Anda di halaman 1dari 44

Bung Karno sang Proklamator (1901-1970)

Metode history pendekatan kualitatif

Disusun Oleh:

Erlangga Daffa Aqiilah

X IPS 2

SMA NEGERI 23

JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah

penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring

salam selalu kita panjatkan kepada Rasullullah SAW, karena kegigihan beliau dan

ridho-Nyalah kita dapat merasakan kenikmatan dunia seperti sekarang ini.

Adapun tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu

Irma Rahmawati selaku guru sejarah peminataan. Penulisaan ini juga bertujuan

untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca sekalian.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Irma Rahmawati selaku guru

sejarah peminataan yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan

penulisan ini tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

semua pihak yang telah memberikan sumbangsihnya dalam penulisan makalah

ini.

Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan dari pembaca sekalian demi

terciptanya kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini

bermanfaat bagi yang memerlukan.

Jakarta,September 2017

Erlangga Daffa Aqiilah

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulis ........................................................................ 2
BAB II Kisah Hidup Bung Karno
2.1 Kelahiran Sang Proklamator ................................................... 3
2.2 Dari Kusno menjadi Karno ..................................................... 3
2.3 Si jago berkelahi dengan anak Belanda .................................. 5
2.4 Pendidikan dan karier Bung Karno ......................................... 6
2.5 Berdirinya PNI ........................................................................ 7
2.6 Bung Karno adalah sosok yang sederhana.............................. 8
2.7 Masakan kesukaan Bung Karno.............................................. 9
BAB III Bung Karno dan kumpulan peristiwa
3.1 Bung Karno dan Hatta diculik ................................................ 8
3.2 Bung Karno dan proklamasi 17 Agustus 1945 ....................... 11
3.3 Mereka ingin membunuh Bung Karno ................................... 16
3.4 Pembebasan Irian Barat .......................................................... 19
3.5 Peristiwa 17 Oktober 1952...................................................... 23
3.6 Misteri surat perintah sebelas Maret ....................................... 26
3.7 Pembrontakan G30S/PKI ........................................................ 28
3.8 Kisah wafatnya Bung Karno .................................................. 31
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makalah ini merupakan sebuah kisah istimewa mengenai kehidupan sang

proklamator, presiden pertama Indonesia, Bung Karno. Makalah ini berbagai

dengan bagaimana masa kecil Soekarno yang tidak jauh berbeda dengan anak-

anak pada umumnya. Ia suka bemain bola, layang-layang, gasing atau manjat-

manjat di pohon jambu. Terkadang ia juga bandel dan membuat kawannya

dongkol, akan tetapi dia juga adalah sosok teman yang baik di mata kawan-

kawannya.

Bung Karno merupakan sosok yang jasanya tidak bisa dilupakan begitu

saja dalam membangun negeri ini. Peranan besar yang telah dilakukan oleh beliau,

terutama dalam hal memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan

akan selalu terpatri sebagai jasa-jasa yang tidak akan tergerus selamanya oleh

masa. Memang, jika kita amati sosok Bapak Bangsa ini merupakan pribadi yang

unik satu sama lainnya.

Sebagai sosok yang memiliki label penggerak massa, Soekarno memiliki

peranan sebagai pemain depan yang dengan jelas terlihat bagaimana pola pikir

dan cara berbicaranya ketika berada di depan podium untuk berpidato. Bung

Karno adalah singa podium yang berjuluk “Penyambung Solidaritas Rakyat”. Ia

memainkan peran dalam menyampaikan pesan persatuan kesatuan untuk

terciptanya Indonesia Merdeka.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana lahirnya Bung Karno?

2. Mengapa nama Kusno diganti menjadi Karno

3. Seperti apa sosok Bung Karno?

4. Bagaimana proses kemerdekaan Indonesia?

1.3 Tujuan Penulis

Untuk mengingatkan generasi muda negara ini akan besarnya nilai jasa para

pejuang dan untuk menimbulkan rasa nasionalisme generasi muda bangsa ini agar

kita semua bisa menghargai jasa para pahlawan.

2
BAB II

Kisah Hidup Bung Karno

2.1 Kelahiran Sang Proklamator

Pada tanggal 6 Juni 1901, lahirlah seorang bayi yang akan membebaskan

Indonesia dari belengu penjajah. Bayi yang riwayatnya tercatat dalam sejarah

peradaban tersebut merupakan buah hati dari pasangan Sukemi Sosrodihardjo,

seorang guru kelahiran Probolinggo dan Ida Ayu Nyoman Rai yang merupakann

kerabat seorang bangsawan di Singaraja Bali.

Kusno, ya satu kata itulah yng diberikan Sukemi kepada sang bayi sebagai

nama panggilannya. Tampaknya tidak hanya keluarga yang menyambut kelahiran

Kusno, namun Gunung Kelud yang biasanya tidak membuat masalah meletus di

saat kelahiran Kusno.

2.2 Dari Kusno menjadi Karno

Bung Karno terlahir dengan nama Kusno. Sejak kecil hingga usia belasan

tahun, Kusno selalu sakit-sakitan. Yang terparah adalah saat ia berumur sebelas

tahun. Sakit thypus menyerangnya dengan hebat. Bahkan kerabat dan handai

taulan menyangka, Kusno berada di ambang pintu kematian.

Dalam kondisi seperti itu, ayahandanya, Sukemi Sosrodihardjo mendorong

semangat Kusno untuk bertahan. Selama dua setengah bulan Kusno tak bangun

dari tempat tidurnya. Dan…. selama itu pula, ayahnya setiap malam tidur di

bawah tempat tidur Kusno. Ia berbaring di atas lantai semen yang lembab di alas

3
tikar pandan yang tipis dan lusuh, tepat berada di bawah bilah-bilah bambu tempat

tidur Kusno.

Memang, riwayat penyakit Kusno kecil berderat panjang. Ia tercatat

pernah mengidap malaria, disentri… pokoknya semua penyakit dan setiap

penyakit. Hingga akhirnya, Sukemi menyimpulkan, nama Kusno tidak cocok,

karenanya harus diganti agar tidak sakit-sakitan. Dalam tradisi Jawa, mengganti

nama seorang anak (terutama bila dianggap tidak cocok karena “terlalu berat” dan

mengakibatkan si anak sakit-sakitan) adalah hal biasa.

Raden Sukemi, ayahanda Kusno adalah penggandrung Mahabharata,

sebuah epik Hindu zaman dulu. Tak heran bila suatu hari Sukemi berkata kepada

Kusno, “Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah salah seorang

pahlawan terbesar dalam cerita Mahabharata.”

