Anda di halaman 1dari 107

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI


INDONESIA

OLEH
LATTI INDIRANI
H14101089

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN

LATTI INDIRANI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Total Aset Bank Syariah di Indonesia. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI.

Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang
sangat besar bagi perekonomian suatu negara, terutama di negara berkembang.
Sebagai salah satu negara berkembang, dampak yang dirasakan negara Indonesia
sangat signifikan yang disebabkan memburuknya kinerja perbankan konvensional.
Berbeda dengan perbankan konvensional yang mengalami penurunan kinerja yang
sangat drastis, perbankan syariah justru mengalami pertumbuhan yang cukup
bagus, yang dicerminkan tiga indikator keuangan perbankan syariah, yaitu oleh
pertumbuhan total aset, dana pihak ketiga, dan pembiayaan yang disalurkan.
Walaupun selama 10 tahun Bank Syariah mengalami pertumbuhan yang
cukup pesat namun terdapat masalah dalam perkembangannya, yaitu: kecilnya
kontribusi sistem perbankan Syariah terhadap sistem perbankan nasional. Hal ini
dapat dilihat dengan masih relatif kecilnya total aset perbankan Syariah bila
dibandingkan total aset perbankan nasional. Akan tetapi walaupun pangsa pasar
perbankan Syariah terhadap industri perbankan Syariah senantiasa mengalami
peningkatan yaitu mencapai 1,32 persen, 1,32 persen, dan 2,27 persen masing-
masing untuk aset total, Dana Pihak Ketiga, dan volume pembiayaan, namun
persentase tersebut masih sangat kurang. Kecilnya kontribusi sistem perbankan
Syariah terhadap perbankan nasional akan mempengaruhi fungsi bank itu sendiri
yaitu sebagai intermediator kegiatan investasi. Sedikitnya kegiatan investasi yang
berhasil dibiayai oleh perbankan pada akhirnya akan menurunkan kinerja
perekonomian suatu negara.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan total aset bank syariah di Indonesia serta mengetahui
besar pengaruh masing-masing faktor tersebut terhadap pertumbuhan total aset
Bank Syariah. Dengan mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel tersebut
maka dapat dirumuskan upaya yang dapat ditempuh pemerintah untuk
meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu dari
bulan Desember 2000 sampai dengan bulan Juni 2005. Data-data tersebut diambil
dari data-data yang sudah diolah yang diperoleh dari CSIS yang berlokasi di Jl.
Tanah Abang III , Bank Indonesia (BI) yang berlokasi di Jl. H. M. Thamrin,
Badan Pusat Statistik (BPS) yang berlokasi di Jl. Sutomo, Perpustakaan UI, dan
Perpustakaan IPB. Selanjutnya data-data tersebut diolah dengan menggunakan
program E-views 4.1 dan menggunakan metode analisis Ordinary Least Square
(OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan total aset industri
perbankan dalam hal ini industri perbankan syariah dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor makro dan faktor mikro. Faktor-faktor makro yang mempengaruhi
pertumbuhan total aset Bank Syariah antara lain pertumbuhan ekonomi (GDP),
tingkat suku bunga riil bank konvensional serta inflasi. Besar elastisitas variabel
pertumbuhan ekonomi adalah 0,99 yang berarti apabila pertumbuhan ekonomi
tiga bulan yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan pertumbuhan total aset sebesar 0,99 persen. Tingkat suku bunga riil
bank konvensional mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar
-0,68 yang menunjukkan bahwa apabila tingkat suku bunga riil bank konvensional
lima bulan yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan
menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,68 persen. Faktor
makro terakhir yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah adalah
inflasi, dengan besar elastisitas sebesar -0,94. hal ini menunjukkan bahwa apabila
inflasi mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan menurunkan
pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,94 persen. Faktor-faktor mikro
yang mempengaruhi pertumbuhan total aset adalah ROA, NPF dan JKB. Besar
elastisitas masing-masing variabel adalah 0,84 dan -0,0007. Elastisitas ROA
sebesar 0,84 tersebut menunjukkan bahwa apabila ROA mengalami perubahan
sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah
sebesar 0,84 persen. Elastisitas NPF sebesar 0,0007 juga menunjukkan hal yang
sama, yaitu apabila pertumbuhan NPF tiga bulan yang lalu mengalami perubahan
sebesar 1 persen, maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah
sebesar 0,0007 persen. Adapun besar elastisitas dari variabel JKB adalah sebesar
94,1318 yang berarti jika JKB meningkat sebesar 1 unit maka pertumbuhan total
aset akan meningkat sebesar 94,1318 persen.
Adapun faktor-faktor lain yang digunakan dalam penelitian ini yang tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan total aset Bank Syariah yaitu variabel modal
dan variabel dummy. Variabel modal tidak signifikan terhadap pertumbuhan total
aset diduga disebabkan relatif kecilnya rasio modal terhadap total aset. Sedangkan
variabel dummy, dalam hal ini adalah fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia pada bulan November 2003 tidak signifikan diduga disebabkan
kurangnya penjelasan secara resmi dari pihak MUI tentang adanya fatwa tersebut
serta sifat dari konsumen Bank Syariah itu sendiri yang merupakan konsumen
rasional.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa variabel yang
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan total aset Bank Syariah adalah modal,
jumlah kantor bank per kapita, pertumbuhan ekonomi dan ROA. Sedangkan
variabel yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah secara negatif
adalah tingkat suku bunga bank konvensional, pertumbuhan kredit macet dan
inflasi.
Implikasi kebijakan yang ditempuh setelah mengetahui besar pengaruh
masing-masing variabel ditujukan kepada pelaku pasar yang meliputi semua
perusahaan yang ingin memasuki industri perbankan Syariah, pemerintah, serta
ulama.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total
Aset Bank Syariah di Indonesia

Oleh
LATTI INDIRANI
H14101089

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPERTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ynag disusun oleh,


Nama Mahasiswa : Latti Indirani
Nomor Regristrasi Pokok : H14101089
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di
Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Ir. Idqan Fahmi, M.Ec


NIP. 131 803 657

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS


NIP. 131 846 872

Tanggai Kelulusan :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2006

Latti Indirani
H14101089
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Latti Indirani lahir pada tanggal 18 Oktober 1981 di


Solo, sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Tengah. Penulis anak kedua dari
empat bersaudara, dari pasangan Bambang Sigit Soeparto dan Lilik Sutrisno.
Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah
dasar pada SD Muhammadiyah 8 Solo, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 20
Surakarta dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di
SMU Batik 1 Solo dan lulus pada tahun 2001.
Pada tahun 2001 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar
dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi
sumber daya yang berguna bagi pembangunan negara Indonesia khususnya kota
Solo tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan
hidayahNya. Tak lupa shalawat dan salam kepada junjungan umat Islam Nabi
Besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Total Aset Bank syariah di Indonesia”. Total Aset merupakan salah satu indikator
perkembangan perbankan syariah yang akan menentukan kontribusi industri
perbankan syariah terhadap perbankan nasional, yang juga merupakan indikator
ukuran bank, dimana kecilnya total aset akan berdampak pada kecilnya tingkat
economies of scale yang dimiliki oleh bank. Selain hal tersebut di atas, total aset
merupakan salah satu ukuran strategic positioning map yaitu suatu strategi
penetapan posisi untuk memenangkan persaingan usaha. Karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut,
skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama
kepada Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik
secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc yang telah bersedia menguji hasil karya ini dan Bapak
Jaenal Effendi, MA atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.
Penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran dari para peserta
Seminar Hasil Penelitian skripsi Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih
kepada mereka. Penulis juga sangat berterima kasih kepada Direktorat Perbankan
Syariah, Perpustakaan Bank Indonesia serta Badan Pusat Statistik atas bantuan
yang telah diberikan.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada orangtua, saudara-saudara penulis (Mas Deni, Agi dan Ian) dan teman-
teman terdekat penulis (Citra, Fitri, Rapim, Ana, Dewi, teman-teman Pringgodani,
teman-teman Ekbang 38 dan pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat
disebutkan satu persatu). Dorongan dan doa mereka sangat besar artinya dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, September 2006

Latti Indirani
H14101089
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii


DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................ 9
2.1. Tinjauan Teori-teori ..................................................................... 9
2.1.1. Konsep Ekonomi Industri ................................................. 9
2.1.2. Definisi Perusahaan dan Pasar .......................................... 10
2.1.3. Struktur Pasar ................................................................... 13
2.1.4. Definisi Perbankan............................................................ 15
2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................... 20
2.3. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 21
2.4. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 24
III. METODE PENELITIAN....................................................................... 25
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 25
3.2. Model Persamaan Estimasi ........................................................... 25
3.3. Analisis Data ................................................................................. 32
3.3.1. Uji Stasioneritas ................................................................ 32
3.3.2. Ordinary Least Square (OLS) ......................................... 33
3.3.3. Pengujian Model ............................................................... 33
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH .......... 39
4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia ............................ 39
4.1.1. Praktik Perbankan di Masa Rasulullah ............................. 39
4.1.2. Perbankan Syariah Moderen ............................................. 40
4.1.3. Pertumbuhan Pada Dasawarsa Terakhir ........................... 42
4.2. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia....................... 45
4.2.1. Profil Bank Syariah di Indonesia ...................................... 46
4.2.2. Perkembangan Bank Syariah ............................................ 53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 60
5.1. Validasi Model Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di
Indonesia ....................................................................................... 60
5.1.1. Uji Stasioner ..................................................................... 60
5.1.2. Asumsi OLS ..................................................................... 61
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total
Aset Bank Syariah......................................................................... 63
5.3. Implikasi Kebijakan ...................................................................... 70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 76
6.1. Kesimpulan .................................................................................. 76
6.2. Saran ............................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 79
LAMPIRAN ................................................................................................ 82
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1.1. Perkembangan Indikator Keuangan Bank Syariah ............................. 4
1.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia ............................... 4
1.3. Pangsa Pasar Perbankan terhadap Total Bank .................................... 6
2.1. Perbedaan-perbedaan Pokok Antara Bank Syariah dan Bank
Konvensional ...................................................................................... 19
4.1. Perkembangan Institusi Keuangan Bank Islam di Dunia ................... 42
4.2. Penyebaran Kantor Bank Berdasar Prinsip Syariah Menurut
Pulau per Desember 2002 ................................................................... 57
5.1. Hasil Uji Unit Root ............................................................................. 60
5.2. Hasil Estimasi Persamaan Regresi Berganda ..................................... 61
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran............................................................................ 23
4.1. Perkembangan Total Aset Bank Syariah di Indonesia........................ 53
4.2. Perkembangan ROA Bank Syariah di Indonesia ................................ 54
4.3. Perkembangan CAP Bank Syariah di Indonesia................................. 55
4.4. Perkembangan GDP_Riil di Indonesia ............................................... 56
4.5. Perkembangan Jumlah Kantor Bank Syariah di Indonesia................. 56
4.6. Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional di Indonesia ...................... 58
4.7. Perkembangan Kredit Macet Bank Syariah di Indonesia ................... 58
4.8. Perkembangan Inflasi di Indonesia ..................................................... 59
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang

sangat besar bagi perekonomian suatu negara, terutama di negara berkembang.

Dengan adanya krisis, peran negara-negara barat sebagai penganut sistem

kapitalis semakin dominan. Hal ini terbukti dengan semakin menumpuknya

hutang dan tingkat ketergantungan finansial yang semakin besar dari negara-

negara yang mengalami krisis dan tidak mampu untuk bangkit dari keterpurukan.

Dampak yang dialami negara-negara tersebut tidak hanya sampai disitu. Aset-aset

negara yang mereka milikipun ikut tergadaikan dan berpindah tangan, sehingga

secara otomatis aset-aset negara yang seharusnya digunakan untuk kemaslahatan

umat kini hanya digunakan oleh golongan tertentu, yang pada akhirnya berimbas

pada rakyat negara penjual sehingga berlakulah hukum ’yang kaya semakin kaya,

yang miskin semakin terpuruk’ (Antonio, 2001).

Krisis keuangan yang berkepanjangan ini juga dialami oleh Indonesia dan

mengakibatkan pemerintah mengeluarkan serangkaian intervensi untuk meredam

gejolak nilai tukar, yaitu dengan pengetatan likuiditas dan menaikkan tingkat suku

bunga dalam negeri. Adanya intervensi-intervensi tersebut menyebabkan ekspansi

kredit perbankan terhambat dan kualitas aktiva produktif perbankan memburuk,

sementara sistem perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada

depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Dengan terhambatnya ekspansi

kredit perbankan, peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan


fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi semakin berkurang, akibatnya

ekonomi kekurangan likuiditas dan mengakibatkan kegiatan dunia usaha menjadi

stagnan, bangkrut dan menambah jumlah pengangguran. Implikasi dari semua itu

adalah bertambahnya jumlah masyarakat miskin.

Gejolak yang terjadi ini merupakan konsekuensi logis dari lepasnya

keterkaitan sektor moneter dengan sektor riil. Sektor moneter telah berkembang

melampaui pertumbuhan sektor riil. Uang tidak lagi berfungsi sebagai alat tukar

tetapi telah menjadi komoditas, sebagai akibat adanya para spekulan. Hal ini tentu

saja berbeda dengan konsep Islam, dimana dalam Islam uang hanya berfungsi

sebagai alat tukar (Muhammad, 1987). Sebagai alat tukar, ia tidak menghasilkan

nilai tambah apapun, kecuali apabila ia dikonversi menjadi barang atau jasa.

Dengan demikian, jelas bahwa konsep Islam menjaga keseimbangan sektor riil

dan sektor moneter. Begitu pula dengan perbankan Islam yang pertumbuhan

pembiayaannya tidak terlepas dari pertumbuhan sektor riil yang dibiayainya.

Terbebasnya perbankan Islam dari konsep bunga berakibat pula pada

terbebasnya perbankan Islam dari masalah negative spread, yaitu masalah yang

terjadi karena bank harus membayar biaya bunga kepada deposan (cost of fund)

dengan suku bunga tinggi, sedangkan suku bunga pinjaman tidak bisa disesuaikan

sepenuhnya. Dengan berbasisnya konsep keuangan Islam pada konsep bagi hasil

akan menempatkan debitur sebagai mitra sehingga akan terdapat ikatan emosional

yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabahnya. Kuatnya

ikatan emosional ini akan menimbulkan akibat-akibat: kuatnya kebersamaan

dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil,
semua pihak yang terlibat dalam Bank Islam akan memiliki tanggung jawab usaha

yang sama sesuai dengan ajaran agamanya. Dengan adanya keistimewaan ini,

bank Islam akan benar-benar menyeleksi proyek yang hendak dibiayai, terutama

berkaitan dengan kehalalan dan kelayakan usaha yang akan mengakibatkan

membaiknya kinerja perbankan Syariah sehingga akan berdampak pada semakin

pesatnya pertumbuhan Bank Syariah.

Pesatnya pertumbuhan perbankan Syariah yang relatif cepat ini dapat dilihat

pada indikator keuangan, seperti jumlah aktiva, dana pihak ketiga, serta volume

pembiayaan yang terus mengalami peningkatan, sebagaimana diperlihatkan dalam

Tabel 1.1. Jumlah aktiva atau total aset, dari tahun ketahun terus mengalami

peningkatan dengan persentase yang sangat besar yaitu di atas 40 persen kecuali

untuk tahun 2005 yang berada di bawah 40 persen yaitu sebesar 22,23 persen. Hal

ini bisa disebabkan, data pada bulan November dan Desember tahun 2005 belum

tersedia sehingga data tersebut masih bersifat sementara. Apabila dilihat dari dana

pihak ketiga, dan volume pembiayaan, sama seperti jumlah aktiva, kedua

indikator keuangan tersebut juga menunjukkan persentase pertumbuhan di atas 50

persen kecuali untuk tahun 2005 yang berada di bawah 40 persen yakni sebesar

14,53 persen dan 3,61 persen. Sedangkan persentase pertumbuhan tertinggi untuk

dana pihak ketiga untuk dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan dicapai

pada tahun 2004 adalah sebesar 107,2 persen dan 107,77 persen.
Tabel 1.1. Perkembangan Indikator Keuangan Bank Syariah (Juta Rupiah)
Indikator 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Total Aset 1.790.168 2.718.770 4.045.235 7.858.918 15.325.997 18.732.449
Pembiayaan
Yang 1.271.162 2.049.793 3.276.650 5.530.167 11.489.933 15.121.483
Diberikan
Dana pihak
1.028.923 1.806.366 2.917.726 5.724.909 11.862.117 13.585.499
ketiga
Sumber: : Direktorat Perbankan Syariah BI

Perkembangan perbankan Syariah selain dilihat dari indikator keuangan

juga dapat dilihat sisi kelembagaan yaitu jumlah unit atau cabang Bank Syariah

dalam waktu singkat. Berdasarkan Tabel 1.2, sampai bulan Oktober 2005 jaringan

kantor perbankan Syariah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Dengan

demikian, sampai dengan Oktober terdapat 3 Bank Umum Syariah (BUS), 113

Unit Usaha Syariah (UUS), 90 Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Tabel 1.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia


Jenis Bank Kelas 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Bank Umum KP 1 2 2 2 2 2 3 3
Syariah
KC 10 13 21 36 43 74 92 96
KCP 1 7 8 5 11 20 40 57
UPS 0 0 0 0 0 0 0 7
KK 19 19 26 43 59 95 131 135
Total
31 41 57 86 115 191 266 298
Kantor
Bank Umum UUS 1 3 3 6 8 15 17
Konvensional KC 1 7 12 25 39 56 67
KCP 0 0 0 0 6 18 28
UPS 0 0 0 0 0 0 0
KK 0 0 0 0 0 0 1
Total
2 10 15 31 44 89 113
Kantor
BPRS 76 79 79 81 83 84 88 90
Total
107 122 146 182 229 314 443 501
Kantor
Sumber: : Direktorat Perbankan Syariah BI
Ket :
KP = Kantor Pusat
KCP = Kantor Cabang Pembantu
UUS = Unit Usaha Syariah
UPS = Unit Pembantu Syariah
KK = Kantor Kas
KC = Kantor Cabang
Adanya peningkatan dari dua indikator keuangan Syariah yaitu Dana Pihak

Ketiga (DPK) dan pembiayaan seharusnya dapat meningkatkan pertumbuhan total

aset Bank Syariah. Hal ini dikarenakan DPK dan pembiayaan merupakan kinerja

dari perbankan Syariah, sedangkan total aset merupakan ukuran bank (Haryono et

all, 2003).

1.2. Perumusan Masalah

Industri perbankan Syariah adalah industri yang mempunyai potensi besar

untuk berkembang. Keberadaannya yang dulu hanya sebagai pelengkap sekarang

sudah nampak mampu meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia. Hal ini

dibuktikan dengan tetap kokohnya Bank Syariah ketika banyak bank

konvensional yang dilikuidasi akibat ketidakmampuan menghadapi krisis yang

melanda dunia.

