata-rata tahunan maksimum sebesar 3333 mm/tahun yang ada di tahun 1992
dari 14 stasiun. Sedangkan curah hujan miminum di DAS Krasak sebesar 2235
mm/tahun di tahun 1991 dari 14 stasiun.
Data curah hujan yang berupa titik stasiun hujan dan mengandung besaran angka
curah hujan rerata tahunan dapat dianalisis spasialnya berdasarkan teori hujan
wilayah. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata
diseluruh daerah yang bersangkutan. Salah satu penyajian hujan wilayah adalah
dengan polygon thiessen. Metode polygon thiessen merupakan cara penentuan hujan
wilayah dengan rata-rata tertimbang. Metode ini memperhitungkan bobot dari
masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di
dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun
yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan
tersebut. Kelebihan dari metode Poligon Thiessen yaitu dapat digunakan apabila
penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, dan hitungan curah
hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun
hujan. ArcGIS 10.1 mempunyai tools yang dapat digunakan sebagai analisis polygon
thiessen yaitu pada fungsi Analysis Tools berupa Create Thiessen Polygon. Berikut
adalah Gambar 7 hasil interpolasi titik curah hujan dengan Poligon Thiessen.

Gambar 7. Poligon Thiessen untuk Hujan Wilayah di DAS Krasak


Untuk dapat mengetahui luas pada setiap luasan polygon Thiessen, ArcGIS dapat
membantu menghitung dengan menggunakan fungsi calculate area (spatial tools)
sehingga dapat dihitung curah hujan rata-rata menggunakan metode Thiessen
setelah diketahui setiap luas polygon.

Gambar 8. Hasil Kalkulasi Luas Area Poligon Thiessen

3. Tanah
Peta tanah diperoleh dari Dinas Pertanian DIY. Informasi jenis tanah dan sifat-sifat
fisik tanah dapat langsung disesuaikan dengan persyaratan lahan untuk tanaman
jagung. Adapun pengisian data atribut dengan jumlah data yang cukup banyak dapat
dilakukan dengan bantuan select by attribute.

Gambar 9. Pengisian Data Atribut


Setelah ketiga karakteristik lahan sudah siap, maka analisis spasial selanjutnya yang
dibutuhkan adalah overlay untuk menggabungkan beberapa set data spasial yang
saling berpotongan, hanya feature-feature yang terdapat di dalam extent kedua theme
ini yang akan ditampilkan. Tujuan vektor overlay adalah menghasilkan informasi
baru dan mencari keterkaitan antara dua atau lebih data. Overlay dilakukan dengan
intersect, yaitu untuk menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data atribut
dari beberapa theme yang dioverlay.
DAS Krasak memiliki beberapa parameter kesesuaian lahan di dalamnya. Ukuran
DAS yang sama untuk semua persyaratan lahan menjadikan metode intersect yang
paling tepat untuk digunakan dalam geoprocessing. Peta tanah, curah hujan, dan
topografi ditumpangsusunkan untuk kemudian diklasifikasikan kesesuaian lahannya.
Berikut adalah Gambar 10 hasil intersect dari ketiga karakteristik lahan tersebut.