Kusno menyambut kegirangan, “Kalau begitu, tentu Karna seorang yang

sangat kuat dan sangat besar…”

“Oh, ya nak,” jawab Sukemi setuju, “juga setia pada kawan-kawan dan

keyakinannya, dengan tidak memperdulikan akibatnya. Tersohor karena

keberanian dan kesaktiannya. Karna adalah pejuang bagi negaranya dan seorang

patriot yang saleh.”

Dan… sambil memegang bahu, serta memandang jauh ke dalam mata

Kusno, berkatalah sang ayah, “Aku selalu berdoa, agar engkau pun menjadi

seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Semoga engkau menjadi

Karna yang kedua.”

4
Nama Karna dan Karno sama saja. Dalam bahasa Jawa, huruf “A” menjadi

“O”. Sedangkan awalan “Su” pada kebanyakan nama orang Jawa, berarti baik,

paling baik. Jadi, Sukarno berarti pahlawan yang paling baik. Begitulah nama

Kusno telah berganti menjadi Karno… Sukarno.

2.3 Si jago berkelahi dengan anak Belanda

Sama seperti yang lainnya, saat kecil Bung Karno adalah anak yang

tergolong gesit dan juga bandel. Di sekolah, dia sering membuat guru-gurunya

kesal karena dia jarang sekali menyimak pelajaran. Justru dia asyik melamun atau

menggambar tokoh pewayangan yang begitu ia kagumi, Bima atau Werkudara.

Termasuk manakala satu persatu anak diminta ke papan tulis menuliskan soal

yang ditanyakan guru, ia paling beda, bukan huruf demi huruf yang ia ukir di

papan, melainkan gambar tokoh pewayangan yang ia kagumi.

Pernah suatu hari saat ia pulang sekolah, ia melihat beberapa anak belanda

tengah bermain bola. Melihat hal tersebut, ia langsung masuk ketengah lapangan.

Namun apa yang dia dapatkan? Ia diusir, diperolok-olok, dihina, dan diejek habis-

habisan oleh anak-anak Belanda. Menurut Ibu Wardoyo, kakak kandung Bung

Karno, anak Belanda memang sudah dididik dari kecil untuk mengejek anak

Indonesia.

Ejekan seperti “Hei kau Bruine, Hei anak kecil coklat goblok yang

malang, Inlander!, Anak kampong ngapain kau ke sini, dan hahaha… rupanya kau

lupa pakai sepatu, dasar kampungan!, adalah ejekan biasa diterima oleh Bung

Karno dan anak-anak Indonesia lainnya.

5
Tentu saja Bung Karno panas mendengar ejekan itu. Dia marah dan

mengamuk. Dia mencoba melawan anak-anak tersebut. Maka perkelahian antara

si “jago” dan anak-anak Belanda pun terjadi. Namun sayangnya Bung karno kalah

dan babak belur dihajar oleh anak Belanda. Kita bisa melihat pelajarab berharga

dari sikap Bung Karno. Dia rela babak belur main sepak bola, asal demi harga diri

bangsa. Karena pada saat itu, sepak bola adalah permainan untuk anak-anak

Belanda. Anak pribumi seperti Bung Karno tidak boleh ikut perkumpulan sepak

bola.

2.4 Pendidikan Dan Karier Ir.Soekarno

Sekitar tahun 1914, Soekarno lulus Sekolah Dasar Bumi Putera di

Mojokerto yang kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar Belanda dan

mendapatkan ijazah calon pegawai negeri rendahan. Setelah itu, Soekarno

melanjutkan pendidikannya ke HBS (Hoogere Burger School), Surabaya.

Selepas lulus HBS tahun 1920, Soekarno berangkat ke Bandung untuk

melanjutkan di THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang

sekarang menjadi ITB). Pada tahun 1926 atau ketika berumur 25 tahun, Soekarno

berhasil menyelesaikan kuliahnya dan berhak menggunakan gelar Civile

Ingeniuer (Insinyur Sipil).

Setelah lulus kuliah, Soekarno dan rekannya, Anwari, mendirikan Biro

Insinyur Soekarno dan Anwari pada tahun 1928. Kemudian pada Agustus 1932, Ia

mendirikan Biro Insinyur Soekarno & Roosseno. Biro itu memberikan jasa

perencanaan dan juga menjadi pemborong. Mula-mula biro itu berkantor di Jalan

6
Banceuy Nomor 18, Bandung. Kemudian pindah ke gedung di Jalan Dalem

Kaum, Bandung.

Soekarno yang merupakan sarjana lulusan teknik sipil, mendapatkan

kemampuan merancang secara otodidak. Semasa kuliah, ia mendapat bimbingan

dari Profesor CP Wolff Schoemaker dalam mata kuliah Menggambar Arsitektur.

Ia juga sempat magang sebagai juru gambar di biro arsitek milik sang profesor.

Pada masa magang inilah, Soekarno diberikan kesempatan mengembangkan

desain paviliun Hotel Preanger yang sedang direnovasi.

2.5 Berdirinya PNI

Pada 4 Juli 1927 Soekarno mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia)

untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Akibatnya, Belanda,

memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929.

Dia dikategorikan sebagai tahanan yang berbahaya. Bung Karno muda

begitu bersemangat memperjuangkan kemerdekaan. Namun sejak dipenjara

komunikasi Bung Karno dengan rekan-rekan seperjuangannya nyaris putus.

Delapan bulan kemudian ia baru disidangkan. Dalam pembelaannya

berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI

pun dibubarkan.

7
2.6 Bung Karno adalah sosok yang sederhana

Kebiasaan makan Bung Karno sederhana sekali. Kalau makan di istana,

hanya dengan tangan, tidak pakai sendok dan garpu. Ini kebiasaannya sejak dulu,

terutama kalau makan bersama keluarga. Nasinya hanya satu mangkok kecil.

Yang paling digemari sayur lodeh, sayur asam, dan telur mata sapi. Juga ikan asin

goreng dan sambal. Sambalnya tidak dipindah dari cowek atau ditaruh di piring

kecil. Tapi harus tetap di cowek (cobek). Benar-benar menu rakyat biasa. Ia juga

suka kopi tubruk, sayur daun singkong, sawo, dan pisang.

Kalau pagi suka minum kopi tubruk. Resepnya, satu cangkir diisi dengan

satu sendok kopi dan satu setengah sendok gula. Sarapannya tempe goreng atau

roti bakar dan dua sendok teh madu tawon, telur ayam mata sapi. Kalau sudah

selesai makan, Bung Karno selalu merokok satu batang rokok States Express

(“555”).

Suatu hari, selesai jalan-jalan di Istana Merdeka Bung Karno mengajak

Letnan Soetikno, pembantu ajudan presiden dan Mangil ikut makan pagi.

Menunya sederhana. Bung Karno makan satu mangkok kecil nasi, sayur daun

singkong, sambal, dan ikan asin goreng. Buahnya sawo dan pisang. Ia makan

pakai tangan, sedang Letnan Soetikno dan Mangil pakai sendok dan garpu.

