Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN TENTANG

WARALABA (FRANCHISE)
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan begitu pesatnya sektor
perekonomian yang semakin meningkat, dinamis dengan penuh
persaingan serta tidak mengenal batas-batas wilayah. Berbagai bisnis
yang dijalankan dengan mudahnya untuk dilaksanakan. Oleh karena
itu bisnis di zaman sekarang ini diperlukannya hukum untuk menaungi
dan melindungi dengan tujuan untuk mewujudkan rasa keadilan sosial
dan adanya kepastian hukum, bukan hanya sekedar mencari
keuntungan (profit oriented) tetapi ada pertanggungjawaban terhadap
dampak yang ditimbulkan dari operasional bisnis secara menyeluruh
tersebut.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, para
bisnisman dan orang-orang yang ingin terjun langsung di dunia bisnis
hendaknya terlebih dahulu mengetahui dan memahami hukum bisnis
secara detail agar bisnis yang ditekuni berjalan dengan baik
danmemberikan manfaat bagi dirinya dan menyejahterakan masyarakat
pada umumnya.
Di Indonesia seperti kebanyakan negara berkembang yang lain,
berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan
warganya. Untuk itu pengembangan pada sector ekonomi menjadi
tumpuan utama agar taraf hidup rakyat menjadi lebih mapan.
Pembangunan ekonomi merupakan pengolahan kekuatan
ekonomi riil dimana dapat dilakukan melalui penanaman modal, pe
nggunaan teknologi dan kemampuan berorganisasi atau manajemen.
Syahrin Naihasy mengatakan lebih lanjut bahwa sejak perekonomian
dunia telah mengalami perubahan yang sangat dahsyat dan kini dunia,
termasuk Indonesia, menyaksikan fase ekonomi global yang bergerak
cepat dan telah membuka tabir lintas bata santar Negara. Dapat
dikatakan bahwa dunia usaha adalah sebagai tumpuan utama yang
dipergunakan sebagai pilar dan dilaksanakan dengan berbagai macam
cara yang sekiranya dapat memupuk perkembangannya dengan lebih
optimal dan berdaya guna.

II. Rumusan Masalah


Untuk mengetahui apa itu Franchising beserta pemahamannya.
Mahasiswa dituntut untuk mengerti apa saja yang berhubungan dengan
Franchising.
III. Tujuan Penulisan
Untuk mempermudah tercapainya arah serta sasaran yang diharapkan
bagi pembaca, maka penyusun merumuskan beberapa tujuan yang
hendak dicapai. Adapun rumusan tujuan-tujuan tersebut adalah untuk
mengetahui :
1. Sejarah Franchise
2. Pengertian Franchise
3. Jenis dan Bentuk Franchise
4. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Franchise
5. Perusahaan Franchise di Indonesia

IV. Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini bermanfaat untuk memberi suatu
pembelajaran kepada pembaca tentang Franchise. Banyak hal yang
harus di ketahui jika ingin membuat satu Franchise dengan membaca
tulisan ini setidaknya dapat menambah pengetahuan yang berhubungan
dengan Franchise.