Adanya kemampuan untuk bertahan terhadap krisis ekonomi, kemampuan

untuk tidak terikat pada sistem konvensional yang sudah ada dan kemajuan yang

dicapai oleh Bank Syariah pada tahun-tahun yang lalu menyebabkan Bank

Syariah dapat bertahan dan bahkan mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.

Pertumbuhan Bank Syariah ini akan memberikan manfaat yang besar bagi

perekonomian secara umum terutama berkaitan dengan fungsi bank itu sendiri

yaitu sebagai intermediator kegiatan investasi.

Walaupun perbankan Syariah di Indonesia selama 10 tahun beroperasi

mengalami pertumbuhan yang cukup pesat namun terdapat masalah dalam

perkembangannya, yaitu: kecilnya kontribusi sistem perbankan Syariah terhadap


sistem perbankan nasional. Hal ini dapat dilihat dengan masih relatif kecilnya

total aset perbankan Syariah bila dibandingkan total aset perbankan nasional (lihat

Tabel 1.3). Sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 1.3 tersebut, walaupun pangsa

pasar perbankan Syariah terhadap industri perbankan Syariah tahun 2005

senantiasa mengalami peningkatan yaitu mencapai 1,32 persen, 1,32 persen, dan

2,27 persen masing-masing untuk aset total, Dana Pihak Ketiga, dan volume

pembiayaan, namun persentase tersebut masih sangat kurang. Kecilnya kontribusi

sistem perbankan Syariah terhadap perbankan nasional akan mempengaruhi

fungsi bank itu sendiri yaitu sebagai intermediator kegiatan investasi. Sedikitnya

kegiatan investasi yang berhasil dibiayai oleh perbankan pada akhirnya akan

menurunkan kinerja perekonomian suatu negara.

Tabel 1.3. Pangsa Pasar Perbankan Syariah Terhadap Total Bank tahun
2005
Bank Syariah
Kriteria Total bank
Nominal (Milliar) Pangsa Pasar (%)
Total Aset 17,74 1,32 % 1344,59 milyar Rupiah
Dana Pihak Ketiga 13,36 1,32 % 1011,00 milyar Rupiah
Pembiayaan 14,27 2,27 % 629,06
LDR/FDR*) 106,83 % 62,22 %
NPL 3,83 % 7,0 %
Sumber: : Direktorat Perbankan Syariah BI
*)
FDR : Pembiayaan/Dana Pihak Ketiga
LDR : Kredit/Dana Pihak Ketiga
NPL : Pembiayaan atau Kredit Bermasalah

Apabila dibandingkan dengan negara Malaysia yang juga menganut dual

banking system, pangsa pasar perbankan Syariah terhadap perbankan nasional di

Indonesia tergolong sangat kecil. Selama 20 tahun beroperasi, pangsa pasar

perbankan Syariah di Malaysia telah mencapai 10,5 persen untuk total aset, 11,29

persen untuk Dana Pihak Ketiga, dan 11,9 persen untuk pembiayaan. Hal ini

berarti dalam 10 tahun perbankan Syariah di negara tersebut telah memberikan


kontribusi terhadap perbankan nasional sebesar 5,25 persen untuk total aset, 5,65

persen untuk Dana Pihak Ketiga, dan 5,95 persen untuk pembiayaan. Angka ini

menunjukkan bahwa pangsa pasar total aset, Dana Pihak Ketiga, dan pembiayaan

3,97; 4,28; dan 2,62 kali lebih besar daripada Indonesia (Bank Indonesia, 2005)

Disamping menentukan kontribusi perbankan Syariah terhadap perbankan

nasional, total aset juga merupakan indikator ukuran bank, dimana kecilnya total

aset akan berdampak pada kecilnya tingkat economies of scale yang dimiliki oleh

bank. Sebagai implikasinya adalah kecilnya tingkat laba, kecilnya tingkat Return

On Asset (ROA), dan lamanya pencapaian break even point (Haryono, 2003).

Selain hal tersebut di atas, total aset merupakan salah satu ukuran strategic

positioning map yaitu suatu strategi penetapan posisi untuk memenangkan

persaingan usaha.

Uraian di atas memperlihatkan perlunya mengakselerasi pertumbuhan total

aset perbankan Syariah. Untuk dapat merumuskan strategi yang tepat dalam

meningkatkan pertumbuhan diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Oleh karena itu, dapat diuraikan beberapa masalah yang dikaji

dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank

Syariah di Indonesia? Bagaimanakah pengaruh faktor-faktor tersebut

terhadap pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia?

2. Upaya-upaya apakah yang dapat diambil pemerintah untuk meningkatkan

pertumbuhan total aset Bank Syariah di Indonesia?


1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisa pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan total

aset Bank Syariah di Indonesia.

2. Merumuskan upaya yang dapat ditempuh pemerintah untuk meningkatkan

pertumbuhan total aset Bank Syariah di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat dihasilkan dokumen yang

bermanfaat sebagai informasi bagi berbagai pihak, khususnya:

1. Pihak perbankan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai masukan

dalam penyusunan kebijakan pengembangan perbankan Syariah di Indonesia.

2. Bagi Perguruan Tinggi hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan

dalam penelitian lebih lanjut mengenai perkembangan perbankan terutama

perbankan Syariah.

3. Sedangkan bagi penulis pribadi, penelitian ini dapat bermanfaat untuk

menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan ilmu yang telah

penulis pelajari selama di bangku kuliah.


II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori-teori

2.1.1. Konsep Ekonomi Industri

Ekonomi industri merupakan suatu spesifikasi dalam ilmu ekonomi. Ilmu

ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan

bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri.

Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih

menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur

pasar, perilaku dan kinerja pasar. Implikasi dari adanya pengorganisasian industri

adalah adanya pengaruh terhadap perekonomian nasional sehingga kebijakan

pemerintah turut terkait pula dengan organisasi industri (Jaya, 2001).

Yang dimaksud dengan ekonomi industri atau disebut juga dengan

organisasi industri adalah cabang dari ilmu mikroekonomi, atau lebih tepatnya

aplikasi mikroekonomi yang menganalisis pasar, perusahaan dan industri

(Shepherd, 1990).

Menurut Ferguson (1988) ekonomi industri lebih tepat didefinisikan sebagai

aplikasi teori mikroekonomi yang menganalisis perusahaan, pasar dan industri,

bukan sebagai bidang studi terpisah.

Dalam buku Modern Industrial Organization, Carlton dan Perloff (2000)

menjelaskan , “industrial organization is the study of action of a firm and the

effect of those actions industry behavior and performance”. Sementara Martin

(1994) lebih menekankan pada kebijakan yang diambil oleh perusahaan dalam
menghadapi pasar, “to study the policies of firms toward rivals and toward

costumers “(which includes at least prices, advertising, research and

development)”.

Alasan-alasan yang mendasari kenapa ekonomi industri penting untuk

dipelajari (Hasibuan, 1993) :

a. Praktek-praktek struktur pasar yang semakin terkonsentrasi dalam

kegiatan bisnis telah dikenal sejak lama.

b. Semakin tinggi konsentrasi industri cenderung mengurangi persaingan

antar perusahaan yang kemudian membawa perilaku kurang efisien.

c. Konsentrasi industri yang tinggi membawa konsentrasi kekayaan yang

melemahkan usaha pemerataan pendapatan, mengurangi kesempatan

kerja dan kesempatan berusaha.

d. Kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi

membawa intervensi pemerintah yang lebih jauh.

e. Kajian-kajian tentang struktur, perilaku dan kinerja industri tidak

terlepas dari masalah-masalah apa saja yang diproduksi, bagaimana dan

untuk siapa suatu barang dan jasa diproduksi.

2.1.2. Definisi Perusahaan dan Pasar

Perusahaan dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi produksi yang

menggunakan dan mengkoordinasi sumber-sumber ekonomi untuk memuaskan

kebutuhan dengan cara yang menguntungkan (Swastha dan Sukotjo, 1988).

Menurut Carlton dan Perloff (2000) perusahaan adalah organisasi yang mengubah

input (sumber daya yang dibeli) menjadi output (produk bernilai yang dijual).
Pendekatan sederhana dalam ilmu mikroekonomi mendefinisikan perusahaan

sebagai aktivitas produksi. Perusahaan didefinisikan sebagai kumpulan rencana

produksi yang digambarkan oleh fungsi produksi. Fungsi produksi

mengkombinasikan sejumlah input tertentu untuk menghasilkan output. Tujuan

utama perusahaan adalah memaksimumkan keuntungan dengan menggunakan

biaya seminimal mungkin. Dalam rangka mendapatkan keuntungan yang

maksimum, perusahaan harus memproduksi output pada tingkat biaya, teknologi,

dan harga input terkecil. Jumlah output maksimal yang akan diproduksi

tergantung pada keputusan mutlak perusahaan atau manajer perusahaan.

Perusahaan dalam meningkatkan keuntungannya memiliki beberapa

tanggung jawab pada kehidupan dan kesejahteraan manusia. Saat ini, masyarakat

menuntut kepada perusahaan-perusahaan untuk mengemban tanggung jawab yang

jauh lebih besar dari sebelumnya. Istilah tanggung jawab sosial menunjukkan

pertimbangan manajemen tentang pengaruh-pengaruh sosial disamping juga

pengaruh ekonomi dari keputusan-keputusannya. Dalam ekonomi pengaruh-

pengaruh sosial ini disebut dengan lingkungan perusahaan, yaitu keseluruhan dari

faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun

kegiatannya (Swastha dan Sukotjo, 1993). Menurut John A. Pearce dalam

Noerachmanto (1985), setiap perusahaan terkait dengan lingkungan eksternalnya,

dimana terbagi dalam dua bagian, yaitu:

1. Lingkungan luar yang bersifat luas (Remote Environment) atau faktor

makro, berupa faktor ekonomi seperti pendapatan nasional suatu negara

yang berhubungan dengan pendapatan perkapita masyarakat, kemudian


pertumbuhannya, dan lain-lain; faktor sosial dimana merupakan faktor

yang bersinggungan langsung dengan perusahaan dalam masalah

agama, budaya, gaya hidup, dan lain-lain. Selain itu faktor politik yang

mampu mempengaruhi kebijakan perusahaan, seperti Undang-undang,

dan lain-lain. Faktor lainnya adalah teknologi sebagai sarana untuk

inovasi serta faktor lingkungan yang bersangkutan dengan ekses

perusahaan.

2. Lingkungan industri atau faktor mikro, dimana melalui teori

competitive strategi oleh Michael E. Porter (1995) terdapat 5 kekuatan

yaitu: ancaman pendatang baru yang dapat dilihat dari:

a. Skala Ekonomi (Economies of scale)

Dengan adanya skala ekonomi maka perusahaan dapat membuat

barang yang jauh lebih murah dibanding dengan para pesaingnya.

b. Diferensiasi Produk

Diferensiasi produk menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai

merek produk yang sudah dikenal luas dengan pelanggan yang

setia. Hal ini membuat perusahaan baru harus mengeluarkan biaya

iklan dan pemasaran yang besar untuk membuat produk mereka

dikenal dan memperoleh pelanggan.

c. Akses ke seluruh Saluran Distribusi

d. Kebijakan Pemerintah
e. Kebutuhan Modal

Hambatan modal terutama terjadi pada industri padat modal.

Perusahaan yang lebih dulu ada di pasar memperoleh keuntungan

atas biaya produksi yang murah dan modal yang cukup.

Menurut Stanton dalam Umar (1999) pasar didefinisikan sebagai orang-

orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk berbelanja, dan

kemauan untuk membelanjakannya. Pasar ditetapkan oleh kondisi permintaan

yang mewujudkan daerah pilihan konsumen atas barang. Pasar terbagi menjadi

dua dimensi, jenis produk dan area geografis. Dalam kasus nyata produk yang

berbeda dijual di daerah yang terpisah secara geografis:

2.1.3. Struktur Pasar

Menurut Jaya (2001), struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang

mempengaruhi sifat proses persaingan. Para pakar ekonomi mengklasifikasikan

pasar dengan memperhatikan seberapa banyak jumlah perusahaan yang ada dalam

industri. Struktur pasar penting karena struktur pasar menentukan perilaku

perusahaan yang kemudian menentukan kinerja industri. Elemen-elemen struktur

pasar meliputi:

a Pangsa Pasar (Market Share)

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya

berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar.

Menurut literatur Neo-Klasik, landasan posisi pasar perusahaan adalah

pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktik bisnis merupakan

tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang


lebih baik akan menikmati keuntungan dan penjualan produk dan kenaikan

sahamnya. Peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber keuntungan bagi

perusahaan.

Derajat kekuatan pangsa pasar umumnya akan muncul ketika pangsa

pasar mencapai 15 persen. Pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu 25 persen

hingga 30 persen maka derajat monopoli menjadi signifikan dan pada

tingkat 40 persen hingga 50 persen biasanya memberikan market power

yang besar. Sebaliknya apabila pangsa pasar kecil akan menunjukkan

bahwa perusahaan tersebut tidak mampu bersaing dalam tekanan

persaingan.

b Pemusatan atau Konsentrasi (Concentration)

Pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-

perusahaan oligopoli dimana mereka menyadari adanya saling

ketergantungan. Leonard Weiss (1974) menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang positif antara keuntungan (profit) dengan produk-produk

konsentrasi tinggi. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat keuntungan

yang dicapai maka semakin besar pula tingkat konsentrasinya.

c Hambatan untuk Masuk (Entry Condition)

Hambatan untuk masuk (Entry Condition) adalah kondisi untuk masuk

ke dalam suatu pasar yang dihadapi oleh pesaing potensial dalam suatu

pasar. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan,

kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru yang sebenarnya

merupakan hambatan untuk masuk Pesaing potensial adalah perusahaan-


perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan

menjadi pesaing yang sebenarnya..

Ada beberapa hal umum mengenai hambatan memasuki suatu pasar

yang harus dipahami. Pertama, hambatan-hambatan timbul dalam kondisi

pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal

ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua,

hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tidak ada hambatan sama sekali

(“bebas masuk”), hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi dimana

tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang

kompleks.

Peranan hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan.

Beberapa ahli ekonomi memandangnya sebagai sesuatu yang penting.

Kondisi internal persaingan biasanya menentukan, sementara kondisi

eksternal tidak. Perusahaan dominan akan sangat memperhatikan

keberadaan pesaing-pesaingnya, sementara terhadap perusahaan baru yang

mungkin akan terjun dalam arena persaingan di masa mendatang

perhatiannya tidak begitu serius.

2.1.4. Definisi Perbankan

Menurut Undang-undang nomor 7 pasal 1 ayat (1) Tahun 1992 yang

dimaksud dengan perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.


Jenis-jenis bank menurut pasal 5 Undang-undang nomor 7 tahun 1992

adalah:

• Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran (pasal 1 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang

Perbankan).

• Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya

dalam bentuk depositi cerjangka, tabungan, dan atau bentuk lain yang

dipersamakan dengan itu (pasal 1 Undang-undang nomor 7 tahun 1992

tentang Perbankan).

Adanya perkembangan yang cukup pesat dari perbankan syariah membuat

pemerintah menyempurnakan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang

Perbankan menjadi Undang-undang nomor 10 tahun 1999 tentang Perubahan

Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang-undang

yang baru tersebut telah dapat mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan

perbankan syariah. Pasal 1 UU yang baru tersebut telah menyempurnakan

pengertian bank, bank umum, dan Badan Perkreditan Rakyat Syariah menjadi:

• Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit, dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.

• Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional, dan atau berdasarkan prinsip usaha syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


• Bank Perkreditan Rakyat (BPR-Syariah) adalah bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan

prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalan lalu

lintas pembayaran.

Dalam Ensiklopedia Islam dijelaskan lebih lanjut bahwa bank Islam adalah

lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam

lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan

dengan prinsip-prinsip syariah islam. Adapun yang dimaksud dengan prinsip

syariah dijelaskan lebih lanjut pada pasal 1 butir 13 Undang-undang nomor 10

tahun 1999.

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara

bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana, dan atau pembiayaan

kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan

syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil

(Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal

(Musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan

(Murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa

murni tanpa pilihan (Ijarah),, atau dengan adanya pilihan pemindahan

kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain

(Ijarah wa Iqtina).

Pada prinsipnya cara kerja Bank Syariah meliputi menerima dana dari

masyarakat dan menyalurkan pada pihak yang memerlukan serta memberikan

jasa-jasa keuangan pada masyarakat. Perbedaannya dengan bank konvensional


adalah dalam Bank Syariah pendapatan dari penyimpan dana tidak didasarkan

dalam bentuk prosentasi terhadap dana simpanan yang ditetapkan diawal (bunga),

namun ditentukan dalam bentuk nisbah bagi hasil terhadap pendapatan bank yang

akan didapatkan (bagi hasil). Konsekuensinya adalah nasabah penyimpan akan

mendapatkan hasil dari dana yang disimpannya tergantung dari pendapatan yang

diperoleh bank. Hal ini sangat berbeda dengan sistem perbankan konvensional,

yang menjanjikan nasabah penyimpan akan mendapatkan bunga yang sudah

ditetapkan diawal dan tidak secara langsung, berhubungan dengan besarnya

pendapatan bank. Dalam sistem perbankan konvensional, selain berperan sebagai

jembatan antara pemilik dana dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi

penyekat antara keduanya karena tidak adanya transferability risk. Sedangkan

dalam sistem perbankan syariah, Bank Syariah menjadi manajer investasi, wakil

atau pemegang amanat (pengelola) dari pemilik dana (sebagai investor) atas

investasi di sektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan resiko usaha

secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga menciptakan

keseimbangan (hegemoni). Dalam konteks makro, modus ini menghindarkan

terjadinya gap antara sumber dana dengan investasi sehingga menciptakan

landasan pertumbuhan yang kuat.

Hal-hal itu, mengingat skema produk perbankan syariah secara alamiah

merujuk kepada dua kategori kegiatan ekonomi yakni produk dan distribusi.