Minumnya hanya teh. Sambalnya ditaruh di cobek, lengkap dengan munthu-nya.

Kalau minum manis, Bung Karno tidak mau pakai gula, tapi sakarin. Ia

juga suka makan sate ayam di Pantai Tanjungpriok bersama putra-putrinya. Kalau

pergi ke rumah makan, terutama RM Tungkong di Menteng (sekarang namanya

8
RM Cahaya Kota), Bung Karno senang mi goreng, nasi goreng, ayam goreng,

atau sate ayam.

Soal pakaian, Bung Karno paling teliti. Kalau ada wartawan atau kawan

berpakaian kurang rapi, atau dasi miring, langsung dia betulkan. Ia sendiri kalau

berpakaian sangat rapi.

Pakaian hariannya sederhana. Kalau ada yang robek, diperintahkan

menjahitnya kembali dan terus dipakai lagi.

Apalagi kalau pakaian sangat disenangi, sungguh pun sudah robek dan

sudah jahitan, tetap dipakai. Termasuk sandal, lebih senang memakai yang sudah

lama, hampir rusak. Bung Karno juga paling gemar dengan kursi rotan yang sudah

lama dipakai. Alasannya, kursi rotan lama akan mengikuti bentuk tubuh

pemakainya. Jadi, lebih enak diduduki.

2.7 Masakan kesukaan Bung Karno

Selera Bung Karno bisa dibilang jauh berbeda dibandingkan beberapa

pejabat lainnya. Bung Karno bukanlah orang yang suka dengan makanan-

makanan mewah ataupun makanan yang biasa dimakan orang-orang kaya. Bung

Karno memiliki selera yang sama dengan makanan yang dimakan oleh rakyat

jelata.

Sayur singkong, sayur lodeh, sambal terasi ataupun ikan asin merupakan

masakan kesukaan Bung Kano. Sungguh masakan yang sederhana bukan? Yah,

9
tidak ada yang menyangka kalau orang yang menjadi nomor satu di Indonesia

kala itu suka dengan sayur singkong ataupun terasi. Tapi itulah buktinya. Bung

Karno memang tidak pernah lepas dari masakan-masakan tersebut.

Mangil Martowidjojo, bekas komandan Datasemen pengawal pribadi

Presiden Soekarno yang meninggal pada Januari 1993, mengakui bahwa Bung

Karno adalah orang yang benar-benar sederahana terlebih soal makan. Ia biasanya

makan bersama keluarga dan terkadang juga membawa para ajudan dan teman-

teman dekatnya untuk makan bersama. Menu yang paling sering adalah sayur

lodeh beserta sambal dan ikan asin.

Untuk sambalnya sendiri ia tidak memasukkan langsung ke dalam

piringnya, namun ia langsung mengambilnya dari cobek seperti cara makan orang

tradisional. Selain itu, ia juga tidak menggunakan sendok ataupun pisau saat

makan akan tetapi langsung menggunakan tangannya sendiri.

Selain sayur lodeh, nasi pecel adalah makanan lain yang disukai oleh Bung

Karno. Bahkan di tahun 1979 saat pemugaran makam Bung Karno, suguhan

makanan siang bukan aneka hidangan lengkap dalam formasi prasmanan,

melainkan nasi pecel. Hal ini karena Bung Karno tidak pernah lupa makan pecel.

Bahkan ketika ia jadi presiden pun kebiasaanya makan nasi pecel tidak pernah

hilang.

10
BAB III

Bung Karno dan kumpulan peristiwa

3.1 Bung Karno dan Hatta diculik

Peristiwa Rengasdengklok tak bisa dilepaskan dari sejarah perjalanan

bangsa ini. Peristiwa 'penculikan' terhadap dua proklamator itu menjadi salah satu

momen penting jelang proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, keinginan untuk segera

memproklamasikan kemerdekaan semakin menggelora di bangsa Indonesia.

Namun, saat itu terdapat perbedaan pendapat yang tajam antara golongan muda

dengan golongan tua soal pelaksanaan proklamasi.

Kaum tua yang dimotori Bung Karno dan Hatta saat itu lebih kepada

perhitungan politiknya. Mereka berpandangan untuk memproklamasikan

kemerdekaan diperlukan revolusi yang terorganisir dengan baik. Karenanya,

kerjasama dengan Jepang masih diperlukan agar tidak terjadi pertumpahan darah.

Soekarno dan Hatta kemudian bermaksud membahas pelaksanaan

proklamasi dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebab,

dengan demikian pelaksanaan proklamasi tidak akan menyimpang dari ketentuan

Jepang.

Hal itu sontak mendapat penolakan keras dari golongan muda, yang saat itu

dimotori Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana. Mereka menilai PPKI adalah

11
buatan Jepang, sementara mereka menginginkan proklamasi kemerdekaan

Indonesia tanpa ada embel-embel negara Sakura itu.

Pertemuan antara golongan muda dengan golongan tua kemudian digelar di

kediaman Bung Karno, Jl Pegangsaan Timur No 56, Jakarta, pada Rabu, 15

Agustus 1945, sekitar pukul 22.00 WIB. Saat itu, terjadi perdebatan 'panas' antara

golongan muda dengan Bung Karno mengenai proklamasi kemerdekaan

Indonesia.

Perdebatan panas tersebut dimuat di dalam buku "Lahirnya Republik

Indonesia." Jakarta: Kinta. 1978, karya Ahmad Soebardjo (1978) dan "Samudera

Merah Putih 19 September 1945." Jilid 1. Jakarta: Pustaka Jaya. 1984, karya

Lasmidjah Hardi.

Dalam perdebatan itu, golongan muda tetap bersikeras pelaksanaan

proklamasi kemerdekaan harus segera dilakukan, jika perlu saat itu juga. Mereka

bahkan mengaku siap melawan tentara Jepang jika terjadi pertumpahan darah.

Namun, Bung Karno saat itu berpandangan kekuatan para pejuang belum cukup

untuk melawan kekuatan bersenjata tentara Jepang.

Setelah tak juga mendapatkan titik temu, Bung Karno akhirnya berunding

kepada sejumlah tokoh dari golongan tua, di antaranya Mohammad Hatta,

Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Namun, hasil

perundingan itu ternyata tak sesuai dengan keinginan golongan muda.

Saat itu, Hatta mengatakan, hasil keputusan yang didapat tidak menyetujui

keinginan golongan muda. Sebab dinilai kurang perhitungan dan dapat

12
menimbulkan banyak korban jiwa. Tak terima dengan keputusan itu, golongan

muda kemudian 'menculik' Bung Karno dan Bung Hatta, pada Kamis 16 Agustus

1945 sekitar pukul 04.00 WIB.