Gambar 10. Hasil Intersect Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung di DAS
Krasak
Metode yang digunakan dalam klasifikasi kesesuaian lahan tanaman jagung di DAS
Krasak adalah Weight Factor Matching (WFM). Metode WFM merupakan metode
untuk mendapatkan faktor pembatas yang paling berat dari kesesuaian lahan. Metode
ini digunakan apabila dengan metode AM masih belum dapat menentukan kelas
kesesuaian sumberdaya lahan. Metode analisis ini merupakan analisis spasial dengan
menggunakan teknik overlay beberapa peta yang berkaitan dengan faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap penilaian kerentanan.
Gambar 11. Peta Kesesuaian Lahan Jagung di DAS Krasak
Weighted overlay merupakan sebuah teknik untuk menerapkan sebuah skala
penilaian untuk membedakan dan menidaksamakan input menjadi sebuah analisa
yang terintegrasi. Weighted overlay memberikan pertimbangan terhadap faktor atau
kriteria yang ditentukan dalam sebuah proses pemilihan kesesuaian (Sofyan, dkk.,
2010). Gambar 11 di atas adalah hasil klasifikasi kesesuaian lahan jagung di DAS
Krasak.
Tanaman jagung dapat berproduktivitas tinggi jika ditanam di daerah
dengan suhu 16-32 °C. Kemiringan lereng lahan yang sesuai untuk tanaman jagung
berkisar antara <8-30%. DAS Krasak mempunyai suhu dan kemiringan lereng yang
sesuai untuk tanaman jagung. DAS Krasak mempunyai curah hujan antara 500-1500
mm/tahun sehingga tanaman jagung dapat tumbuh. Tanah untuk tanaman jagung
harus bertekstur halus hingga agak kasar, jika tanahnya mempunyai tektur kasar,
maka tanaman jagung tidak dapat tumbuh dengan baik. Kedalaman tanah untuk
tanaman jagung agar produktifitasnya tinggi yaitu tanah dengan kedalaman antara 25
sampai 60 cm. DAS Krasak sesuai untuk tanaman jagung karena tanahnya
mempunyai tekstur halus hingga agak kasar dan kedalaman tanah yang memenuhi
persyaratan tersebut. Keterdapatan bahan kasar dan batuan dipermukaan di DAS
Krasak tidak terlalu banyak, sehingga tidak menimbulkan masalah untuk tanaman
jagung agar dapat tumbuh dengan baik.
Berdasarkan metode Weight Factor Matching, kesesuaian lahan di sub DAS
Krasak untuk tanaman jagung terdapat 2 kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman jagung yang ada di DAS Krasak adalah S3 dan N. Metode
Weight Factor Matching digunakan dalam kesesuaian lahan tanaman jagung karena
berdasarkan hasil yang dibuat dengan menggunakan metode aritmatik matching,
hasil yang didapat tidak representatif dengan kondisi yang sebenarnya. Salah satu
kekurangan di dalam metode aritmatik adalah jika terdapat dua atau lebih kelas lahan
yang dominan. Hal ini menjadikan alasan pemilihan metode Weight Factor
Matching sebagai metode di dalam evaluasi kesesuaian lahan jagung di DAS Krasak.
Kelas S3 pada lahan di DAS Krasak terdapat pada lereng atas dan dataran
alluvial. Daerah tersebut mempunyai lereng yang berbukit hingga bergunung terjal,
sehingga tidak memungkinkan ditanami tanaman produksi. Apabila dipaksakan
untuk ditanami tanaman jagung, maka akan cepat terjadi degradasi lahan. Faktor lain
yang menjadi pemberat adalah curah hujan. Curah hujan di sebagian DAS Krasak di
atas 2000 mm/tahun, hal ini menjadi fakor pembatas yang paling dominnan
mengingat bahwa tanaman jagung merupakan tanaman palawija yang tidak
membutuhkan banyak air. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor pembatas pada
kesesuaian lahan pada kelas sesuai marginal (S3). Total kelas lahan yang tidak sesuai
ditanami jagung seluas 2211 Ha.
Pada kelas tidak sesuai (N), faktor pembatas yang sangat berat menjadikan
pengelolaan lahan ini tidak mudah dan membutuhkan biaya yang sangat besar.
Lahan ini terletak pada lereng atas bentukan vulkanik. Faktor pembatasnya yaitu
kemiringan lereng DAS Krasak yang lebih dari 45 %, sehingga lahan di daerah ini
sangat sulit untuk digarap. Lahan dengan kemiringan yang demikian hanya cocok
untuk konservasi, dengan penutupan yang rapat. Beda halnya dengan tanaman
jagung yang merupakan tanaman produksi semusim. Total kelas lahan yang tidak
sesuai ditanami jagung seluas 1207 Ha.

E. PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil
1. DAS Krasak mempunyai potensi sesuai marginal untuk tanaman jagung seluas 2211
Ha. sedangkan sisanya merpakan lahan yang tidak sesuai untuk tanaman jagung.
2. Faktor pemberat dalam menentukan kesesuaian lahan untuk jagung di DAS Krasak
antara lain adalah faktor kelerengan dan curah hujan.

F. DAFTAR PUSTAKA
Forest Watch Indonesia. 2010. Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis. Bogor :
FWI.

Muhsoni, Firman Farid. 2010. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung di Madura
dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis. Jurnal Embryo Vol. 7 No. 1.. Juni 2010.

Prahasta, Eddy, 2002. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. CV Informatika,


Bandung.

Trisasongko, Bambang H., Diar Shiddiq. 2012. Manajemen dan Analisis Data Spasial
dengan ArcView GIS. Bogor : IPB.

Anda mungkin juga menyukai