Pertama difasilitasi melalui skema profit sharing dan partnership, sedangkan

kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk dilakukan melalui skema jual-beli

dan sewa menyewa. Berdasarkan nature tersebut maka kegiatan keuangan syariah
dapat dikategorikan sebagai investment banking dan merchant/commercial

banking. Adapun Perbedaan-perbedaan pokok antara Bank Syariah dan bank

konvensional dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbedaan-perbedaan Pokok Antara Bank Syariah dan Bank


Konvensional
No Perbedaan Bank Konvensional Bank Syariah
1 Falsafah Sistem bunga (interest) Sistem bagi hasil
(revenue/profit trist
sharing), yaitu suatu
sistem yang meliputi
tata cara pembagian
hasil usaha antara
penyedia dana dan
pengelola dana, yang
terjadi antara bank dan
penyimpan dana,
maupun antara bank
dengan nasabah
penerima dana.
2 Landasan Hanya perundang-undangan dan Al-Quran dan Hadist
hukum ketentuan bank Nabi Muhammad
SAW
3 Koridor Memiliki aspek maysir, riba dan Anti maysir, riba dan
bisnis gharar gharar

4 Organisasi Tidak memiliki dewan Memiliki dewan


pengawasan pengawas syariah pengawas Syariah
5 Operasional • Dana masyarakat yang harus • Dana masyarakat
dibayar bunganya pada saat berupa titipan dan
jatuh tempo investasi yang akan
• Penyaluran dana pada sektor mendapat hasil sesuai
yang menguntungkan, tanpa hasil dikelola usaha
mempertimbangkan aspek halal • Penyalur hanya pada
–haram usaha yang halal, anti
maysir, riba dan
gharar, serta
menguntungkan
2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai pertumbuhan dilakukan oleh Noerachmanto

(1985) dan Vennet (1999). Noerachmanto (1985) melakukan penelitian dengan

judul Perkembangan Perbankan di Indonesia Periode 1970-1979, Analisa Struktur

dan Pengujian atas Suatu Hipotesa. Dalam penelitian tersebut, Noerachmanto

mengkaji hubungan antara rasio jumlah simpanan di bank dengan uang kertas

yang beredar (D/C) dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) perkapita dan

jumlah kantor bank per satu juta penduduk. Penelitian tersebut dilakukan terhadap

industri perbankan konvensional. Hasil dari studi tersebut memperlihatkan bahwa

masyarakat akan semakin banyak menyimpan uangnya dalam bentuk simpanan

pada bank konvensional dibandingkan dengan memegang uang kertas. Penelitian

tersebut juga memperlihatkan bahwa tersedianya sejumlah kantor bank untuk tiap

satu juta penduduk mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan jumlah

simpanan yang ada di bank yang digambarkan oleh D/C ratio.

Penelitian kedua dilakukan oleh Vennet (1999) dengan judul The Law of

Proportionate Effect and OECD Bank Sector. Sebenarnya dalam penelitian ini

Vennet ingin mengetahui dinamika pertumbuhan dari sektor perbankan di sekitar

OECD pada periode 1985-1994 dan menguji apakah perubahan keuangan

struktural pada akhir 1980an sudah mempengaruhi alur pertumbuhan di sektor

bank itu sendiri. Penelitian yang menggunakan metode regresi linier berganda

tersebut, Vennet menggunakan total aset sebagai variabel tak bebas atau variabel

terikat. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan

makroekonomi yang ditunjukkan oleh variabel GROWTH dan GOVDEF;


efisiensi operasional perbankan yang ditunjukkan oleh variabel ROA, ROE, dan

COSTINC; mutu kredit yang diukur dengan NPL yaitu besarnya tingkat kredit

macet perbankan dan kapitalisasi yang diwakili oleh variabel CAP adalah

penyebab utama pertumbuhan industri bank.

2.3. Kerangka Pemikiran

Pesatnya pertumbuhan Bank Syariah yang dapat dilihat dari tiga indikator

utama Bank Syariah, yaitu total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan pembiayaan

menunjukkan betapa kompetitif dan universalnya sistem syariah yang telah

diterapkan pada sistem perbankan nasional. Sebagaimana telah dijelaskan pada

bagian sebelumnya bahwa dalam penelitian ini penulis menggunakan total aset

sebagai variabel dependent atau variabel yang ingin diteliti faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Hal ini disebabkan, total aset merupakan salah satu indikator

keuangan yang digunakan untuk mengukur pangsa pasar perbankan syariah.

Selain itu, total aset juga merupakan indikator ukuran bank. Dari berbagai studi

literatur yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang berkontribusi mendorong

pertumbuhan total aset Bank Syariah. Adapun faktor-faktor tersebut, antara lain:

a Return On Asset (ROA) yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan persentase laba dan rugi tahun berjalan terhadap total aset

pada Bank Syariah. Jadi, ROA dan total aset mempunyai hubungan

yang positif. Artinya, ketika terjadi peningkatan pada ROA, maka total

aset juga meningkat.


b Jumlah Kantor Bank (JKB) merupakan kepadatan kantor bank yaitu

ketersediaan kantor bank perkapita. JKB memiliki hubungan yang

positif terhadap pertumbuhan total aset.

c Gross Domestic Product (GDP)

GDP merupakan ukuran pertumbuhan output suatu negara. Semakin

tinggi GDP berarti semakin banyak output yang dihasilkan. Adanya

peningkatan output yang dihasilkan mencerminkan bahwa

perekonomian mempunyai iklim yang kondusif sehingga akan

mendorong para pengusaha untuk melakukan pengembangan usaha. Hal

ini juga berlaku bagi Bank Syariah, dimana dengan semakin tinggi

pertumbuhan output suatu negara akan menyebabkan tingkat kredit

macet menjadi menurun yang pada akhirnya akan meningkatkan total

aset.

d Tingkat Suku Bunga atau Interest Rate (I_Riil)

Dalam penelitian ini, tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat

suku bunga riil bank konvensional yang sudah disesuaikan dengan

inflasi, dimana dengan semakin meningkatnya tingkat suku bunga bank

konvensional maka akan mengakibatkan masyarakat beralih ke bank

konvensional sehingga akan menurunkan total aset.

e Capital (CAP)

Merupakan rasio capital terhadap aset (capital to asset), dimana

semakin besar modal maka akan dapat mendukung pertumbuhan aset.


f NPF (Non Performing Financings)

Merupakan istilah yang digunakan pada Bank Syariah yang memiliki

definisi yang sama dengan NPL (Non Perfoming Loan) pada bank

konvensional. Peningkatan pada NPF akan mengakibatkan pertumbuhan

total aset mengalami penurunan.

g Inflasi (INF)

Inflasi yang diukur melalui inflasi year on year mengakibatkan

pertumbuhan total aset mengalami penurunan.

h Dummy

Dummy digunakan untuk menyatakan adanya fatwa yang ditetapkan

oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan adanya fatwa tersebut

diharapkan pertumbuhan Bank Syariah akan meningkat.

Secara ringkas kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat dari

bagan alir yang disajikan pada Gambar 2.1.


Industri Perbankan
Syariah

Pertumbuhan Total Faktor-faktor yang


Aset Bank Syariah Mempengaruhi
Pertumbuhan Total Aset
Bank Syariah

Pengaruh Faktor-faktor terhadap Pertumbuhan


Total Aset Bank Syariah

Implikasi
Kebijakan

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran


2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan konsep yang telah diuraikan di atas, hipotesis dari

penelitian ini adalah:

1. ROA, CAP, JKB, GDP dan Dummy memberikan pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap total aset.

2. I_Riil, NPF dan INF memberikan pengaruh yang negatif dan

signifikan terhadap total aset.


III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian memerlukan data-data yang akurat untuk membahas dan

menganalisis hasil penelitian. Data yang digunakan untuk penelitian ini

merupakan data sekunder (data time series). Data sekunder diambil dari data-data

yang sudah diolah yang diperoleh dari CSIS yang berlokasi di Jl. Tanah Abang III

, Bank Indonesia (BI) yang berlokasi di Jl. H. M. Thamrin, Badan Pusat Statistik

(BPS) yang berlokasi di Jl. Sutomo, Perpustakaan UI, dan Perpustakaan IPB.

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember

2005.

3.2. Model Persamaan Estimasi

Model pada penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Vennet (1999). Adapun alat analisis yang digunakan adalah

persamaan regresi. Pada penelitian Vennet tersebut, pertumbuhan total aset yang

merupakan variabel endogen atau variabel terikat dipengaruhi oleh ROA, ROE,

CAP, CRED, JKB, GDP, I_Riil dan GOVDEF. Hubungan tersebut dapat

dituliskan sebagai berikut:

TAt = βo + β1 ROAt + β2 ROEt+ β3 CAPt + β4 CREDt + β5 JKB t + β6 GDPt + β7

I_Riilt + β8 GOVDEFt + β9 COSTINCt + ε........(3.1)

Dimana:
βo = Konstanta Persamaan total aset
β1 β30 = Slope (kemiringan variabel bebas terhadap variabel terikat)
TAt = Total aset pada periode t (juta Rupiah)
ROAt = Return On Asset pada periode t (persen)
ROEt = Return On Equity pada periode t(persen)
CAPt = Kapital pada periode t (persen)
CREDt = NPF pada periode t (persen)
JKBt = Jumlah Kantor Bank pada periode t (unit/kapita)
GDPt = Gross Domestic Product pada periode t (milyar Rupiah)
GOVDEFt = Defisit Anggaran pada periode t (persen)
COSTINCt = Rasio Biaya Pendapatan pada periode t (persen)
ε = Kesalahan pengganggu persamaan total aset

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini

variabel-variabel yang digunakan antara lain ROA, CAP, JKB, GDP dan I_Riil.

Perbedaan penggunaan variabel ini disebabkan adanya beberapa alasan. Variabel

ROE tidak dapat dimasukkan dalam persamaan estimasi disebabkan karena

adanya multikolinearitas yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,99. Selain itu, variabel

GOVDEF dan COSTINC juga tidak dapat dimasukkan karena ketidaktersediaan

data.

Perbedaan selanjutnya dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini

ditambahkan dua variabel baru, yaitu I_Riil dan INF. Variabel I_Riil ikut

ditambahkan ke dalam pesamaan total aset karena diduga bahwa tingkat suku

bunga bank konvensional akan mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank

Syariah, dimana dengan semakin tinggi tingkat suku bunga bank konvensional

akan menyebabkan nasabah lebih memilih bank konvensional dibanding Bank

Syariah. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Amin (2004) bahwa

memburuknya situasi perekonomian akibat kebijakan suku bunga yang tinggi.

Variabel kedua yang ditambahkan pada penelitian ini adalah Inf yang

menyatakan inflasi. Dengan adanya inflasi diduga akan mempengaruhi


pertumbuhan Bank Syariah ke arah yang negatif, yang berarti pertumbuhan Bank

Syariah akan mengalami penurunan.

Perbedaan lain dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini

menggunakan lag yang terdistribusi (distributed lag). Penggunaan lag disebabkan

karena dalam analisis regresi yang melibatkan deret waktu, variabel terikat tidak

hanya dipengaruhi oleh variabel bebas saat itu tetapi juga dipengaruhi oleh nilai

masa lalu dari variabel bebas tersebut. Untuk mendapatkan lag, terdapat dua

langkah yang harus dilakukan. Langkah pertama adalah memasukkan lag yang

panjang pada setiap variabel bebas sebelum melakukan estimasi persamaan.

Apabila dalam memasukkan lag ini terjadi insufficient data maka langkah kedua

yang harus dilakukan adalah membuang lag dari masing-masing variabel bebas

yang memiliki nilai probabilitas yang paling tinggi sehingga pada akhirnya akan

diperoleh nilai probabilitas yang signifikan secara statistik atau hasil yang terbaik.

Secara matematis, hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas

tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

TAt = βo + β1 ROAt + β2 ROAt-1 + ... +β6 ROAt-n + β7 CAPt + β8 CAPt-1 + ... + β12

CAPt-n + β13 JKBt + β14 JKBt-1 + ... + β18 JKBt-n + β19 GDPt + β20 GDPt-1 +

... + β24 GDPt-n + β25 I_Riilt + β26 I_Riilt-1 + ... + β30 I_Riilt-n + β31 Log NPFt

+ β32 Log NPF t-1 + ... + β36 Log NPFt-n + β37 INFt + β38 INFt-1 + ... + β42

INFt-n + dummy + ε........(3.2)

Dimana:
βo = Konstanta Persamaan total aset
β1 β30 = Slope (kemiringan variabel bebas terhadap variabel terikat)
TAt = Total aset pada periode t (juta Rupiah)
ROAt = Return On Asset pada periode t (persen)
CAPt = Kapital pada periode t (persen)
JKBt = Jumlah Kantor Bank pada periode t (unit/kapita)
GDPt = Gross Domestic Product pada periode t (milyar Rupiah)
I_Riilt = Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (persen)
NPFt = Non Performing Financings pada periode t(milyar Rupiah)
INFt = Inflasi pada periode t (persen)
t-1, t-n = Panjang lag maksimum
ε = Kesalahan pengganggu persamaan total aset

Pengertian dari masing-masing faktor:

1. TA (Total aset) merupakan variabel endogen atau variabel terikat atau

variabel tak bebas atau variabel yang dipengaruhi. Besarnya total aset

adalah dalam juta Rupiah, sehingga untuk memudahkan dalam pembahasan

dan menyamakan dengan variabel lain yang dalam bentuk persen maka

variabel ini dilogkan sehingga akan memiliki satuan yang sama yaitu dalam

persen. Sebelum diubah dalam bentuk log, total aset harus disesuaikan

dalam bentuk riil agar dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya pada

saat ini dengan cara membagi total aset yang masih dalam bentuk nominal

dengan tahun dasar 2000 (2000 =100).

2. ROA (Return On Assets) merupakan salah satu rasio profitabilitas dari Bank

Syariah yang menunjukkan kemampuan bank untuk menghasilkan laba

dengan membagi laba sebelum pajak dengan aktiva.

Hubungan tersebut dapat dituliskan:

Laba Sebelum Pajak


ROA =
Aktiva

3. JKB (Jumlah Kantor Bank) adalah istilah yang digunakan untuk

menunjukkan tingkat kepadatan bank. Cara penghitungan JKB adalah

dengan membagi jumlah kantor bank dengan jumlah penduduk atau

populasi di Indonesia. Secara matematis dapat dirumuskan:


Jumlah Kantor Bank
JKB =
Jumlah Penduduk

Jumlah Kantor bank yang digunakan dalam penelitian ini bukan hanya

jumlah Bank Umum Syariah (BUS) maupun kantor cabang dari BUS, tetapi

juga mencakup jumlah Unit Usaha Syariah (UUS). UUS merupakan bank

konvensional yang membuka cabang syariah. Dengan diberlakukannya

sistem ini Bank Syariah tumbuh lebih cepat.

4. CAP (Capital)

Merupakan rasio capital terhadap aset (capital to asset), dimana semakin

besar modal maka akan dapat mendukung pertumbuhan aset. Selain itu,

semakin kuat modal yang dimiliki maka akan mengurangi resiko-resiko

bank dan mengarah kepada penilaian ranking atau rating yang lebih baik.

5. GDP merupakan ukuran jumlah output suatu negara. Sama seperti total aset,

GDP yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan harga konstan

tahun 2000. Oleh karena satuan GDP adalah milyar Rupiah, maka untuk

menyamakan dengan variabel lain variabel ini juga diubah dalam bentuk

log.

6. I_Riil (Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional)

Menurut kamus perbankan, suku bunga adalah adalah tingkat bunga yang

dinyatakan dalam persen pada jangka waktu tertentu. Suku bunga dapat

dibedakan ke dalam suku bunga nominal dan suku bunga riil.

a. Suku Bunga Nominal

Merupakan kewajiban membayar atau hak untuk mendapatkan bunga

tingkat tertentu tanpa memperhatikan tingkat inflasi.


b. Suku Bunga Riil

Menurut Irving Fischer (1867-1947) tingkat suku bunga dengan inflasi

akan saling mempengaruhi Persamaan Fischer yang dinyatakan

dengan:

i = V + π,

sehingga V=i-π

Dimana:

i : Tingkat suku bunga nominal yaitu tingkat bunga yang dibayar bank.

V : Tingkat suku bunga riil yaitu kenaikan dalam daya beli masyarakat.

π : Tingkat inflasi.

I_Riil yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan tingkat suku bunga

deposito berjangka pada bank konvensional untuk jangka waktu 3 bulan

yang sudah disesuaikan dengan inflasi. Semakin tinggi tingkat suku bunga

bank konvensional maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank

Syariah. Hal ini disebabkan tingginya tingkat suku bunga bank

konvensional yang ditunjukkan oleh I_Riil akan mengakibatkan beralihnya

nasabah Bank Syariah ke bank konvensional sehingga akan menurunkan

total aset.

7. NPF (Non Performing Financing)

NPF adalah istilah yang digunakan pada Bank Syariah yang memiliki

definisi yang sama dengan NPL pada bank konvensional. Pembiayaan yang

disalurkan Bank Syariah dibagi menjadi lima kategori, yaitu lancar, dalam

perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Pengkategorian


tersebut didasarkan pada tingkat pengembalian dan besarnya nominal

pengembalian dari nasabah peminjam yang memiliki besaran yang berbeda-

beda tergantung kebijakan masing-masing bank. NPF merupakan

penjumlahan dari pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet.

8. INF (Tingkat Inflasi)

Menurut kamus perbankan, inflasi adalah keadaan yang menunjukkan daya

beli uang berkurang dalam masa tertentu, karena jumlah uang relatif lebih

besar dari jumlah barang dan jasa yang tersedia. Kenaikan harga-harga yang

menjadi penyebab terjadinya inflasi dapat diklasifikasikan menjadi dua,

yaitu:

a Creeping Inflation merupakan kenaikan harga yang terjadi secara

perlahan-lahan.

b Hyper Inflation merupakan kenaikan harga yang terjadi secara cepat.

9. Dummy

Merupakan variabel boneka yang digunakan untuk menunjukkan ada atau

tidaknya kualitas atau ciri-ciri, dengan cara mengambil nilai 1 atau 0,

dimana angka 1 menyatakan adanya suatu ciri tersebut, dan angka 0

menyatakan ketidakhadiran ciri. Pada penelitian ini, variabel dummy

digunakan untuk mengindikasikan adanya fatwa MUI (Majelis Ulama

Indonesia) yang ditetapkan pada bulan November 2003. Dengan adanya

fatwa MUI tersebut, diharapkan pertumbuhan total aset akan mengalami

peningkatan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka model dalam persamaan penelitian ini

mengalami perubahan, yang semula berbentuk model persamaan regresi linier

berganda berubah menjadi berbentuk model persamaan regresi berganda double

log atau yang bisa juga disebut log linier atau model elastisitas konstan. Model

tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Log TAt = βo + β1 ROAt + β2 ROAt-1 + ... +β6 ROAt-n + β7 CAPt + β8 CAPt-1 + ... +

β12 CAPt-n + β13 JKB t + β14 JKBt-1 + ... + β18 JKBt-n + β19 LogGDPt + β20

LogGDPt-1 + ... + β24 LogGDPt-n + β25 I_Riilt + β26 I_Riilt-1 + ... + β30 I_Riilt-

n + β31 Log NPFt + β32 Log NPF t-1 + ... + β36 Log NPFt-n + β37 INFt + β38

INFt-1 + ... + β42 INFt-n + dummy + ε........ (3.3)

3.3. Analisis Data

Penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia ini menggunakan analisis regresi

berganda yang dioperasikan dengan program eviews 4.1.