Meski kecewa dan marah atas 'penculikan' itu, Bung Karno dan Bung Hatta

tetap mengikuti keinginan para pemuda untuk menghindari adanya keributan. Saat

itu, Bung Karno mengikutsertakan sang istri, Fatmawati dan anaknya, Guntur,

yang masih balita.

Keduanya kemudian dibawa ke sebuah rumah milik salah seorang pimpinan

PETA, Djiaw Kie Siong, di sebuah kota kecil di dekat karawang yakni

Rengasdengklok. Letak Rengasdengklok yang terpencil menjadi salah satu alasan

para pemuda memilih tempat itu agar mudah mendeteksi pergerakan tentara

Jepang jika menuju tempat itu.

Meski di lokasi itu para pemuda mendesak keduanya untuk segera

memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dua proklamator itu tak juga tunduk

pada keinginan para pemuda itu.

Kemudian, pada siang harinya, perdebatan panas terjadi antara Bung Karno

dengan para pemuda. Bung Karno yang terus ditekan agar segera

memproklamasikan kemerdekaan berkukuh akan melakukan hal itu pada 17

Agustus 1945.

Sejumlah alasan disampaikan oleh Bung Karno soal pemilihan 17 Agustus

1945. Sementara itu, kesepakatan terjadi di Jakarta antara golongan tua yang

diwakili Ahmad Soebardjo dengan golongan muda yang diwakili Wikana. Saat itu

keduanya sepakat proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan di Jakarta.

13
Berbekal kesepakatan itu, Bung Karno dan Bung Hatta kemudian dijemput

Ahmad Soebardjo untuk kembali ke Jakarta. Saat itu, Ahmad Soebardjo

menjanjikan kepada para pemuda yang berada di Rengasdengklok bahwa

proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945

p[aling lambat pukul 12.00 WIB.

Atas jaminan itu, kedua proklamator itu kemudian diizinkan kembali ke

Jakarta. Singkat cerita, proklamasi kemerdekaan Indonesia akhirnya

diproklamirkan Bung Karno dengan didampingi Hatta pada Jumat 17 Agustus

1945.

3.2 Bung Karno dan proklamasi 17 Agustus 1945

Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan

teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini

hari. Teks proklamasi ditulis diruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln

Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs.

Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir.

Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan

Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu

adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks

Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus

1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain

Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.

14
Acara dimulai pada pukul 10:00 WIB dengan pembacaan teks proklamasi

kemerdekaan indonesia oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks.

Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan,

disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan

Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk

menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera

sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief

Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut.

Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah

Putih ( Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari

sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu

Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang

anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena

mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan.

Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak.

Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18

Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil

keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai

dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.

Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia

yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang

15
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan

dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M. Hatta terpilih atas usul dari Oto

Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden akan dibantu oleh

sebuah Komite Nasional.

Itulah uraian tentang sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus

1945 yang perlu Anda ketahui. Kini sudah 70 tahun Indonesia merdeka, sudah

saatnya kita mengisi kemerdekaan Indonesia dengan belajar, bekerja dan

membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai ini.

Dirgahayu Republik Indonesia, MERDEKA !!.

3.3 Mereka ingin membunuh Bung Karno

Bung Karno sering mengalami percobaan pembunuhan. Semasa hidup ia

mengalami percobaan pembunuhan dari tingkat baru rencana sampai eksekusi

hingga sebanyak 23 kali.

Ajudan Soekarno, Sudarto Danusubroto, menceritakan, ada 7 kali

percobaan pembunuhan terhadap Soekarno yang menggemparkan.

Dalam buku Total Bung Karno karya Roso Daras dituliskan bahwa Bung

Karno selalu lolos meski dihujani granat, bahkan bom pesawat tempur. Percobaan

pembunuhan pernah terjadi pada 30 November 1957. Presiden Soekarno datang

ke Perguruan Cikini (Percik), tempat bersekolah putra-putrinya, dalam rangka

perayaan ulang tahun ke-15 Perguruan Cikini.

16
Granat tiba-tiba meledak di tengah pesta penyambutan presiden. Sembilan orang

tewas, 100 orang terluka, termasuk pengawal presiden. Soekarno beserta putra-

putrinya selamat. Tiga orang ditangkap akibat kejadian tersebut. Mereka

perantauan dari Bima yang dituduh sebagai antek teror gerakan DI/TII.

Percobaan pembunuhan kedua terjadi pada 9 Maret 1960. Tepat siang

bolong Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang berasal dari tembakan

kanon 23 mm pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel Maukar. Maukar adalah

Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta.

Kanon yang dijatuhkan Maukar menghantam pilar dan salah satunya jatuh

tak jauh dari meja kerja Soekarno. Untunglah Soekarno tak ada di situ. Soekarno

tengah memimpin rapat di gedung sebelah Istana Presiden.

Pada April 1960. Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev,

mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Dia menyempatkan diri

mengunjungi Bandung, Yogya dan Bali. Presiden Soekarno menyertainya dalam

perjalanan ke Jawa Barat.

Tatkala sampai di Jembatan Rajamandala, ternyata sekelompok anggota

DI/TII melakukan penghadangan. Beruntung, pasukan pengawal presiden sigap

meloloskan kedua pemimpin dunia tersebut.

Pada 7 Januari 1962, Presiden Soekarno tengah berada di Makassar.

Malam itu, ia akan menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin. Ketika

itulah, saat melewati Jalan Cendrawasih, seseorang melemparkan granat. Granat

itu meleset, jatuh mengenai mobil lain. Soekarno selamat. Pelakunya Serma

Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya divonis hukuman mati.

17
Selain itu, percobaan pembunuhan terjadi pada 14 Mei 1962. Bachrum

sangat senang ketika berhasil mendapatkan posisi duduk pada saf depan dalam

barisan jemaah Salat Idul Adha di Masjid Baiturahim. Begitu melihat Soekarno,

dia mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya, moncong lalu diarahkan ke

tubuh Soekarno.

Klik! Apa daya jarinya kelu. Dalam sepersekian detik ketika tersadar, arah

pun melenceng, dan peluru meleset dari tubuh Soekarno, menyerempet Ketua

DPR GR KH Zainul Arifin. Bachrum divonis hukuman mati, namun kemudian

dia mendapatkan grasi.

Pada 1960-an. Presiden Soekarno dalam kunjungan kerja ke Sulawesi.

Saat berada dalam perjalanan keluar dari Lapangan Terbang Mandai, sebuah

peluru mortir ditembakkan anak buah Kahar Muzakkar. Arahnya ke kendaraan

Bung Karno, tetapi ternyata meleset jauh. Soekarno sekali lagi, selamat.

Desember 1964, Presiden Soekarno dalam perjalanan dari Bogor menuju

Jakarta. Rombongannya membentuk konvoi kendaraan. Dalam laju kendaraan

yang perlahan, mata Soekarno sempat bersirobok dengan seorang lelaki tak

dikenal di pinggir jalan. Perasaan Soekarno kurang nyaman.