BAB II
PEMBAHASAN
I. Sejarah Waralaba
Sejarah franchise di mulai di Amerika Serikat oleh perusahaan mesin
jahit singer sekitar tahun1850-an. Pada saat itu,Singer membangun
jaringan distribusi hampir di seluruh daratan Amerika untuk menjual
produknya. Disamping menjual mesin jahit, para distributor tersebut
juga memberikan pelayanan purna jual dan suku cadang. Jadi para
distributor tidak semata menjual mesinjahit, akan tetapi juga
memberikan layanan perbaikan dan perawatan kepada
konsumen. Walaupun tidak terlampau berhasil, Singer telah
menebarkan benih untuk franchising di masa yang akan datang dan
dapat diterima secara universal. Pola ini kemudian diikuti oleh
industry mobil, industry minyak dengan pompa bensinnya serta
industri minuman ringan. Mereka ini adalah para produsen yang tidak
mempunyai jalur distribusi untuk produk-produk mereka, sehingga
memanfaatkan system franchise ini di akhir-akhir abad ke-
18 dan diawal abad ke 19.
Sesudah perang dunia ke 2, usaha eceran mengadakan perubahan
dari orientasi produk ke orientasi pelayanan. Disebabkan kelas
menengah mulai sangat mobile dan mengadakan relokasi dalam
jumlah besar ke daerah-daerah pinggiran kota, maka banyak rumah
makan/restoran atau drivein mengkhususkan dalam makanan siap saji
dan makanan yang bisa segera di makan di perjalanan.
Pada awal nya istilah franchise tidak dikenal dalam
kepustakaan Hukum
Indonesia,hal ini dapatdimaklumi karena memang lembaga franchise i
ni sejak awal tidak terdapat dalam budaya atau
trades ibisnis masyarakat Indonesia.Namun karena pengaruh
globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka
franchise ini
kemudian. masuk ke dalam tatanan budaya dan tatanan huku
m masyarakat Indonesia.
Waralaba mulai ramai dikenal diIndonesia sekitar tahun 1970-an
dengan mulai masuknya franchise luar negeri, seperti KFC, Swensen,
Shekey Pisa, Burger King dan 7Eleven. Walaupun system franchise
ini sebetulnya sudah ada di Indonesia seperti yang diterapkan oleh
Bata dan menyerupai SPBU.
Pada awal tahun 1990 – an International Labour Organization (ILO)
pernah menyarankan Pemerintah Indonesia untuk menjalankan sistem
franchiseguna memperluas lapangan kerja sekaligus merekrut tenaga-
tenaga ahli franchise untuk melakukan survei, wawancara,
sebelum memberikan rekomendasi. Hasil kerja para ahli franchise
tersebut menghasilkan “Franchise Resource Center” dimana tujuan
lembagatersebutadalahmengubahberbagai macam usaha menjadi
franchise serta mensosialisasikan system franchise ke masyarakat
Indonesia.
Istilah franchise ini selanjutnya menjadi istilah yang akrab d
engan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia
dan menarik perhatian banyak pihak untukmendalaminya kemudian
istilah franchise dicoba di Indonesiakan dengan istilah ‘waralaba’
yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan
Pengembangan Manajemen (LPPM) sebagai padanan istilah
franchise. Waralaba berasal dari kata wara (lebih atau istimewa) dan
laba (untung), maka waralaba berarti usaha yangmemberikan
labalebih / istimewa.

II. Pengertian Waralaba (Franchise)


Waralaba jika dalam bahasa Inggris yaitu bisa disebut dengan
franchising & dalam bahasa Perancis bisa disebut dengan franchise
yang artinya ialah hak atau kebebasan, merupakan suatu hak-hak
menjual suatu produk, jasa, atau layanan. Jika di Indonesia sendiri
waralaba ialah suatu perikatan yang dimana salah satu pihak diberi
hak untuk menggunakan atau memanfaatkan suatu karakter dari
sebuah usaha milik pihak lain dengan membayar suatu imbalan
kepada pihak yang menjadi pemberi hak. Intinya waralaba ialah
suatu penjualan sebuah paket usaha komprehensif dan siap pakai yang
didalamnya mencakup sebuah merek dagang, material hingga
pengolaan manajemennya.
Menurut Asosiasi Franchise Indonesia yang dimaksud dengan
waralaba yaitu suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada
pelanggan akhir, yang dimana sang pemilik merek memberikan suatu
haknya kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan sebuah
bisnis dengan nama, merek, sistem, prosedur, manajemen dan cara-
cara yang sudah ditentukan sebelumnya dalam jangka waktu dan
meliputi area tertentu.
Franchise Indonesia merupakan wadah bagi para pengusaha franchise.
franchise berarti kerja sama dalam bidang usaha dengan bagi hasil
sesuai dengan kesepakatan, hak kelola dan hak pemasaran. Adapun
para pelaku dalam bisnis ini disebut pewaralaba (franchisor) orang
yang memberi waralaba, orang yg memiliki waralaba, dan terwaralaba
(Franchisee) sudah menerima waralaba atau diberi waralaba.
III. Jenis dan Bentuk Franchise
Waralaba dibagi menjadi dua:
1. Waralaba luar negeri/asing yaitu waralaba yang berasal dari luar
negeri, jenis waralaba yang satu ini cenderung lebih banyak disukai
karena sebuah sistem dan mekanismenya lebih jelas, merek sudah
diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
Contohnya: pada McDonald’s, (KFC) Kentucky Fried Chicken,
Bread Talk, Starbucks, Pizza Hut, dan lain sebagainya.
2. Waralaba dalam negeri yaitu waralaba yang berasal dari dalam
negeri, jenis waralaba yang satu ini juga menjadi salah satu pilihan
dalam investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi
pengusaha tetapi tidak mempunyai pengetahuan cukup piranti awal
dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
Contoh waralaba lokal yaitu : Primagama, Alfamart, Martha Tilaar,
Roti Buana, Edward Forrer, Bogasari Baking Center dan lain
sebagainya.

