PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus eritroderma pada perempuan usia 25 tahun
ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis yang ditemukan
pada pasien. Dimana pada anamnesis didapatkan eritematosa berskuama sejak 2
bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya mengalami kemerahan yang
menyebar di seluruh tubuh dan kulit terlihat pecah-pecah terasa gatal dan nyeri.
Pada pemeriksaan dermatologis pasien ditemukan eritema dan skuama
universalis dan di dapatkan pasien meminum antibiotik yang kemungkinan
eritroderma terjadi akibat alergi obat sistemik, adanya demam pada pasien yang
kemungkinan karena adanya infeksi sekunder, serta akibat gangguan
termoregulasi pasien mudah mengalami kedinginan dan menggigil untuk
mendapatkan panas mekanik.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap dapat temukan meningkatnya sel darah putih akibat adanya infeksi
bakteri. Eosinophilia dapat dikaitkan dengan banyak reaksi obat, dermatitis
kontak alergi, atau bulosa pemfigoid. Pada pasien ini ditemukan meningkatnya
leukosit yang menandakan adanya infeksi sekunder, dan adanya eosinophilia yang
menguatkan etiologi pada pasien karena alergi obat sistemik.
Penatalaksanaan pada pasien diberikan secara medikamentosa dan non-
medikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa pada hari pertama kulit
diberikan obat per oral cetirizin 1 x 10 mg , obat secara intravena
metilprednisolon 2 x 125 mg, ceftriaxone 2 x 1 gr, dan paracetamol 3 x 500 mg,
serta obat topikal vaselinalbum 20 gr dan desoximetason 20 gr 2 x 1. Untuk
tatalaksana non-medikamentosa yaitu obat yang diduga sebagai penyebab akibat
alergi obat sistemik harus segera dihentikan. Pada eritroderma kronis diberikan
pula diet tinggi protein, Karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan
protein. Hilangnya termoregulasi suhu akan terjadi menggigil dan suhu
hemostasis membutuhkan pemanasan selimut.
20
DAFTAR PUSTAKA
21