Benar saja, lelaki itu melemparkan sebuah granat ke arah mobil presiden.

Beruntung, jarak pelemparannya sudah di luar jangkauan mobil yang melaju.

Soekarno pun selamat.

18
Dari kesemuanya, Bung Karno tetap selamat, tetap sehat, dan tidak gentar.

Dia terus saja menjalankan tugas kepresidenan

Granat tidak mempan, peluru pistol tidak kena, rudal dari pesawat juga

meleset . Apa titik lemah Bung Karno? Soekarno membeberkan bagaimana cara

membunuhnya. Menurutnya rakyatlah yang membuatnya tetap hidup, sehingga

untuk membunuhnya cukup menjauhkannya dari rakyatnya.

"Semua yang kucapai selama di dunia, ini adalah karena rakyatku, tanpa

rakyat aku tak bisa apa-apa. Jadi tidak perlu senapan, bom apalagi pesawat tempur

hanya untuk membunuh seorang Bung Karno, jauhkan saja aku dari rakyatku,

maka aku akan mati perlahan-lahan," katanya.

3.4 Pembebasan Irian Barat

Pembebasan Irian Barat dilakukan karena Belanda terus mengulur-ngulur

waktu untuk menyerahkan Irian Barat ke tangan Indonesia. Belanda menganggap

bahwa Irian Barat adalah salah satu provinsi kerajaan Belanda. Sikap Belanda

yang tidak tegas dan ingin mempertahankan Irian Barat membuat Bung Karno

gerah. Sebenarnya, pada tahun 1949 telah diadakan sebuah konfrensi yang disebut

dengan Konfrensi Meja Bundar dengan keputusan bahwa

1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai Negara

merdeka dan berdaulat.

2. Penyelesaian soal Irian Barat ditangguhkan sampai tahun berikutnya.

19
3. RIS sebagai Negara berdaulat penuh kerjasama dengan belanda dalam

suatu perserikatan yang dikepalai oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela

dengan kedudukan dan hak yang sama.

4. RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsensi, dan

izin baru bagi perusahaan-perusahaan.

5. Semua utang bekas Hindia Belanda harus dibayar oleh RIS.

Namun, setahun kemudian, yaitu tahun 1950 Belanda tetap tidak terlihat

memiliki niat untuk menyerahkan Irian Barat kepdada Indonesia. Mereka terus

mengulur-ngulur waktu dan enggan untuk menyerahkan Irian Barat. Tentu saja

Indonesia sudah tidak sabar dengan perlakuan Belanda tersebut. Maka, Indonesia

mulai mengambil langkah tegas untuk mengambil langkah tegas untuk merebut

Irian Barat kembali.

Berbagai perundingan ataupun konfrontasi telah dilakukan Indonesia demi

mendapatkan Irian Barat, akan tetapi terus menuai kegagalan. Indonesia marah,

Bung Karno pun geram. Dalam pidatonya “Membangun Dunia Kembali” di forum

PBB tanggal 30 September 1960, telah cukup memperlihatkan betapa tidak

senangnya Bung Karno dengan sikap Belanda. Bung Karno berujar, “Kami telah

mengadakan perundingan-perundingan bilateral. Harapan lenyap, kesadaran

hilang, bahkan toleransi pun mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis

Belanda tidak memberikan alternative lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”

Ahkhirnya kesabaran Indonesia pun habis dan terbentuklah Trikora. Trikora

merupakan sebuah operasi yang bertujuan untuk mengembalikan wilayah papua

bagian barat ke NKRI. Trikora muncul karena adanya kekecewaan dari pihak

20
Indonesia yang selalu gagal dalam perundingan dengan Belanda untuk

mengembalikan Irian Barat. Trikora dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 19

Desember 1961 bertempat di Alun-alun Utara Yogyakarta.

Sebelumnya, Bung Karno telah memerintahkan Jend. A.H. Nasution untuk

mencari peralatan militer ke luar negeri, Negara yang pertama dikunjungi adalah

Amerika, namun menolaknya, lalu A.H. Nasution meminta bantuan pada Uni

Soviet dan berhasil mengadakan perjanjian jual beli senjata dan peralatan tempur.

Dengan berhasilnya mendatangkan peralatan militer yang sebanyak itu, Indonesia

menjelma menjadi Negara yang memiliki angkatan udara terkuat di bumi bagian

selatan.

Maka pada tanggal 19 Desember 1961 bertempatan di Yogyakarta, Bung

Karno mengumumkan Trikora dalam rapat raksasa di alun-alun utara Yogyakarta

yang isinya:

1. Gagalkan pembentukan “Negara Papua” bikinan Belanda Kolonial.

2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.

3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna memepertahankan kemerdekaan

dan kesatuan tanah air bangsa.

Melihat kekuatan militer Indonesia yang sudah pada posisi mengepung pulau

Papua, Amerika selaku sekutu Belanda mengusulkan diaddakannya perundingan

dan mendesak belanda untuk segera menyerahkan Papua Barat pada Indonesia,

pada tanggal 15 Agustus 1962 diadakan perundingan ‘Markas PBB’ di New York

dan dikenal dengan perjanjian New York yang isi pokonya adalah penyerahan

wilayah Papua Barat pada PBB (UNTEA) untuk selanjutnya diserahkan kepada

21
Indonesia yang sebelumnya harus diadakan proses ‘Penentuan Pendapat Rakyat’

(PEPERA) yang diselenggarakan sebelum tahun 1969”. Isi pokok persetujuan:

1. Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA)

akan menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak

saat itu bendera Merah Putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat.

2. Pada tanggal 31 Desember 1962 bendera Merah Putih berkibar di samping

bendera PBB.

3. Pemulangan anggota-anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai

tanggal 1 Mei 1963.

4. Selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi

menerima penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB.

5. Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan penentuan

pendapat rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.

Untuk menghormati isi perjanjian tersebut, Presiden Soekarno pada

tanggal 18 Agustus 1962 memerintahkan untuk menarik mundur semua pasukan

dari papua. PEPERA diselenggarakan tahun 1969, isi PEPERA berupa 2 pilihan

yaitu: tetap bergabung dengan Indonesia atau memisahkan diri dari Indonesia.

Dan hasilnya adalah Papua Barat tetap bergabung dengan Indonesia. Dengan

demikian Papua Barat menjadi provinsi ke-26 dan berganti nama menjadi Irian

Jaya.

22
3.5 Peristiwa 17 Oktober 1952

Titik terendah hubungan antara politikus dan TNI terjadi tanggal 17

Oktober 1952. Tepat 62 tahun lalu, TNI mengerahkan meriam ke depan istana

negara. Mereka memaksa Bung Karno membubarkan parlemen.