3.3.1. Uji Stasioneritas

Sebelum melakukan estimasi persamaan regresi, langkah awal yang harus

dilakukan adalah menguji kestasioneran data. Uji ini diperlukan agar data menjadi

stasioner, karena data yang tidak stasioner akan menimbulkan fenomena regresi

palsu atau spurious regression atau regresi lancung, yaitu regresi yang

menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan

secara statistik padahal dalam kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan

tersebut. Menurut Granger dan Newbold dalam Gujarati (2003) salah satu ciri
adanya regresi palsu adalah R2 > nilai Durbin Watson Statistik sehingga akan

menimbulkan autokorelasi.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menguji kestasioneran

data, diantaranya adalah dengan The Augmented Dickey-Fuller (ADF) test dan

Phillips-Perron (PP) test. PP digunakan untuk menguji data yang mengalami

peningkatan atau penurunan secara drastis. Jika nilai ADF statistik atau nilai PP

statistiknya lebih kecil dari Mackinnon Critical Value, maka dapat disimpulkan

bahwa data tersebut stasioner.

3.3.2. Ordinary Least Square

Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Kuadrat Terkecil Biasa (KTB) atau metode Ordinary Least Square (OLS).

Metode ini merupakan yang paling luas digunakan. Hal ini disebabkan dengan

menggunakan asumsi-asumsi tertentu, metode ini mempunyai beberapa sifat yang

sangat menarik. Adanya asumsi-asumsi tertentu tersebut membuat metode OLS

merupakan penduga linier tak bias terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator

(BLUE).

3.3.3. Pengujian Model

Pada saat melakukan pengujian model, terdapat tiga kriteria yang harus

dipenuhi. Kriteria-kriteria tersebut antara lain:

1. Kriteria Ekonometrika

(1). Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah terdapat

hubungan fungsional yang bersifat linier antara dua atau lebih variabel
bebas yang begitu kuat sehingga secara signifikan berpengaruh terhadap

koefisien-koefisien hasil estimasi, atau koefisien-koefisien hasil regresi

dari variabel bebas.

Konsekuensi adanya multikolinearitas (Gujarati, 2003) adalah (1)

meskipun penaksir OLS mungkin diperoleh, kesalahan standarnya

cenderung semakin besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antar

variabel; (2) karena besarnya kesalahan standar, selang keyakinan untuk

parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar; (3) dalam kasus

multikolinearitas yang tinggi, kecenderungan untuk menerima probabilitas

yang salah sangat tinggi; (4) selama miltikolinearitas tidak sempurna,

penaksiran koefisien regresi adalah mungkin, tetapi taksiran dan kesalahan

standarnya menjadi sangat sensitif terhadap sedikit perubahan dalam data;

(5) jika multikolinearitas tinggi, R2 yang tinggi akan diperoleh, tetapi tidak

satupun atau sangat sedikit koefisien yang penting secara statistik.

Suatu model dikatakan memiliki gejala multikolinearitas apabila

korelasi atau hubungan antara dua variabel bebas adalah sebesar 0,80

(Sarwoko, 2005).

(2). Uji Heteroskedastisitas

Suatu model regresi dikatakan baik apabila tidak melanggar asumsi

homoskedastisitas, yaitu semua gangguan (disturbance) µi yang muncul

dalam fungsi regresi populasi mempunyai varian yang sama (Gujarati,

1978). Apabila asumsi ini dilanggar, maka akan menimbulkan apa yang

disebut heteroskedastisitas, yaitu semua gangguan (disturbance) yang


muncul dalam fungsi regresi populasi mempunyai varian yang berbeda-

beda.

Konsekuensi adanya heteroskedastisitas adalah koefisien-koefisien

hasil estimasi, β0, β1,..., dan βι dalam persamaan tetap tidak bias, akan

tetapi nilai-nilai koefisien tersebut berfluktuasi lebih tajam daripada nilai-

nilai normalnya. Ini berarti apabila sample data ditambah maka koefisien-

koefisien hasil estimasi akan ikut berubah dan berfluktuasi di sekitar nilai

tengah. Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi adanya

heteroskedastisitas, salah satunya adalah dengan menggunakan uji White

Heteroscedasticity.

Hipotesis:

Ho: γι = 0 (tidak terdapat heteroskedastisitas)

H1 : γi ≠ 0 (terdapat heteroskedastisitas)

Kriteria uji yang digunakan:

• Apabila nilai probability Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang

digunakan, maka hipotesis Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

• Apabila nilai probability Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang

digunakan, maka hipotesis Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa

pada model terdapat gejala heteroskedastisitas.

(3). Uji Autokorelasi

Autokorelasi (autocorrelation) merupakan pelanggaran asumsi

klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang


berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Adanya gejala

autokorelasi atau yang sering juga disebut korelasi serial dalam suatu

persamaan akan menyebabkan persamaan tersebut memiliki selang

kepercayaan yang semakin besar dan mengakibatkan pengujian menjadi

kurang akurat.

Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya

korelasi serial adalah uji-d (Durbin-Watson Stat). Nilai stat-d yang berada

di kisaran angka dua menandakan bahwa pada model tersebut tidak

terdapat korelasi serial. Sebaliknya, semakin jauh dari angka dua, maka

peluang terjadinya korelasi serial semakin besar.

Pengujian lain untuk mendeteksi gejala korelasi serial adalah

dengan menggunakan uji serial Correlation LM test.

Hipotesa:

Ho: ρι = 0 (tidak terdapat korelasi serial)

H1 : ρi ≠ 0 (terdapat korelasi serial)

Kriteria uji yang digunakan:

• Apabila nilai probability Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang

digunakan, maka hipotesis Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat korelasi serial.

• Apabila nilai probability Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang

digunakan, maka hipotesis Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa

pada model terdapat korelasi serial.


2. Kriteria Statistik

(1). Uji F

Uji F dilakukan untuk menguji pengaruh seluruh variabel bebas terhadap

variabel terikatnya secara serentak atau bersama-sama, dengan hipotesa

sebagai berikut:

Ho: β1 = β2 = ...= βι = 0 (tidak ada variabel bebas yang mempengaruhi

variabel terikat)

H1 : minimal ada satu βι ≠ 0 (sekurang-kurangnya satu variabel bebas yang

mempengaruhi variabel terikat)

Kriteria uji yang digunakan:

• Apabila probabilitas F-statistik < taraf nyata (α) yang digunakan, maka

tolak Ho dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel

bebas yang mempengaruhi variabel tak bebasnya.

• Apabila probabilitas F-statistik > taraf nyata (α) yang digunakan, maka

terima Ho dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada variabel bebas yang

mempengaruhi variabel tak bebasnya.

(2). Uji t

Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas

terhadap variabel terikat secara parsial atau terpisah dengan hipotesis

sebagai berikut;

Ho: βι = 0 (variabel bebas ke-i tidak mempengaruhi variabel terikat)

H1 : βi ≠ 0 (variabel bebas ke-i mempengaruhi variabel terikat)


Kriteria uji yang digunakan:

• Apabila probabilitas t-statistik dari masing-masing variabel < taraf

nyata (α) yang digunakan, maka tolak Ho dan dapat disimpulkan

bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel tak bebasnya.

• Apabila probabilitas t-statistik dari masing-masing variabel > taraf

nyata (α) yang digunakan, maka terima Ho dan dapat disimpulkan

bahwa variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi variabel tak

bebasnya secara signifikan.

(3). Uji Tingkat Kesesuaian

Uji tingkat kesesuaian ini dapat dijelaskan oleh koefisien determinasi (R2)

yang mengukur sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan

keragaman variabel tak bebasnya. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai

dengan 1, semakin mendekati 1 berarti semakin baik.

3. Kriteria Ekonomi

Pengujian model dengan menggunakan kriteria ini berarti melihat kecocokan

tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori ekonomi yang berlaku.

Artinya, tanda dan nilai koefisien penduga todak boleh bertentangan dengan

hipotesa penelitian yang dibuat sesuai dengan teori ekonomi yang berlaku.
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH

4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia

4.1.1. Praktik Perbankan di Masa Rasulullah

Bank Syariah atau yang bisa juga disebut bank Islam adalah bank yang

beroperasi dengan menggunakan tatacara Islam yaitu mengacu pada ketentuan Al

Quran dan Al Hadits. Oleh karena itu Bank Syariah tidak beroperasi berbasis

bunga tetapi menggunakan sistem bagi hasil. Hal ini disebabkan Islam melarang

adanya riba dan dalam Islam bunga bank termasuk riba. Sebagaimana disebutkan

dalam Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 278-279:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al Qur’an Surah 2: 278-279)

Perkembangan Bank Syariah sebenarnya telah dimulai sejak zaman Nabi

Muhammad SAW dimana pada masa itu kegiatan operasional perbankan masih

bersifat sederhana yaitu menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk

keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman

uang. Pada masa Rasulullah tersebut satu orang melakukan satu fungsi saja. Baru

pada masa Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan tersebut dilakukan oleh satu

individu. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan perbankan yang dilakukan


perorangan ini dilakukan oleh institusi yang pada masa ini dikenal sebagai

institusi bank (Karim, 2004).

Kegiatan perbankan selain dilakukan oleh bangsa Arab ternyata juga

dilakukan di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Pada mulanya dalam menjalankan

praktik perbankan bangsa Eropa menggunakan sistem bunga. Seiring dengan

semakin majunya peradaban mereka, bangsa Eropa mulai melakukan penjelajahan

dan penjajahan. Sebagai akibatnya, perekonomian mulai didominasi oleh bangsa

Eropa. Adanya ketidakadilan dalam perekonomian ini membuat beberapa negara

muslim di dunia membuat alternatif lembaga keuangan yang bebas bunga.

4.1.2. Perbankan Syariah Moderen

Perbankan Syariah Moderen dimulai sebagai eksperimen awal untuk

perbankan Islam. Eksperimen awal ini berlangsung di Malaysia dengan

mendirikan bank yang beroperasi tanpa bunga yang pertama kali didirikan di

dunia, di Pakistan dengan pendirian lembaga perkreditan tanpa bunga pada akhir

tahun 1950an.

Di dunia Arab, pengalaman moderen pertama dengan perbankan Islam

adalah melalui Mit Ghamr Bank (MGB). MGB merupakan Bank Syariah yang

paling sukses dan inovatif di masa moderen (Karim, 2004). Bank ini didirikan di

Mesir pada tahun 1963. Bank ini beroperasi dengan menggabungkan prinsip bank

tabungan Jerman dengan prinsip perbankan koperasi pedesaan menurut kerangka

umum aturan permodalan Islam guna melayani mereka yang enggan diajak untuk

menggunakan bank-bank konvensional dengan alasan keagamaan. Pada tahun

1967, pengoperasian MGB diambil alih oleh Bank Nasional Mesir (National Bank
of Egypt) dan bank sentral Mesir. Pengambil-alihan ini menyebabkan prinsip

nirbunga pada MGB mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali beroperasi

berdasarkan bunga.

Setelah pengambil-alihan ini, banyak negara yang tidak mempercayai

perbankan Islam karena diduga ada hubungannya dengan gerakan-gerakan

perlawanan politik Islam. Satu-satunya institusi Islam yang bertahan pada periode

awal ini adalah Nasser Social Bank (NSC) dan Tabung Haji. NSC didirikan

sebagai bank komersial tanpa bunga pada tahun 1971, dimasa Presiden Anwar

Sadat dengan tujuan untuk menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep

yang telah dipraktikkan oleh MGB. Selain itu, NSC juga masih eksis sebagai agen

bantuan pinjaman kemasyarakatan bagi kalangan miskin yang tidak mampu

melunasi hutang, memberikan pinjaman kepada para mahasiswa dan proyek-

proyek kecil, dan berfungsi di bawah Kementrian Urusan dan Jaminan Sosial.

Muslim Pilgrims Savings Corporation didirikan pada tahun 1963 untuk

memberikan layanan tabungan haji (ziarah ke Mekah dan Madinah) warga

Malaysia. Pada tahun 1969 badan ini berkembang menjadi Pilgrims Management

and Fund Board atau kini populer disebut Tabung Haji. Tabung Haji telah

bertindak sebagai sebuah perusahaan permodalan yang menginvestasikan

tabungan para calon peziarah sesuai dengan hukum Islam, namun perannya agak

terbatas yaitu sebagai institusi keuangan nonbank.

Islamic Development Bank (IDB) dibentuk pada bulan Oktober 1975 yang

beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan finansial

untuk pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka mendirikan


bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan peranan penting dalam

penelitian, ilmu ekonomi, perbankan, dan keuangan Islam.

4.1.3. Pertumbuhan Pada Beberapa Dasawarsa Terakhir

Sejak pertengahan tahun 1970-an, perbankan Islam telah meluas, sehingga

sampai saat ini terdapat lebih dari 70 negara yang mengoperasikan kegiatan

institusi keuangan Islam. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Perkembangan Institusi Keuangan Islam di Dunia


Negara Institusi Keuangan Islam
Albania Arab Albanian Bank (1992)
Aljazair Banque Al-Baraka d’Algerie
Australia Muslim Community Cooperative (Aust) (MCCA),
Melbourne (1989)
Bahama • Dar al-Mal al-Islami Trust, Nassau (1981)
• Islamic Investment Company of the Gulf (1978)
Bahrain • ABC Islamic Bank (1985)
• Al-Amin Co. for Securities and Inv. Funds (1987)
• Albaraka Islamic Investment Bank (1984)
• Al-Tawfik Company for Investment Funds (1987)
• Arab Islamic Bank (1990)
• Bahrain Islamic Bank (1979)
• Bahrain Islamic Investment Co. (1981)
• Citi Islamic Investment Bank (1996)
• Faysal Investment Bank of Bahrain (1984)
• Faisal Islamic Bank of Bahrain (1982)
• First Islamic Investment Bank (1996)
• Gulf Finance House (1999)
• Islamic Investment Co. of the Gulf (1983)
Bangladesh • Al-Arafah Islami Bank (1995)
• Albaraka Bank Bangladesh (1987)
• Islamic Bank Bangladesh (1983)
• Prime Bank (1995)
• Social Investment Bank (1995)
Brunei • Perbadanan Tabung Amanah Islam (1991)
• Islamic Bank of Brunei Berhad (1998)
Kanada • Islamic Cooperative Housing Corporation, Toronto
(1980)
• Qurtaba Housing Society, Montreal
Cayman Island Ibn Majid Emerging Marketing Fund (1992)
Côte D’Ivoire International Trading Company of Afrika
Denmark Islamic Bank International of Denmark, Copenhagen
(1983)
Tabel 4.1. Perkembangan Institusi Keuangan Islam di Dunia (Lanjutan)
Negara Institusi Keuangan Islam
Djibouti Banque Albaraka Djibouti (1989)
Mesir • Alwatany Bank of Egypt (1980), Kairo (One Islamic
Branch)
• Arab Investment Bank (Islamic Banking Operations),
Kairo
•Bank Misr (Islamic Branches), Kairo (1980)
• Faisal Islamic Bank of Egypt (1977)
• International Islamic Bank for Investment and
Development, Kairo (1980)
• Islamic Investment and Development Company, Kairo
(1983)
• Nasir Social Bank, Kairo (1971)
• Egytian Saudi Finance Bank (1980)
Guernsey Al-Fahah Investment Bank Company
Guinea • Islamic investment Company of Guinea, Conakry (1984)
• Masraf Faisal al-Islami de Guinea, Conakry (1983)
• Banque Islamique de Guinee (1983)
India • Al-Amin Financial and Investment Corporation
• Baitun Nasr Urban Cooperative Society, Bombay
• Albaraka Finance House (1983)
Irak Iraqi Islamic Bank for Investment and Development
(1993)
Irlandia Al-Mizan Commodity Fund, IES, Dublin (1996)
Jersey • The Islamic Investment Company, St Halier
• Masraf Faisal al-Islami (Jersey), St Helier Faisal Finance
Jersey (1996)
• Faisal Finance Jersey (1996)
Jordania • Beit El-Mal Saving and Investment Co. (1983)
• Jordan Islamic bank for Finance and Investment (1978)
• Islamic International Arab Bank (1998)
Kazakhtan Lariba Bank, Alma Ata (1995)
Kibris (Turkish Cyprus) Faisal Islamic Bank of Kibris, Lefkosa (1982)
Kuwait • International Investment Group (1993)
• Kuwait Finance House, Safat (1977)
• The International Investor (1992)
Lebanon Al-Baraka Bank Lebanon (1992)
Liberia African Arabian Islamic Bank, Monrovia
Liechtenstein • Arinco Arab Islamic Company, Vaduz
• Islamic Banking System Finance SA, Vaduz
Luxemburg • Islamic Finance House Universal Holding SA (1979)
• Faisal Holding, Luxemburg (1990)
Malaysia • Bank Islam Malaysia Berhad, Kuala Lumpur (1983)
• Tabung Haji (Pilgrims Management and Fund Board),
Kuala Lumpur (1963)
• Bank Bumi Muamalat Malaysia Bhd (1999)
Tabel 4.1. Perkembangan Institusi Keuangan Islam di Dunia (Lanjutan)
Negara Institusi Keuangan Islam
Malaysia • Malayan Banking Berhad, Kuala Lumpur (1993)
• United Malayan Banking Corporation Berhad, Kuala
Lumpur (1993)
• Dallah Al-Baraka (Malaysia) Holding (1991)
• Adil Islamic Growth Fund, Labuan (1996)
Arab-Malaysian Merchant Bank Berhad, Kuala Lumpur
Guernsey Al-Fahah Investment Bank Company
Rusia Badr Bank, Moskow (1998)
Arab Saudi • Al-Baraka Investment and Development Company, Jeddah
(1982)
• Islamic Development Bank, Jeddah (1975)
• Al-Rajhi Banking and Investment Corporation (1988)
Senegal Banque Islamique du Senegal (1983)
Afrika Selatan Albaraka Bank, Durban (1989)
Swiss • Dar al-Mal al-Islami Trust, Jenewa (1984)
• Faisal Finance (Swiss) SA (1990)
• Islamic Investment Fund (1985)
Thailand • Arabian Thai Investment Company Ltd, Bangkok
• Bank for Agricultire and Agricultural Cooperative (1999)
Tunisia • Bank al-Tamwil al-Saudi al-Tunisi (1983)
• Al-Baraka Turkish Finance House, Istanbul (1985)
• Faisal Finance Institution, Istanbul (1985)
• Turkish-Kuwaiti Finance House, Istanbul (1989)
• Andalu Finance Kurumu As, Ankara
Uni Emirat Arab • Dubai Islamic Bank, Dubai (1975)
• Islamic Investment Company of The Gulf, Sharjah (1977)
• Abu Dhabi Islamic Bank (1977)
Inggris • Al-Baraka Investment Co, London (1983)
• Al-Rajhi Company for Islamic Investment Ltd, London
• ANZ Global Islamic Finance (1989)
• Dallah Albaraka Europe, London (1993)
• Islamic Investment Company, London (1982)
• The International Investor Advisory Group (1992)
Amerika Serikat • Albaraka Bancorp (Chicago) Inc. (1989)
• Albaraka Bancorp (California) Inc. (1987)
• Albaraka Bancorp (Texas) Inc. (1987)
• Al-Manzil Islamic Financial Services, New York (1998)
• Amana Income Fund (1994)
Virgin Island Ibn Khaldoun International Equity Fund (1996)
Yaman • Saba Islamic Bank (1997)
• Tadhamon Islamic Bank (1996)
• Yaman Islamic Bank for Finance and Investment (1996)
Sumber: Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, Prospek, 2004.
4.2. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh

perkembangan institusi keuangan Islam di seluruh dunia. Pada tahun 1937 di

Indonesia sebenarnya telah muncul gagasan mengenai munculnya bank yang

berlandaskan syariah. Gagasan ini dikemukakan oleh KH. Mas Mansyur. Gagasan

ini tidak dapat direalisasikan karena dianggap SARA sehingga dapat mengganggu

stabilitas nasional. Dalam perkembangan selanjutnya, banyak ulama yang

berpendapat bahwa bunga bank haram. Oleh karena itu, para ulama melakukan

lokakarya mengenai “Bunga Bank dan Perbankan”. Berdasarkan lokakarya inilah

gagasan mengenai berdirinya Bank Islam di Indonesia muncul, sebagai tindak

lanjut adanya lokakarya tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas hasil

lokakarya tersebut dalam Musyawarah Nasional (Munas) IV MUI di Hotel Sahid

pada tanggal 22-25 Agustus 1990.

