ABSTRAK
1. introduction
Pengembangan biodiesel dari minyak nabati menjadi kunci penting untuk
energi masa depan karena menipisnya bahan bakar minyak bumi . saat ini ada
dua konversi katalitik utama proses asam bebas lemak untuk biofuel mesin
diesel : (1) transesterifikasi/esterifikasi untuk menghasilkan biodiesel dan (2)
proses hydrotreating untuk menghasilkan diesel terbarukan atau biasa disebut
diesel bio-hydrated atau green diesel. Diproduksi dengan trigliserida yang di
transesterifikasi dan asam lemak yang di esterifikasi dengan metanol dalam
kisaran suhu 65-100℃. Asam lemak metil ester (FAMEs) atau biodiesel telah
digunakan sebagai komponen dalam pencampuran diesel (Chen et al., 2013).
Namun, beberapa kerugian biodiesel dibandingkan bahan bakar minyak bumi
adalah ikatan C=C dan C=O yang tersisa dalam molekul FAME menghasilkan
stabilitas thermal dan oksidasi yang rendah karena kandungan oksigennya
tinggi, viskositas tinggi dan nilai kalor yang rendah (Liu et al., 2011).
Karena kekurangan tersebut BHD yang memiliki struktur molekul yang
sama dengan bahan bakar minyak bumi dan memiliki sifat diesel yang lebih
baik telah menarik perhatian beberapa dekade terakhir. BHD dapat di produksi
dengan menghidrolisa trigliserida melalui 3 reaksi utama antara lain
decarbonylation, decarboxylation and hydrodeoxygenation ( Faungnawakij and
suroye, 2013; kubicka and kaluza,2010) , sehingga menghasilkan alkana rantai
lurus mulai dari C15 sampai C18 pada 350-450℃ dengan adanya H pada 50-150
bar (Choudhary dan philips, 2011; Donnis et al., 2009). Pertama, reaksi
berlangsung melalui hidrogenasi trigliserida tak jenuh (C=C) membentuk
trigliserida jenuh (Ochoa-Hernandez et al., 2013), diikuti oleh hidrogenolisis
trigliserida jenuh yang menghasilkan asam lemak dan propana. Asam lemak
melalui reaksi : (1) hydrodeoxygenation (HDO) , reaksi isothermis
menghilangkan oksigen dalam bentuk air dan menghasilkan n-alkana dengan
rantai carbon yang sama dengan asam lemak yang sesuai, (2) decarbonylation
(DCO) (3) decarboxylation (DCO2), reaksi endothermis menyebabkan
eliminasi masing-masing oxygen dalam bentuk CO dan air atau CO2.
Konsekuensi n-alkana kehilangan 1 atom carbon dibandingkan asam lemak (
Gong et al., 2012a; Mathias Snare et al., 2006).
Ada dua jenis katalis yang sering digunakan dalam hydrotreating
trigliserida antara lain : (1) Katalis logam seperti Ni, Pd, Pr, Rh, RU ( Mathias
Snare et al., 2006; Morgan et al., 2012; Onyestyak et al., 2012; Santillan-
Jimenez et al.,2013) dan (2) Katalis bimetallic Sulfide seperti NiMoS2,
CoMoS2, and NiWS2 didukung oleh Al2O3 (Hancsok et al.,2012; Kubicˇka and
Kaluzˇa, 2010; Liu et al., 2011; Yang et al.,2013). Katalis logam
menguntungkan untuk DCO dan DCO2 sedangkan HDO dominan
menggunakan katalis bimetallic sulfide kecuali NiWS2. Beberapa katalis logam
seperti Ni, Pd dan Pt sangat mendorong reaksi metanasi dan mengkonsumsi
hidrogrn dalam jumlah besar. Selain itu menggunakan katalis NiMoS2 dan
CoMoS2 dengan selektivitas HDO yang baik dapat dioperasikan dalam suhu
yang lebih rendah karena sifat reaksi isothermis. Pembentukan CO dan CO2
dapat mempengaruhi hasil produk, penonaktifan katalis dan proses hilir untuk
gas daur ulang (Donnis et al., 2009). Karena itu menggunakan katalis bimetallic
sulfide NiMoS2 yang merupakan aktifitas tinggi (Toba et al., 2011) dan selektif
terhadap HDO sangat menarik untuk proses hydrotreating.