TNI merasa DPR terlalu ikut campur urusan tentara. Apalagi mereka

merasa, para wakil rakyat yang duduk di parlemen bukan pilihan rakyat. Sebagian

besar datang dari perwakilan negara federal buatan Van Mook. Ada juga unsur

komunis yang dulu pernah menjadi lawan Angkatan Darat saat peristiwa Madiun

1948.

Demokrasi liberal di Indonesia dari tahun 1950 hingga 1959 diwarnai

ketidakstabilan politik. Ada kabinet yang umurnya hanya beberapa bulan saja.

Gonjang ganjing politik selalu terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara.

Hal ini diperburuk dengan korupsi yang merajalela.

TNI AD pun saat itu dilanda perpecahan. Kolonel Bambang Supeno

menyurati DPRS dan menilai Kolonel Nasution tak pantas memimpin Angkatan

Darat. Hal ini jadi pintu masuk para politikus menyerang TNI.

Saat itu Kolonel Alex Kawilarang adalah Panglima Teritorium III Jawa

Barat. Dia sebenarnya bukan tentara yang suka berpolitik. Namun akhirnya

terbawa emosi juga. Kawilarang bercerita soal pertemuannya dengan Jenderal

Mayor TB Simatupang yang saat itu menjabat Kepala Staf Angkatan Perang.

"Mengapa ribut di parlemen?" kata Kawilarang polos.

23
Simatupang balik bertanya. "Apa kamu pernah menghadiri sidang di

parlemen?" Kawilarang menjawab tidak. "Itu mereka semua sudah gila," kata

Simatupang.

Kisah ini dituturkan Alex Evert Kawilarang dalam biografi Untuk Sang

Merah Putih karya Ramadhan KH yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.

Kawilarang pun kemudian mengikuti perkembangan politik. Dia mengaku cepat

terbawa emosi, karena saat itu masih muda, baru berusia 32 tahun.

Simatupang sempat mengingatkan para perwira tersebut. "Kritik oke, tapi

jangan kup (kudeta)," pesannya. Maka terjadilah peristiwa 17 Oktober. Massa

yang didukung TNI AD berdemo di depan istana. Komandan Resimen Tujuh

Mayor Kemal Idris mengerahkan meriam dengan moncong menghadap istana.

Nasution menghadap dan diterima presiden bersama Kolonel M Simbolon,

Letkol Kosasih, Letkol M Bakhrum, Letkol Suwondo, Letkol A Gani, Letkol

Sutoko, letkol Sukanda, Letkol Suprapto, Letkol Suryo Sunarso, Letkol S Parman,

letkol Askari, Letkol Azis Saleh, Letkol Sumantri dan Kolonel Kawilarang. Lalu

menyusul TB Simatupang dan Letkol Daan Yahya.

Letkol Sutoko menjelaskan gerakan tersebut pada Bung Karno. Mereka

datang sebagai anak yang mengadu pada orang tuanya. Sutoko menjelaskan saat

itu suasana politik tidak stabil. Umur kabinet hanya 6-8 bulan. Dua pertiga

anggota parlemen di DPRS berasal dari negara boneka bikinan Belanda.

24
"Kami anggap bahaya bagi negara yang masih muda seperti negara kita

ini, apabila tidak ada stabilitas politik di dalam negeri. Keadaan partai pada saat

ini adalah satu sumber yang menyebabkan labilnya politik di dalam negeri," kata

Soetoko mewakili para perwira itu. "Maka dimohonkan agar presiden sebagai

panglima tertinggi juga mengakhiri cara parlemen seperti itu dan membentuk

DPR yang baru dalam waktu singkat dengan memperhatikan kehendak rakyat,"

lanjutnya.

Menghadapi para tentara, Soekarno mengaku memahami kekhawatiran

mereka. Tapi dia meminta tentara tak ikut campur masalah politik. Soekarno

berjanji akan menyelenggarakan pemilihan umum secepatnya. Tapi dia tak mau

membubarkan parlemen.

Gerakan 17 Oktober 1952 gagal. Demonstran yang mendemo Soekarno

langsung berbalik berteriak 'Hidup Bung Karno', saat ditemui pemimpin besar

revolusi tersebut.

Para prajurit yang mengoperasikan meriam-meriam di depan istana juga

tak berkutik menghadapi Soekarno.

Peristiwa 17 Oktober berbuntut panjang dan menimbulkan kisruh di

internal TNI AD. Pemerintah akhirnya menggelar Pemilihan Umum tahun 1955,

yang disebut sebagai pemilihan paling demokratis dalam sejarah Indonesia.

25
3.6 Misteri surat perintah sebelas Maret

Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada

tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet

Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri".

Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan

pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau

"pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad

dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-

orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah

Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I

Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor

dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh

Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor.

Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian

menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima

Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat

peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak

menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai

ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario

Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).

26
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke

Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral

M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat.

Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga

perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan

ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu

mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau

surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan.

Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga

pukul 20.30 malam.

Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang

dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai

Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan

Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan

ketertiban.

Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966

pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD

Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono, di mana saat

itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966

sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI

disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah

Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat

27
berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai

Supersemar itu tiba.

3.7 Pembrontakan G30S/PKI

Pada 1 Oktober 1965 pagi, Presiden Soekarno (Bung Karno) yang sedang

berada di rumah Ratna Sari Dewi Sukarno, Wisma Yaso (sekarang Museum Satria

Mandala), Jakarta pada pukul 06.30 WIB sudah siap memasuki mobil dinas untuk

menuju ke Istana Merdeka.

Para personel pengawal Presiden yang dikomandani Kompol Mangil pun

sudah bersiap melakukan pengawalan. Tapi sebelum berangkat Bung Karno

sempat meminta penjelasan mengenai penembakan di rumah Dr.Leimena dan

Jenderal AH Nasution. Namun Mangil ternyata tidak bisa memberikan penjelasan

sehingga membuat Bung Karno sempat marah-marah kepada Mangil.

Dari pertanyaan Bung Karno kepada Mangil yang merupakan orang

kepercayaan Bung Karno itu, rupanya keduanya belum tahu jika pada malam 30

September 1967 telah terjadi aksi penculikan dan pembunuhan para Jenderal TNI

AD oleh gerombolan bersenjata yang kemudian dikenal sebagai G30S/PKI.

Namun, berdasar situasi pada 1 Oktokber 1965 yang berkembang

demikian cepat rencana perjalanan Bung Karno menuju Istana Merdeka

dibatalkan. Apalagi saat itu Istana Merdeka ternyata telah di kepung oleh

"pasukan liar berseragam hijau" dari salah satu satuan TNI AD.

28
Demi keamanan dan keselamatan Bung Karno ketika sedang dalam

kondisi darurat, Bung Karno kemudian dibawa ke Pangkalan Udara Halim

Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Pasukan Pengawal Istana Presiden, Cakrabirawa memang sudah memiliki

prosedur tetap jika Bung Karno keselamatannya terancam dan dalam situasi

darurat, maka Presiden harus dibawa ke asrama militer terdekat atau ke lokasi

yang telah ditentukan.