Menurut Mohammad Su’ud ( 1994:4445) bahwa dalam praktek


franchise terdiri dari empat bentuk:
1. Product Franchise : Suatu bentuk franchise dimana penerima
franchise hanya bertindak mendistribusikan produk dari petnernya
dengan pembatasan areal.
2. Processing or Manufacturing Frinchise : Jenis franchise ini
memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk
dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek
dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan
dalam industri makanan dan minuman. Suatu bentuk franchise dimana
PT Ramako Gerbangmas membeli dari master franchise yang
mengeloia Mc Donald‘s di Indonesia yang hanya memberi know how
pada PT Ramako Gerbangmas tersebut untuk menjalankan waralaba
Mc Donald’s.
3. Bussiness Format atau System Franchise : Franchisor memiliki
cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket, seperti
yang dilakukan oleh Mc Donald’s dengan membuat variasi produknya
dalam bentuk paket.
4. Group Trading Franchise : Bentuk franchise yang menunjuk pada
pemberian hak mengelola toko-toko grosir maupun pengecer yang
dilakukan toko serba ada.

Menurut International Franchise Association (IFA) berkedudukan di


Washington DC, merupakan organisasi Franchise International yang
beranggotakan negara-negara di dunia, ada empat jenis franchise yang
mendasar yang biasa digunakan di Amerika Serikat, yaitu:
1. Product Franchise : Produsen menggunakan produk franchise
untuk mengatur bagaimana cara pedagang eceran menjual produk
yang dihasilkan oleh produsen. Produsen memberikan hak kepada
pemilik toko untuk mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan
mengijinkan pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek
dagang pabrik. Pemilik toko harus membayar biaya atau membeli
persediaan minimum sebagai timbal balik dari hak-hak ini.
Contohnya, toko ban yang menjual produk dari franchisor,
menggunakan nama dagang, serta metode pemasaran yang ditetapkan
oleh franchisor.
2. Manufacturing Franchises : Jenis franchise ini memberikan hak
pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya
pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek
franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri
makanan dan minuman.
3. Business Oportunity Ventures : Bentuk ini secara khusus
mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan mendistribusikan
produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus
menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan
sebagai timbal baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu
biaya atau prestasi sebagai kompensasinya. Contohnya, pengusahaan
mesin-mesin penjualan otomatis atau distributorship.
4. Business Format Franchising : Ini merupakan bentuk franchising
yang paling populer di dalam praktek. Melalui pendekatan ini,
perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti untuk
mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan menggunakan
nama dan merek dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan
menyediakan sejumlah bantuan tertentu bagi pemilik bisnis membayar
sejumlah biaya atau royalti. Kadang-kadang, perusahaan juga
mengaharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan dari
perusahaan.

IV. Keunggulan dan kelemahan sistem franchise


Franchising juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang
telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi,
yang ingin berusaha, dan memiliki usaha sendiri. Sistem franchise ini
mempunyai keunggulan-keunggulan dan juga kerugian-kerugian.

Keunggulannya adalah:
“As practiced in retailing, franchising offers franchisees the advantage
of starting up a new business quickly based on a proven trademark and
formula of doing business, as opposed to having to build a new
business and brand from scratch.”

“Seperti dalam praktek retailing, franchising menawarkan keuntungan


untuk memulai suatu bisnis baru dengan cepat berdasar pada suatu
merek dagang yang telah terbukti bisnisnya, tidak sama seperti dengan
membangun suatu merek dan bisnis baru dari awal mula.” Selain itu
menurut Rachmadi keunggulan lainnya dari sistem franchise bagi
franchisee, antara lain:
1. Pihak franchisor memiliki akses pada permodalan dan berbagi
biaya dengan franchisee dengan resiko yang relatif lebih rendah.
2. Pihak franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah
bisnis dengan cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau
jasa yang telah teruji dan terbukti kredibilitas mereknya.
3. Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan
manajerial dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur
operasi, pembelian, dan pemasaran. (Rachmadi, 2007, p. 7-8)