Efek dari hydrotreating ketika menggunakan katalis bimetallic sulfide
dieksplorasi dalam berbagai literatur. Hasil menunjukkan suhu WHSV/LHSV,
tekanan hidrogen dan rasio H2/minyak sebagai parameter operasi yang
signifikan yang dapat mengubah jalur reaksi dalam proses hydrotreating
(Bezergianni et al., 2011, 2010a,b Bezergianni and Kalo-gianni, 2009). Lebih
jauh lagi aktifitas relatif dari reaksi DCO/ DCO2 dan reaksi HDO sebagai kunci
penting dalam proses hydrotreating dipertimbangkna untuk mengevaluasi
konsumsi hidrogen, hasil produk, keseimbangan panas dan penonaktifan
katalis(Donnis et al., 2009; Satyarthi et al., 2013). Namun banyak peneliti
memperkirakan aktivitas relatif DCO/ DCO2 dan reaksi HDO menggunakan
rasio jumlah n-alkana dengan jumlah atom karbon ganjil dengan n-alkana
jumlah atom karbon genap dalam produk cair (Gong et al.,2012b; Kim et al.,
2013; Liu et al., 2012). Estimasi ini tidak dapat memberikan kontribusi relatif
aktual terhadap reaksi HDO dan DCO/DCO2 dengan analisis keseimbangan
mol. Akibatnya pemahaman yang komprehensif berpengaruh sangat penting
terhadap parameter reaksi pada 3 jalur reaksi utama dengan menggunakan
analisis keseimbangan mol.
Dalam karya ini efek dari parameter operasi penting dalam proses
hydrotreating trigliserida dalam minyak kelapa sawit untuk diesel yang
dihidrogenasi dengan katalis bimetallic sulfide NiMoS2 / γ-Al2O3 dalam reaktor
fixed bed termasuk temperatur (270-420℃) tekanan H2 15-80 bar, LHSV 0,25-
1,0 h-1 dan rasio H2 / minyak (250-2000 N (cm3/cm3)) diselidiki. Memang
pemahaman parameter ini tentang kontribusi reaksi HDO, DCO dan DCO2
penting untuk mendapatkan kondisi operasi dan pembatasan yang optimal.
2. Experimental
2.1 persiapan katalis
γ-Al2O3 (d = 1,8 mm, sasol company jerman) dihancurkan dan diayak
menjadi diameter 0,5 – 1 mm. Katalis NiMoS2 yang didukung oleh γ-
Al2O3 dibuat dengan impregnasi berurutan. Pertama Mo didukung dengan
γ-Al2O3 dengan mengimpregnasi larutan ammonium heptamolybdate
tetrahydrate ((NH4)6Mo7O24.4H2O) (Carlo Erba Reagent, Italy) setelah
sampel dikeringkan pada suhu 120℃ selama 12 jam didapatkan Mo/ γ-
Al2O3. Kemudian impregnasi larutan berair nikel nitrat heksahidrat
(Ni(NO3)2.6H2O) (Sigma–Aldrich Chemical Co. LLC., Germany) ke
katalis Mo/ γ-Al2O3 dilakukan dengan cara yang sama. Sampel resonan
dikeringkan pada 120℃ selama 12 jam dikalsinasi pada 500℃ selama 5
jam untuk mendapatkan katalis NiMoS2 / γ-Al2O3 dengan memuat Mo3
dan NiO masing-masing 14% berat dan 3,5% berat
4. Conclusions
Pengaruh parameter reaksi pada hydrotreating minyak sawit ke BHD
dengan NiMoS2/ γ-Al2O3 diselidiki. Kondisi yang disarankan adalah sebagai
berikut : suhu 300℃, tekanan 30-50 bar, LHSV 1-2h-1 dan rasio H2/minyak
750-1000 N(cm3/cm3) dengan hasil produk 90% dan n-alkana >95,5%. Suhu
snagat dipengaruhi oleh reaksi (DCO, DCO2, HDO, perekahan dan
isomerisasi), sementara tekanan yang lebih tinggi memicu reaksi HDO.
Peningkatan reaksi penekanan LHSV karena waktu kontak yang tidak
mencukupi. Rasio H2/minyak harus lebih tinggi dari 3-5 kali persyaratan
teoritis. Lebih lanjut, reaksi metanasi berdampak pada konsumsi H2 pada suhu
rendah dan tekanan tinggi.