Lokasi untuk penyelamatan Presiden itu antara lain, Pangkalan Udara

Halim Perdanakusuma mengingat di pangkalan ini sudah ada pesawat

kepresidenan Jetstar yang selalu dalam kondisi siap terbang.

Dua lokasi lainnya yang selalu disiagakan untuk penyelamatan Presiden

adalah pelabuhan Angkatan Laut Layar Berkembang di Tanjung Priuk karena di

pangkalan laut ini selalu siaga kapal laut kepresidenan Varuna I-II. Atau terbang

menuju Istana Bogor menggunakan helikopter kepresidenan yang selalu siaga di

lingkungan Istana Merdeka.

Jadi membawa Bung Karno ke pangkalan udara Halim Perdanakusuma

pada 1 Oktober 1965 pagi sudah merupakan prosedur yang benar bagi

keselamatan Presiden.

Rombongan Bung Karno tiba Halim pada sekitar pukul 09.30 WIB dalam

kondisi Halim masih sepi dan langsung menuju ke gedung Komando Operasi

(Koops) AURI.

Di ruangan Koops telah menunggu Laksamana Omar Dhani dan Komodor

Leo Watimena yang kemudian melaporkan situasi yang sedang terjadi. Mangil

29
dan anak buahya lalu keluar ruangan untuk mengatur penjagaan di seputar gedung

tersebut.

Sewaktu Bung Karno sudah cukup lama berada di gedung Koops

kemudian datang tiga perwira dari Angkatan Darat, yakni Brigjen Supardjo

Panglima Komando Tempur Mandala Siaga, Mayor Bambang Supeno, dan Mayor

Sukirno.

Masing-masing adalah Komandan Batalyon Dharma Putra Kostrad yang

pasukannya waktu itu sedang mengepung Istana Merdeka. Perwira yang

kemudian masuk gedung dan menghadap Bung Karno adalah Brigjen Supardjo

untuk melaporkan tentang peristiwa penembakan dan penculikan dengan korban

para perwira tinggi.

Bung Karno kemudian memerintahkan Brigjen Supardjo agar segera

menghentikan pertempuran. Tapi pada saat itu, Brigjen Supardjo juga meminta

agar Bung Karno mendukung G30S. Namun, permintaan Brigjen Supardjo kepada

Bung Karno agar mendukung Gerakan G30S ternyata ditolak dengan tegas.

Penegasan Bung Karno itu menunjukkan bahwa sebagai Presiden RI, ia

memang bisa menerima PKI karena saat itu merupakan partai yang sah dan harus

bekerja sama.

Tapi Bung Karno ternyata menolak mendukung G30S yang cara kerja

kerjanya melanggar hukum dan mengedepankan aksi kekerasan serta anti

Pancasila. Saat berjalan keluar gedung, Brigjen Supardjo yang ternyata

merupakan salah satu dalang G30S tampak lesu dan kecewa sekali. Pasalnya

30
dengan sikap Bung Karno yang menolak mentah-mentah untuk mendukung G30S,

manuver PKI untuk mengambil kekuasaan jadi buyar.

Apalagi Brigjen Supardjo yang dalam Gerakan G30S merupakan wakilnya

Letkol Untung (penanggung jawab G30S dari sisi militer) ternyata tidak memiliki

"Plan B" demi mengantisipasi sikap Bung Karno yang ternyata tidak mau

mendukung G30S.

Strategi G30S bahkan kemudian berhasil ditelikung oleh strategi

Pangkostrad Mayjen Soeharto yang sukses membalikkan keadaan dan menumpas

G30S.

3.8 Kisah wafatnya Bung Karno

Pada Sidang istimewa tahun 1967, MPRS memberhentikan jabatan Presiden

RI pertama Soekarno. MPRS, melalui surat, juga memerintahkan Bung Karno

untuk segera meninggalkan Istana Bogor dalam waktu 2 x 24 jam. Bung Karno

lantas pindah ke Wisma Yaso.

Dalam buku 'Hari-hari Terakhir Sukarno' karya Peter Kasenda dan buku

'Kejayaan Dan Saat-saat Terakhir Bung Karno' karya Soewarto mengisahkan

kondisi mengenaskan Bung Karno saat tidak lagi menjabat sebagai Presiden RI.

Saat itu Bung Karno yang tengah sakit parah harus menjalani interogasi

Kopkamtib (Komando Pemulihan dan Keamanan). Setelah sakit Bung Karno

semakin parah barulah Soeharto memerintahkan penghentian interogasi. Namun,

ini tak lantas menandai siksaan Soekarno berakhir.

31
Siksaan fisik dan psikis justru semakin menjadi-jadi. Para tentara yang

ditugaskan mengawal Soekarno sungguh tidak memperlakukannya secara layak.

Tak jarang mereka membentak Soekarno dengan kasar karena masalah-masalah

sepele.

Banyak rumor beredar di masyarakat bahwa Bung Karno hidup sengsara di

Wisma Yaso. Beberapa orang diketahui nekat membebaskan Bung Karno. Bahkan

ada satu pasukan khusus KKO (Korps Komando) yang dikabarkan sempat

menembus penjagaan dan berhasil masuk ke dalam kamar Bung Karno. Tapi,

Bung Karno menolak mengikuti permintaan mereka karena menganggap hal itu

akan memancing perang saudara.

Dokter Mahar Mardjono yang ikut merawat Soekarno kala itu memberi

kesaksian, obat-obat yang diresepkannya tidak pernah diberikan. Obat-obat

tersebut hanya disembunyikan di laci oleh dokter tentara yang bertugas merawat

Bung Karno. Di Wisma Yaso ini kamar Bung Karno tampak suram karena tidak

terawat. Yang ada hanya sebuah termos dengan gelas kotor.

Mohammad Hatta yang dilapori kondisi Bung Karno lantas menulis surat

tertuju pada Soeharto, mengecam cara merawat Soekarno. Demi mengingat

sahabatnya, Hatta duduk di beranda rumahnya sambil menangis sesenggukan.

Kepada istrinya Rachmi, Hatta lantas menyampaikan keinginannnya untuk

bertemu dengan Soekarno.

“Kakak tidak mungkin ke sana, Bung Karno sudah jadi tahanan politik,”

kata Rachmi. Hatta bersikeras meyakinkan istrinya agar bisa menemui Soekarno.

Seraya menoleh pada istrinya, Hatta berkata: “Soekarno adalah orang terpenting

32
dalam pikiranku, dia sahabatku, kami pernah dibesarkan dalam suasana yang

sama agar negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan diantara kita itu

lumrah tapi aku tak tahan mendengar berita Soekarno disakiti seperti ini.”