Setelah itu, MUI membentuk Tim Steering Committee yang bertugas

untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya Bank

Islam di Indonesia. Tim ini diketuai oleh DR. Ir. Amin Aziz. Untuk membantu

kelancaran tugas-tugas tim tersebut, dibentuklah tim Hukum Ikatan Cendekiawan

Muslim Indonesia (ICMI) yang diketuai Drs. Karnaen Perwaatmadja, MPA.

Adapun tugas tim ini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut

aspek hukum dari Bank Islam. Selain mempersiapkan proses berdirinya Bank

Islam baik dari segi administrasi maupun pendekatan-pendekatan dengan pihak-

pihak terkait, Tim MUI juga mempersiapkan aspek sumber daya manusianya,

yaitu menyelenggarakan training calon staff BMI (Bank Muamalat Indonesia).


4.2.1. Profil Bank Syariah di Indonesia

Krisis ekonomi dan keuangan yang dimulai pada tahun 1997 memberikan

dampak yang signifikan bagi kegiatan perekonomian. Sebagai akibatnya banyak

lembaga keuangan, termasuk perbankan konvensional yang mengalami kesulitan

keuangan. Selama periode krisis inilah Bank Syariah menunjukkan kinerja yang

sangat bagus. Hal ini disebabkan dalam kegiatan operasionalnya, Bank Syariah

tidak menggunakan sistem bunga, sehingga Bank Syariah terbebas dari negative

spread. Adanya kinerja yang sangat bagus yang bisa dilihat dari tiga indikator

keuangan mengakibatkan banyak pihak yang tertarik untuk memasuki industri ini,

tidak terkecuali perbankan konvensional. Berikut akan dijelaskan beberapa profil

Bank Syariah.

1. PT Bank Muamalat Indonesia (BMI)

BMI merupakan lembaga keuangan syariah pertama yang didirikan di

Indonesia yang terbentuk sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI. BMI didirikan

pada tahun 1991 dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. selain

diprakarsai oleh MUI, BMI juga didukung oleh sekelompok pengusaha dan

cendekiawan muslim. Pendirian BMI segera memperoleh tanggapan positif dari

pemerintah dan masyarakat, sebagaimana tercermin pada komitmen untuk

membeli saham perseroan sebesar Rp 84 milyar pada saat penandatanganan akta

pendirian perseroan. Acara silaturrahmi kemudian diselenggarakan di Istana

Bogor, dimana diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat

sehingga menjadi Rp 106 milyar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun

setelah didirikan, BMI menerima ijin devisa sehingga berhak menyandang


predikat sebagai Bank Devisa. Peristiwa ini semakin memperkokoh posisi

Perseroan.

Pada bulan Juni 1998 BMI melakukan penawaran umum terbatas (right issue).

Kondisi makro ekonomi yang tidak mendukung pada saat itu serta adanya

perubahan dalam kebijakan investasi luar negeri di negara-negara asal para calon

investor, telah menghambat rencana Perseroan, sehingga menyebabkan perolehan

dana dari right issue belum mencapai target. Namun, modal disetor tetap

meningkat menjadi Rp 165 milyar. Penanaman modal utama dari right issue

Perseroan adalah Islamic Development Bank dan Badan Pengelola Dana ONH.

Saat ini, setelah sembilan tahun beroperasi, total aktiva dari Bank Muamalat

telah melewati batas psikologis sebesar Rp 1 triliun dan mulai tumbuh dengan

cepat ditengah konstelasi industri perbankan yang baru. Oleh karena itu, BMI

secara terus menerus mengembangkan infrastrukturnya seperti jaringan, teknologi

dan sumber daya manusia. Beberapa aliansi strategis telah dilakukan seperti

bergabung dengan ATM Bersama dan ATM BCA yang telah memungkinkan

nasabah untuk mengakses di lebih dari 2000 ATM. Jalur distribusi juga tengah

dikembangkan melalui kerja sama dengan mitra strategis sehingga Perseroan

dapat melayani nasabah dimanapun mereka berada.

2. Bank Syariah Mandiri (BSM)

BSM merupakan bank milik pemerintah pertama yang kegiatan

operasionalnya berbasis syariah. BMI berasal dari PT. Bank Susila Bakti yang

dimiliki Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan

PT. Mahkota Prestasi. Adanya krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak
pertengahan 1997 yang disusul dengan krisis politik telah mengakibatkan

perbankan konvensional mengalami kesulitan yang sangat parah. Kondisi ini juga

dialami oleh PT. Bank Susila Bakti. Untuk mengatasi masalah tersebut PT. Bank

Susila Bakti telah melakukan berbagai upaya termasuk dengan melakukan merger

sampai akhirnya mengkonversi bank tersebut menjadi Bank Syariah. Dengan

terjadinya merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank

Exim dan Bapindo) ke dalam PT. Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli

1999, rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi Bank Syariah (dengan

nama Bank Syariah Sakinah) diambil alih oleh PT. Bank Mandiri (Persero).

PT. Bank Mandiri (Persero) selaku pemilik baru mendukung sepenuhnya dan

melanjutkan rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi Bank Syariah,

sejalan dengan keinginan PT. Bank Mandiri (Persero) untuk membentuk unit

syariah. Langkah awal dengan merubah Anggaran Dasar tentang nama PT. Bank

Susila Bakti menjadi PT. Bank Syariah Sakinah berdasarkan Akta Notaris : Ny.

Machrani M.S. SH, No. 29 pada tanggal 19 Mei 1999. Kemudian melalui Akta

No. 23 tanggal 8 September 1999 Notaris : Sutjipto, SH nama PT. Bank Syariah

Sakinah Mandiri diubah menjadi PT. Bank Syariah Mandiri.

Pada tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia melalui Surat Keputusan

Gubernur Bank Indonesia No. 1/24/KEP. BI/1999 telah memberikan ijin

perubahan kegiatan usaha konvensional menjadi kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah kepada PT. Bank Susila Bakti. Selanjutnya dengan Surat

Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999


tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia telah menyetujui perubahaan nama PT.

Bank Susila Bakti menjadi PT. Bank Syariah Mandiri.

Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999 merupakan

hari pertama beroperasinya PT. Bank Syariah Mandiri. Kelahiran Bank Syariah

Mandiri merupakan buah usaha bersama dari para perintis Bank Syariah di PT.

Bank Susila Bakti dan Manajemen PT. Bank Mandiri yang memandang

pentingnya kehadiran Bank Syariah dilingkungan PT. Bank Mandiri (Persero).

3. PT. Bank IFI

PT Bank IFI merupakan bank umum devisa swasta nasional yang

mengkonsentrasikan diri pada bidang jasa pelayanan perbankan. IFI didirikan

pada tahun 1955 sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dikenal

dengan nama Indonesia Finance and Invesment Company. Dengan berlakunya

Undang-undang Perbankan No. 7 tahun 1992, perusahaan ini berkembang

menjadi bank umum swasta nasional devisa yang solid dan terpercaya. Sejak

berubah menjadi sebuah bank umum pada bulan Februari 1993, PT. IFI berubah

nama menjadi PT. Bank IFI.

Pada tanggal 28 Juni 1999, Bank IFI membuka Cabang Syariah, yang diberi

nama Bank IFI Cabang Syariah. Dengan dibukanya 1 (satu) cabang syariah

tersebut, maka Bank IFI menjadi bank pertama yang beroperasi dengan “Dual

System”.

Saat ini Bank IFI dimiliki oleh: PT. Bank Tabungan Negara (Persero), PT.

Pengelola Investama Mandiri, dan Grup Ramako. Dengan manajemen tersebut

Bank IFI dapat menghasilkan kinerja dan prestasi-prestasi yang menggembirakan,


sehingga menjadi bank yang diperhitungkan perbankan lainnya.

4. Bank Jabar

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat adalah Bank milik Pemerintah

Propinsi Jawa Barat bersama-sama dengan Pemerintah Kota/Kabupaten se-Jawa

Barat dan Banten, didirikan berdasarkan Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

Jawa Barat Nomor 7/GKDH/BPD/61 tanggal 20 Mei 1961 dengan modal dasar

pertama kali ditetapkan sebesar Rp.2.500.000,00. Pada tahun 1992 aktivitas Bank

Pembangunan Daerah Jawa Barat ditingkatkan menjadi Bank Umum Devisa

berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 25/84/KEP/DIR

tanggal 2 November 1992 serta berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 1995

mempunyai sebutan “ Bank Jabar “ dengan logo baru. Dalam rangka mengikuti

perkembangan perekonomian dan perbankan, maka berdasarkan Perda Nomor 22

Tahun 1998 dan Akta Pendirian Nomor 4 Tanggal 8 April 1999 berikut Akta

Perbaikan Nomor 8 Tanggal 15 April 1999 yang telah disahkan oleh Menteri

Kehakiman RI tanggal 16 April 1999, bentuk hukum Bank Jabar diubah dari

Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT).

Bank Jabar merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang pertama kali

membuka cabang syariah. Kantor Cabang Syariah ini didirikan pada ulang tahun

Bank Jabar yang ke-39 yaitu pada tanggal 15 April 2000 dengan maksud sebagai

upaya memberikan jasa perbankan kepada masyarakat yang tidak dapat dilayani

oleh bank konvensional karena menerapkan sistem bunga. Dalam melakukan

fungsi sosial PT Bank Jabar Syariah dapat melakukan kegiatan penerimaan dana
kebajikan yang diperoleh dari Zakat, Infaq, Shodaqoh, Hibah, atau dana sosial

lainnya.

5. PT. Bank Danamon

PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Bank Danamon) didirikan pada tahun 1956

dengan nama PT Bank Kopra Indonesia. Pada tahun 1976 namanya menjadi Bank

Danamon Indonesia hingga kini. Bank Danamon menjadi bank devisa swasta

pertama di Indonesia tahun 1976 dan Perseroan Terbuka pada tahun 1989.

Pada tahun 1997, sebagai akibat krisis moneter Asia, Bank Danamon

mengalami kesulitan likuiditas dan diambil alih oleh Badan Penyehatan

Perbankan Nasional (BPPN) sebagai bank BTO. Pada tahun 1999, Pemerintah

Indonesia melalui BPPN merekapitalisasi Bank Danamon dengan obligasi

pemerintah senilai Rp 32 triliun. Saat itu juga, sebuah bank BTO dilebur ke

Perseroan sebagai bagian dari program pembenahan BPPN. Pada tahun 2000,

delapan bank BTO lainnya dilebur ke dalam Bank Danamon.

Dalam rangka mewujudkan visi Bank Danamon untuk menjadi Bank Pilihan

Masyarakat (The Bank of Choice) serta langkah strategis dalam menyongsong

pertumbuhan dan perkembangan pasar perbankan syariah yang semakin dinamis

dan upaya dukungan terhadap langkah-langkah pemerintah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia maka pada 14 Mei 2002 Bank Danamon

meresmikan cabang perdana Bank Danamon Syariah yang dilakukan oleh

Sekretaris Menteri Negara Koperasi dan UKM, Chairul Fadjar Sofyan yang

mewakili Menteri Negara Koperasi dan UKM. Hingga bulan Agustus 2005, Bank

Danamon Syariah sudah memiliki 10 Kantor Cabang Syariah yang tersebar di


seluruh Indonesia. Bertindak sebagai Dewan Pengawas Syariah Bank Danamon

adalah anggota Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia, yang terdiri

dari Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA (Ketua), Ir. Adi Warman Karim, MBA

(Anggota) dan Drs. Hasanuddin, Mag (Anggota) Dalam menjalankan

kegiatannya, Bank Danamon Syariah menerapkan sistem bagi hasil, jual beli dan

titipan sehingga tidak terpengaruh oleh fluktuasi suku bunga serta dikelola oleh

sumber daya insani yang berkinerja tinggi dengan berlandaskan pada sifat siddiq

(jujur), tabligh (menyampaikan), fathonah (cerdik), amanah (dapat dipercaya) dan

itqan (profesional).

6. Bank Bukopin

Bank Bukopin cabang Syariah pertama didirikan pada bulan Desember 2001

di Jalan Melawai Raya, Jakarta. Cabang Syariah ini didirikan untuk memenuhi

kebutuhan sebagian masyarakat Indonesia yang memerlukan layanan perbankan

yang sesuai syariah. pada akhir tahun 2002 telah dibuka cabang syariah kedua di

kota Bukittinggi, Sumatera Barat dan berikutnya dalam tahun 2003 telah dibuka di

kota Bandung dan kota Surabaya. Produk-produk perbankan syariah yang

ditawarkan Bank Bukopin antara lain produk simpanan seperti tabungan SiAga

Wadiah, tabungan Haji, giro Wadiah dan deposito Mudharabah. Sedangkan

produk pembiayaan yang ditawarkan antara lain Al-Murabahah (berdasarkan

prinsip jual beli), Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah (berdasarkan prinsip bagi

hasil) serta Al-Ijarah (berdasarkan prinsip sewa). Selain produk simpanan dan

pembiayaaan tersebut, Bank Bukopin juga menawarkan layanan perbankan

lainnya seperti transfer, kliring, inkaso, bank garansi, letter of credit, penerimaan
dan penyaluran zakat, infaq dan sodaqoh, pembayaran gaji melalui tabungan

SiAga Wadiah dan sebagainya.

7. Bank Internasional Indonesia (BII)

BII cabang syariah didirikan pada bulan November 2003. BII Syariah hadir

sebagai unit usaha BII yang menjalankan operasionalnya secara profesional

berdasarkan prinsip-prinsip syariah dibawah pengawasan Dewan Pengawas

Syariah. Hingga akhir Agustus 2005, BII cabang Syariah telah memiliki 1 kantor

pusat, 1 kantor cabang, dan 3 kantor cabang pembantu yang tersebar di seluruh

Indonesia.

4.2.2. Perkembangan Bank Syariah

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia hingga saat ini terus mengalami

kemajuan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah total aset pada

Bank Syariah. Total aset selain menunjukkan ukuran besar kecilnya suatu

perusahaan atau industri juga merupakan salah satu indikator keuangan yang

sangat penting pada Bank Syariah. Perkembangan Total Aset Bank Syariah di

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.1.

120
nilai (milyar Rp)

80

40

0
0 01 1 01 1 02 2 02 2 03 3 03 3 04 4 04 4 05 5
e c-0 ar - u n-0 ep- ec-0 ar - un-0 ep - ec-0 ar - un-0 ep- ec-0 ar - u n-0 ep - ec-0 ar - u n-0
D M J S D M J S D M J S D M J S D M J
periode

Sumber DPS-BI, 2005.


Gambar 4.1. Perkembangan Total Aset Bank Syariah di Indonesia
Berdasarkan Tabel 4.1, sepanjang periode penelitian yaitu bulan Desember

2000 sampai Agustus 2005 total aset Bank Syariah terus mengalami peningkatan

sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pertumbuhan yang paling drastis

terjadi pada bulan Juli 2003.

Return On Asset (ROA) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

persentase laba dan rugi tahun berjalan terhadap total aset pada Bank Syariah.

Selama periode penelitian, ROA bergerak secara fluktuatif (lihat Gambar 4.2).

2.00
1.00
0.00
nilai (persen)

-1.00
-2.00
-3.00
-4.00
-5.00
0

M 1

M 2

M 3

M 4
01

02

03

04
1

5
01

02

03

04

05
-0

0
-0

-0

-0

-0

-0
p-

p-

p-

p-
c-

c-

c-

c-
n-

n-

n-

n-

n-
c

ar

ar

ar

ar

ar
De

De

De

De

De
Se

Se

Se

Se
Ju

Ju

Ju

Ju

Ju
M

periode

Sumber DPS-BI, 2005.


Gambar 4.2. Perkembangan ROA Bank Syariah di Indonesia

Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa ROA Bank Syariah

mengalami peningkatan yang sangat drastis pada peiode Desember 2001. Pada

periode selanjutnya, ROA Bank Syariah mengalami peningkatan dan penurunan

secara fluktuatif. Baru pada periode Juni 2005 ROA Bank Syariah mengalami

penurunan secara drastis.


35.00

30.00

25.00
nilai (persen)

20.00
15.00

10.00

5.00

0.00
01

02

03

04
1

5
0

4
01

02

03

04

05
-0

-0

-0

-0

-0
-0

-0

-0

-0

-0
p-

p-

p-

p-
n-

n-

n-

n-

n-
ar

ar

ar

ar

ar
ec

ec

ec

ec

ec
Se

Se

Se

Se
Ju

Ju

Ju

Ju

Ju
M

M
D

D
periode

Sumber DPS-BI, 2005.


Gambar 4.3 Perkembangan CAP di Indonesia

CAP merupakan rasio kapital terhadap aset. Sepanjang periode penelitian,

CAP mengalami penurunan secara terus-menerus. Penurunan drastis variabel

CAP dialami pada periode Juni 2002.

Selama periode penelitian, GDP_Riil yang merupakan ukuran jumlah

output suatu negara terus mengalami pergerakan secara fluktuatif (lihat Gambar

4.4). Pada periode awal penelitian, GDP_Riil terus mengalami peningkatan. Baru

pada periode Maret 2002, GDP_Riil mengalami penurunan. Pada periode

selanjutnya, GDP_Riil mengalami peningkatan yang jauh lebih besar daripada

tingkat penurunan periode Maret 2002. Pada periode Maret 2003, GDP_Riil

kembali mengalami penurunan. Adanya penurunan nilai output yang tidak terlalu

besar ini dapat diimbangi dengan peningkatan pada periode selanjutnya. Setelah

mengalami peningkatan, GDP_Riil kembali mengalami penurunan pada bulan

Maret 2004 dan meningkat lagi pada periode selanjutnya.


500000
450000
400000
nilai (milyar Rp)

350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

0 0 01 0 1 01 0 1 02 0 2 02 0 2 03 0 3 03 0 3 04 0 4 04 0 4 05 0 5
c- ar - u n- ep - ec- ar - u n- ep - ec- ar - u n- ep - ec- ar - u n- ep - ec- ar - u n-
De M J S D M J S D M J S D M J S D M J
periode

Sumber DPS-BI, 2005.


