I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Nama Abbasyiah menunjukkan nenek moyang dari Abbas, Ali bin Abi tholib dan
Muhammad. Hal ini menunjukkan kedekatan pertalian keluarga antara bani Abbas dengan
nabi. Itulah sebabnya kedua keturunan itu sama-sama mengklaim bahwa jabatan khalifah
harus berada di tangan mereka. Sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, hanya pada
periode pertama pemerintahan bani Abbas mencapai masa keemasannya.
Perkembangan kebudayaan dan peradaban serta kemajuan besar yang dicapai dinasti
Abbasyiah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah,
bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan
anak-anak pejabat, ditambah dengan kelemahan khalifah dan faktor lain menyebabkan roda
pemerintahan terbelengu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada
tentara professional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah Al mu’tashim untuk
mengambil kendali pemerintahan.
Setelah tentara Turki itu lemah dengan sendirinya , didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh
kuat, yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti
kecil, inilah permulaaan masa disintegrasi dalam sejarah politik Islam.
B.Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka timbul beberapa masalah yang akan kami bahas dalam
makalah ini yaitu :
1.Dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad
2.Perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan
3.Perang salib
4.Sebab-sebab kemunduran pemerintahan bani Abbas
II.PEMBAHASAN
A.Dinasti-Dinasti yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman bani
Umayyah. Akan terlihat perbedaan antara pemerintahan bani Umayyah dengan
pemerinatahan bani Abbas. Wilayah kekuasaan bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya
sampai masa keruntuhanya, sejajar dengan batas wilayah kekuasaan Islam. Ada kemungkinan
bahwa para khalifah Abbasiah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi-
propinsi tertentu. Dengan pembiayaan upeti. Alasanya, pertama mungkin para khalifah tidak
cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya, kedua, penguasa bani Abbas lebih
menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.1
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran
mulai lepas dari genggaman penguasa bani Abbas, dengan berbagai cara diantaranya
pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh
kemerdekaan penuh, seperti daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Seseorang
yang ditunjuk menjadi gubernur oleh kholifah, kedudukanya semakin bertambah kuat, seperti
daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Khiurasan.
Kecuali bani Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko, propinsi-propinsi itu pada
mulanya patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah
mampu mengatasi pergolakan yang muncul. Namun, saat wibawa khalifah sudah memudar
mereka melepaskan diri dari Baghdad. Mereka tidak hanya menggerogogoti kekuasaan,
bahkan diantara mereka ada yang berusaha mengusai kholifah itu sendiri2.
Menurut Watt, sebenarnya keruntuhan kekuasaan bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad
kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pimimpin yang
memiliki kekuasaan militer di propinsi-propinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar
independen.
Dinasti dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khalifah Abbasyiah, diantaranya adalah :
1.Yang berbangsa Persia :
a.Thahiriyah di Khurasan (205-259 H/820-872 M)
b.Shafariyah di Fars (254-290 H/868-901 M)
c.Samaniyah di Transoxania (261-289 H/873-998 M)
d.Sajiyyah di Azerbeijan (266-318 H/878-930 M)
e.Buwaihiyah bahkan menguasai Baghdad (320-447 H / 932-1055 M)
2.Faktor eksternal
Semakin gencarnya serangan-serangan Bizantium ke dunia Islam.
Semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang membebaskan diri dari kekuasaan Baghdad.
Dinasti Seljuk berhasil merebut keuasaan dari bani Buwaih . jatuhnya kekuasaan bani
Buwaih ketangan Seljuk bermula dari perebutan kekuasaan di dalam negeri. Dinasti Seljuk
berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah Turkistan. Setelah Seljuk
meninggal, kepemimpinana di lanjutkan oleh anaknya, Israil. Namun Israil dan Mikail,
penggantinya ditangkap oleh penguasa Ghaznawiyah. Kepemimpinan selanjutnya dipegang
oleh Thugrul bek.
Posisi dan kedudukan khalifah lebih baik setelah dinasti Seljuk berkuasa. Kewibawaan dalam
bidang agama di kembalikan setelah beberapa lama dirampas orang-orang Syi’ah. Bukan
hanya pembangunana mental spiritual, dalam pembangunan fisik pun dinasti Seljuk banyak
meninggalkan jasa. Seperti masjid, jembatan, irigasi, jalan raya.
Setelah Maliksyah dan perdana menteri Nizham Al Mulk wafat Seljuk besar mulai
mengalami masa kemunduran di bidang politik. Perebutan kekuasaan dianatar anggota
keluarga, setiap propinsi berusaha melepaskan diir dari pusat, konflik-konflik da peperangan
antar anggota keluarga.
C.Perang Salib
Peristiwa penting dalam generasi ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa
Manzikart, tahun 464 H ( 1071 M). Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000
orang prajurit, berhasil mengalahkan Romawi yang berjumlah 200.000 orang. Peristiwa besar
ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian terhadap umat Islam, yang kemudian
mencetuskan perang salib. Pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen
di Eropa supaya melakukan perang suci. Perng ini kemudian dikenal dengan nama perang
salib. Yang terjadi dalam 3 periode.5
5.Kemerosotan ekonomi
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran. Pendapatan Negara menurun. Sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunya pendapatan karena makin menyempitnya
wilayah kekuasaan, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, di
peringanya pajak, sedangkan banyak dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak
mau membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh
kehidupan para khalifah semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat
melakukan korupsi.13
6.Konflik keberagamaan
Konflik yang dilatar belakangi agama tak terbatas pada konflik anatara muslim dan zindiq
atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja. Tetapi juga antara aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang
cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antar
dua golongan ini di pertajam oleh Al Ma’mun, dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai
madzhab resmi Negara dan melakukan mihnah. Pada masa Al Mutawakkil (847-861) aliran
Mu’tazilah di batalkan sebagai aliran Negara dan golongan salaf kembali naik daun. Tidak
toleranya pengikut Hambali (salaf) terhadap Mu’tazilah yang rasional telah menyempitkan
horizon intelektual.
7.Ancaman dari luar
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasyiah lemah dan akhirnya hancur.
Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode yang menelan
banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Pengaruh salib
juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol, Hulago Khar, panglima tentara Mongol
sangat membenci Islam karena ia banyak di pengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen
Nestorian.14
III.KESIMPULAN
Disintegrasi dalam bidang politik sbeenartnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Umayyah,
namun menurut Watt, sebenarnya keruntuhan kekuasaan bani Abbas mulai terlihat sejak awal
abad kesembilan.
Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran bani Abbas pada periode ini, sehingga
banyak daerah yang memerdekakan diri adalah :
1.Luas wilayah kekuasaan Daulah Abbasyiah sementara komunikasi pusat dengan daerah
sulit dilakukan, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan
sangat rendah
3.Keuangan Negara sangat sulit karena biaya yang di keluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar.
IV.PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan dan tentunya kami pemakalah sebagai
manusia biasa yang tak kan luput dari yang namanya kesalahan maka saran konstruktif
maupun kritik sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah yang akan datang.
REFERENSI
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, http://m.cybermg.com,.11september2009
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Kencana, Bogor, 2003
W.Mantyomery, Kejayaan Islam, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1990
Tohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004