Konsep Dasar Atonia Uteri-1
Konsep Dasar Atonia Uteri-1
A. Pengertian
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri
(plasenta telah lahir) dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawiroharjo, 2011).
B. Faktor Penyebab
Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca
persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri, diantaranya adalah (Prawiharjo,
2007):
1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b. Kehamilan gemelli
c. Janin besar (makrosomia)
2. Kala satu atau kala 2 memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium Sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsia atau eklamsia.
8. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
C. Tanda dan gejala
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan
disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
darah
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok :
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
5. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
6. Perdarahan segera setelah anak lahir (postpartum primer)
D. Patofisiologi
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme
ini. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-
serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasikan daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi (Cuningham, 2005).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian
yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum,
lapisan tengah miometrium tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh
pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan
sehingga setiap dua buah serabut kira-kira membentuk angka delapan. Setelah
partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas, jika otot berkontraksi akan
menjempitpembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini
akan menyebabkan pembuluh darah pada uterus tetap vasodilatasi sehingga
terjadinya perdarahan postpartum (Cuningham, 2005).
E. Pathway
1. Umur
2. multipara dan grademultipara
3. Obstetri operatif dan narkosa
4. Uterus terlaludiregang dan besar,
pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
5. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri
6. Faktor sosio ekonomi yaitu mal nutrisi
Overdistensi uterus
Cedera
biologi Atonia uteri
Penatalaksanaan
Kehilangan volume
Perdarahan post cairan aktif
Robekan jalan
partum
lahir/episiotomi
Kekurangan
Cedera fisik Kehilangan vascular volume cairan
yang berlebihan
Nyeri akut
Eritrosit menurun
Hipovolemi
Takikardi
(kurang suplai)
hipertropi
Mukosa pucat,
Keterlambatan konuungtiva anemis,
pengisian kapiler kelemahan
Tidak terkompensasi
Pucat, kulit
Resiko Perdarahan Perubahan sekuncup
Dingin/lambat jantung
Perubahan
perfusi jaringan
Risiko penurunan curah
Hematoma porsi
jantung
atas vagina
kemerahan, udema
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat
itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
G. Penatalaksanaan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum
pasien. Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai
syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung
pada keadaaan klinisnya.
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal
yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring
tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi
oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan
untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah
lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan
evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit
atau rujuk segera
3. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang
serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong,Lakukan kompresi
bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
a. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan
tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
b. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-
lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan
berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama
secepat mungkin; Ulangi KBI
c. Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala
empat
d. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
4. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat
seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi
kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek
samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan
vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum
1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan
(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal,
intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal.
Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15
menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat
dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare,
sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot
halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-
kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang
disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan
saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping
serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang
sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif
untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan
angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah
rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan
melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium
keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat
melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai
cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan
2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas
tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim.
Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada
vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi
ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen
bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika
perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.
6. Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral
paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke
medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka
interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan
menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak
1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut
arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah
ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
7. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan
tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih
banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
8. Kompresi bimanual atonia uteri
Peralatan: sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan
dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
Teknik:
Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan
tidak diperlukan
a. Eksplorasi dengan tangan kiri
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
b. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri
dan menangkap uterus dari belakang atas
c. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah
aferen sehingga menyempitkan lumennya.Kompresi uterus bimanual
dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.Biasanya
sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna
H. Pencegahan
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan
obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi
jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu
onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat
untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan
pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit
IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum
dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,
mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit.
Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin
ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
I. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
2. Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang
berasal dari trauma jalan lahir.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ATONIA UTERI
A. Anamnesa
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur ibu yang berusia dibawah 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum perdarahan.
b) Keluhan utama
Perdarahan dan tidak ada kontraksi setelah persalinan.
c) Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien. Pada
atonia uteri meliputi tidak ada merasa kontraksi dan perdarahan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS, dll
3) Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan
nifas sebelumnya bagi klien multipara.Jumlah kehamilan (GPA)
jumlah anak hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah kegugura,
jumlah persalinan dengan tindakan, riwayat pedarahan, riwayat
kehamilan dengan hypertensi, berat badan bayi lahir
d) Riwayat obstetrik
1) Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
2) Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa,
Usia mulai hamil
3) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah
ada abortus, retensi plasenta.
Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam
persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir.
Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada
pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas,
tinggi fundus uteri dan kontraksi
4) Riwayat Kehamilan sekarang
Hamil muda, keluhan selama hamil muda
Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan,
tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan
darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
5) Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa
kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari.
Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi,
baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan
dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup
kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan,
sayur-sayuran dan buah – buahan.
Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna,
konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB
harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah
secepatnya dilakukan sendiri
Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena
perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi,
menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat
serta perawatan mengganti balutan atau duk.
e) Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
1) Mata : Mata pucat, anemis
2) Mulut : Bibir pucat
3) Payudara : Hiperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris,
peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu
4) Abdomen : Terdapat pembesaran abdomen, terdapat linea
nigra, Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen
dan paha.
5) Genetalia :Terdapat perdarahan pervagina, terjadi peningkatan
vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda
Chandwick)
6) Ekstremitas : Dingin, Gaya berjalan yang tampak canggung
2. Palpasi
1) Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK,
nyeri tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
2) Genetalia : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
3) Muskuloskeletasl : Persendian tulang pinggul yang mengendur
3. Auskultasi
1) Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)
4. Perkusi
1) Ekstremitas : reflek patella + / +
f) Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi
dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1. Nyeri/ketidaknyamananNyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta
tertahan)
2. Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
3. Sistem vaskuler
1) Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8
jam berikutnya
2) Tensi diawasi tiap 8 jam
3) Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
4) Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
5) Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek
koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
4. Sistem Reproduksi
1) Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum,
kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan
posisinya serta konsistensinya
2) Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna,
banyak dan bau
3) Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi,
luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
4) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
5) Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
6) Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan
fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
5. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar
atau tidak, spontan dan lain-lain
6. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
7. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
g) Pemeriksaan Penunjang
1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan
peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-
16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat
hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat
hamil 5.000-15.000)
3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk
split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa
tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial
(APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
B. Analisis Data
D. Perencanaan
No. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Rasional
Tujuan