Gambar 4.4. Perkembangan GDP_Riil di Indonesia

JKB merupakan jumlah kantor bank perkapita. Variabel ini menyatakan

tingkat kepadatan populasi bank, yang menunjukkan ketersediaan bank untuk

melayani jumlah penduduk suatu negara. Perkembangan jumlah kantor bank

perkapita ditunjukkan pada Gambar 4.5.

0.0025
0.0020
unit/kapita

0.0015
0.0010
0.0005
0.0000
0

M 1
2

M 2
3

M 3
4

M 4
5
01

02

03

04

05
De 1

De 2

De 3

De 4
-0

-0

-0

-0

-0
0

0
-0

0
p-

p-

p-

p-
c-

c-

c-

c-
n-

n-

n-

n-

n-
ar

ar

ar

ar

ar
c
De

Ju

Ju

Ju

Ju

Ju
Se

Se

Se

Se
M

periode

Sumber DPS-BI, 2005.


Gambar 4.5. Perkembangan Jumlah Kantor Bank Syariah di Indonesia

Berdasarkan Gambar 4.5, perkembangan jumlah kantor bank per kapita

tiap periode terus mengalami peningkatan. Peningkatan drastis variabel JKB

terjadi pada periode September 2003. Walaupun dalam perkembangannya

variabel ini terus mengalami peningkatan, akan tetapi dalam penyebarannya di


Indonesia belum merata (lihat Tabel 4.2). Apabila masalah ini tidak diatasi maka

akan menghambat pertumbuhan total aset Bank Syariah.

Tabel 4.2. Penyebaran Kantor Bank Berdasar Prinsip Syariah Menurut


Pulau per Desember 2002.
Pulau KP KC KCP KK Jumlah
Jawa 2 51 8 45 84
Sumatra - 15 - 6 15
Kalimantan - 6 - 3 7
Sulawesi - 3 - 2 4
Lainnya - 0 - 0 -
Total 2 75 8 56 110
Sumber : Direktorat Perbankan Syariah BI, 2002.
Ket: Termasuk kantor bank umum konvensional yang memiliki UUS
KP = Kantor Pusat
KCP = Kantor Cabang Pembantu
UUS = Unit Usaha Syariah
KK = Kantor Kas
KC = Kantor Cabang
Berdasarkan Tabel 4.2, jaringan Bank Syariah yang berada di pulau Jawa

masih lebih banyak dibanding jaringan Bank Syariah yang ada diluar pulau Jawa

yaitu sebanyak 2 buah untuk kantor pusat, 51 buah untuk kantor cabang, 8 buah

untuk kantor cabang pembantu, dan 45 buah untuk kantor kas. Sedangkan

jaringan Bank Syariah yang ada di luar pulau Jawa adalah sebanyak 33 buah

untuk kantor pusat, 24 buah untuk kantor cabang, dan 11 buah untuk kantor kas.

I_Riil merupakan tingkat suku bunga deposito berjangka pada bank

konvensional untuk jangka waktu 3 bulan yang sudah disesuaikan dengan tingkat

inflasi. Perkembangan variabel I_Riil ditunjukkan pada Gambar 4.6.


tingkat suku bunga (persen) 8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
-2.00
-4.00
-6.00
-8.00
-10.00
0

M 1

M 2

M 3

M 4
01

02

03

04
1

5
01

02

03

04

05
-0

0
-0

-0

-0

-0

-0
p-

p-

p-

p-
c-

c-

c-

c-
n-

n-

n-

n-

n-
c
ar

ar

ar

ar

ar
De

De

De

De

De
Se

Se

Se

Se
Ju

Ju

Ju

Ju

Ju
M

periode

Sumber DPS-BI, 2005.


Gambar 4.6. Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional di Indonesia

Berdasarkan Gambar 4.6, I_Riil terus mengalami fluktuasi. Semakin tinggi

I_Riil maka akan semakin sedikit jumlah nasabah yang menabung di Bank

Syariah, demikian juga sebaliknya semakin rendah I_Riil semakin banyak

nasabah yang menabung di Bank Syariah.

4.00
3.50
3.00
nilai (milyar Rp)

2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
01

02

03

04
01

02

03

04

05

5
-0

-0

-0

-0

-0
p-

p-

p-

p-
n-

n-

n-

n-

n-
ay

ay

ay

ay

ay
Se

Se

Se

Se
Ja

Ja

Ja

Ja

Ja
M

pe ri ode

Sumber DPS-BI, 2005.


Gambar 4.7. Perkembangan NPF di Indonesia

Sepanjang periode penelitian, NPF (Non Performing Financings) yang

merupakan istilah yang menyatakan besarnya tingkat kredit macet pada Bank

Syariah bergerak secara fluktuatif (lihat Gambar 4.7). Penurunan NPF tertinggi
terjadi pada bulan Desember 2001 yaitu sebesar 45 persen yaitu dari 1,26 milyar

Rupiah menjadi sebesar 0,69 milyar Rupiah, sedangkan peningkatan tertinggi

terjadi pada bulan April 2005 sebesar 23.61 persen yaitu dari 2,38 milyar Rupiah

menjadi 2,94 milyar Rupiah.

8.00
tingkat suku bunga (persen)

6.00
4.00
2.00
0.00
-2.00
-4.00
-6.00
-8.00
-10.00
0

M 1

M 2

M 3

M 4
01

02

03

04
1

5
01

02

03

04

05
-0

0
-0

-0

-0

-0

-0
p-

p-

p-

p-
c-

c-

c-

c-
n-

n-

n-

n-

n-
c
ar

ar

ar

ar

ar
De

De

De

De

De
Se

Se

Se

Se
Ju

Ju

Ju

Ju

Ju
M

periode

Sumber DPS-BI, 2005.


Gambar 4.8. Perkembangan Inflasi di Indonesia

INF merupakan istilah yang digunakan untuk inflasi. Inflasi merupakan

penurunan daya beli masyarakat. Perkembangan inflasi di Indonesia selama

periode penelitian yang bergerak secara fluktuatif ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Berdasarkan Gambar 4.8. tersebut, dapat dilihat bahwa inflasi terendah

terjadi pada bulan Februari 2004 yaitu sebesar 4,62 persen, dan inflasi tertinggi

terjadi pada bulan Juni 2005 yaitu sebesar 15,34 persen.


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Validasi Model Pertumbuhan Total Aset Bank Syariah di Indonesia

5.1.1. Uji Stasioneritas

Sebelum melakukan estimasi persamaan untuk mengetahui pengaruh satu

variabel bebas terhadap variabel terikat, maka langkah pertama yang harus

dilakukan adalah dengan melakukan uji stasioneritas. Uji ini diperlukan agar data

menjadi stasioner, karena data yang tidak stasioner akan menimbulkan fenomena

regresi palsu atau spurious regression atau regresi lancung, yaitu regresi yang

menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan

secara statistik padahal dalam kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan

tersebut. Berdasarkan hasil uji unit root yang dilakukan dengan menggunakan The

Augmented Dickey-Fuller (ADF) test dan Phillips-Perron (PP) test terlihat bahwa

data stasioner pada tingkat level dan first difference. Hasil uji stasioner dapat

dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil Uji Unit Root


No Variabel Hasil Test Keterangan
1. Log TA Stasioner pada first difference* ADF test
2. CAP Stasioner pada level* ADF test
3. I_Riil Stasioner pada first difference* PP test
4. JKB Stasioner pada first difference* ADF test
5. Log GDP Stasioner pada first difference*** PP test
6. ROA Stasioner pada level* ADF test
7. Log NPF Stasioner pada first difference* PP test
8. INF Stasioner pada first difference* PP test
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 1 persen

*** signifikan pada taraf nyata 10 persen


Berdasarkan Tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa semua data yang

digunakan dalam penelitian ini sudah bersifat stasioner, dimana dua variabel

stasioner pada level, yaitu variabel CAP dan ROA, sedangkan enam variabel

lainnya stasioner pada first difference. Enam variabel yaitu Log Total aset, I_Riil,

JKB, log GDP, Log NPF dan INF signifikan pada taraf nyata 1 persen, dan satu

variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen, yaitu variabel ROA. Oleh karena

data yang digunakan, baik itu variabel bebas maupun variabel terikat sudah

stasioner maka persamaan dapat diestimasi dengan menggunakan OLS.

5.1.2. Asumsi OLS

Asumsi-asumsi yang melekat pada model regresi dengan metode OLS

adalah harus memenuhi asumsi-asumsi Non Multicolinearity, Homoscedasticity,

dan Non Autocorrelatiaon. Jika asumsi tersebut tidak dipenuhi maka tidak akan

menghasilkan nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).

Tabel 5.2. Hasil Estimasi Persamaan Regresi Berganda


Variabel Koefisien Prob. T-Statistic
C -0,0198 0,4153
ROA 0,0084 0,0318
CAP(-4) 0,0015 0,2103
D(JKB(-1)) 0,2757 0,0447
D(JKB(-2)) 0,6656 0,0000
D(LGDP(-3)) 0,9975 0,0000
D(I_RIIL(-5)) -0,0068 0,0559
D(LNPF(-3)) -0,0007 0,0178
D(INF) -0,0094 0,0092
DUMMY 0,0043 0,6833
AR (1) -0,6251 0,0000
R-squared 0,7202 Prob(F-statistic) 0,0000
Uji Breusch-Godfrey Correlation LM Prob Obs*R-Square 0,8517
Uji White Heteroskedasticity Prob Obs*R-Square 0,5116
Berdasarkan Tabel 5.2 di atas, menunjukkan hasil estimasi model dan uji

ekonometrika.

a. Uji Multikolinearitas

Pada penelitian ini model terbebas dari masalah multikolinearitas. Hal ini

dapat dilihat dari uji Correlation Matrix yang telah dilakukan, dimana tidak ada

satupun variabel yang memiliki nilai koefisien korelasi yang lebih dari |0,8|

(Sarwoko, 2005). Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

b. Uji Heteroskedastisitas

Asumsi kedua yang harus dipenuhi adalah model harus terbebas dari

masalah heteroskedastisitas. Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat

dengan melakukan uji White Heteroskedasticity. Hasil uji tersebut dapat dilihat

pada Tabel 5.2. Nilai probability Obs*R-Square pada uji White Heteroskedasticity

adalah sebesar 0,5116, nilai ini lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa model estimasi persamaan terbebas dari masalah

heteroskedastisitas.

c. Uji Autokorelasi

Asumsi terakhir yang harus dipenuhi adalah terbebasnya model dari

masalah autokorelasi. Uji Autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat

korelasi serial antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu

(seperti dalam data time series) atau ruang (seperti dalam data cross section).

Untuk mendeteksi terdapat atau tidaknya serial korelasi didalam model, dapat

dilihat pada uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (Tabel 5.2). Nilai

probability Obs*R-Square pada uji LM test pada model penelitian ini adalah
0,8517. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata yang digunakan. Hal ini berarti model

terbebas dari masalah autokorelasi. Pada penelitian ini digunakan AR(1). Tujuan

penggunaan AR adalah untuk menghilangkan masalah autokorelasi yang muncul

pada model.

5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank


Syariah.

Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah melakukan uji

stasioneritas dan uji ekonometrika adalah melakukan interpretasi terhadap

hasil dugaan persamaan total aset pada Bank Syariah di Indonesia (Tabel 5.2).

Pada tahap ini terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi, kriteria tersebut

adalah kriteria statistik dan kriteria ekonomi. Berdasarkan Tabel 5.2, diperoleh

persamaan sebagai berikut :

Log TA = -0,0198 + 0,0084 ROAt + 0,0015 CAP(t-4) + 0,2757 JKB(t-1) + 0,6656

JKB(t-2) + 0,9975 log GDP(t-3)) – 0,0068 I_Riil(t-5) -0,0007 Log NPF –

0,0094 INF + 0,0043 Dummy – 0,6251 AR(1)

Untuk memenuhi kriteria statistik, terdapat tiga uji yang harus dilakukan.

Uji tersebut adalah uji F, uji t, dan uji tingkat kesesuaian. Uji F dilakukan untuk

mengetahui pengaruh atau tingkat signifikansi seluruh variabel bebas terhadap

variabel terikatnya secara serentak atau bersama-sama. Tingkat signifikansi dapat

dilihat dari nilai probabilitas F-statistik. Pada Tabel 5.2. di atas nilai probabilitas

F-statistik adalah sebesar 0,0000, nilai ini jauh lebih kecil dari taraf nyata

(α) yang digunakan yaitu sebesar 10 persen. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak

bebasnya.
Uji kedua yang harus dilakukan adalah Uji t, yaitu uji yang dilakukan

untuk mengetahui ketepatan model dan mengetahui tingkat signifikansi dari

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Sama seperti pada uji

F, tingkat signifikansi dapat dilihat dari nilai probabilitas, bedanya nilai

probabilitas yang dilihat adalah nilai probabilitas masing-masing variabel

tersebut. Dari Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa tidak semua variabel signifikan pada

taraf nyata (α) yang digunakan, yaitu sebesar 10 persen.

Uji ketiga yang harus dilakukan untuk memenuhi kriteria statistik adalah

Uji tingkat kesesuaian. Uji tingkat kesesuaian dari model estimasi total aset yang

ditandai oleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,7202 menunjukkan bahwa

variabel-variabel bebas yang terdiri dari Cap, I_Riil, JKB, ROA, Log GDP, Log

NPF, INF dan Dummy mampu menjelaskan keragaman variabel tak bebasnya,

yaitu log TA sebesar 72,02 persen, sedangkan sisanya sebesar 27,98 persen

dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Setelah kriteria ekonometrika dan kriteria statistik terpenuhi maka kriteria

berikutnya yang harus terpenuhi adalah kriteria ekonomi. Kriteria ini dilakukan

untuk mengetahui kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori

ekonomi yang berlaku. Pada penelitian ini, karena total aset stasioner pada first

difference dan menggunakan log maka dapat dinyatakan sebagai pertumbuhan

total aset (Gujarati, 2003).

Sebagaimana dijelaskan di muka, setiap perusahaan terkait dengan

lingkungan eksternalnya, dimana terbagi menjadi dua yaitu lingkungan luar yang

bersifat luas (Remote Environment) atau faktor makro dan lingkungan industri
atau faktor mikro. Dalam penelitian ini, yang merupakan faktor makro adalah

pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat suku bunga riil bank konvensional, tingkat

inflasi serta Dummy Fatwa. Sedangkan sisanya yaitu ROA, modal, jumlah

jaringan serta tingkat kredit macet merupakan lingkungan mikro.

Menurut Gujarati (2003), elastisitas dari fungsi log-linier model

merupakan perkalian antara nilai koefisien dari masing-masing variabel bebas

dengan angka 100. Sehingga dapat dilihat bahwa variabel ROA memberikan

dampak positif terhadap pertumbuhan total aset, yang secara statistik signifikan

pada taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 10 persen. Nilai elastisitas ROA

adalah sebesar 0,84 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa peningkatan ROA

sebesar 1 persen akan menyebabkan total aset tumbuh sebesar 0,84 persen.

Hubungan ini sesuai dengan teori yang diharapkan, karena ROA merupakan salah

satu rasio profitabilitas dari Bank Syariah yang menunjukkan kemampuan bank

untuk menghasilkan laba.

Sementara itu, pada persamaan estimasi di atas dapat dilihat bahwa

variabel CAP empat periode yang lalu menunjukkan tanda yang sesuai dengan

hipotesis bahwa semakin besar modal maka akan dapat mendukung pertumbuhan

aset. Nilai probabilitas yang tidak signifikan pada taraf nyata yang digunakan

yaitu sebesar 10 persen diduga disebabkan oleh relatif kecilnya rasio modal

terhadap total aset. Hal ini dapat dilihat dari nilai perubahan CAP pada empat

periode yang lalu memiliki nilai elastisitas sebesar 0,1509 dimana perubahan CAP

sebesar 1 persen akan mengakibatkan pertumbuhan total aset sebesar 0,1509

persen.
Selain ROA dan CAP, variabel lain yang berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan total aset adalah JKB, yang secara statistik signifikan pada derajat

kepercayaan 10 persen. Besar elastisitas dari variabel JKB adalah sebesar 94,1318

yang berarti jika JKB meningkat sebesar 1 unit maka pertumbuhan total aset akan

meningkat sebesar 94,1318 persen. Hasil ini berbeda dengan penelitian terdahulu

yang dilakukan Vennet (1999), yang menyatakan bahwa apabila JKB bank asing

meningkat sebesar 1 unit maka akan menyebabkan pertumbuhan total aset

menurun. Perbedaan hipotesa ini disebabkan akan adanya perbedaan persepsi

dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya, variabel JKB yang

dinyatakan dalam BRANCH menyatakan bahwa pertumbuhan bank di negara-

negara yang sedang berkembang akan lebih mudah dicapai atau lebih pesat di

negara-negara dengan tingkat kesulitan yang relatif tinggi bagi cabang bank asing

yang ingin memasuki industri perbankan. Hal ini menunjukkan bahwa pada

penelitian sebelumnya JKB telah mewakili hambatan masuk, dimana tingkat

kepadatan bank yang semakin tinggi telah menyebabkan sulitnya bank asing

untuk masuk.

Adanya hubungan yang berbeda ini sudah sesuai dengan hipotesa yang

diharapkan, dimana dengan pertambahan 1 unit JKB akan mengakibatkan total

aset mengalami pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Antonio

(2001) yang menyatakan bahwa luasnya jumlah jaringan kantor akan

meningkatkan efisiensi usaha dan meningkatkan kompetisi kearah peningkatan

kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan Syariah.
Selain itu pengembangan jaringan kantor Bank Syariah diperlukan dalam rangka

perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat.

Variabel pertumbuhan GDP tiga periode yang lalu berpengaruh terhadap

pertumbuhan total aset secara signifikan. Koefisien pertumbuhan GDP total yaitu

sebesar 0.9975 yang artinya ketika terjadi pertumbuhan GDP sebesar 1 persen

pada tiga periode yang lalu akan mengakibatkan pertumbuhan total aset

meningkat sebesar 0.9975 persen. Hubungan antara variabel terikat dan variabel

bebas ini sudah sesuai dengan teori, dimana semakin tinggi pertumbuhan GDP

semakin kondusif perekonomian suatu negara sehingga akan menurunkan tingkat

kredit macet yang pada akhirnya akan meningkatkan total aset.