Sedangkan kerugian sistem franchise bagi franchisee adalah:


1. Sistem franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada
franchisee karena franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti
sistem dan metode yang telah dibuat oleh franchisor.
2. Sistem franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan
merek terkenal belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan
kecermatan dan kehati-hatian franchisee dalam memilih usaha dan
mempunyai komitmen dan harus bekerja keras serta tekun.
3. Franchisee harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan
baik dalam hubungannya dengan franchisor. (Sukandar, 2004, p. 67)
4. Tidak semua janji franchisor diterima oleh franchisee.
5. Masih adanya ketidakamanan dalam suatu franchise, karena
franchisor dapat memutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian.
(Rachmadi, 2007,p. 9)

V. Perusahaan Franchise di Indonesia


Berikut ini adalah berbagai contoh bisnis franchise yang ada dan masih
berjaya di Indonesia:
 Waralaba dibidang makanan
KFC, Mc Donald, CFC, Hip Hop, Papa Rons Pizza, Es Teller 77, Bakmi
GM, Pizza Hut, Bakso Lapangan Tembak Senayan.
 Waralaba berbentuk retail mini outlet
Alfamart, Indomaret, Yomart, 7eleven, Lawson
 Waralaba di bidang pendidikan
(Science Buddies, ITutorNet,Primagama, Sinotif) , lebih menarik lagi
terdapat Sekolah robot ( Robota Robotics School ),taman bermain
(SuperKids) dan Pendidikan Bahasa Inggris (EF/English First, ILP, Direct
English).
Dengan semakin tingginya perkembangan bisnis waralaba diIndonesia
diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan
pekerjaan dan pendapat negara melalui pajak yang dibayarkan para pelaku
bisnis waralaba di Indonesia.

VI. POIN POIN YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MEMILIH


WARALABA
A. Punya Hasrat
Memiliki hasrat untuk menjual sesuatu yang anda inginkan juga menjadi
modal penting. Untuk berbisnis retail ( perdagangan eceran), memang
harus menyukai bidang yang akan digeluti. Sehingga, kondisi usaha
sedang naik maupun turun, tetap tekun menjalaninya.
B. Riset dan berunding
Teliti dulu terwaralaba atau pihak yang menjual waralaba, yang disebut
juga franchisor
C. Cek
Tak ada salahnya mengecek usaha terwaralaba keorang yang sudah lebih
dulu menjadi pewaralabanya, baik yang masih berjualan maupun yang
tidak
D. Hak cipta
Teliti lebih dulu hak cipta milik terwaralaba yang sudah di incar untuk
dibeli. Jangan sampai hak cipta yang di klaim olehnya, ternyata milik
pihak lain dan akhirnnya bisa bermasalah.
E. Lama dan kuat
Jika tak suka resiko tinggi dan kurang berjiwa bisnis, pilih terwaralaba
yang sudah lama berjalan setidaknya 5 tahun, memiliki sistem
kuat,misalnya memiliki banyak cabang dan management bagus,serta
bermodal besar.
Usaha yang masih baru belum cukup teruji menghadapi siklus roda bisnis
F. Kondisi keuangan
Sebelum memutuskan membeli,periksa dulu kondisi keuangan
terwaralaba. Jika perlu, minta bantuan akuntan publik untuk membaca
laporan keuangan terwaralaba.

VII. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Waralaba

Pemerintah sebagai pemegang otoritas mempunyai kekuasaan


untuk menerapkan peraturan-peraturan yang menyangkut hubungan bisnis
bagi para pihak sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang, yaitu agar supaya undang – undang yang Pemerintah
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya suatu pelanggaran
atau penyelewengan. Perhatian Pemerintah yang begitu besar ini bertujuan
memberikan perlindungan hokum serta kepastian hukum agar masing-
masing pihak merasa aman dan nyaman dalam menjalankan bisnis
khususnya yang terlibat dalam bisnis waralaba ini.

Hukum bisnis waralaba idealnya untuk melindungi kepentingan


para pihak namun kenyataan di lapangan belum tentu sesuai seperti yang
diharapkan. Seperti yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yang membagi
3 ( tiga ) golongan yang harus dilindungi oleh hukum, yaitu,
kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan
perseorangan. Akan tetapi posisi pemberi waralaba yang secara
ekonomi lebih kuat akan memberikan pengaruhnya pula bagi
beroperasinya hukum di masyarakat.