Keinginannya juga disampaikan kepada Soeharto yang sudah meminpin

sebagai Presiden RI. Dia menyampaikannya melalui sebuah surat bernada tegas

yang langsung disetujui Soeharto.

Di Wisma Yaso Sukarno dijenguk oleh dua sahabat setianya, Bung Hatta

dan Ali Sadikin. Meski begitu, Sukarno sangat tersiksa oleh penyakitnya.

Diceritakan dalam dua buku itu bila Sukarno sering berteriak-teriak “Ya Allah,

sakit. Ya Allah, sakit sekali...!”

Tidak ada yang menolong Sukarno. Tentara pengawal hanya bisa diam,

menerima perintah komandan. Sampai-sampai ada seorang tentara yang menangis

mendengar teriakan Bung Karno di depan pintu kamar. Kepentingan politik tak

bisa membendung rasa kemanusiaan, dan air mata adalah bahasa paling jelas dari

rasa kemanusiaan itu.

Hingga pada 16 Juni 1970 sampailah Sukarno pada titik nadir

pertahanannya. Bung Karno jatuh koma. Lelaki yang pernah begitu mempesona

dan digila-gilai wanita-wanita cantik itu kini tak ubahnya laiknya mayat hidup.

Di rumah sakit, Hatta menemui Sukarno yang tergolek lemah. Tak disangka

ini menjadi pertemuan terakhir kedua sahabat itu. Dengan hati-hati Hatta

menghampiri sahabat lamanya itu. Sukarno yang semalam koma mendadak

tersadar oleh kehadiran Hatta.

33
“Bagaimana keadaanmu, No?" kata Hatta sembari berusaha

menyembunyikan hatinya yang hancur melihat kondisi sahabatnya itu.

“Hou gaat het met jou..?” (Bagaimana keadaanmu?). Sukarno balik

bertanya, mengingatkan saat-saat perjuangan mereka. Sambil memaksakan diri

untuk tersenyum, Hatta meraih tangan Sukarno. Perlahan Hatta mulai memijit

Sukarno dengan lembut. Nyaman dengan sahabatnya, Sukarno meminta Hatta

untuk memasangkan kaca matanya agar bisa melihat sahabatnya dengan lebih

jelas.

Sukarno yang dulu gagah dan mempesona itu pun menangis sesenggukan di

hadapan sahabat lamanya. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan

seperjuangannya, bak bayi kehilangan mainan.

Hatta yang berperangai dingin dan tak terbiasa menunjukkan perasaannya,

kali ini tak kuat membendung bulir air matanya. Tak mampu lagi dia

mengendalikan perasaannya dan ikut menangis, merasakan penderitaan

sahabatnya.

Saat itu tak ada lagi perbedaan politik di antara keduanya. Ini adalah

pertemuan dua anak manusia yang berhasil melahirkan bangsa ini. Kedua teman

lama yang sempat berpisah itu diceritakan saling berpegangan tangan, seolah takut

berpisah.

Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang dikaguminya tidak akan

lama. Hatta juga tahu, betapa siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya

34
sungguh sangat kejam. Suatu hal yang hanya bisa dilakukan oleh manusia tanpa

nurani.

“No…” Hanya itu yang bisa terucap dari ucapan Hatta. Tak mampu berucap

lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kecewa. Bahunya

terguncang.

Sejenak, mereka kembali mengenang masa-masa muda penuh perjuangan

dan pencapaian. Sehari setelah pertemuan dengan Bung Hatta kondisi Sukarno

menjadi semakin buruk. Matanya sudah tak lagi mampu terbuka. Suhu badannya

terus meninggi. Sukarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya.

Malamnya Dewi Sukarno dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina,

hadir di rumah sakit. Sukarno belum pernah sekali pun melihat anaknya itu.

Minggu pagi 21 Juni 1970, dokter Mardjono, salah seorang anggota tim

dokter kepresidenan melakukan pemeriksaan rutin. Dengan sangat hati-hati dan

penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Sukarno.

Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Sukarno menggerakkan tangan

kanannya, memegang lengan dokternya. dr. Mardjono merasakan panas yang

demikian tinggi dari tangan yang amat lemah itu. Tiba-tiba tangan yang panas itu

terkulai. Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Begitu hening dan mencekam.

Sukarno menghembuskan nafasnya yang terakhir. Berita meninggalnya Bung

Karno dengan cara yang amat menyedihkan menyebar ke penjuru pertiwi. Tangis

pun merebak dimana-mana. Mereka telah kehilangan sosok yang mereka cintai.

Selamat jalan presiden kami, riwayatmu akan selalu dikenang sepanjang masa.

35
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh

orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun

namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Soekarno dilahirkan dengan

seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida

Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan

seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Ir.

Soekarno mempunyai peranan yang besar dalam memerdekakan bangsa Indonesia

dari penjajahan. Ir. Soekarno wafat dengan meninggalkan begitu banyak jasa

untuk Indonesia sehingga beliau dikenal sebagai bapak proklamator.

36
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno

http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-presiden-

soekarno.html

http://info-biografi.blogspot.com/2010/02/ir-soekarno.html

http://contohmakalah4.blogspot.com/2013/02/biografi-soekarno.html

https://lalumakan.wordpress.com/2013/07/02/156/
Lampiran

Rumah keluarga Bung Karno di Foto Bung Karno ketika menjadi murid

Gerbang, Blitar HBS di Surabaya

Pembacaan teks proklamasi pada Bung Karno saat dilantik menjadi

Tanggal 17 Agustus 1945 presiden

Bung Karno saat berpidato Pemakaman Bung Karno di Taman

Makam Pahlawan, Blitar


Biodata Penulis

Hendri Suseno, S.IP pemuda kelahiran W. Bungur pada 28 April 1985 ini

adalah seorang pecinta Soekarno dan telah banyak menulis tentang Soekarno.

Buku ini merupakan bunga rampai dari tulisan-tulisannya tentang Bapak

Proklamator Indonesia tersebut.

Penulis adalah lulusan sarjana Ilmu Pemerintahan di salah satu universitas

swasta di Yogyakarta. Pemuda penyuka dunia politik ini adalah mahasiswa yang

cukup cerdas dan aktif semasa kuliah dulu. Hal ini ditandai dengan ikut aktifnya

penulis dalam kegiatan kemahasiswaan khususnya yang berhubungan dengan

politik kampus.

Kecintaannya pada dunia tulis menulis juga menjadi alasannya untuk

bergabung menjadi seorang editor di salah satu penerbit buku di Yogyakarta. Pria

yang hingga kini masih aktif dalam lingkungan kegiatan keorganisasian dalam

lingkungan provinsi ini menuangkan semua ide dan kreativitasnya dalam sebuah

karya buku.

Anda mungkin juga menyukai