Variabel berikutnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan total aset

adalah I_Riil. I_Riil yang digunakan disini adalah tingkat suku bunga bank

konvensional lima periode yang lalu. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.2,

dapat dilihat bahwa variabel ini berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10

persen. Besar koefisien total variabel ini adalah -0,0068, yang berarti ketika I_Riil

lima periode yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen akan menurunkan

pertumbuhan total aset sebesar 0,68 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang

digunakan, dimana apabila tingkat suku bunga bank konvensional lebih tinggi

daripada nisbah bagi hasil Bank Syariah maka konsumen cenderung memilih

menyimpan dananya di bank konvensional, demikian pula sebaliknya apabila

nisbah bagi hasil Bank Syariah lebih tinggi daripada tingkat suku bunga bank

konvensional maka konsumen cenderung memilih menyimpan dananya di Bank

Syariah.
Selain variabel di atas, variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan

total aset adalah pertumbuhan tingkat kredit macet pada Bank Syariah pada tiga

periode yang lalu atau yang biasa disebut NPF yang signifikan pada taraf nyata 10

persen. Nilai elastisitas NPF adalah sebesar -0,0007 yang artinya pertumbuhan

NPF tiga periode yang lalu sebesar 1 persen akan mempengaruhi pertumbuhan

total aset ke arah yang negatif sebesar 0,0007 persen. Hubungan kedua variabel

ini juga sesuai dengan hipotesis yang digunakan yang menyatakan bahwa

peningkatan NPF akan menurunkan pertumbuhan total aset.

Selanjutnya, variabel lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan total

aset adalah inflasi. Variabel tersebut signifikan pada taraf nyata yang digunakan

yaitu 10 persen dengan besar elastisitas variabel adalah -0,9415, artinya setiap

peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan menurunkan pertumbuhan total aset

sebesar 0,9415 persen. Hubungan kedua variabel ini juga sudah sesuai dengan

hipotesis yang digunakan yang menyatakan apabila inflasi di suatu negara tinggi

maka akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan total aset.

Variabel terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy

fatwa MUI yang diberlakukan mulai bulan November 2003 yang menyatakan

bahwa bunga bank haram. Variabel ini tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan

total aset pada taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 10 persen. Hal ini diduga

disebabkan dua hal yaitu kurangnya penjelasan secara resmi dari pihak MUI

tentang adanya fatwa tersebut. Faktor kedua yang menyebabkan fatwa tersebut

tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Bank Syariah adalah sifat dari

konsumen Bank Syariah itu sendiri, dimana konsumen Bank Syariah didominasi
oleh konsumen rasional dan bukan konsumen emosional. Menurut Pontjowinoto

(2003), konsumen rasional adalah konsumen yang melakukan transaksi perbankan

dalam industri perbankan Syariah karena faktor rasionalitas dalam mencari

keuntungan yang lebih tinggi. Misalkan nisbah bagi hasil Bank Syariah lebih

tinggi bila dibandingkan tingkat suku bunga bank konvensional, maka mereka

akan mengalihkan dana yang mereka miliki pada Bank Syariah, dan begitu pula

sebaliknya, apabila nisbah bagi hasil Bank Syariah lebih rendah bila dibandingkan

tingkat suku bunga bank konvensional, maka mereka akan mengalihkan dana

yang mereka miliki pada bank konvensional. Adapun pengertian konsumen

emosional yaitu konsumen yang melakukan transaksi perbankan dalam industri

perbankan Syariah karena faktor keyakinan dan ideologi yang dianutnya yang

menyatakan bahwa bunga bank bersifat haram karena termasuk riba, sehingga

melakukan transaksi dengan perbankan konvensional juga termasuk hal yang

tidak diperbolehkan. Konsumen ini tidak mempedulikan kualitas, pelayanan,

ketepatan maupun tingkat bagi hasil yang ditawarkan Bank Syariah. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia tentang “Potensi,

Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa”. Dalam

Pokok-Pokok Hasil Penelitian, butir (5) disebutkan bahwa faktor-faktor dominan

yang memotivasi masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan Syariah untuk

masyarakat Jawa Barat dan Jawa Timur adalah faktor kualitas pelayanan dan

kedekatan lokasi bank dari pusat kegiatan, sedangkan faktor pertimbangan

keagamaan (yaitu masalah halal maupun haram) bukanlah menjadi faktor penting

dalam mempengaruhi kecenderungan menggunakan jasa Bank Syariah.


5.3. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka ada beberapa

rekomendasi yang dapat diberikan bagi para pelaku pasar, pemerintah, dan ulama.

Adapun rekomendasi-rekomendasi tersebut antara lain:

1. Pelaku Pasar meliputi semua perusahaan yang ingin memasuki industri

perbankan Syariah.

a. Dari hasil analisis yang sudah dilakukan, dengan melihat besaran

koefisien masing-masing variabel maka langkah pertama yang harus

dilakukan oleh pelaku pasar adalah memfokuskan pada pengembangan

jaringan Bank Syariah. Hal ini disebabkan elastisitas jumlah jaringan

Bank Syariah jauh lebih tinggi bila dibanding variabel lain yaitu

sebesar 94,1318, dimana dengan peningkatan satu unit jaringan saat ini

akan meningkatkan pertumbuhan total aset satu periode yang akan

datang dan dua periode yang akan datang sebesar 27,5693 dan

66,5625 persen. Langkah ini selain berfungsi untuk meningkatkan

pertumbuhan Bank Syariah juga dapat membantu Bank Syariah untuk

menghadapi persaingan yang semakin ketat yang dipicu oleh adanya

Undang-undang, Peraturan Perundangan, maupun cetak biru

pengembangan perbankan Syariah di Indonesia yang kesemuanya

mendukung perkembangan Bank Syariah baik Bank Umum Syariah

(BUS) maupun Bank Konvensional yang membuka windows atau

cabang Syariah. Adapun yang dimaksud dengan pengembangan

jaringan Bank Syariah adalah dengan cara menambah jumlah kantor


cabang, cabang pembantu, kantor kas secara agresif sehingga semakin

banyak masyarakat yang terlayani jasa perbankan syariah. Selain

membangun kantor perbankan Syariah yang baru, pengembangan

jaringan perbankan Syariah dapat dilakukan dengan cara membangun

kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan maupun non lembaga

keuangan. Pengembangan jaringan perbankan Syariah melalui

lembaga-lembaga keuangan dapat dilakukan dengan cara bekerjasama

dengan bank-bank lain (office channeling) dalam rangka pemakaian

ATM (Automatic Teller Machine) bersama, call center, internet

banking, kemudahan untuk pembukaan rekening Syariah di bank

konvensional maupun dalam rangka penempatan dana antarbank

dalam mengatasi likuiditas. Adapun pengembangan jaringan

perbankan Syariah melalui lembaga-lembaga non keuangan misalnya

dengan melakukan office channeling yang bekerjasama dengan

lembaga-lembaga non keuangan seperti kantor pos.

b. Langkah kedua yang harus dilakukan oleh pelaku pasar adalah

meningkatkan ROA, yang merupakan salah satu rasio profitabilitas

yang juga menunjukkan kemampuan bank untuk menghasilkan laba.

Berdasarkan hasil analisa yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa

ROA mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan total

aset, dengan besar elastisitas 0,84 yang berarti setiap peningkatan

ROA sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan total aset

Bank Syariah sebesar 0,84 persen. Hal ini dapat dilakukan dengan
memperlihatkan kinerja yang bagus yang dapat ditunjukkan oleh

besarnya laba Bank Syariah bila dibandingkan laba Bank

Konvensional.

c. Pelaku pasar harus dapat meningkatkan jumlah modal yang disetor,

yang ditentukan oleh variabel CAP yang merupakan rasio modal

terhadap total aset. Hal ini disebabkan dari hasil analisa yang sudah

dilakukan modal tidak signifikan terhadap pertumbuhan Bank Syariah

yang diduga disebabkan rendahnya modal yang dimiliki Bank Syariah.

d. Selain hal tersebut di atas, pelaku pasar juga harus memperhitungkan

tingkat suku bunga bank konvensional yang ditunjukkan oleh variabel

I_Riil dan berusaha agar nilai bagi hasil Bank Syariah jauh lebih besar

daripada suku bunga bank konvensional. Hal ini disebabkan tingkat

suku bunga bank konvensional berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan Bank Syariah, dimana semakin tinggi tingkat suku bunga

bank konvensional akan menurunkan jumlah nasabah yang menabung

di Bank Syariah sehingga akan menurunkan pertumbuhan total aset.

Sebaliknya apabila nilai bagi hasil Bank Syariah lebih tinggi daripada

tingkat suku bunga Bank Konvensional maka tingkat kepercayaan

masyarakat akan perbankan Syariah akan semakin tinggi dan akan

meningkatkan semakin banyak nasabah yang menabung di Bank

Syariah yang pada akhirnya akan meningkatkan total aset. Hal ini

dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja Bank Syariah.


e. Langkah berikutnya yang harus diperhatikan pelaku pasar Bank

Syariah adalah menurunkan pertumbuhan kredit macet pada bank

konvensional yang dicerminkan oleh variabel NPF, dengan elastisitas

-0,000670 yang berarti setiap pertumbuhan kredit macet Bank Syariah

akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar

0,000670 persen. penurunan pertumbuhan kredit macet dapat

dilakukan dengan melakukan pengawasan yang lebih efektif dan hanya

memberikan kredit kepada pihak yang benar-benar memiliki kejelasan

tentang kemampuan mereka untuk mengembalikan jumlah kredit yang

telah diterima.

2. Pemerintah

a Langkah pertama yang harus ditempuh pemerintah dalam hal ini Bank

Indonesia berdasarkan hasil analisa yang sudah dilakukan adalah

mengembangkan jaringan perbankan Syariah yang bisa dipicu oleh

semakin banyaknya jaringan Bank Syariah. Oleh sebab itu pemerintah

harus mengawasi dan menerbitkan peraturan mengenai ketentuan

penambahan jaringan kantor. Ketentuan jaringan tersebut hendaknya

tidak akan menghambat Bank Syariah dan bank konvensional yang

akan membuka cabang Syariah untuk melakukan ekspansi usaha,

untuk meningkatkan jangkauan pasar dan pelayanan.. Selain itu

dengan adanya ketentuan tersebut, diharapkan tidak akan menyulitkan

pemain baru untuk memasuki pasar. Hal ini dapat dilakukan dengan

menerbitkan peraturan baru yang lebih lengkap yang akan mencakup


segala sesuatu tentang Bank Syariah terutama berkenaan dengan

jumlah maksimal pendirian jaringan Bank Syariah baik kantor pusat

maupun kantor cabang di seluruh Indonesia. Selain kemudahan

pembukaan kantor cabang, berkenaan dengan penerbitan peraturan

baru mengenai pembukaan office channeling sebaiknya dalam

prakteknya, pemerintah tidak mempersulit Bank Syariah yang ingin

melakukan office channeling dengan pihak-pihak lain yaitu dengan

bank konvensional dan lembaga-lembaga non keuangan lainnya.

b Langkah kedua yang dapat diambil pemerintah untuk meningkatkan

pertumbuhan total aset Bank Syariah adalah dengan cara

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan

berpengaruh positifnya pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh

variabel GDP sebesar 0,9975 yang berarti setiap pertumbuhan

ekonomi sebesar 1 persen yang terjadi saat ini akan meningkatkan

pertumbuhan total aset sebesar 0,9975 persen, yang mengindikasikan

bahwa pemerintah harus dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi

yang semakin baik guna mendorong pertumbuhan Bank Syariah. Hal

ini dapat dilakukan dengan menciptakan iklim usaha yang sehat yaitu

dengan mempertahankan kestabilan politik dan kestabilan moneter.

c Langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah

mengendalikan laju inflasi. Hal ini disebabkan inflasi yang

dicerminkan oleh variabel INF yang memiliki elastisitas sebesar

-0,9415 yang berarti setiap peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan


menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,9415

persen. Penurunan laju inflasi ini dapat dilakukan dengan

mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi, misalnya

kebijakan tingkat suku bunga dan nilai tukar Rupiah.

d Selain hal tersebut di atas, apabila dilihat dari ketidaksignifikan modal

terhadap pertumbuhan total aset yang disebabkan kecilnya jumlah

modal maka pemerintah sebaiknya membuat peraturan perundang-

undangan mengenai kemudahan untuk mendapatkan modal bagi Bank

Syariah.

3. Ulama

Para ulama hendaknya membantu mensosialisasikan perbankan Syariah

dengan memberikan pengertian kepada masyarakat tentang berbagai

keunggulan Bank Syariah. Selain itu, sebaiknya ulama dapat memiliki

pandangan yang lebih tegas mengenai bunga. Hal ini disebabkan kalangan

ulama internasional telah menyatakan bahwa bunga bank sama dengan

riba, dan riba adalah haram.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan melalui penelitian yang berjudul

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Total Aset Bank

Syariah di Indonesia maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Pertumbuhan total asset industri perbankan dalam hal ini industri perbankan

Syariah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor makro dan faktor mikro.

Faktor-faktor makro yang mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank

Syariah antara lain pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat suku bunga riil bank

konvensional serta inflasi. Besar elastisitas variabel pertumbuhan ekonomi

adalah 0,99 yang berarti apabila pertumbuhan ekonomi tiga bulan yang lalu

mengalami perubahan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan

pertumbuhan total aset sebesar 0,99 persen. Tingkat suku bunga riil bank

konvensional mempengaruhi pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar

-0,68 yang menunjukkan bahwa apabila tingkat suku bunga riil bank

konvensional lima bulan yang lalu mengalami perubahan sebesar 1 persen

maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,68

persen. Faktor makro terakhir yang mempengaruhi pertumbuhan total aset

Bank Syariah adalah inflasi, dengan besar elastisitas sebesar -0,94. hal ini

menunjukkan bahwa apabila inflasi mengalami perubahan sebesar 1 persen

maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar 0,94

persen. Faktor-faktor mikro yang mempengaruhi pertumbuhan total aset


adalah ROA, NPF dan jumlah kantor bank. Besar elastisitas masing-masing

variabel adalah 0,84; -0,000670; dan 94,1318. Elastisitas ROA sebesar 0,84

tersebut menunjukkan bahwa apabila ROA mengalami perubahan sebesar 1

persen maka akan meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah sebesar

0,84 persen. Elastisitas NPF sebesar 0,0007 juga menunjukkan hal yang sama,

yaitu apabila pertumbuhan NPF tiga bulan yang lalu mengalami perubahan

sebesar 1 persen, maka akan menurunkan pertumbuhan total aset Bank

Syariah sebesar 0,0007 persen.

2. Upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan pertumbuhan total

aset Bank Syariah dapat dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain para pelaku

pasar yang meliputi semua perusahaan yang ingin memasuki industri

perbankan Syariah, pemerintah serta ulama. Bagi para pelaku pasar, langkah-

langkah yang dapat ditempuh adalah pengembangan jaringan, meningkatkan

ROA, meningkatkan jumlah modal yang disetor, memperhitungkan tingkat

suku bunga riil bank konvensional, serta menurunkan pertumbuhan kredit

macet. Bagi pemerintah, langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah

memberikan kemudahan bagi Bank Syariah untuk pengembangan jaringan

perbankan Syariah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengendalikan laju

inflasi serta memberikan kemudahan bagi Bank Syariah untuk meningkatkan

modal.
6.2. Saran

Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat

diberikan yaitu sebagai berikut :

1. Bank Syariah harus berupaya memperluas cakupan pasarnya, dimana

nasabah BUS selama ini berasal dari pasal emosional yang terlihat dari

pengaruh fatwa MUI tentang bunga bank kepada pasar rasional, dengan

mulai mengoptimalkan pangsa pasar rasional. Hal ini dapat dilakukan dengan

menambah dan memperluas jaringan kantor BUS ke daerah-daerah sejalan

dengan rekomendasi penelitian preferensi masyarakat terhadap Bank Syariah

di beberapa daerah yang dilakukan Bank Indonesia.

2. Untuk mencapai pertumbuhan total aset perbankan syariah yang pesat,

pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia sebaiknya membuat peraturan

perundang-undangan maupun kebijakan mengenai perbankan syariah yang

akan mengatur segala sesuatu mengenai perbankan syariah, baik itu

ketentuan penambahan jaringan, ketentuan modal, kemudahan dalam

mendapatkan tambahan modal, lembaga pengawas perbankan syariah yang

benar-benar efektif yang akan mengawasi kegiatan operasional perbankan

syariah agar terus mengalami pertumbuhan dan tetap sesuai dengan syariat

Islam.

3. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dapat menambah variabel lain

seperti nilai tukar Rupiah dan tingkat suku bunga SBI.


DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press,
Jakarta.

Bank Indonesia. 2002. Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia.


Bank Indonesia, Jakarta.

Bank Indonesia. 2004. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2004. Bank


Indonesia, Jakarta.

Bank Indonesia. 2000. Ringkasan Pokok-pokok Hasil Penelitian “Potensi,


preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa”.
Http: //www. bi.go.id.

Bank Indonesia. 2002. Statistik Perbankan Syariah Juni - Desember 2002. Http:
//www. bi.go.id.

Bank Indonesia. 2003. Statistik Perbankan Syariah Januari - Desember 2003.


Http: //www. bi.go.id.

Bank Indonesia. 2004. Statistik Perbankan Syariah Januari - Desember 2004.


Http: //www. bi.go.id.

Bank Indonesia. 2005. Statistik Perbankan Syariah Januari – Juni 2005. Http:
//www. bi.go.id.

Bank Indonesia. 2005. Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil di


Perbankan Syariah di Indonesia. Http: //www. bi.go.id.

Carlton D dan J.M. Perloff. Modern Industrial Organization, Third edition.


Addison Wesley.

Ferguson, P.R. 1988. Industrial Economics: Issues and Perspectives. Macmillan


Publishing Co, New York

Firdaus, G.H. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kunerja Bank Umum Syariah di


Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Gujarati, D. 1999. Ekonometrika Dasar. Zain S, [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics, 4th edition. Mc. Graw-Hill, Boston.


Hamidi, M.L. 2003. Jejak-jejak Ekonomi Syariah. Senayan Abadi, Jakarta.
Haryono, S, Iman Hilman, dan Abdul Mughits. 2003. Perbankan Syariah Masa
Depan. Senayan Abadi Publishing, Jakarta.

Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3S,


Jakarta.

Iwan, P. 2003. Potensi Pengembangan Jasa Keuangan Syariah. Http: //www.


Republika. Co.id.

Jaya, W.K. Ekonomi Industri. 2001. BPFE Yogyakarta.

Karim, A. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Raja Grafindo
Persada.

Koutsoyiannis, A. 1997. Theory of Econometrica. Edisi Kedua. Barnes & Noble


Books, New Jersey.

Lipsey, W.G, P.N. Courant, dan D.D. Purvis. 1995. Pengantar Mikroekonomi
Jilid 1. Wasana J, Kirbrandoko, Budijanto, [penerjemah]. Binarupa Aksara,
Jakarta.

Lewis, M.K. and Latifa M.A. 2001. Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik,
Prospek. Burhan Wirosubrata, [penerjemah]. Serambi, Jakarta.

Martin, S. 1994. Industrial Economics: Economic Analysis and Public Policy. 2nd
edition. Macmillan Publishing Co, New York.

Muhammad. 1987. Manajemen Bank Syariah. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Noerachmanto. 1985. Perkembangan Perbankan di Indonesia 1970-1979:


Analisis Struktur dan Pengujian Atas Suatu Hipotesa[skripsi]. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Porter, M. 1995. Strategi Bersaing: Teknis Menganalisis Industri dan Pesaing.


Agus Maulana, [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Andi, Yogyakarta.

Subagyo, Sri Fatmawati, Algifari. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.
Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta.

Sudarsono, H. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan


Ilustrasi. Penerbit Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta.
Shepherd, W.G. 1990. The Economics of Industrial Organization, Third edition.
Prentice Hall.
Swastha, Basu dan Ibnu Sukotjo. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi
Perusahaan Modern). Edisi Ketga. Liberty, Yogyakarta.

Umar, H. 2000. Bussiness An Introduction. JBRC. PT Gramedia Puataka Utama.


Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Vennet, R.V. 1999. The law of proportionate effect and OECD bank sectors.
University of Ghent, Belgia.

Weiss, L.W. 1974. The Concentration-Profits Relationship and Antitrust. In H.J.


Goldschmid, H.M. Mann and F.W. Weston (eds). Industrial Concentration:
The New Learning. Boston. Little Brown and Co. pp 185-225.
Lampiran 1, Data Sebelum Disesuaikan dengan IHK dan inflasi

Periode TA NPF JKB ROA CAP GDP_RIIL I_Riil INF DUMMY


Dec-00 1.790,68 164,800 0,00071 -4,38 29,30 353907 13,24 12,33 0,00
Jan-01 1.806,796 168,727 0,00071 -4,26 29,03 354.378,1 13,83 8,28 0,00
Feb-01 1.875,257 165,579 0,00071 -4,02 27,97 355.590,1 14,35 9,14 0,00
Mar-01 1.995,733 178,669 0,00071 -3,62 26,28 356.638 14,86 10,62 0,00
Apr-01 2.063,494 182,826 0,00073 -3,39 25,42 357.175 14,93 10,51 0,00
May-01 2.119,958 184,162 0,00075 -3,06 24,74 357.932,3 14,92 10,82 0,00
Jun-01 2.268,724 184,796 0,00075 -2,38 23,12 360.199 15,00 12,11 0,00
Jul-01 2.253,791 174,905 0,00080 -2,86 23,27 363.872,7 15,14 13,04 0,00
Aug-01 2.366,036 179,320 0,00081 -2,55 22,17 367.613 15,62 12,23 0,00
Sep-01 2.388,227 183,715 0,00084 -2,42 21,96 368.688 16,16 13,01 0,00
Oct-01 2.586,671 148,093 0,00084 -1,94 20,28 365.751 16,67 12,47 0,00
Nov-01 2.581,617 147,045 0,00087 -1,78 20,32 360.860,4 17,06 12,91 0,00
Dec-01 2.718,77 82,176 0,00087 -0,3 19,29 357.460 17,24 12,55 0,00
Jan-02 2.739,906 93,558 0,00087 -0,15 19,14 358.601 17,39 14,42 0,00
Feb-02 2.778,792 109,416 0,00087 -0,01 18,88 362.365,5 17,24 15,13 0,00
Mar-02 2.806,842 94,489 0,00087 0,01 18,69 366.443 17,02 14,08 0,00
Apr-02 2.970,571 113,561 0,00091 0,7 17,66 368.889,2 16,57 13,30 0,00
May-02 3.048,187 112,373 0,00093 0,76 17,21 371.042,2 16,24 12,93 0,00
Jun-02 3.312,207 117,265 0,00095 0,84 15,84 374.606 15,85 11,48 0,00
Jul-02 3.449,07 117,230 0,00097 0,92 15,21 379.934,7 15,26 10,05 0,00
Aug-02 3.582,098 118,851 0,00098 0,76 14,64 385.501,4 14,77 10,60 0,00
Sep-02 3.669,83 133,349 1,00000 0,98 14,29 388.429 14,36 10,48 0,00
Oct-02 3.899,817 140,141 0,00102 1,14 13,45 386.399,9 13,94 10,33 0,00
Lampiran 1, Data Sebelum Disesuaikan dengan IHK dan inflasi (Lanjutan)
Periode TA_RIIL NPF JKB ROA CAP GDP_RIIL I_Riil INF DUMMY
Nov-02 4.134,803 141,021 0,00105 1,08 12,69 381.132,1 13,76 10,48 0,00
Dec-02 4.045,235 134,946 0,00108 1,17 12,97 374.903 13,63 10,03 0,00
Jan-03 4.403,206 141,116 0,00108 1,56 11,91 3730.08,2 13,49 8,74 0,00
Feb-03 4.445,963 144,275 0,00112 1,71 11,8 375.818,2 13,15 7,34 0,00
Mar-03 4.632,242 145,142 0,00113 1,57 12,5 386.722 12,9 7,12 0,00
Apr-03 4.781,642 140,672 0,00116 1,64 13,15 399.225,7 12,48 7,54 0,00
May-03 5.088,002 159,451 0,00120 1,62 12,36 406.693,5 12,02 6,91 0,00
Jun-03 5.302,445 163,451 0,00126 1,59 11,86 392.607 11,55 6,62 0,00
Jul-03 5.901,419 196,558 0,00127 1,44 10,66 367.971,5 10,65 5,79 0,00
Aug-03 6.214,89 183,334 0,00137 1,53 10,08 354.808,1 9,58 6,38 0,00
Sep-03 6.559,345 191,197 0,00140 1,47 9,55 402.662 8,58 6,20 0,00
Oct-03 7.019,567 184,923 0,00142 1,23 8,92 481.040,5 7,96 6,22 1,00
Nov-03 7.441,755 185,158 0,00149 1,20 8,42 525.152,2 7,58 5,33 1,00
Dec-03 7.858,918 129,627 0,00153 1,03 7,97 390.168 7,14 5,06 1,00
Jan-04 8.757,632 153,259 0,00152 1,29 7,15 161.660,2 6,68 4,85 1,00
Feb-04 9.218,269 152,192 0,00152 1,38 6,82 27.243,95 6,38 4,62 1,00
Mar-04 9.498,793 166,545 0,00158 1,26 6,61 404.936 6,11 5,25 1,00
Apr-04 9.842,837 174,822 0,00166 1,16 6,38 147.191,9 6,01 6,11 1,00
May-04 10.293,24 179,050 0,00170 0,88 6,13 289.876,7 6,17 6,82 1,00
Jun-04 11.023,32 196,588 0,00170 0,98 5,72 411.522,1 6,31 7,23 1,00
Jul-04 11.505,19 235,833 0,00175 1,01 5,48 455.461,2 6,49 7,62 1,00
Aug-04 12.204,96 274,573 0,00177 1,13 5,15 450.386,6 6,54 6,81 1,00
Sep-04 12.719,6 279,040 0,00182 1,22 4,93 425.349,9 6,61 6,44 1,00
Oct-04 13.463,38 282,835 0,00187 0,87 5,40 417.413,5 6,65 6,45 1,00
Lampiran 1, Data Sebelum Disesuaikan dengan IHK dan inflasi (Lanjutan)
Periode TA_RIIL NPF JKB ROA CAP GDP_RIIL I_Riil INF DUMMY
Nov-04 14.035,57 311,562 0,00191 0,98 5,18 416.057 6,66 6,33 1,00
Dec-04 15.205,09 268,781 0,00194 0,86 4,78 418.770,8 6,71 6,44 1,00
Jan-05 15.244,38 329,676 0,00201 1,02 4,77 421.861,9 6,71 7,32 1,00
Feb-05 15.447,25 386,646 0,00204 1,15 4,71 425.993,6 6,74 7,15 1,00
Mar-05 16.268,14 357,702 0,00209 1,24 4,47 430.645,4 6,93 8,81 1,00
Apr-05 16.906,3 443,674 0,00217 1,02 4,30 421.861,9 6,87 9,74 1,00
May-05 17.142,39 476,703 0,00218 0,88 6,32 425.993,6 7,03 12,04 1,00
Jun-05 17.332,98 543,101 0,00223 0,10 6,31 430.645,4 7,19 15,34 1,00
Lampiran 2, Data Setelah Disesuaikan dengan IHK dan inflasi
Periode TA_RIIL NPF JKB ROA CAP GDP_RIIL I_Riil INF DUMMY
Dec-00 17,0043 1,57 0,00071 -4,38 29,30 353.907 0,91 12,33 0,00
Jan-01 17,1059 1,60 0,00071 -4,26 29,03 354.378,1 5,55 8,28 0,00
Feb-01 17,6003 1,55 0,00071 -4,02 27,97 355.590,1 5,21 9,14 0,00
Mar-01 18,5653 1,66 0,00071 -3,62 26,28 356.638 4,24 10,62 0,00
Apr-01 19,1085 1,69 0,00073 -3,39 25,42 357.175 4,42 10,51 0,00
May-01 19,4126 1,69 0,00075 -3,06 24,74 357.932,3 4,10 10,82 0,00
Jun-01 20,434 1,66 0,00075 -2,38 23,12 360.199 2,89 12,11 0,00
Jul-01 19,8772 1,54 0,00080 -2,86 23,27 363.872,7 2,10 13,04 0,00
Aug-01 20,911 1,58 0,00081 -2,55 22,17 367.613 3,39 12,23 0,00
Sep-01 20,9731 1,61 0,00084 -2,42 21,96 368.688 3,15 13,01 0,00
Oct-01 22,5632 1,29 0,00084 -1,94 20,28 365.751 4,20 12,47 0,00
Nov-01 22,1407 1,26 0,00087 -1,78 20,32 360.860,4 4,15 12,91 0,00
Dec-01 22,9454 0,69 0,00087 -0,30 19,29 357.460 4,69 12,55 0,00
Jan-02 22,6546 0,77 0,00087 -0,15 19,14 358.601 2,97 14,42 0,00
Feb-02 22,7044 0,89 0,00087 -0,01 18,88 362.365,5 2,11 15,13 0,00
Mar-02 22,8684 0,77 0,00087 0,01 18,69 366.443 2,94 14,08 0,00
Apr-02 24,2541 0,93 0,00091 0,70 17,66 368.889,2 3,27 13,3 0,00
May-02 24,6916 0,91 0,00093 0,76 17,21 371.042,2 3,31 12,93 0,00
Jun-02 26,7492 0,95 0,00095 0,84 15,84 374.606 4,37 11,48 0,00
Jul-02 27,6595 0,94 0,00097 0,92 15,21 379.934,7 5,21 10,05 0,00
Lampiran 2, Data Setelah Disesuaikan dengan IHK dan inflasi (Lanjutan)
Periode TA_RIIL NPF JKB ROA CAP GDP_RIIL I_Riil INF DUMMY
Aug-02 28,6232 0,95 0,00098 0,76 14,64 385.501,4 4,17 10,60 0,00
Sep-02 29,1614 1,06 1,00000 0,98 14,29 388.429 3,88 10,48 0,00
Oct-02 30,8422 1,11 0,00102 1,14 13,45 386.399,9 3,61 10,33 0,00
Nov-02 32,1114 1,10 0,00105 1,08 12,69 381.132,1 3,28 10,48 0,00
Dec-02 31,0488 1,04 0,00108 1,17 12,97 374.903 3,60 10,03 0,00
Jan-03 33,4981 1,07 0,00108 1,56 11,91 373.008,2 4,75 8,74 0,00
Feb-03 33,7593 1,10 0,00112 1,71 11,80 375.818,2 5,81 7,34 0,00
Mar-03 35,2171 1,10 0,00113 1,57 12,50 386.722 5,78 7,12 0,00
Apr-03 36,2773 1,07 0,00116 1,64 13,15 399.225,7 4,94 7,54 0,00
May-03 38,4632 1,21 0,00120 1,62 12,36 406.693,5 5,11 6,91 0,00
Jun-03 40,0277 1,23 0,00126 1,59 11,86 392.607 4,93 6,62 0,00
Jul-03 44,5325 1,48 0,00127 1,44 10,66 367.971,5 4,86 5,79 0,00
Aug-03 46,6259 1,38 0,00137 1,53 10,08 354.808,1 3,20 6,38 0,00
Sep-03 49,0174 1,43 0,00140 1,47 9,55 402.662 2,38 6,20 0,00
Oct-03 52,1358 1,37 0,00142 1,23 8,92 481.040,5 1,74 6,22 0,00
Nov-03 54,7641 1,36 0,00149 1,20 8,42 525.152,2 2,25 5,33 1,00
Dec-03 57,3601 0,95 0,00153 1,03 7,97 390.168 2,08 5,06 1,00
Jan-04 63,5607 1,11 0,00152 1,29 7,15 161.660,2 1,83 4,85 1,00
Feb-04 66,916 1,10 0,00152 1,38 6,82 27.243,95 1,76 4,62 1,00
Mar-04 68,7035 1,20 0,00158 1,26 6,61 404.936 0,86 5,25 1,00
Apr-04 70,5049 1,25 0,00166 1,16 6,38 147.191,9 -0,10 6,11 1,00
Lampiran 2, Data Setelah Disesuaikan dengan IHK dan inflasi (Lanjutan)
Periode TA_RIIL NPF JKB ROA CAP GDP_RIIL I_Riil INF DUMMY
May-04 73,0846 1,27 0,00170 0,88 6,13 289.876,7 -0,65 6,82 1,00
Jun-04 77,8958 1,39 0,00170 0,98 5,72 411.522,1 -0,92 7,23 1,00
Jul-04 80,9868 1,66 0,00175 1,01 5,48 455.461,2 -1,13 7,62 1,00
Aug-04 85,8372 1,93 0,00177 1,13 5,15 450.386,6 -0,27 6,81 1,00
Sep-04 89,441 1,96 0,00182 1,22 4,93 425.349,9 0,17 6,44 1,00
Oct-04 94,1425 1,98 0,00187 0,87 5,40 417.413,5 0,20 6,45 1,00
Nov-04 97,278 2,16 0,00191 0,98 5,18 416.057 0,33 6,33 1,00
Dec-04 104,302 1,84 0,00194 0,86 4,78 418.770,8 0,27 6,44 1,00
Jan-05 103,098 2,23 0,00201 1,02 4,77 421.861,9 -0,61 7,32 1,00
Feb-05 104,646 2,62 0,00204 1,15 4,71 425.993,6 -0,41 7,15 1,00
Mar-05 108,142 2,38 0,00209 1,24 4,47 430.645,4 -1,88 8,81 1,00
Apr-05 108,142 2,94 0,00217 1,02 4,30 421.861,9 -2,87 9,74 1,00
May-05 113,333 3,15 0,00218 0,88 6,32 425.993,6 -5,01 12,04 1,00
Jun-05 114,02 3,57 0,00223 0,10 6,31 430.645,4 -8,15 15,34 1,00
Lampiran 3. Hasil Uji Stasioneritas

Variabel Total aset


Null Hypothesis: D(LTA) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.301579 0.0000
Test critical values: 1% level -3.562669
5% level -2.918778
10% level -2.597285
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Variabel ROA
Null Hypothesis: ROA has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.596456 0.0091
Test critical values: 1% level -3.560019
5% level -2.917650
10% level -2.596689
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Variabel CAP
Null Hypothesis: CAP has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.138156 0.0019
Test critical values: 1% level -3.560019
5% level -2.917650
10% level -2.596689
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Variabel JKB
Null Hypothesis: D(JKB) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.650927 0.0000
Test critical values: 1% level -3.562669
5% level -2.918778
10% level -2.597285
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Variabel GDP
Null Hypothesis: D(LGDP) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 11 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -2.881821 0.0544
Test critical values: 1% level -3.562669
5% level -2.918778
10% level -2.597285
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Variabel I_Riil
Null Hypothesis: D(IDEP_RIIL) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -3.986060 0.0030
Test critical values: 1% level -3.562669
5% level -2.918778
10% level -2.597285
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Variabel NPF
Null Hypothesis: D(LNPF) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -8.346129 0.0000
Test critical values: 1% level -3.557472
5% level -2.916566
10% level -2.596116
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Variabel INF
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -6.006821 0.0000
Test critical values: 1% level -3.560019
5% level -2.917650
10% level -2.596689
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Lampiran 4. Hasil Estimasi Model

Dependent Variable: D(LTA)


Method: Least Squares
Date: 06/06/06 Time: 09:55
Sample(adjusted): 2001:07 2005:05
Included observations: 47 after adjusting endpoints
Convergence achieved after 9 iterations
Variable Coefficien Std. Error t-Statistic Prob.
t
ROA 0.008438 0.003776 2.234485 0.0318
CAP(-4) 0.001509 0.001183 1.275531 0.2103
D(JKB(-1)) 0.275693 0.132541 2.080052 0.0447
D(JKB(-2)) 0.665625 0.123660 5.382707 0.0000
D(LGDP(-3)) 0.997519 0.175919 5.670320 0.0000
D(IDEP_RIIL(-5)) -0.006749 0.003416 -1.975767 0.0559
D(LNPF(-3)) -0.000670 0.000270 -2.483027 0.0178
D(INFLASI) -0.009415 0.003422 -2.751503 0.0092
C -0.019834 0.024067 -0.824138 0.4153
DUMMY 0.004295 0.010442 0.411315 0.6833
AR(1) -0.625087 0.126776 -4.930644 0.0000
R-squared 0.720230 Mean dependent var 0.036578
Adjusted R-squared 0.642516 S.D. dependent var 0.030559
S.E. of regression 0.018271 Akaike info criterion -
4.965514
Sum squared resid 0.012018 Schwarz criterion -
4.532500
Log likelihood 127.6896 F-statistic 9.267709
Durbin-Watson stat 1.914941 Prob(F-statistic) 0.000000
Inverted AR Roots -.63
Lampiran 5. Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.116928 Probability 0.890006
Obs*R-squared 0.321063 Probability 0.851691

Lampiran 6. Hasil Uji Heteroskedastisitas


White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 0.894996 Probability 0.585064
Obs*R-squared 16.17331 Probability 0.511584
Lampiran 7. Hasil Uji Multikolinearitas

ROA CAP(-4) D(JKB(-1)) D(JKB(-2)) D(LGDP(-3)) D(I_RIIL(-5)) D(LNPF(-3)) D(INF)


ROA 1.000000 -0.714154 0.229897 0.165445 0.014157 -0.161719 0.131787 -0.215753
CAP(-4) -0.714154 1.000000 -0.410290 -0.422559 -0.142538 0.227157 -0.200424 -0.193522
D(JKB(-1)) 0.229897 -0.410290 1.000000 0.046773 0.082020 -0.028080 0.359239 -0.015664
D(JKB(-2)) 0.165445 -0.422559 0.046773 1.000000 -0.056975 -0.115438 0.174365 0.360707
D(LGDP(-3)) 0.014157 -0.142538 0.082020 -0.056975 1.000000 0.086605 0.208643 0.023281
D(I_RIIL(-5)) -0.161719 0.227157 -0.028080 -0.115438 0.086605 1.000000 0.003009 0.248772
D(LNPF(-3)) 0.131787 -0.200424 0.359239 0.174365 0.208643 0.003009 1.000000 -0.005483
D(INF) -0.215753 -0.193522 -0.015664 0.360707 0.023281 0.248772 -0.005483 1.000000

Anda mungkin juga menyukai