Hukum mempunyai kedudukan yang kuat, karena konsepsi tersebut


memberikan kesempatan yang luas kepada negara atau Pemerintah untuk
mengambil tindakan – tindakan yang diperlukan untuk membawa
masyarakat kepada tujuan yang di kehendaki dan menuangkannya
melaui peraturan yang dibuatnya. Dengan demikian hukum bekerja
dengan cara memberikan petunjuk tingkah laku kepada manusia dalam
memenuhi kebutuhan. Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 1997 tanggal
18 Juni 1997 yang kini telah dicabut dengan dikeluarkannya peraturan
terbaru yaitu Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli
2007.

Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun


1997 adalah “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa”.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun


2007 pasal 1 ayat (1) menyebutkan pengertian waralaba adalah: “hak
khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap
sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan
/ atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan / atau
digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”

Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau
pemberi waralaba dan franchisee atau penerima waralaba di mana masing-
masing pihak terikat dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian waralaba.
Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat ( 2 ) yang
dimaksud franchisor atau pemberi waralaba adalah orang perseorangan
atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan / atau
menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba dan
dalam pasal 1 ayat ( 3 ) yang dimaksud franchisee atau penerima
waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak
oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan / atau menggunakan
waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.

Sementara itu dalam pasal 3 ada enam syarat yang harus dimiliki
suatu usaha apabila ingin diwaralabakan yaitu :

1. Memiliki ciri khas usaha


2. Terbukti sudah memberikan keuntungan
3. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan / atau jasa yang
ditawarkan yang dibuat secara tertulis
4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan
5. Adanya dukungan yang berkesinambungan
6. Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar

1. Syarat-syarat Sahnya Kontrak Waralaba

Selanjutnya untuk sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata diperlukan empat syarat yaitu :

1. Kesepakatan (toesteming / izin) kedua belah pihak


2. Kecakapan Bertindak
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal ( Geoorloofde oorzaak )

Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur di luar pasal
1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :

1. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik


2. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
3. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
4. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
2. Asas-asas/Dasar-dasar Hukum Kontrak

Yang dimaksud dengan dasar-dasar hukum kontrak adalah prinsip yang harus di
pegang bagi para pihak yang mengikatkan diri ke dalam hubungan hukum
kontrak. Menurut Hukum Perdata, sebagai dasar hukum utama dalam berkontrak,
dikenal 5 (lima) asas penting sebagai berikut :[20]

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur maupun
yang belum diatur dalam undang-undang.

1. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat ( 1 ) KUH


Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian,
yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.

1. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana
layaknya sebuah undang-undang.

1. Asas Itikad Baik

Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur
harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.

1. Asas Kepribadian

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang


akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja.

VIII. Keagenan Dan Distributor Waralaba

1. Keagenan

Agen atau agent (bahasa inggris) adalah perusahaan nasional yang menjalankan
keagenan. Sedangkan keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merk
(principal) dan suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan
perakitan/pembuatan/manufaktur serta penjualan / distribusi barang modal atau
produk industri tertentu..
Jasa keagenan adalah usaha jasa perantara untuk melakukan suatu transaksi bisnis
tertentu yang menghubungkan produsen di satu pihak dan konsumen di lain pihak.
Agen bertindak melakukan perbuatan hukum misalnya barang atau jasa tidak atas
namanya sendiri tetapi atas nama prinsipal. Agen dalam hal ini berkedudukan
sebagai perantara.

Jika agen mengadakan transaksi dengan konsumen maka barang dikirimkan


langsung dari prinsipal ke konsumen. Jenis-jenis keagenan adalah sbb :

1) Agen manufaktur

2) Agen penjualan

3) Agen pembelian

4) Agen umum

5) Agen khusus

6) Agen tunggal/eksklusif

Berikut ini penjelasan bagi masing-masing jenis agen tersebut, yaitu sbb :

 Agen manufaktur

Agen maufaktur adalah agen yang berhubungan lansung dengan pabrik untuk
melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil produksi
pabrik tersebut.

 Agen penjualan

Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual, yang
bertuga untuk menjual barang-barang milik pihak principal kepada pihak
konsumen.

 Agen pembelian

Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli, yang
bertugas untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah
ditentukan.

 Agen umum

Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk
melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.

 Agen khusus
Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus per kasus atau
melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut.

 Agen tunggal/eksklusif

Agen tunggal/eksklusif adalah penunjuka hanya satu agen untuk mewakili


principal untuk suatu wilayah tertentu.

2. Distributor

Distributor adalah langsung Orang atau lembaga yang melakukan kegiatan


distribusi atau disebut juga pedagang yang membeli atau mendapatkan produk
barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara langsung. Pedagang
besar biasanya diberikan hak wewenang wilayah daerah tertentu dari produsen.

Distributor adalah suatu Perusahaan / Pihak yang ditunjuk oleh Pihak Principal
untuk memasarkan dan menjual barang-barang principal dalam wilayah tertentu
dan jangka waktu tertentu, dimana pihak Distributor dalam menjalankan
kegiatannya tidak bertindak selaku wakil dari Distributor. Distributor bertindak
untuk dan atas namanya sendiri.

Dalam melakukan kegiatan pemasaran dan penjualan barang, Distributor


melakukan pembelian barang-barang dari pihak Principal. Dengan adanya Jual
beli tersebut, kepemilikan barang berpindah kepada pihak Distributor, dan barang-
barang yang telah menjadi miliknya tersebut yang dijual kembali kepada
konsumen terbatas dalam wilayah yang diperjanjikan.

Secara khusus ketentuan perundang-undangan yang mengatur distributor belum


ada, jadi ketentuan-ketentuan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang
dikeluarkan oleh beberapa departemen teknis misalnya, Departemen Perdagangan
dan Perindustrian yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan
Nomor 77/Kp/III/78, tanggal 9 Maret 1978 yang menetukan bahwa lamanya
perjanjian harus dilakukan.

IX. Pengganti Kerugian

Ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak
memenuhi prestasi dalam suatu kontrak untuk memberikan penggantian biaya,
kerugian dan bunga. Menurut Tukirin Sy. Sastroresono pengertian masing-masing
berikut :

 Biaya adalah segala pengeluaran yang telah dikeluarkan secara nyata oleh
salah satu pihak;
 Rugi adalah hilangnya suatu keuntungan yang sudah dihitung;
 Bunga adalah timbul dalam perikatan yang memberikan sejumlah uang dan
pelaksanaannya tidak tepat pada waktunya.
X. Bentuk-bentuk Kontrak

Bentuk-bentuk kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan
lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam wujud lisan ( cukup kesepakatan para pihak ).

Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan berikut ini :

 Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang


bersangkutan saja.Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian,
tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga;
 Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para
pihak.Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk
melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian
tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian;
 Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta
notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka
pejabat yang berwenang untuk itu.

BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Waralaba (Franchise) merupakan suatu bentuk bisnis kerjasama yang
dilakukan oleh dua belah pihak, dimana pihak pertama (franchisor)
memberikan hak kepada pihak kedua (franchisee) untuk menjual produk atau
jasa dengan memanfaatkan merk dagang yang dimiliki oleh pihak pertama
(franchisor) sesuai dengan prosedur atau system yang diberikan.
Waralaba merupakan salah satu bentuk perikatan/atau perjanjian dimana
kedua belah pihak harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing.
Perjanjian waralaba adalah perjanjian yang tidak bertentangan dengan
undang-undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan. Kemudian banyak
orang yang mengatakan bahwa waralaba itu sama dengan lisensi, padahal
pada kenyataannya kedua istilah tersebut berbeda baik dari segi pengertian
maupun dari segi pengaplikasiannya. Lisensi merupakan pemberian hak
merk/hak cipta kepada pihak tertentu dan tidak mempunyai tanggung jawab
untuk melakukan bimbingan ataupun pelatihan kepada penerima lisensi.
Sedangkan di dalam bisnis waralaba, pihak franchisor mempunyai kewajiban
untuk memberikan pelatihan dan bimbingan kepada pihak franchisee.

II. Kritik dan Saran


Kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Demikianlah makalah singkat
tentang Usaha Franchise/Waralaba yang dapat kami sampaikan, apabila
terdapat banyak kesalahan atau kekurangan di dalam penulisan makalah ini,
sudi kiranya kami mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan kami sangat
mengharapkan kritik dan sarannya dari pembaca yang budiman sekalian yang
bersifat membangun bagi kami demi kesempurnaan makalah ini. Dan apabila
terdapat kebenaran dan kelebihan itu semata-mata datangnya hanya dari Allah
SWT.
Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai